You are on page 1of 52

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Sistem Jaringan Distribusi Secara Umum

Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem


distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar
(Bulk Power Source) sampai ke konsumen.

Jadi fungsi distribusi tenaga listrik adalah:

1).Pembagian atau penyaluran tenaga listrik ke beberapa tempat (pelanggan)

2).Merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan


pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban (pelanggan) dilayani langsung
melalui jaringan distribusi.

Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik besar dengan tegangan
dari 11 kV sampai 24 kV dinaikan tegangannya oleh feeder dengan transformator
step up tegangan menjadi 70 kV ,154kV, 220kV atau 500kV kemudian disalurkan
melalui saluran transmisi. Tujuan menaikkan tegangan ialah untuk memperkecil
kerugian daya listrik pada saluran transmisi, dimana dalam hal ini kerugian daya
adalah sebanding dengan kuadrat arus yang mengalir (I kwadrat R). Dengan daya
yang sama bila nilai tegangannya diperbesar, maka arus yang mengalir semakin kecil
sehingga kerugian daya juga akan kecil pula. Dari saluran transmisi, tegangan
diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan transformator penurun tegangan pada gardu
induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik
dilakukan oleh saluran distribusi primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-
gardu distribusi mengambil tegangan untuk diturunkan tegangannya dengan trafo
distribusi menjadi sistem tegangan rendah, yaitu 220/380 Volt. Selanjutnya
disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke konsumen-konsumen. Dengan ini jelas
bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang penting dalam sistem tenaga listrik
secara keseluruhan.Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan
tegangan setinggi mungkin, dengan menggunakan trafo-trafo step-up. Nilai tegangan
yang sangat tinggi ini (HV,UHV,EHV) menimbulkan beberapa konsekuensi antara
lain: berbahaya bagi lingkungan dan mahalnya harga perlengkapan-perlengkapannya,
selain menjadi tidak cocok dengan nilai tegangan yang dibutuhkan pada sisi beban.
Maka, pada daerah-daerah pusat beban tegangan saluran yang tinggi ini diturunkan
kembali dengan menggunakan trafo-trafo step-down. Akibatnya, bila ditinjau nilai
tegangannya, maka mulai dari titik sumber hingga di titik beban, terdapat bagian-
bagian saluran yang memiliki nilai tegangan berbeda-beda.

2.2 Macam macam rele yang di gunakan pada bandara soekarno-hatta

Relay adalah peralatan elektrik yang didesain untuk merespon kondisi input sesuai

setting atau kondisi yang telah ditentukan (IEEE C37.100-1992).

Di substation, relay yang digunakan bermacam-macam diantaranya:

50 Instantaneous Overcurrent Relay

51 AC Inverse Time Overcurrent Relay

59 Overvoltage Relay

63 Pressure Switch

86 Lockout Relay

87 Differential Protective Relay

Berbagai jenis relay di substation terkumpul di panel relay.


2.2.1 OCR (Over Current Relay)
a. Aplikasi Relay Arus Lebih

Aplikasi Relay Arus Lebih (OCR) pada sistem tenaga listrik

digunakan sebagai:

Pengaman utama Jaringan Tegangan Menengah (Distribusi).

Pengaman utama untuk trafo tenaga kapasitas kecil.

Pengaman cadangan untuk trafo tenaga kapasitas besar.

Pengaman untuk generator dengan kapasitas kecil (< 5 MW).

Pengaman utama untuk motor.

Sumber : (Alawiy, M. T., 2006: 23)

OCR bekerja apabila terjadi arus yang melebihi settingannya. Relay

ini bekerja untuk melindungi peralatan listrik lainnya apabila terjadi arus

lebih akibat:

Adanya penambahan beban atau perkembangan beban.

Adanya gangguan hubung singkat di Jaringan maupun Instalasi

listrik. Gangguan hubung singkat terjadi antar fasa yaitu dua fasa

maupun tiga fasa.


R

PMT

OCR

Gambar 2.1 Wiring Relay Arus Lebih (OCR)

Sumber : (Anonim, 2005)

Dalam menentukan setting arus relay arus lebih terdapat batas

minimum dan maksudnya, yaitu : (Sunil. S. R. 1980)

1. Batas minimum

Sebagai batas minimum setting adalah arus beban maksimum.

