You are on page 1of 51

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Pendidikan sangat memegang peranan penting dalam kehidupan seseorang

maupun suatu bangsa. Kemajuan pembangunan di suatu negara, baik lahir

maupun batin, dapat di capai melalui pendidikan yang terarah dan

berkesinambungan, melalui pendidikan dapat menciptakan manusia yang cerdas,

trampil, berwawasan luas, disiplin beriman, bertaqwa serta bertanggung jawab

didalam kehidupan.

Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan yang benar maka harus dibuat suatu

arah yang dibuat oleh pemerintah sebagai pengatur dan paling bertanggung jawab

dalam pendidikan nasional yaitu Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang

sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya dijabarkan dalam metode-metode

pengajaran, salah satunya adalah Metode Cooperative Learning.

Pada era globalisasi ini pengetahuan manusia makin banyak dan maju dengan

pesat. Akibatnya, pengetahuan seseorang akan cepat usang, tidak relevan lagi dan

kehilangan nilai dan utilitas. Agar pengetahuan selalu mutakir, maka harus

dikembangkan cara-cara belajar yang baru, misalnya bagaimna mencari,

mengelola,memilih informasi yang demikian banyaksesuai dengan kebutuhannya.

Hal ini merupakan bagian dari kecakapan kehidupan seseorang agar selalu

bertahan dalam suasana yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif dalam

kehidupanya.
Seorang guru tidak hanya berperan di kelas, tetapi harus mampu menciptakan

suasana belajar yang dinamis, harmonis, menarik dan mampu mengembangkan

komunikasi dua arah. Untuk menciptakan suasana kondusif yang dapat

menimbulkan ketenangan dan rasa senang dalam diri siswa. Situasi ini dapat

menjadikan proses belajar yang atraktif, menantang dan menggairahkan.

Untuk mengatasi hal tersebut maka upaya guru agar siswa dalam menerima

pelajaran menjadi efektif dapat menggunakan metode cooperative learning.

Penggunaan metode cooperative learning sangat menunjang dalam proses belajar

mengajar, karena siswa dapat lebih berkonsentrasi dan berinteraksi kepada orang

lain dan guru selama proses belajar mengajar berlangsung sehingga motivasi dan

konsentrasi belajarnya lebih terfokus dan terarah.

Untuk mencapai taraf yang sesuai dengan tujuan pembelajaran seorang guru harus

mampu selalu menciptakan suasana belajar yang kondusif, cara belajar yang

menarik serta pengelolaan administrasi yang memadai , sesuai dengan standar

kompetensi dan teknis edukatif proses belajar mengajar.

Dalam pelaksanaannya kemampuan guru yang komprehensif dapat memacu siswa

untuk berkompetisi dan merangsang motivasi dan konsentrasi belajar siswa untuk

mencapai kompetensinya yang optimal. Hal ini selain untuk melihat hubungan

antara kompetensi guru dengan motivasi belajar siswa, juga untuk mengetahui

tingkat keprofesionalan guru sebagai tenaga edukatif yang handal dan kredibel.

Dalam penggunaannya, metode cooperative learning dapat memacu rasa

keingintahuan siswa untuk mencari jawaban dan merangsang motivasi siswa

untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Hal ini selain untuk melihat
keefektifan metode cooperative learning , juga untuk mengetahui pengaruh

keaktifan dan kreatifitas siswa dalam proses belajar mengajar.

Dalam proses belajar mengajar yang perlu dicapai bukan hanya hasil belajar,

tetapi juga proses belajar yang efektif. Dengan menguasai proses belajar yang

efektif memungkinkan siswa dapat mempelajari materi pelajaran yang lebih

mudah dan efisien. Oleh sebab itu dipandang perlu untuk melakukan penelitian

mengenai pengaruh metode cooperative learning terhadap prestasi belajar siswa.

Kegiatan proses belajar mengajar akan terlaksana dengan baik apabila dalam

perencanaan pembelajaran dapat dilaksanakan dengan startegi pembelajaran yang

efektif. Keefektifan strategi pembelajaran yang digunakan harus didukung oleh

kemampuan guru dan kesiapan siswa sendiri sebagai subyek didik dalam kegiatan

belajar mengajar. Guru sebagai penanggung jawab dalam bidang pendidikan

secara rutin terlibat dalam proses belajar mengajar sangat besar sekali peranannya

dalam menentukan keberhasilan belajar anak didiknya.

Dalam proses belajar mengajar di sekolah cara penyampaian materi pelajaran

seorang guru sangat besar pengaruhnya bagi berhasil tidaknya siswa untuk

menyenangi pelajaran yang diajarkan. Berbagai macam metode mengajar telah

tersedia sebagai sarana untuk menyampaikan meteri pelajaran. Dengan adanya

metode-metode tersebut guru dapat memilih metode yang cocok dengan materi

yang akan diajarkan. Sebab dengan memilih metode mengajar yang sesuai selain

dapat menguasai kelas juga akan mempunyai pengaruh yang sangat berarti

terhadap suksesnya pelajaran yang diajarkan.

Pada pembelajaran ilmu pengetahuan alam metode konvensional (ceramah,


diskusi, dan latihan soal) juga sering digunakan, tetapi tidak semua materi dapat

disajikan dengan menggunakan metode konvensional. Dalam metode

konvensional penyajian materi disampaikan hanya dengan penuturan dan

penjelasan lisan secara langsung, setelah contoh-contoh soal diberikan secara

lisan, kemudian siswa ditugaskan untuk mengerjakan soal-soal latihan dan

hasilnya dibahas bersama.

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif (cooperative

learning) dapat diterapkan apabila peserta didik memiliki kemampuan memahami

dasar-dasar pembelajaran kooperatif secara umum. Siswa dalam kelompok

memiliki peran yang sma agar mampu memahami kosep-konsep dan aturan

pengerjaan ilmu pengetahuan alam dengan cara yang benar.

Pada prinsipnya proses pembelajaran di SMP Negeri 126 Jakarta telah

berlangsung dengan penerapan metode dan strategi pengajaran yang bervariatif,

namun pencapaian prestasi belajar siswa belum optimal. Kontribusi para guru

dalam proses pembelajaran juga telah cukup besar walaupun masih banyak

kendala yang dihadapi. Hal tersebut bukan berarti tidak ada upaya perbaikan

tatapi faktor-faktor diluar kegiatan belajar masih mempengaruhi hasil belajar.

Motivasi dan konsentrasi belajar siswa masih rendah dikarenakan banyaknya

beban belajar dan kurangnya perhatian orang terhadap kegiatan belajar seimbang

di rumah. Faktor lainya yang mempengaruhi antara lain adalah masih banyaknya

siswa yang terlambat, adanya siswa yang sering tidak mengerjakan PR dan tugas

sekolah sehingga menganggu proses belajar mengajar di sekolah.

Dengan kondisi yang demikian penulis tertarik untuk mencoba pendekatan lain
dalam proses pembelajaran melalui penerapan metode pembelajaran yang lebih

bervariatif melalui strategi pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dengan

jenis penelitian tindakan kelas (PTK), karena melalui PTK ini, penulis

mengharapkan bahwa siswa dapat meningkatkan hasil belajar secara optimal.

B. Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah

1. Perumusan Masalah

Masalah yang diteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dapat

meningkatkan hasil belajar siswa di kelas IX pada SMP Negeri 126 Jakarta ?

2. Pemecahan Masalah

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa

sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam

menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling

bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Diakhiri

menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran berkelompok

dituntut kerjasama dengan pendekatan yang siswa sentris, humanistik dan

demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan

belajarnya.

Pembelajaran kooperatif juga merupakan suatu model pembelajaran dimana

sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah antara

4 6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah

dalam belajar.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang berfokus pada penggunaan

kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar

untuk mencapai tujuan belajar secara optimal.

C. Tujuan

Penelitian tindakan kelas merupakan wahana untuk melakukan perbaikan,

peningkatan serta perubahan pembelajaran. Tujuan penelitan tindakan kelas dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan hasil belajar IPA melalui penerapan metode pembelajaran

kooperatif (cooperative learning) sebagai salah satu solusi pembelajaran alternatif

di sekolah.

2. Untuk mengetahui tingkat efektivitas penerapan metode pembelajaran

kooperatif (cooperative learning) khususnya di kelas IX SMP Negeri 126 Jakarta

guna meningkatkan hasil belajar IPA siswa dalam pembelajaran di sekolah sebagai

tindakan perbaikan.

3. Untuk mengetahui hasil pembelajaran melalui metode pembelajaran kooperatif

(cooperative learning) yang lebih inovatif dan kreatif.

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini akan diperoleh informasi mengenai upaya peningkatan hasil

belajar siswa melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif (cooperative

learning). Oleh karena itu penelitian ini diharapkan berguna untuk :

1. Dapat menambah wawasan bagi guru mengenai masalah dalam penerapan


metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning) di SMP Negeri 126

Jakarta.

2. Dapat menjadikan bahan masukan kepada pendidik dalam peningkatan hasil

belajar siswa kearah yang lebih baik.

3. Memberikan bahan masukan bagi peserta didik agar mereka mampu

meningkatkan hasil belajarnya yang lebih baik lagi.

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Pustaka

Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu perubahan kapasitas kinerja individu sebagai hasil

pengalaman, perubahan potensi perilaku, dan pengembangan pengetahuan serta

ketrampilan atau sikap yang baru sebagai hasil interaksi individu dengan

informasi dan lingkungannya. Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah

perubahan kemampuan atau disposisi(kecenderungan) seseorang yang dapat

bertahan selama periode waktu tertentu.1

Belajar juga merupakan usaha sadar oleh seseorang yang berlangsung sepanjang

hayat agar diperoleh kemampuan yang memadai dalam rangka mencapai tujuan

yang diinginkan. Proses dan hasil belajar dapat ditandai dengan adanya perubahan

perilaku atau kemampuan pada diri seseorang dan ia merupakan hasil dari latihan
atau pengalaman.

Menurut pendapat Kenneth D.Moore2, belajar adalah suatu perubahan kapasitas

kinerja individu sebagai hasil pengalaman. Dari definisi tersebut penekanannya

pada upaya individu secara sadar melakukan sesuatu, agar memperoleh suatu

kemampuan atau kompetensi baru. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Kimble

dalam Hergenhand dan Olson3 bahwa belajar merupakan perubahan potensi

perilaku yang relatif permanen sebagai hasil dari penguatan yang diberi

penguatan.

Hergenhahn dan Olson mengemukakan lima unsur utama yang terkait dengan

belajar, yaitu;

a. Perubahan tingkah laku

b. Perubahan itu relatif permanen

c. Potensi untuk bertindak

d. Hasil dari pengalaman

e. Reinforcement4

Pendapat lain yang relatif mendukung pendapat di atas adalah menurut

Smaldino5, yang mengemukakan bahwa belajar adalah pengembangan

pengetahuan, keterampilan, atau sikap yang baru sebagai hasil interaksi individu

dengan informasi dan lingkungannya.

Sedangkan Curzon6 berpendapat bahwa belajar adalah perubahan(modifikasi)

perilaku yang ditampakkan oleh seseorang melalui aktivitas dan pengalamannya,

sehingga pengetahuan,keterampilan dan sikapnya termasuk cara penyesuaian


terhadap lingkungannya berubah. Seperti juga yang diungkapkan oleh Gagne7,

bahwa belajar adalah perubahan kemampuan atau disposisi(kecenderungan)

seseorang yang dapat bertahan selama periode waktu tertentu dan tidak

sesederhana seperti digambarkan dalam proses pertumbuhan.

Pengertian Hasil Belajar

Menurut Gall dan Gall dalam Kindsvatter8 bahwa hasil belajar adalah tujuan

program yang luas yang akan dicapai oleh para siswa. Mereka dituntut untuk

mengaktualisasikan dan mengekspresikan pencapaian tujuan ini sebagai hasil

pembelajaran di kelas.

Hasil belajar menurut Soedijarto9 adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh

peserta didik dalam mengikuti program kegiatan belajar mengajar sesuai dengan

tujuan pendidikan yang ditetapkan. Gagne dan Briggs10 menambahkan bahwa

hasil belajar adalah berbagai jenis kemampuan yang diperoleh dari belajar. Ada 5

jenis kemampuan hasil belajar, yaitu;

a. ketrampilan intelektual

b. informasi verbal

c. strategi kognitif

d. ketrampilan motorik

e. sikap

Sedangkan menurut Romiszowski dalam Anderson dan Krathwohl11, hasil belajar

ditekankan pada aspek pengetahuan dan ketrampilan. Pengetahuan berkenaan

dengan informasi yang tersimpan didalam otak manusia setelah ia mengalami

proses belajar. Sedangkan ketrampilan berkenaan dengan tindakan seseorang, baik


tindakan intelektual maupun fisik dalam mencapai tujuan sebagai akibat proses

belajar. Secara rinci pengetahuan dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:

fakta, prosedur, konsep, dan konsep. Sedangkan katrampilan juga dibedakan

menjadi empat jenis, yaitu: ketrampilan kognitif, motorik, reaktif dan interaktif.

Pen

dapat tersebut selaras dengan pandangan Benyamin Bloom 12 bahwa hasil belajar

memiliki ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Teori Taksonomi Bloom,

menurutnya hasil belajar mempunyai ranah yang berorientasi pada kemampuan

untuk mengungkapkan makna dan arti dari bahan yang dipelajari siswa. Ranah

tersebut meliputi;

a. Kognitif, yang termasuk ranah kognitif meliputi aspek pengetahuan,

pemahaman, penerapan, sintesis dan evaluasi.

b. Afektif, yang termasuk ranah afektif meliputi aspek psikologis untuk menerima,

menanggapi, menghargai dan membentuk pribadi.

c. Psikomotorik, yang termasuk ranah psikomotorik meliputi gerak dan

tindakan.13

Dengan tambahan pendapat dari Anderson dan Krathwoth bahwa hasil belajar

juga mencakup; pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan meta-kognitif.

Pengertian Mata Pelajaran IPA/Sains

Ilmu pengetahuan alam atau sains secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu

tentang alam atau yang mempelajari tentang fenomena atau gejala alam. Bannet

juga mengemukakan bahwa Sains atau IPA adalah sistem pengetahuan terurut dan

menuntut penyusunan kurikulum terstruktur secara baik. Sains juga didasarkan


pada pendekatan empirik dengan asumsi bahwa alam ini dapat dipahami,

dipelajari dan dijelaskan tidak semata-mata bergantung pada metode kausalitas,

tetapi melalui proses tertentu, misalnya observasi, eksperimen dan analisis

rasional. Disamping itu juga diperlukan sikap obyektif dan jujur dalam

mengumpulkan serta menganalisis data. Atas dasar itu Muhammad Soerjani14

menyimpulkan bahwa Sains atau IPA secara garis besar dapat didefinisikan atas

tiga komponen, yaitu; (1) sikap ilmiah, (2) proses ilmiah dan (3) produk ilmiah.

Nash dalam bukunya The Nature of Nature Science mengatakan bahwa: Science

is a way of looking at the world Ilmu Pengetahuan Alam diipandang sebagai

suatu cara atau metode untuk dapat mengamati sesuatu, dalam hal ini adalah

dunia. Cara memandang Ilmu Pengetahuan Alam bersifat analitis, ia melihat

sesuatu secara lengkap dan cermat serta dihubungkannya dengan obyek lain

sehingga keseluruhannya membentuk perspektif baru tentang obyek yang diamati

tersebut. Lebih lanjut Nash menandaskan: The whole science in nothing more

than a refinement of everyday thinking. Metode berpikir atau pola berpikir, yang

tidak sama dengan pola berpikir sehari-hari, berpikirnya harus menjalani

refinement sehingga cermat dan lengkap. 15

Pendapat Nash tentang Ilmu Pengetahuan Alam ini diperkuat oleh pendapat

Einstein (Nash, 1963) dimana Ilmu Pengetahuan Alam merupakan suatu pola pikir

logis dan seragam A logically uniform system of thought ini adalah metode

ilmiah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan mata pelajaran yang

mempelajari tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta dan segala


isinya untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta dan sikap ilmiah.

Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Paradigma lama tentang proses pembelajaran yang bersumber pada teori tabula

rasa John Lock dimana pikiran seorang anak seperti kertas kosong dan siap

menunggu coretancoretan dari gurunya sepertinya kurang tepat lagi digunakan

oleh para pendidik saat ini. Tuntutan pendidikan sudah banyak berubah. Pendidik

perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana anak dapat

aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan

kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada

lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar

melibatkan pembentukan makna oleh siswa dari apa yang mereka lakukan,

lihat, dan dengar.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan

dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk

membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional.

Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative learning merupakan system

pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama

dengan sesame siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif

dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih

dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar

kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga

memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat


interdepedensi efektif diantara anggota kelompok. Hubungan kerja seperti itu

memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan

siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya

secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama

dalam kelompok. Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka harus diterapkan

lima unsur model pembelajaran gotong royong, yaitu:

a. Saling ketergantungan positif.

b. Tanggung jawab perseorangan.

c. Tatap muka.

d. Komunikasi antar anggota.

e. Evaluasi proses kelompok

Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:

a. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis.

b. Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan

rendah, sedang, dan tinggi.

c. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda

suku, budaya, dan jenis kelamin.

d. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.

Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam

model pembelajaran kooperatif yaitu:

a. Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk

kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.


b. Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur

aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja

sama diantara anggota kelompok.

c. Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk

pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang

dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan

menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.

d. Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk

merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari

lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh

kesimpulan.

Teknik Pembelajaran Kooperatif

Teknik pembelajaran kooperatif diantaranya:

a. Mencari Pasangan

- Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep.

- Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

- Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan

kartunya.

b. Bertukar Pasangan

- Setiap siswa mendapatkan satu pasangan.

- Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya

- Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan pasangan lain.

- Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan kemudian saling menanyakan dan


mengukuhkan jawaban.

- Temuan baru yang diperoleh dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan

kepada pasangan semula.

c. Kepala Bernomor

- Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok

mendapat nomor.

- Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

- Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan

setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.

- Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil

melaporkan hasil kerja sama mereka.

d. Keliling Kelompok

- Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan

pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang dikerjakan.

- Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya.

- Demikian seterusnya. Giliran bicara bisa dilaksanakan menurut arah perputaran

jarum jam atau dari kiri ke kanan.

e. Kancing Gemerincing

- Guru menyipkan satu kotak kecil berisi kancing-kancing.

- Setiap siswa dalam kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing.

- Setiap kali seorang siswa berbicara, dia harus menyerahkan salah satu

kancingnya.

- Jika kancingnya sudah habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai kancing
semua rekannya habis.

f. Dua Tinggal Dua Tamu

- Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat.

- Setelah selesai, dua orang dari setiap kelompok meninggalkan kelompoknya dan

bertamu ke kelompok yang lain.

- Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan

informasi ke tamu mereka.

- Tamu mohon diri dan kembali ke kelompoknya kemudian melaporkan hasil

temuannya.

- Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa

sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam

menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling

bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Djahiri

menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran berkelompok

dituntut kerjasama dengan pendekatan yang siswa sentris, humanistik dan

demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan

belajarnya.16

Pendapat lain yang dinyatakan oleh Slavin bahwa pembelajaran kooperatif adalah

suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-

kelompok kecil yang berjumlah antara 4 6 orang secara kolaboratif sehingga

dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.17 Definisi lain

menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajarn yang berfokus


pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam

memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar secara optimal.

Strategi adalah pola perilaku yang dilakukan guru dalam pembelajaran yang

diterapkan dalam proses kegiatan belajar dengan multi metode dan media belajar.

Gagne berpendapat bahwa strategi merupakan serangkaian rencana untuk

membantu siswa dalam usaha belajarnya pada setiap tujuan belajar yang dapat

berupa rencana materi pembelajaran atau satu unit produksi sebagai media

pembelajaran atau dengan kata lain sebagai metode(algoritma) untuk

memanipulasi unsur-unsur obyek pengetahuan.18

Strategi pembelajaran merupakan pendekatan menyeluruh dalam suatu sistem

pembelajaran, yang berupa pedoman umum kerangka kegiatan untuk mencapai

tujuan umum pembelajaran yang dijabarkan dari pandangan falsafah dan atau

teori belajar tertentu. Strategi pembelajaran sebagai spesifikasi untuk memilih dan

mengurutkan kejadian dan aktivitas dalam pembelajaran. Kejadian dan aktivitas

yang dimaksud meliputi; penyajian materi, pemberian contoh, pemberian latihan

serta pemberian umpan balik.

Strategi pembelajaran juga digunakan untuk memasukkan berbagai aspek dalam

mengurutkan dan mengorganisir informasi serta mengambil keputusan tentang

bagaimana cara menyajikannya. Adapun caranya meliputi; penyusunan materi

pelajaran, peralatan dan bahan, metode dan media serta waktu yang digunakan

dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan.

Strategi pembelajaran tidak dapat dilepaskan dari metode yang digunakan.

Metode pembelajaran adalah susunan teknik pembelajaran yang sistematis, yang


diarahkan untuk mencapai hasil belajar berupa diskrit, reflektif, dan inquri.

UU no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab 1 ayat 20 yang mengisyaratkan

bahwa Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik

dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar Kegiatan belajar merupakan

kegiatan aktif siswa untuk membangun makna atau pemahaman terhadap suatu

obyek atau suatu peristiwa. Sedangkan kegiatan mengajar merupakan upaya

menciptakan suasana yang mendorong inisiatif, motivasi dan tanggung jawab

pada siswa untuk selalu menerapkan seluruh potensi diri dalam membangun

gagasan melalui kegiatan belajar sepanjang hayat. Gagasan dan pengetahuan ini

akan membentuk keterampilan,sikap dan perilaku sehari-hari, sehingga siswa

akan berkompeten dalam bidang yang dipelajarinya, kegiatan belajar mengajar

inilah yang disebut sebagai pembelajaran.

Cooperative Learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu bentuk

pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivisme, yaitu strategi

pembelajaran dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang

tingkat kemampuannya berbeda. Penekananya pada pengembangan unsur-unsur

interaksi sosial serta peningkatan keterampilan khususnya dalam motivasi kerja

berkelompok.

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang dapat

diterapkan, yaitu: 1) Student Team Achievment Division(STAD), 2) Jigsaw, 3)

Group Invenstigation(GI), Rotating Trio Excahange, dan 5) Group Resume. Dari

beberapa model pembelajaran tersebut model yang banyak dikembangkan adalah

model STAD dan Jigsaw.


Penelitian ini mengembangkan model pembelajaran kooperatif dengan tujuan

untuk melatih dan mencoba pembelajarn kelompok khususnya untuk siswa kelas

IX yang masih memiliki interaksi sosial perkawanan yang masih sangat kuat.

B. Hipotesis Tindakan

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Dengan

menerapkan metode cooperative learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA

siswa kelas IX di SMP Negeri 126 Jakarta.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rencana dan Prosedur Penelitian

Pengembangan inovasi pembelajaran di kelas IX SMP Negeri 126 ini akan

dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut:

Perencanaan Tindakan

Penelitian untuk meningkatkan hasil belajar IPA melalui penerapan metode

cooperative learning di kelas IX pada SMP Negeri 126 Jakarta akan dilakukan

selama 3 bulan dengan 3 kali tindakan. Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan

alur : refleksi awal, perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, refleksi dan

perencanaan ulang, sesuai dengan model PTK yang dikemukakan oleh Kemmis.

Pada tahap perencanaan pengembang melakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Membuat skenario pembelajaran/RPP

b. Mempersiapkan sarana yang mendukung terlaksananya kegiatan


pengembangan inovasi pembelajaran

c. Mempersiapkan instrumen pengembangan untuk proses kegiatan dan instrumen

untuk mengukur kemampuan siswa yang berupa tes hasil pembelajaran.

d. Melakukan sosialisasi pada anggota pengembang/kolaborator dan simulasi

pelaksanaan dan menguji keterlaksanaan di lapangan.

Tahap pelaksanaan pengembangan inovasi pembelajaran gambaran kegiatan yang

akan dilakukan senagai berikut:

a. Sesuai dengan RPP yang telah disusun, maka pada pelaksanaan kegiatan

pengembangan dilakukan juga observasi oleh observer/kolaborator dan

interpretasi. Kegiatan observasi dan interpretasi merupakan upaya merekam

proses yang terjadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Kegiatan ini akan

diteruskan dengan diskusi sebagai umpan balik/reinforcement.

b. Analisis dan Refleksi

Analisis data dilakukan setelah semua tahapan pelaksanaan tindakan selesai.

Analisis data ini dilakukan melalui tahapan; a) redukasi data, b) paparan data dan

c) penyimpulan

c. Refleksi

Kegiatan refleksi dilakukan setelah semua tahapan pelaksanaan pengembangan

inovasi pembelajaran selesai. Refleksi ini dimaksudkan untuk mengkaji apa yang

telah diperoleh dan yang masih belum tercapai sesuai target yang telah ditentukan,

karena hasil refleksi ini akan dijadikan acuan untuk kegiatan siklus berikutnya

untuk memperoleh hasil yang diharapkan.


B. Disain Pengembangan

Prosedur penelitian tindakan kelas yang digunakan pada penelitian ini mengacu

pada model Kemmis dan Taggart dan model yang ditawarkan oleh Ebbut.19

Sistem model penelitian kelas tersebut berbentuk siklus (cycle) dan pelaksanaan

siklus ini tidak hanya berlangsung dalam satu kali tindakan tetapi berlangsung

hingga pada siklus ketiga dengan indikasi tercapainya tujuan pembelajaran yang

diinginkan.

Bentuk tindakan dirancang sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan kelas

(PTK) dan dibatasi sampai pada tiga siklus, dimana setiap siklus terdiri dari empat

langkah utama yaitu: 1) merencanakan, 2) melakukan tindakan, 3)

mengamati/observasi, dan refleksi.18 Dalam setiap siklus dirancang dengan

menerapkan pendekatan kontekstual sebagai salah satu pendekatan yang sesuai

untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA. Keberhasilan penelitian ini dilihat dari

proses dan hasil belajar siswa.

Selama kegiatan penelitian berlangsung, penulis berkolaborasi dengan teman

sejawat sebagai observer. Untuk lebih lanjut pola tindakan dapat digambarkan

sebagai berikut:

Model Spiral ( Gambar 1 PTK Kemmis dan Taggart)

Sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan kelas, maka kegiatan di awali

dengan mengadakan observasi pelaksanaan proses pembelajaran, menganalisa

keadaan situasi belajar dan respon siswa terhadap pembelajaran yang disajikan
oleh guru.