= ............................................................ (2.1)

Keterangan :

Is min = setting arus minimum


Ib max = arus beban maksimum

Km = faktor keamanan (1,25-1,5)

2. Batas maksimum

Sebagai maksimum setting arus adalah arus gangguan hubung singkat

di ujung seksi depannya. Untuk menjamin relay bekerja pada setiap

titik yang diamankan, maka arus hubung singkat tersebut adalah arus

hubung singkat dua fasa pada pembangkit minimum. Jadi :

= ........................................................... (2.2)

Keterangan :

Is max = setting arus maksimum

Km = faktor keamanan (0,8)

Jadi settingan arus lebih adalah sebagai berikut :

1,25 0,81

Untuk penyetelan waktu pada relay arus lebih dikoordinasikan

dengan peralatan pengaman lainnya yang terpasang pada jaringan.


b. Prinsip Kerja Relay Arus Lebih

Jika relay dilewati arus yang melebihi nilai pengamanan tertentu

(arus setting waktu tertentu), maka relay akan mulai bekerja. OCR

bekerja berdasarkan kenaikan arus yang terdeteksi oleh relay.

c. Karakteristik Relay Arus Lebih

Relay arus lebih adalah suatu relay dimana bekerjanya

berdasarkan adanya kenaikkan arus yang melewatinya. Agar peralatan

tidak rusak bila dilewati arus yang melebihi kemampuannya, selain

peralatan tersebut diamankan terhadap kenaikan arusnya, maka peralatan

pengamannya harus dapat bekerja pada jangka waktu yang telah

ditentukan.

Seperti yang telah disinggung di depan, maka pengaturan waktu

ini selain untuk keamanan peralatan juga sering dikaitkan dengan masalah

koordinasi pengamanan.

Berdasarkan pada prinsip kerja dan konstruksinya, maka relay

jenis ini termasuk relay yang paling sederhana, murah dan mudah dalam

penyetelannya.

Relay jenis ini digunakan untuk mengarnankan peralatan terhadap

gangguan hubung singkat antar fasa, hubung singkat satu fasa ke tanah

dan beberapa hal dapat digunakan sebagai pengaman beban lebih.

Digunakan sebagai pengaman utama pada jaringan distribusi dan

sub transmisi sistem radial, sebagai pengaman cadangan untuk generator,


transformator daya dan saluran transmisi. Ada 3 macarn jenis relay arus

lebih, yaitu :

1. Relay arus lebih seketika (moment-instantaneous)

Relay arus lebih seketika adaIah jenis relay arus lebih yang

paling sederhana dimana jangka waktu kerja relay yaitu mulai saat

relay mengalami pick-up sampai selesainya kerja relay sangat

singkat yakni sekitar 20 100 mili detik tanpa adanya penundaan

waktu.

Keterangan gambar:

BB = Bus-bar

PMT = Pemutus (Circuit Breaker)

TC = Kumparan pemutus (Triping Coil)

DC = Sumber arus searah

- = Polaritas negatif sumber arus searah

+ = Polaritas positif sumber arus searah

A = Tanda bahaya (Alarm)


BB

TC
PMT

DC

Ir

CT

Gambar 2.2 Rangkaian Relay Arus Lebih Seketika

Sumber : (Alawiy, M. T., 2006: 21)

R = Relay arus lebih seketika

CT = Transformator arus (Current transformer)

Ir = Arus yang melewati kumparan relay

I = Arus beban

= Pentanahan
t

I set Instan I

Gambar 2.3 Karakteristik Relay Arus Lebih Seketika

Sumber : (Tim Penyusun, 2007: 24)

Bila karena suatu hal sehingga harga arus beban I naik

melebihi harga yang diijinkan, maka harga lr juga akan naik. Bila

naiknya harga arus ini melebihi harga operasi dari relay, maka relay

arus lebih seketika akan bekerja. Kerja dari relay ini ditandai

dengan bergeraknya kontaktor gerak relay untuk menutup kontak.

Dengan demikian, rangkaian pemutus/trip akan tertutup.

Mengingat pada rangkaian ini terdapat sumber arus searah,

maka pada kumparan pemutus akan dialiri arus searah yang

selanjutnya akan mengerjakan Kontak Pemutus sehingga bagian

sistem yang harus diamankan terbuka.

Untuk mengetahui bahwa relay harus bekerja, maka perlu

dipasang suatu alarm.