Prosedur dan tahapan intervensi tindakan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan

program kegiatan dan evaluasi.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 126 Jakarta

pada siswa kelas IX dengan alasan peneliti mengajar di tempat tersebut, sehingga

akan berusaha memperbaiki pembelajaran di kelas. Adapun waktu penelitiannya

selama 3 bulan mulai bulan Januari dan berakhir pada bulan Maret 2009.

D. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX pada SMP Negeri 126 Jakarta

yang berjumlah 40 orang siswa. Sedangkan objek dari pengembangan inovasi

pembelajaran ini adalah penerapan metode cooperative learning dengan fokus

peningkatan hasil belajar IPA.

E. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Peran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai pelaksana utama, maka pada

pra-penelitian, peneliti melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran IPA di

kelasnya, kemudian membuat perencanaan tindakan yang akan dilakukan di kelas

tempat mengajar.

Adapun posisi peneliti dalam PTK ini adalah sebagai posisi utama. Peneliti

melakukan langsung apa yang akan ditingkatkan di kelas tersebut. Peneliti


merasakan dan melakukan refleksi dari pembelajaran yang dilakukan sehingga

berdasarkan itulah peneliti melakukan penelitian. Selain itu juga peneliti berperan

sebagai pembuat laporan dari apa yang dilaksanakan dan observasi yang dibantu

teman sejawat dan Kepala Sekolah.

F. Tahap Intervensi Tindakan

Secara teoritik pengembangan dan penerapan pembelajaran kooperatif sesuai

dengan disain penelitian dan menggunakan model penelitian tindakan kelas

menurut FX. Soedarsono.20 Tahap awal peneliti melakukan penjajagan assesment

untuk menentukan masalah yang sesungguhnya yang dirasakan terhadap apa yang

telah dilaksanakan selama ini. Pada tahap ini peneliti dapat menimbang dan

mengidentifikasi masalah-masalah dalam proses pembelajaran (memfokuskan

masalah) kemudian melakukan analisis dan merumuskan masalah yang layak

untuk penelitian tindakan.

Tahap kedua disusun rencana berupa skenario tindakan atau aksi untuk melakukan

perbaikan, peningkatan atau perubahan ke arah yang lebih baik dari diskusi

pembelajaran yang dilakukan untuk mencapai hasil yang optimal atau

memuaskan. Tahap ketiga dilakukan implementasi rencana atau skenario tindakan.

Peneliti bersama-sama kolaborator atau partisipan melaksanakan kegiatan

sebagaimana yang tertulis dalam skenario. Pemantauan atau monitoring dilakukan

segera setelah kegiatan dimulai (on going process monitoring). Catatan semua

kajadian dan perubahan yang terjadi perlu dilakukan dengan berbagai alat dan
cara sesuai dengan situasi dan kondisi kelas.

Tahap keempat, berdasarkan hasil monitoring dilakukan evaluasi yang dapat

digunakan sebagai bahan acuan untuk mengadakan refleksi apakah tujuan yang

dirumuskan telah tercapai. Jika belum memuaskan, maka dilakukan revisi atau

modifikasi dan perencanaan ulang untuk memperbaiki tindakan pada siklus

sebelumnya. Dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas dapat diasumsikan akan

diperoleh hasil: meningkatkan mutu pembelajaran dan diperoleh model tindakan

untuk meningkatkan mutu pembelajaran yang berdampak pada peningkatan hasil

belajar siswa. Rancangan tindakan setiap siklus dapat diuraikan sebagai berikut :

Siklus I

1. Rancangan

Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan pembelajaran IPA oleh guru kelas,

kemudian ditemukan permasalahan yang muncul selama pembelajaran tersebut

berlangsung. Temuan ini dikonsultasikan kepada teman sejawat. Berdasarkan hasil

diskusi tersebut dirancang dan dilaksanakan tindakan perbaikan berupa

pelaksanaan pembelajaran IPA dengan pokok bahasan kemagnetan.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan dilakukan dengan rencana pembelajaran dengan memanfaatkan

kesiapan peneliti dalam memahami tujuan pembelajaran. Pada pelaksanaan siklus

pertama peneliti akan melakukan kegiatan dalam proses pembelajaran dengan

memberikan gambaran umum tindakan yang akan dilakukan oleh peneliti tanpa

mengabaikan pemahaman peneliti tentang pendekatan pembelajaran pembelajaran

kooperatif(cooperative learning). Peneliti akan mengembangkan kemampuan


mengajarnya melalui metode yang bervariasi, yang memungkinkan siswa terlibat

secara aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri. Sebagai dampak

pengiring dalam pelaksanaan pembelajaran ini, siswa diharapkan memiliki rasa

percaya diri terhadap penyelesaian tugas mandiri dan kelompok.

3. Monitoring/ Pengamatan

Selama pelaksanaan tindakan, peneliti akan mengamati setiap perubahan

kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Dari pengamatan tersebut

diharapkan peneliti memperoleh informasi mengenai adanya kesesuaian antara

pembelajaran dengan pelaksanaannya, mengukur kemampuan siswa dalam bentuk

hasil belajar berupa tugas mandiri dan lembar kerja siswa (LKS).

4. Refleksi

Refleksi akan dilakukan oleh peneliti dan guru berdasarkan temuan-temuan yang

didapat dari hasil monitoring. Peneliti akan menyampaikan permasalahan yang

dihadapinya selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal ini dilakukan

untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam merancang kegiatan pada siklus

berikutnya.

Siklus II

1. Rancangan

Berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi pada siklus I, kemudian permasalahan

yang muncul selama pembelajaran pada siklus I tersebut berlangsung. Temuan ini

dikonsultasikan kepada teman sejawat. Berdasarkan hasil diskusi tersebut

dirancang dan dilaksanakan tindakan perbaikan berupa pelaksanaan pembelajaran

IPA dengan pokok bahasan kemagnetan.


2. Pelaksanaan

Pelaksanaan dilakukan dengan rencana pembelajaran dengan upaya perbaikan dari

hasil siklus I. Pada pelaksanaan siklus II peneliti akan melakukan kegiatan dalam

proses pembelajaran dengan memberikan gambaran umum tindakan yang akan

dilakukan oleh peneliti tanpa mengabaikan pemahaman peneliti tentang

pendekatan pembelajaran pembelajaran kooperatif(cooperative learning). Peneliti

akan mengembangkan kemampuan mengajarnya melalui metode yang bervariasi,

yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif dalam membangun

pengetahuannya sendiri

3. Monitoring/ Pengamatan

Selama pelaksanaan tindakan, peneliti akan mengamati setiap perubahan yang

lebih baik dibandingkan dengan siklus I. Dari pengamatan tersebut diharapkan

peneliti memperoleh informasi mengenai adanya upaya perbaikan serta mengukur

kemampuan siswa dalam bentuk hasil belajar berupa tugas mandiri dan lembar

kerja siswa (LKS).

4. Refleksi

Refleksi akan dilakukan oleh peneliti dan guru berdasarkan temuan-temuan yang

didapat dari hasil monitoring dan wawancara. Peneliti akan menyampaikan

permasalahan yang dihadapinya selama proses kegiatan pembelajaran

berlangsung. Data dibahas bersama pengamat untuk mendapat kesamaan

pandangan terhadap tindakan pada siklus kedua. Hasil diskusi dijadikan bahan

untuk menarik kesimpulan

G. Hasil Intervensi Tindakan Yang Diharapkan


Hasil yang diharapkan dari tahapan intervensi tindakan kelas meliputi:

1. Hasil Belajar IPA

Dari intervensi tindakan kelas diperoleh data hasil belajar yang ambil dari hasil tes

yang meliputi pencapaian penguasaan konsep tentang kemagnetan melalui metode

pembelajaran kooperatif(cooperative learning).

Keberhasilan pencapaian tindakan intervensi kelas bila pencapaian standar

ketuntasan kompetensi minimal (KKM) mencapai nilai minimal 7.1.

2. Model Pembelajaran Pembelajaran kooperatif (cooperative learning).

Berdasarkan hasil observasi dan angket yang menyangkat proses pembelajaran

melalui model pembelajaran kooperatif(cooperative learning) diharapkan

keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran untuk aktif dan mau mengikuti

dengan antusias melalui pembelajaran dengan pedoman LKS.

Tingkat keberhasilan penerapan metode pembelajaran kooperatif(cooperative

learning) tercapai apabila aktivitas guru dalam mempersiapkan dan melaksanakan

kegiatan pembelajaran, serta keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran

meningkat dalam setiap siklusnya yang dilaksanakan sesuai dengan target dan

tujuannya.

H. Instrumen-Instrumen Pengumpul Data Yang Digunakan

1. Instrumen Hasil Belajar IPA

Instrumen untuk memperoleh data hasil belajar menggunakan soal pilihan ganda

sebanyak 25 soal.

2. Instrumen Pembelajaran Cooperative Learning

Untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan tindakan dalam penelitian tindakan


kelas pada proses pembelajaran IPA, maka peneliti akan menerapkan pendekatan

pembelajaran pembelajaran kooperatif (cooperative learning) pada pokok bahasan

kemagnetan melalui metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning) guna

meningkatkan hasil belajar siswa. Instrumen yang digunakan antara lain: 1)

Format observasi, 2) LKS, 3) lembar soal/tes, 4) angket, 5) catatan lapangan, 6)

pedoman wawancara. Format observasi digunakan untuk mengamati perilaku/

gaya mengajar guru, perilaku siswa, dan interaksi antara guru dan siswa. Ketika

proses pembelajaran berlangsung, siswa secara berkelompok diberikan LKS.

Sesuai dengan petunjuk pada LKS, siswa dapat menyelesaikan permasalahan

melalui diskusi kelompok. Setiap akhir pembelajaran siswa diberikan lembar soal

yang berisi tentang hal-hal yang telah dipelajari guna melatih kemampuan

kognitif, afektif dan psikomotorik, untuk menyelesaikannya dapat dilakukan

secara individu atau kelompok kecil. Untuk memperoleh data yang real diberikan

angket yakni daftar pernyataan yang disusun untuk mengumpulkan informasi

tertentu dan diisi oleh responden atau sumber informasi yang diinginkan. Catatan

lapangan yang dimaksud untuk mencata segala aktivitas guru dan siswa dimulai

dari guru masuk kelas sampai pada akhir pembelajaran. Hal ini digunakan untuk

mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran. Peristiwa yang terjadi pada

proses kegiatan pembelajaran berlangsung digunakan untuk merevisi tindakan

selanjutnya. Di samping itu untuk mencatat data kualitatif, kasus istimewa atau

untuk melukiskan suatu proses, seperti pembelajaran kooperatif, sehingga dapat

diketahui komentar siswa tentang penggunaan cara belajar yang dialaminya.

Untuk mengetahui respon siswa, guru dan kepala sekolah, pada penelitian ini
diperlukan wawancara, terutama siswa sebagai subjek penelitian. Dalam

pembelajaran di sekolah dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif

(cooperative learning) sebagai umpan balik (feedback) dalam upaya

meningkatkan hasil belajar IPA.

Tabel 2. Kisi-kisi Pembelajaran Kooperatif

Keaktifan Guru dan Siswa

No Indikator Persentase (%) Sumber

Ya Tidak Data

1 Guru sebagai fasilitator dan mediator

2 Membentuk kelompok siswa secara heterogen

3 Guru sebagai motivator

4 Guru sebagai evaluator

5 Memberikan reward dan punishment

6 Setiap anggota memiliki peran

7 Terjadi interaksi langsung dalam proses pembelajaran

8 Saling membantu antar siswa

9 Menghargai pendapat teman

10 Setiap anggota memberikan sumbangan nilai kapada kelompoknya

I. Data dan Sumber Data

1. Data

Data hasil penelitian meliputi:

a. Hasil belajar IPA berupa skor hasil tes.


b. Pembelajaran melalui metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning)

berupa hasil observasi lapangan dan angket baik untuk aktivitas guru maupun

siswa.

2. Sumber Data

a. Hasil belajar IPA yang diperoleh dari instrument/tes hasil belajar siswa.

c. Pembelajaran melalui metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning)

yang diperoleh dari observasi lapangan dan angket baik untuk aktivitas guru

maupun siswa.

J. Pengumpulan Data

Dengan pertimbangan bahwa masing-masing instrumen mempunyai kelebihan

dan kekurangan, maka akan dikumpulkan informasi yang berbeda tetapi saling

mendukung untuk dapat memberikan pandangan mengenai kegiatan atau

hubungan antar informasi yang diperoleh dari sumber data yang berbeda.

Instrumen yang digunakan yaitu: tes, lember kerja siswa(LKS), angket,

wawancara dan catatan lapangan.

Pengumpulan data malalui lembar observasi diisi oleh guru dan rekan sejawat

yang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang metode pembelajaran

kooperatif (cooperative learning) dan melakukan secara langsung dalam

menjawab pertanyaan yang tersedia pada lembar observasi. Catatan lapangan

dibuat sebagai refleksi untuk menerangkan hal-hal yang terjadi dan sebagai bahan

acuan untuk perbaikan pada tindakan berikutnya.

Evaluasi pembelajaran dilaksanakan menggunakan LKS yang terdiri dari soal-soal

faktual. Hasil pembelajaran yang dikumpulkan dengan menggunakan LKS


tersebut diperoleh dari hasil diskusi siswa dan jawaban-jawaban siswa dalam

menyelesaikan persoalan faktual. Angket yang diberikan terdiri dari 15

pernyataan. Data hasil rekaman pembelajaran disajikan dalam bentuk photo. Data

tersebut selengkapnya dapat dilihat pada penyajian photo lampiran.

K. Analisis Data Dan Interpretasi Hasil Penelitian

Data yang diperoleh dari setiap instrument akan dikumpulkan kemudian

dianalisis. Kegiatan analisis data ini berupa display data dan klasifikasi data,

kemudian melakukan refleksi yang disertai perbaikan tindakan. Langkah-langkah

tersebut dijadikan pedoman pengolahan dan analisis data. Kemudian dalam

pelaksanaannya akan dikembangkan sesuai dengan perkembangan keadaan data

yang diperoleh.

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan akan dianalisis dan dibuat laporan

sejak dimulainya penelitian. Oleh karena data yang diperoleh semakin lama

semakin banyak sehingga perlu dilakukan reduksi data. Kegiatan ini meliputi

kegiatan pemilihan hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian, sehingga

diperoleh data untuk memberikan informasi dalam pengolahan data selanjutnya.

Display data adalah cara penyajian data dalam bentuk tabel ataupun bentuk data

naratif. Display data yang dilakukan pada penelitian ini untuk mengkalisifikasikan

data yang telah direduksi, membantu mempermudah pengolahan data dan

pengambilan keputusan.

Terhadap seluruh data yang telah diperoleh akan direfleksikan dan dievaluasi

untuk merancang tindakan perbaikan pada siklus berikutnya. Refleksi dan


evaluasi berkenaan dengan respon siswa, kesulitan dan kontribusi dalam

menciptakan strategi penyelesaian soal pada pokok bahasan kemagnetan dalam

melalui metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning).

Terhadap seluruh data yang telah diperoleh akan direfleksikan dan dievaluasi

untuk merancang tindakan perbaikan pada siklus berikutnya. Refleksi dan

evaluasi berkenaan dengan respon siswa, kesulitan dan kontribusi dalam

menciptakan strategi penyelesaian soal pada pokok bahasan kemagnetan melalui

metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning).

L. Jadwal Penelitian

NO. Rencana Kegiatan Waktu ( minggu ke )

1 2 3 4 5 6 7 8

1. Persiapan

Menyusun konsep pelaksanaan X

Menyepakati jadwal danTugas. X

Menyusun instrumen X

Diskusi konsep pelaksanaan. X

2. Pelaksanaan

Menyiapkan kelas dan alat. X

Melakukan tindakan siklus I X X

Melakukan tindakan siklus II X X

3. Penyusunan Laporan
Menyusun konsep Laporan. X X

Seminar hasil penelitian X

Perbaikan laporan X

Penggandaan laporan dan pengiriman hasil. X

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Hasil penelitian dan pembahasan dari tiap_tiap siklus meliputi: hasil observasi

kegiatan siswa saat pembelajaran dan hasil angket siswa pada setiap akhir dan

hasil ulangan sebelum dan setip akhir siklus.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil pengamatan kolaborator terhadap aktvfitas siswa selama pembelajaran

berlangsung setiap siklus.

Siklus I

1. Perencanaan

Dalam perencanaan tindakan kelas ini peneliti telah menyusun Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran pada kompetensi dasar 4.1 yaitu menyelidiki gejala

kemagnetan dan cara membuat magnet, mengembangkan instrumen untuk

pengamatan guru, siswa pada saat kegiatan belajar mengajar dan angket siswa

untuk belajar di rumah, menyiapkan media pembelajaran berupa: paku besar, paku
kecil, Waskom, benang, sterefoam, baterai, kawat, statif, magnet, membagi

kelompok dalam 6 kelompok yang heterogen sesuai dengan data yang diteliti

dengan mengembangakan skenario pembelajaran kooperatif(cooperative learning)

sebagaimana RPP terlampir.