2. Relay arus lebih waktu tertentu (definite time)

Relay arus lebih waktu tertentu adalah jenis relay arus lebih

dimana jangka waktu relay mulai pick-up sampai selesainya kerja

relay dapat diperpanjang dengan nilai tertentu dan tidak tergantung

dari besarnya arus yang mengerjakannya (tergantung dari besarnya

arus setting, melebihi arus setting maka waktu kerja relay

ditentukan oleh waktu settingnya)

BB

TC
PMT

+
DC
-

R T

Ir

CT
-

Gambar 2.4 Rangkaian Relay Arus Lebih Tertentu

Sumber : (Alawiy, M. T., 2006: 22)


t

t set

I set Definite I

Gambar 2.5 Karakteristik Relay Arus Lebih Tertentu

Sumber : (Tim Penyusun, 2007: 24)

Dengan memasang relay kelambatan waktu T (Time lag

relay) seperti gambar 2.4, maka beroperasinya rangkaian relay akan

tergantung pada setting waktu pada relay kelambatan waktunya.

Sedangkan karakteristik kerjanya dapat dilihat pada gambar 2.5.

Dengan pemasangan relay kelambatan waktu, maka

pengaman akan bekerja bila dipenuhi kondisi sebagai berikut:

= + + .......................................................... (2.3)

dimana:

ttr = waktu total relay mulai terjadinya gangguan sampai dengan

pemutus bekerja

tmg = waktu mulai terjadinya gangguan sampai dengan relay pick-

up

tpr = waktu penundaan kerja relay


tpp = waktu yang dibutuhkan pemutus bekerja

3. Relay arus lebih berbanding terbalik (inverse)

Relay arus lebih dengan karakteristik waktu-arus berbanding

terbalik adalah jenis relay arus lebih dimana jangka waktu relay

muIai pick-up sampai dengan selesainya kerja relay tergantung dari

besarnya arus yang melewati kumparan relaynya, maksudnya relay

tersebut mempunyai sifat terbalik untuk nilai arus dan waktu

bekerjanya.

Adapun rangkaian dan karakteristiknya dapat dilihat pada

gambar 2.6 dan 2.7 :

BB

TC
PMT

DC

R/T

Ir

CT

Gambar 2.6 Rangkaian Relay Arus Lebih Berbanding Terbalik

Sumber : (Alawiy, M. T., 2006: 23)


Bentuk sifat keterbalikan antara arus dan waktu kerja ini

bermacam-macam, akan tetapi kesemuanya itu dapat digolongkan

menjadi 3 golongan sebagai berikut:

1. Berbanding terbalik biasa (inverse)

2. Sangat berbanding terbalik (very inverse)

3. Sangat berbanding terbalik sekali (extremely inverse)

I set Inverse I

Gambar 2.7 Karakteristik Relay Arus Lebih Inverse

Sumber : (Tim Penyusun, 2007: 24)

.
2.2.2 Directional Ground Relay (DGR)
Adalah relay arus lebih yang mempunyai elemen arah :

Elemen arah (directional element , directional unit), berfungsi untuk

menentukan arah kerja relay .

Elemen kerja (operation element over current unit) berfungsi untuk

mendeteksi besaran arus gangguan .

Relay ini bekerja menggunakan dua besaran listrik ,yaitu :

Tegangan , sebagai patokan karena sudut fasanya tetap.

Arus, sebagai besaran kerja fasanya tergantung pada lokasi gangguan.

DGR memiliki arah, jadi selain arus gangguan DGR juga memiliki kemencengen
teganggan (kV Nol). arah atau polaritas tersebut menjadi pedoman dalam menentukan
setingan proteksi/ rele DGR. Jadi Proteksi/rele DGR hanya dapat membaca ganggua
ini jika beberapasyarat berikut di bawah ini terpenuhi :

1. Arus gangguan sudah melebih settingan

2. Tegangan (kV nol) memenuhi

3. Sudut/ polaritas gangguan sesuai

Sedangkan GFR atau yang lebih sering disebut dengan Earth Fault, gangguan ini juga
termasuk gangguan fasa-tanah namun tidak memiliki arah. munkin penyebabnya bisa
karena gangguan tidak solit/ ngambang atau mungkin kV nol sudah nunjuk tetapi
belum memenuhi settingan rele/proteksi. Pada Penyulang settingan untuk rele DGR
rata2 adalah 2 A primer, 5 volt dari open delta PT atau sekitar 3 kV dijaringan, sudut
sesuai dengan karakteristik rele. yang penting spolaritasnya benar (ke arah depan).
Sebagai Back up jika rele DGR tidak bekerja ketika ada gangguan fasa-tanah maka
dipasang juga rele Earth Fault dengan settingan rata-rata 5 A selama 5 detik.
Sumber :Proteksi dan Kontrol penghatar (PT.PLN)