2 Pelaksanaan

Selanjutnya ketika peneliti melakukan tindakan pada tahap ini, guru melakukan

apersepsi untuk memberikan motivasi dan mengarahkan siswa untuk memasuki

kompetensi dasar menyelidiki gejala kemagnetan dan cara membuat magnet yang

akan dipelajari, menjelaskan tujuan yang akan dicapai, menjelaskan langkah-

langkah pembelajaran, Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi

model yang dapat diterapkan, yaitu: 1) Student Team Achievment

Division(STAD), 2) Jigsaw, 3) Group Invenstigation(GI), Rotating Trio

Excahange, dan 5) Group Resume. Dari 5 model pembelajaran tersebut yang akan

dipilih adalah model Jigsaw. guru mengarahkan agar siswa berkumpul sesuai

dengan daftar kelompok cooperative learning yaitu mengajarkan siswa untuk

belajar bekerja sama dalam satu team (sebagai team work), belajar bertanggung

jawab, belajar memimpin dan dipimpin, dan belajar menghargai pendapat

(berdemokrasi).

Karena setiap anggota kelompok dituntut untuk bekerja (sesuai dengan

kapasitasnya) dan memberikan kontribusi demi tercapainya target/tujuan

kelompok. Untuk itu guru harus kreatif membuat skenario pembelajaran yang

menarik, menantang, dapat memberdayakan dan melibatkan peran serta semua


siswa dalam kelompok.semua siswa bekerja dengan penuh semangat serta terlibat

aktif memberikan kontribusi untuk kelompoknya. Efek cooperative learning tidak

hanya kelihatan pada aspek kognitif dan psikomotorik saja. Dari sisi afektif, siswa

ternyata dapat berlatih untuk menghargai pendapat & keberadaan teman, sifat

egois dan dominasi siswa "pintar" dalam kelompok mulai berkurang. Sedangkan

siswa yang memiliki kemampuan pas-pasan mendapatkan tempat untuk lebih

dihargai, karena sesuai dengan kapasitasnya ia dapat memberikan kontribusi bagi

kelompok-nya. Sehingga sedikit banyak hal ini dapat meningkatkan kepercayaan

dirinya. Jadi, dalam kelompok semua anggota sekecil apa pun kontribusinya,

layak untuk dihargai, tidak hanya siswa yang pintar saja. Dalam pelaksanaannya

siswa diberikan kesempatan 30 menit bekerja dalam kelompok ahli setelah itu

diberikan kesempatan selama 20 menit untuk kembali ke kelompok asalnya,

dengan cara kelompok siswa dapat dipecah menjadi kelompok tugas atau

kelompok ahli (yang terdiri dari individu atau berpasangan). Anggota kelompok

ahli ini harus berdiskusi menyelesaikan satu masalah yang berbeda-beda bersama

dengan anggota kelompok lain. Setelah itu kembali ke kelompok asal untuk

berdiskusi membahas hasil yang telah diperolehnya. Pada kegiatan seperti ini

setiap siswa dituntut untuk aktif (mencatat) dan bertanggung jawab mengemban

tugas dari kelompoknya. Karena tercapai atau tidak target kerja kelompok

tergantung pada usaha siswa tersebut untuk mendapatkan hasil dari diskusi

dengan team ahli. Intinya, dengan model kegiatan seperti ini semua siswa

melakukan aktivitas yang lebih terarah (aktif konstruktif) karena setiap siswa

dalam kelompok tersebut mendapat tugas dan pembagian peran yang berbeda.
Sehingga antara satu anggota dengan yang lain saling membutuhkan dan bekerja

sama memberikan kontribusi untuk kelompoknya. Masing-masing kelompok

diberi kesempatan persentasi selama 5 menit, sekaligus menjawab pertanyaan bila

ada. Selanjutnya dilanjutkan diskusi kelas untuk menuliskan kesimpulan di akhir

kegiatan yang sekaligus mencantumkan kelompok yang terbaik menurut

pengamatan siswa dengan memeberi kesempatan pada ketua kelompok menilai

hasil kerja kelompok. Peneliti memberikan tepuk tangan bersama siswa kepada

kelompok terbaik.

3. Monitoring / Pengamatan

Pada saat yang sama kolaborator melakukan pengamatan dengan mengisi

instrument yang sudah disiapkan, yang meliputi kegiatan guru, siswa saat

pembelajaran dan angket siswa setelah kegiatan berakhir.

Hasil yang didapat dari pengamatan ini adalah sebagai berikut, Antusias siswa

dalam mengikuti kegiatan ,keaktifan siswa dalam kegiatan percobaan,

kemampuan siswa dalam menghimpun hasil/data, kelancaran dalam menyusun

laporan, mendapatkan nilai kriteria cukup, dengan rentang nilai 60 -70 yang

mencapai 50%. Kelancaran mengemukakan ide/pendapat, ketelitian menghimpun

hasil diskusi, keaktifan bertanya, keaktifan mencari sumber belajar, mendapat

nilai kurang dengan rentang nilai > 60 yang mencapai 33,3%.

Hasil angket siswa setelah pembelajaran terdapat 90% siswa merasa senang, 40%

siswa merasa kesulitan belajar, 50% ada keberanian mengemukakan pendapat,

90% siswa lebih kreatif, persentasi belajar siswa siklus I mendapatkan nilai rerata

klas 7.5 dan masih terdapat 10 siswa yang nilainya dibawah standar KKM.
4. Reffeksi

Melihat hasil pengamatan pada siklus I, Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan,

keaktifan siswa dalam kegiatan percobaan, kemampuan siswa dalam menghimpun

hasil/data, kelancaran dalam menyusun laporan, Kelancaran mengemukakan

ide/pendapat, ketelitian menghimpun hasil diskusi, keaktifan bertanya, keaktifan

mencari sumber belajar, mendapat nilai kurang dengan rentang nilai > 60, ini

menunjukkan siswa masih kesulitan dan belum siap karena baru mengenal model

pembelajaran jigsaw . Disisi lain siswa merasa senang dan terdorong untuk lebih

kreatif walaupun terdapat 40% yang masih kesulitan memahami materi dan 50%

kurang berani berpendapat. Dengan demikian pada siklus II perlu adanya motivasi

yang dapat mendorong siswa lebih berkompetensi menyediakan buku sumber

belajar yang memadai. Berdasarkan siklus I didapat nilai prestasi siswa dengan

rerata 7.5 berarti ada kenaikan 40% dari sebelum tindakan, hal ini mendorong

melanjutkan pada siklus II.

SIKLUS II

1. Perencanaan

Dalam perencanaan tindakan kelas ini peneliti telah menyusun Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran pada kompetensi dasar 4.1 yaitu menyelidiki gejala

kemagnetan dan cara membuat magnet, mengembangkan instrumen untuk

pengamatan guru, siswa pada saat kegiatan belajar mengajar dan angket siswa

untuk belajar di rumah, menyiapkan media pembelajaran berupa: paku besar, paku

kecil, Waskom, benang, sterefoam, baterai, kawat, statif, magnet, membagi

kelompok dalam 6 kelompok yang heterogen sesuai dengan data yang diteliti
dengan mengembangakan skenario pembelajaran kooperatif(cooperative learning)

sebagaimana RPP terlampir.

2 Pelaksanaan

Selanjutnya ketika peneliti melakukan tindakan pada tahap ini, guru melakukan

apersepsi untuk memberikan motivasi dan mengarahkan siswa untuk memasuki

kompetensi dasar menyelidiki gejala kemagnetan dan cara membuat magnet yang

akan dipelajari, menjelaskan tujuan yang akan dicapai, menjelaskan langkah-

langkah pembelajaran, Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi

model yang dapat diterapkan, yaitu: 1) Student Team Achievment

Division(STAD), 2) Jigsaw, 3) Group Invenstigation(GI), Rotating Trio

Excahange, dan 5) Group Resume. Dari 5 model pembelajaran tersebut yang akan

dipilih adalah model Jigsaw. guru mengarahkan agar siswa berkumpul sesuai

dengan daftar kelompok cooperative learning yaitu mengajarkan siswa untuk

belajar bekerja sama dalam satu team (sebagai team work), belajar bertanggung

jawab, belajar memimpin dan dipimpin, dan belajar menghargai pendapat

(berdemokrasi).

Karena setiap anggota kelompok dituntut untuk bekerja (sesuai dengan

kapasitasnya) dan memberikan kontribusi demi tercapainya target/tujuan

kelompok. Untuk itu guru harus kreatif membuat skenario pembelajaran yang

menarik, menantang, dapat memberdayakan dan melibatkan peran serta semua

siswa dalam kelompok.semua siswa bekerja dengan penuh semangat serta terlibat
aktif memberikan kontribusi untuk kelompoknya. Efek cooperative learning tidak

hanya kelihatan pada aspek kognitif dan psikomotorik saja. Dari sisi afektif, siswa

ternyata dapat berlatih untuk menghargai pendapat & keberadaan teman, sifat

egois dan dominasi siswa "pintar" dalam kelompok mulai berkurang. Sedangkan

siswa yang memiliki kemampuan pas-pasan mendapatkan tempat untuk lebih

dihargai, karena sesuai dengan kapasitasnya ia dapat memberikan kontribusi bagi

kelompok-nya. Sehingga sedikit banyak hal ini dapat meningkatkan kepercayaan

dirinya. Jadi, dalam kelompok semua anggota sekecil apa pun kontribusinya,

layak untuk dihargai, tidak hanya siswa yang pintar saja. Dalam pelaksanaannya

siswa diberikan kesempatan 30 menit bekerja dalam kelompok ahli setelah itu

diberikan kesempatan selama 20 menit untuk kembali ke kelompok asalnya,

dengan cara kelompok siswa dapat dipecah menjadi kelompok tugas atau

kelompok ahli (yang terdiri dari individu atau berpasangan). Anggota kelompok

ahli ini harus berdiskusi menyelesaikan satu masalah yang berbeda-beda bersama

dengan anggota kelompok lain. Setelah itu kembali ke kelompok asal untuk

berdiskusi membahas hasil yang telah diperolehnya. Pada kegiatan seperti ini

setiap siswa dituntut untuk aktif (mencatat) dan bertanggung jawab mengemban

tugas dari kelompoknya. Karena tercapai atau tidak target kerja kelompok

tergantung pada usaha siswa tersebut untuk mendapatkan hasil dari diskusi

dengan team ahli. Intinya, dengan model kegiatan seperti ini semua siswa

melakukan aktivitas yang lebih terarah (aktif konstruktif) karena setiap siswa

dalam kelompok tersebut mendapat tugas dan pembagian peran yang berbeda.

Sehingga antara satu anggota dengan yang lain saling membutuhkan dan bekerja
sama memberikan kontribusi untuk kelompoknya. Masing-masing kelompok

diberi kesempatan persentasi selama 5 menit, sekaligus menjawab pertanyaan bila

ada. Selanjutnya dilanjutkan diskusi kelas untuk menuliskan kesimpulan di akhir

kegiatan yang sekaligus mencantumkan kelompok yang terbaik menurut

pengamatan siswa dengan memeberi kesempatan pada ketua kelompok menilai

hasil kerja kelompok. Peneliti memberikan tepuk tangan bersama siswa kepada

kelompok terbaik.

3 Monitoring

Pada saat yang sama kolaborator melakukan pengamatan dengan mengisi

instrument yang sudah disiapkan, yang meliputi kegiatan guru, siswa saat

pembelajaran dan angket siswa setelah kegiatan berakhir, Hasil yang didapat dari

pengamatan ini adalah sebagai berikut, Antusias siswa dalam mengikuti

kegiatan ,keaktifan siswa dalam kegiatan percobaan, kemampuan siswa dalam

menghimpun hasil/data, kelancaran dalam menyusun laporan, mendapatkan nilai

kriteria baik, dengan rentang nilai 71 -95 yang mencapai 80%. Kelancaran

mengemukakan ide/pendapat, ketelitian menghimpun hasil diskusi, keaktifan

bertanya, keaktifan mencari sumber belajar, mendapat nilai baik dengan rentang

nilai 71-95 yang mencapai 60%.

Hasil angket siswa setelah pembelajaran terdapat 100% siswa merasa senang,

10% siswa merasa kesulitan belajar, 90% ada keberanian mengemukakan

pendapat, 100% siswa lebih kreatif, persentasi belajar siswa siklus II mendapatkan

nilai rerata klas 80 dan masih terdapat 5 siswa yang nilainya dibawah standar

KKM.
4 Reffeksi

Melihat hasil pengamatan pada siklus II, Antusias siswa dalam mengikuti

kegiatan, keaktifan siswa dalam kegiatan percobaan, kemampuan siswa dalam

menghimpun hasil/data, kelancaran dalam menyusun laporan, Kelancaran

mengemukakan ide/pendapat, ketelitian menghimpun hasil diskusi, keaktifan

bertanya, keaktifan mencari sumber belajar, mendapat nilai kurang dengan

rentang nilai 71-95, ini menunjukkan siswa sudah tidak merasa kesulitan dansiap

melaksanakan model pembelajaran jigsaw.

Disisi lain siswa merasa senang dan terdorong untuk lebih kreatif walaupun

terdapat 13% yang masih kesulitan memahami materi dan 5% kurang berani

berpendapat. Dengan demikian pada siklus II kegiatan dipandang sudah cukup

baik dan tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya . Berdasarkan siklus II didapat

nilai nilai prestasi siswa dengan rerata 80 yang berarti ada kenaikan 13% dari

siklus I.

Untuk memahami lebih jelas perubahan dari siklus I ke siklus II dapat dilihat pada

table berikut.

Tabel 1 Rekapitulasi hasil observasi Pembelajaran

No Kegiatan/Aspek yang diamati Siklus I Siklus II

1 Antusias siswa dalam pembelajaran Cukup Baik sekali

2 Kelancaran mengemukakan ide dalam pemecahan masalah Kurang Baik sekali

3 Keaktifan siswa dalam diskusi Cukup Baik sekali

4 Kemampuan siswa dalam menghimpun hasil percobaan Cukup Baik sekali

5 Ketelitian dalam menhimpun hasil diskusi Kurang Baik


6 Keaktifan dalam bertanya Kurang Baik

7 Keaktifan siswa dalam mencari sumber belajar Kurang Baik Sekali

8 Kelancaran siswa dalam menjawab pertanyaan Cukup Baik

Keterangan : Baik sekali : 86 100

Baik : 71 85

Cukup : 60 70

Kurang : <60

Tabel 2 Rekapitulasi hasil angket siswa setelah Pembelajaran

No Pertanyaan Jawaban Siklus I Siklus III

1 Apakah pembelajaran model jigsaw menyenangkan ? Ya 90 100

Tidak 10 0

2 Apakah dengan pembelajaran model jigsaw membuat kamu memahami

pelajaran ? Ya 60 87

Tidak 40 13

3 Apakah dengan pembelajaran model jigsaw membuat kamu berani

megemukakan pendapat ? Ya 50 92

Tidak 50 8

4 Apakah dengan pembelajaran model jigsaw mendorong kamu lebih kreatif ? Ya

90 100

Tidak 10 0

5 Apakah kamu mengalami kesulitan dalam pembelajaran model jigsaw Ya 30 0


Tidak 70 100

B. Pembahasan

Siklus I

Berdasarkan analisis data pada siklus I, antusias siswa dalam mengikuti

pembelajaran cukup. Hal ini disebabkan baru pertama kali siswa mengenal

metode tersebut. Sementara ini kelancaran mengemukakan ide terlihat sangat

kurang, kreativitas siswa masih kurang. Hal ini terlihat pada saat diskusi kelas

kurang berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan teori-teori yang mendukung

penerapan metode Cooperative Learning antara lain,. Gagne mengemukakan

bahwa belajar adalah perubahan kemampuan atau disposisi(kecenderungan)

seseorang yang dapat bertahan selama periode waktu tertentu.1

Menurut pendapat Kenneth D.Moore2, belajar adalah suatu perubahan kapasitas

kinerja individu sebagai hasil pengalaman. Dari definisi tersebut penekanannya

pada upaya individu secara sadar melakukan sesuatu, agar memperoleh suatu

kemampuan atau kompetensi baru. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Kimble

dalam Hergenhand dan Olson3 bahwa belajar merupakan perubahan potensi

perilaku yang relatif permanen sebagai hasil dari penguatan yang diberi

penguatan.

Hergenhahn dan Olson mengemukakan lima unsur utama yang terkait dengan

belajar, yaitu: a. Perubahan tingkah laku,b. Perubahan itu relatif permanen c.


Potensi untuk bertindak d. Hasil dari pengalaman e. Reinforcement4

Pendapat lain yang relatif mendukung pendapat di atas adalah menurut

Smaldino5, yang mengemukakan bahwa belajar adalah pengembangan

pengetahuan, keterampilan, atau sikap yang baru sebagai hasil interaksi individu

dengan informasi dan lingkungannya.

Kemampuan menghimpun hasil diskusi kurangcukup terlihat.Hasil yang

dipresentasikan atau dipamerkan kurang begitu menarik dan kurang bias dipahami

oleh masing-masing kelompok siswa. Ketelitian dalam menghimpun hasil diskusi

sangat kurang. Kreativitas dalam bertanya antar kelompok cukup. Kreativitas

dalam mencari sumber belajar cukup terlibat.Pada saat diskusi tidak dapat berjalan

dengan baik. Kelancaran siswa dalam menjawab pertanyaan antar kelompok

cukup terlibat. Siswa belum terampil menjawab pertanyaan-pertanyaan saat

pameran hasil diskusi. Pada siklus II terlihat adanya kemajuan aktivitas siswa

meningkat baik sekali, begitu juga kemampuan dalam menghimpun hasil diskusi.

Di sisi lain kelancaran mengemukakan ide, keaktifan siswa dalam diskusi,

kemampuan dalam menghimpun hasil diskusi, keaktifan siswa dalam mencari

sumber belajar lebih meningkat bila dibandingkan pada siklusI. Hal ini terlihat

masing-masing kelompok disibukkan mempelajari modul-modul yang sudah

disiapkan oleh guru-guru sehingga siswa ingin berlama-lama belajar.