2.3 Proteksi Untuk Sistem Distribusi

Keandalan dan kemampuan suatu sistem tenaga listrik dalam melayani


konsumen sangat tergantung pada sistem proteksi yang digunakan. Oleh sebab itu
dalam perencangan suatu sistem tenaga listrik, perlu dipertimbangkan kondisi-kondisi
gangguan yang mungkin terjadi pada sistem, melalui analisa gangguan.Proteksi
sistem tenaga listrik adalah sistem proteksi yang dipasang pada peralatan-peralatan
listrik, misalnya generator, transformator, jaringan dan lain-lain, terhadap kondisi
abnormal operasi sistem itu sendiri.Kondisi abnormal itu dapat berupa antara lain:
hubung singkat, tegangan lebih, beban lebih, frekuensi sistem rendah, asinkron dan
lain-lain.

Adanya gangguan pada sistem distribusi dapat menyebabkan kerusakan pada


peralatan penting pada penyalur tenaga listrik, yaitu : trafo, penghantar, isolasi dan
peralatan-hubung . Adanya kerusakan berarti mengganggu kontinyuitas atau dengan
kata lain keandalan sistem kurang baik. Untuk menghindari kerusakan tersebut, maka
dipasanglah peralatan proteksi. Selain itu, seperti diketahui bahwa potensi bahaya
listrik terhadap manusia sebagai akibat sengatan aliran listrik dan kerusakan
lingkungan sebagai akibat panas yang berlanjut menjadi kebakaran., maka dengan
sistem proteksi yang benar semua itu dapat dihindarkan.

Tetapi bila sistem proteksi dilakukan secara berlebihan, yaitu terlalu mudah
untuk mengamankan padahal seharusnya ada pertimbangan tertentu sebelum
memutuskan bekerjanya sistem pengaman, maka keandalan sistem menjadi kurang
baik oleh akibat hal yang tidak perlu.Untuk mendapatkan sistem proteksi yang baik
dan keandalan yang tinggi, maka dibutuhkan sistem proteksi dengan kemampuan :
Melakukan koordinasi dengan sistim pengaman yang lain pada sisi hulu dan
sisi hilirnya.
Mengamankan peralatan dari kerusakan yang lebih luas akibat gangguan.
Membatasi kemungkinan terjadinya kecelakaan.

Dengan kata lain sistem proteksi itu bermanfaat untuk:

1. Menghindari ataupun untuk mengurangi kerusakan peralatan-peralatan akibat


gangguan (kondisi abnormal operasi sistem). Semakin cepat reaksi perangkat
proteksi yang digunakan maka akan semakin sedikit pengaruh gangguan kepada
kemungkinan kerusakan alat.

2. Cepat melokalisir luas daerah yang mengalami gangguan, menjadi sekecil


mungkin.

3. Dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi kepada


konsumen dan juga mutu listrik yang baik.

4. Mengamankan manusia terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh listrik.

Pengetahuan mengenai arus-arus yang timbul dari berbagai tipe gangguan


pada suatu lokasi merupakan hal yang sangat esensial bagi pengoperasian sistem
proteksi secara efektif. Jika terjadi gangguan pada sistem, para operator yang
merasakan adanya gangguan tersebut diharapkan segera dapat mengoperasikan
circuit-circuit Breaker yang tepat untuk mengeluarkan sistem yang terganggu atau
memisahkan pembangkit dari jaringan yang terganggu. Sangat sulit bagi seorang
operator untuk mengawasi gangguan-gangguan yang mungkin terjadi dan
menentukan CB mana yang dioperasikan untuk mengisolir gangguan tersebut secara
manual.Mengingat arus gangguan yang cukup besar, maka perlu secepat mungkin
dilakukan proteksi. Hal ini perlu suatu peralatan yang digunakan untuk mendeteksi
keadaan-keadaan yang tidak normal tersebut dan selanjutnya menginstruksikan
circuit breaker yang tepat untuk bekerja memutuskan rangkaian atau sistem yang
terganggu. Dan peralatan tersebut kita kenal dengan relay.
Ringkasnya proteksi dan tripping otomatik circuit-circuit yang berhubungan,
mempunyai dua fungsi pokok:

1. Mengisolir peralatan yang terganggu, agar bagian-bagian yang lainnya tetap


beroperasi seperti biasa.

2. Membatasi kerusakan peralatan akibat panas lebih (over heating), pengaruh gaya-
gaya mekanik dst.

"Koordinasi antara relay dan circuit breaker(CB) dalam mengamati dan memutuskan
gangguan disebut sebagai sistem proteksi". Banyak hal yang harus dipertimbangkan
dalam mempertahankan arus kerja maksimum yang aman. Jika arus kerja bertambah
melampaui batas aman yang ditentukan dan tidak ada proteksi atau jika proteksi tidak
memadai atau tidak efektif, maka keadaan tidak normal dan akan mengakibatkan
kerusakan isolasi. Pertambahan arus yang berkelebihan menyebabkan rugi-rugi daya
pada konduktor akan berkelebihan pula, sedangkan pengaruh pemanasan adalah
sebanding dengan kwadrat dari arus.

2.3.1 Skema Kerja Relay Sepam

Pada dasarnya, Relay terdiri dari 4 komponen dasar yaitu :


pada relay jenis sepam proteksi yang ada yaitu proteksi untuk arus,tegangan,frekuensi
diferensial dll, yang intinya semua proteksi ada pada sepam.

1. Electromagnet (Coil)
2. Armature
3. Switch Contact Point (Saklar)
4. Spring
Berikut ini merupakan gambar dari bagian-bagian Relay :

Gambar 2.8 Skema kerja relay jenis sepam


Sumber :Proteksi dan Kontrol penghatar (PT.PLN) teknikelektronika

Kontak Poin (Contact Point) Relay terdiri dari 2 jenis yaitu :

Normally Close (NC) yaitu kondisi awal sebelum diaktifkan akan selalu
berada di posisi CLOSE (tertutup)
Normally Open (NO) yaitu kondisi awal sebelum diaktifkan akan selalu
berada di posisi OPEN (terbuka)

Berdasarkan gambar diatas, sebuah Besi (Iron Core) yang dililit oleh sebuah
kumparan Coil yang berfungsi untuk mengendalikan Besi tersebut. Apabila
Kumparan Coil diberikan arus listrik, maka akan timbul gaya Elektromagnet yang
kemudian menarik Armature untuk berpindah dari Posisi sebelumnya (NC) ke posisi
baru (NO) sehingga menjadi Saklar yang dapat menghantarkan arus listrik di posisi
barunya (NO). Posisi dimana Armature tersebut berada sebelumnya (NC) akan
menjadi OPEN atau tidak terhubung. Pada saat tidak dialiri arus listrik, Armature
akan kembali lagi ke posisi Awal (NC). Coil yang digunakan oleh Relay untuk
menarik Contact Poin ke Posisi Close pada umumnya hanya membutuhkan arus
listrik yang relatif kecil.

2.3.2 Gambar skema relay proteksi jenis TMA

kerja relay jenis TMA secara prinsip sama dengan jenis SEPAM pada TMA proteksi
yang ada yaitu arus dan tegangan,sebuah relay TMA terdapat 4 buah bagian penting
yakni Electromagnet (Coil), Armature, Switch Contact Point (Saklar), dan Spring.
Untuk info lebih jelasnya silahkan lihat gambar di bawah ini.

Gambar 2.9 Skema relay proteksi jenis TMA


Sumber :Proteksi dan Kontrol penghatar (PT.PLN) teknikelektronika

Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa sebuah Besi (Iron Core) yang dililit oleh
kumparan Coil, berfungsi untuk mengendalikan Besi tersebut. Apabila Kumparan
Coil dialiri arus listrik, maka akan muncul gaya elektromagnetik yang dapat menarik
Armature sehingga dapat berpindah dari posisi sebelumnya tertutup (NC) menjadi
posisi baru yakni terbuka (NO).

Dalam posisi (NO) saklar dapat menghantarkan arus listrik. Pada saat tidak dialiri
arus listrik, Armature akan kembali ke posisi awal (NC). Sedangkan Coil yang
digunakan oleh relay untuk menarik Contact Poin ke posisi close hanya
membutuhkan arus listrik yang relatif cukup kecil. Oh iya, buat anda yang belum tahu
apa itu NO dan NC, berikut penjelasannya.