Berdasarkan analisis hasil observasi pada siklus I, terlihat siswa termotivasi untuk

belajar dan merasa senang belajar. Namun disini masih merasa kesulitan dalam

memahami materi terlihat adanya hanya 60%,begitu juga dengan mengemukakan

ide hanya mencapai 60%. Pada siklus I siswa terlibat lebih kreatif mencapai 90%,
yang mengalami kesulitan mencapai 30%.Pada siklus II rata-rata siswa terlihat

sangat senang dan yang mengalami kesulitanpun tidak ada sehingga pembelajaran

ini betul-betul dapat meningkatkan minat dan kreatifitas belajar siswa. Hal ini

terlihat pada menurunnya presentasi kesulitan yang dihadapi siswa.

Siklus II

Pencapaian kenaikan hasil belajar pada siklus I yaitu 75 dibanding sebelum siklus

yaitu 30 yang berarti kenaikan 45%. Begitupula pada siklus II ada kenaikan angka

yaitu 88 yang berarti naik 13% dibandingkan siklus I. Hal ini menunjukkan bahwa

penerapan metode Cooperative Learning dapat meningkatkan pemahaman siswa

pada konsep-konsep yang dipelajari.

Hal tersebut selaras dengan pendapat Curzon6 yang berpendapat bahwa belajar

adalah perubahan(modifikasi) perilaku yang ditampakkan oleh seseorang melalui

aktivitas dan pengalamannya, sehingga pengetahuan, keterampilan dan sikapnya

termasuk cara penyesuaian terhadap lingkungannya berubah. Sedangkan menurut

Romiszowski dalam Anderson dan Krathwohl7, hasil belajar ditekankan pada

aspek pengetahuan dan ketrampilan. Pendapat tersebut selaras dengan pandangan

Benyamin Bloom 8 bahwa hasil belajar memiliki ranah kognitif, afektif dan

psikomotor.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa

sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam

menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling

bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Djahiri

menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran berkelompok


dituntut kerjasama dengan pendekatan yang siswa sentris, humanistik dan

demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan

belajarnya.9

Pendapat lain yang dinyatakan oleh Slavin bahwa pembelajaran kooperatif adalah

suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-

kelompok kecil yang berjumlah antara 4 6 orang secara kolaboratif sehingga

dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.10 Definisi lain

menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajarn yang berfokus

pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam

memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar secara optimal.

Strategi adalah pola perilaku yang dilakukan guru dalam pembelajaran yang

diterapkan dalam proses kegiatan belajar dengan multi metode dan media belajar.

Gagne berpendapat bahwa strategi merupakan serangkaian rencana untuk

membantu siswa dalam usaha belajarnya pada setiap tujuan belajar yang dapat

berupa rencana materi pembelajaran atau satu unit produksi sebagai media

pembelajaran atau dengan kata lain sebagai metode(algoritma) untuk

memanipulasi unsur-unsur obyek pengetahuan.11

Strategi pembelajaran merupakan pendekatan menyeluruh dalam suatu sistem

pembelajaran, yang berupa pedoman umum kerangka kegiatan untuk mencapai

tujuan umum pembelajaran yang dijabarkan dari pandangan falsafah dan atau

teori belajar tertentu. Strategi pembelajaran sebagai spesifikasi untuk memilih dan

mengurutkan kejadian dan aktivitas dalam pembelajaran. Kejadian dan aktivitas

yang dimaksud meliputi; penyajian materi, pemberian contoh, pemberian latihan


serta pemberian umpan balik.

Strategi pembelajaran juga digunakan untuk memasukkan berbagai aspek dalam

mengurutkan dan mengorganisir informasi serta mengambil keputusan tentang

bagaimana cara menyajikannya. Adapun caranya meliputi; penyusunan materi

pelajaran, peralatan dan bahan, metode dan media serta waktu yang digunakan

dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan.

Strategi pembelajaran tidak dapat dilepaskan dari metode yang digunakan.

Metode pembelajaran adalah susunan teknik pembelajaran yang sistematis, yang

diarahkan untuk mencapai hasil belajar berupa diskrit, reflektif, dan inquri.

Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa penerapan metode

Cooperative Learning dapat meningkatkan pemahaman siswa pada konsep-konsep

yang dipelajari, khususnya materi kemagnetan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penerapan metode pembelajaran Cooperative Learning pada pelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam menjadikan siswa lebih kreatif dan aktif dalam pembelajaran.

2. Ketrampilan menyampaikan pendapat kepada orang lain baik lisan maupun

tertulis perlu ada latihan.

3. Penerapan metode pembelajaran Cooperative Learning pada pelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam meningkatkan hasil prestasi belajar siswa


B. Saran

1. Innovasi pembelajaran yang memacu pembelajaran berbasis siswa perlu

dikembangkan guna meningkatkan kegiatan-kegiatan belajar mengajar.

2. Untuk mengembangkan sikap dan ketrampilan dalam bertanya, menjawab,

menyampaikan pendapat, kesan dan tulisan, memerlukan banyak latihan.

3. Guru perlu melakukan pendekatan untuk memberikan motivasi sehingga

terbentuk rasa percaya diri.

posted under |
Catellya Deean

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SMPN 81 JAKARTA TIMUR. Oleh:

Dwi Anna Dyan Pangestuti

LAPORAN PTK PENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA

MELALUI PENERAPAN METODE COOPERATIVE LEARNING

DI KELAS IX SMPN 126 JAKARTA

undefined undefined

Disusun oleh :
DWI ANNA DYAN PANGESTUTI

ABSTRAK

DWI ANNA DYAN PANGESTUTI. Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui


Penerapan Metode Cooperative Learning di Kelas IX SMPN 126 Jakarta. Laporan
Penelitian Tindakan. Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Jakarta.
2009.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA melalui penerapan
metode cooperative learning di kelas IX Di SMPN 126 Jakarta. Permasalahan
yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Apakah penerapan metode
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dapat meningkatkan hasil belajar
siswa di kelas IX pada SMP Negeri 126 Jakarta?. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian tindakan (Action Research) yang dibagi ke dalam dua siklus,
dimana masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu : 1) Perencanaan,
2) Pelaksanaan, 3) Observasi, dan 4) Refleksi. Dalam penelitian ini peneliti
bertindak sebagai tenaga pengajar di Kelas IX.1 di SMP Negeri 126 Jakarta
dengan melibatkan guru IPA sebagai kolaborator.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA di SMP
Negeri 126 Jakarta dapat ditingkatkan dengan penerapan metode cooperative
learning. Terbukti dari penilaian kelompok siswa terdapat peningkatan pada siklus
I rata-rata nilai kelompok 7.5, dan pada siklus II rata-rata nilai kelompok
mencapai 8.0.
Metode ini dapat dilaksanakan oleh guru IPA karena dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dan mengubah pemikiran siswa bahwa IPA membosankan dan suatu
mata pelajaran yang sulit.
ii
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur senantiasa peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang
terusmenerus melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelii dapat
menyelesaikan penetilian yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui
Penerapan Metode Cooperative Learning di Kelas IX SMPN 126 Jakarta.
Tujuan utama penelitian ini adalah meningkatkan profesionalisme peneliti sebagai
guru IPA dengan latar belakang akademik Pendidikan Biologi melalui program
penelitian yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian Universitas Negeri
Jakarta.
Penelitian ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan dari pihah lain baik langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu peneliti menyampaikan terima kasih yang tak
tgerhingga kepada:
1. Dr. Mulyana M.Pd, selaku ketua lembaga penelitian Universitas Negeri Jakarta.

2. Dr. Dwi Deswari, M.Pd, selaku Dosen pembimbing.


3. Drs. Kuslani, selaku Kepala SMP Negeri 126 Jakarta
4. Suyud, M.Pd, selaku Kolaborator Dalam Penelitian di SMP Negeri 126 Jakarta
5. Rekan-rekan peserta PTK MGMP IPA Kodya Jakarta Timur dan seluruh teman
sejawat di SMP Negeri 126 Jakarta yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-
persatu, atas bimbingan, bantuan dan kerjasamanya yang memudahkan peneliti
menyelesaikan penelitian ini.
Peneliti sangat menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini jauh dari sempurna
karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan peneliti, karena itu peneliti
sangat mengharapkan saran dan perbaikan untuk kesempurnaan penulisan laporan
maupun penelitian ini.
Peneliti berdoa Semoga Allah Meridhoi Langkah-langkah peneliti dan senantiasa
memberikan Ampunan, Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita serta berkenan
membalas budi baik yang telah diberikan.
iii
Akhirnya peneliti berharap kegiatan ini memberikan perubahan dalam pendidikan,
khususnya pada diri Peneliti sebagai guru menuju peningkatan profesionalisme
dan untuk rekan-rekan sesama guru semoga penelitian ini dapat memberi masukan
dan bermanfaat sehingga dapat menghasillkan siswa yang berprestasi di bidang
IPA

Jakarta, Maret 2009


Peneliti

Dwi Anna Dyan Pangestuti

You might also like