NC atau Normally Close adalah kondisi awal relay sebelum diaktifkan selalu
berada di posisi CLOSE (tertutup)
NO atau Normally Open adalah kondisi awal relay sebelum diaktifkanselalu
berada di posisi OPEN (terbuka)

Proteksi harus sanggup menghentikan arus gangguan sebelum arus tersebut


naik mencapai harga yang berbahaya. Proteksi dapat dilakukan dengan Sekering atau
Circuit Breaker.Proteksi juga harus sanggup menghilangkan gangguan tanpa merusak
peralatan proteksi itu sendiri. Untuk ini pemilihan peralatan proteksi harus sesuai
dengan kapasitas arus hubung singkat breaking capacity atau Repturing Capacity.

Disamping itu, sistem proteksi yang diperlukan harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:

1. Sekering atau circuit breaker harus sanggup dilalui arus nominal secara terus
menerus tanpa pemanasan yang berlebihan (overheating).

2. Overload yang kecil pada selang waktu yang pendek seharusnya tidak
menyebabkan peralatan bekerja.

3. Sistem Proteksi harus bekerja walaupun pada overload yang kecil tetapi cukup
lama, sehingga dapat menyebabkan overheating pada rangkaian penghantar.

4. Sistem Proteksi harus membuka rangkaian sebelum kerusakan yang disebabkan


oleh arus gangguan yang dapat terjadi.

5. Proteksi harus dapat melakukan pemisahan (discriminative) hanya pada


rangkaian yang terganggu yang dipisahkan dari rangkaian yang lain yang tetap
beroperasi.
Proteksi overload dikembangkan jika dalam semua hal rangkaian listrik
diputuskan sebelum terjadi overheating. Jadi disini overload action relatif lebih lama
dan mempunyai fungsi inverse terhadap kwadrat dari arus.Proteksi gangguan hubung
singkat dikembangkan jika action dari sekering atau circuit breaker cukup cepat untuk
membuka rangkaian sebelum arus dapat mencapai harga yang dapat merusak akibat
overheating, arcing atau ketegangan mekanik.

Persyaratan Kualitas Sistem Proteksi :

Ada beberapa persyaratan yang sangat perlu diperhatikan dalam suatu


perencanaan sistem proteksi yang efektif, yaitu:

a). Selektivitas dan Diskriminasi

Efektivitas suatu sistem proteksi dapat dilihat dari kesanggupan sistem dalam
mengisolir bagian yang mengalami gangguan saja.

b). Stabilitas

Sifat yang tetap inoperatif apabila gangguan-gangguan terjadi diluar zona


yang melindungi (gangguan luar).

c). Kecepatan Operasi

Sifat ini lebih jelas, semakin lama arus gangguan terus mengalir, semakin
besar kemungkinan kerusakan pada peralatan. Hal yang paling penting adalah
perlunya membuka bagian-bagian yang terganggu sebelum generator-generator yang
dihubungkan sinkron kehilangan sinkronisasi dengan sistem. Waktu pembebasan
gangguan yang tipikal dalam sistem-sistem tegangan tinggi adalah 140 ms. Dimana
dimasa mendatang waktu ini hendak dipersingkat menjadi 80 ms sehingga
memerlukan relay dengan kecepatan yang sangat tinggi (very high speed relaying).

d). Sensitivitas (kepekaan)


Yaitu besarnya arus gangguan agar alat bekerja. Harga ini dapat dinyatakan
dengan besarnya arus dalam jaringan aktual (arus primer) atau sebagai prosentase dari
arus sekunder (trafo arus).

e). Pertimbangan ekonomis

Dalam sistem distribusi aspek ekonomis hampir mengatasi aspek teknis, oleh
karena jumlah feeder, trafo dan sebagainya yang begitu banyak, asal saja persyaratan
keamanan yang pokok dipenuhi. Dalam suatu sistem transmisi justru aspek teknis
yang penting. Proteksi relatif mahal, namun demikian pula sistem atau peralatan yang
dilindungi dan jaminan terhadap kelangsungan peralatan sistem adalah vital.
Biasanya digunakan dua sistem proteksi yang terpisah, yaitu proteksi primer atau
proteksi utama dan proteksi pendukung (back up).

f). Realiabilitas (keandalan)

Sifat ini jelas, penyebab utama dari outage rangkaian adalah tidak
bekerjanya proteksi sebagaimana mestinya (mal operation).

g) Proteksi Pendukung

Proteksi pendukung (back up) merupakan susunan yang sepenuhnya terpisah


dan yang bekerja untuk mengeluarkan bagian yang terganggu apabila proteksi utama
tidak bekerja (fail). Sistem pendukung ini sedapat mungkin indenpenden seperti
halnya proteksi utama, memiliki trafo-trafo dan rele-rele tersendiri. Seringkali hanya
triping CB dan trafo -trafo tegangan yang dimiliki bersama oleh keduanya. Tiap-tiap
sistem proteksi utama melindungi suatu area atau zona sistem daya tertentu. Ada
kemungkinan suatu daerah kecil diantara zo na -zona yang berdekatan misalnya
antara trafo-trafo arus dan circuit breaker-circuit breaker tidak dilindungi. Dalam
keadaan seperti ini sistem back up (yang dinamakan, remote back up) akan
memberikan perlindungan karena berlapis dengan zona-zona utama. Pada sistem
distribusi aplikasi back up digunakan tidak seluas dalam sistem tansmisi,cukup jika
hanya mencakup titik-titik strategis saja. Remote back up akan bereaksi lambat dan
biasanya memutus lebih banyak dari yang diperlukan untuk mengeluarkan bagian
yang terganggu.

2.4 Gangguan

2.4.1 Gangguan di Sistem Distribusi

Macam-macam gangguan (Fault) pada sistem distribusi SUTM adalah

sebagai berikut: (www.rusiyanto.files.wordpress.com/2008/01/materi.doc)

1. Gangguan yang bersifat temporer dimana dapat hilang dengan sendirinya

atau dengan memutuskan sesaat bagian yang terganggu dari sumber

tegangannya.

2. Gangguan yang bersifat permanen dimana untuk membebaskannya

diperlukan tindakan perbaikan dan atau menyingkirkan penyebab gangguan

tersebut dengan 90% dari seluruh gangguan yang mengenai SUTM adalah

bersifat temporer (sementara).

Ditinjau secara umum jenis gangguan dibagi dua yaitu :

1. Gangguan hubung singkat (Short Circuit) meliputi hubung singkat antar

fasa.

2. Gangguan fasa ke tanah (Ground Fault) melitputi gangguan satu fasa ke

tanah, gangguan dua fasa ke tanah dan gangguan tiga fasa ke tanah.
2.4.2 Gangguan Hubung Singkat di Sistem Distribusi Listrik

2.4.2.1 Gangguan 3 fasa

Kemungkinan terjadinya adalah dari sebab putusnya salah satu kawat

fasa yang letaknya paling atas pada transmisi/ distribusi dengan konfigurasi

kawat antar fasanya disusun secara vertikal.

Kemungkinan terjadinya memang sangat kecil, tetapi dalam analisanya tetap

harus diperhitungkan.

Ia Zf

Ib Zf

Ic Zf

Gambar 2.10 Hubung Singkat 3 Fasa

Suatu sistem seimbang, tetap simetris setelah terjadi gangguan mempuyai

impedansi sama di setiap salurannya. Dan hanya arus urutan positif saja yang

mengalir. Maka tegangan pada titik gangguan adalah sebagai berikut :


= 0 + + = 0

Sebagai gangguan simetris maka :

0 0
[ ] = [ 0 0 ] [ ]
0 0

Maka komponen urutan tegangan sebagai berikut :

0 0 0 0 0 0 0
[1 ] = []1 [ 0 0 ] [] [1 ] = [ 0 0 ] [1 ]
2 0 0 2 0 0 2

Maka arus gangguanya


= 1 =
1 +

= 2 1

= 1

Kemungkinan terjadinya gangguan 3 fasa adalah putusnya salah satu kawat

fasa yang letaknya paling atas pada transmisi atau distribusi, dengan

konfigurasi kawat antar fasanya disusun secara vertikal. Kemungkinan

terjadinya memang sangat kecil, tetapi dalam analisanya tetap harus

diperhitungkan.
Kemungkinan lain adalah akibat pohon yang cukup tinggi dan berayun

sewaktu angin kencang, kemudian menyentuh ketiga kawat pada transmisi

atau distribusi.

Gangguan hubung singkat 3 fasa dapat dihitung dengan menggunakan rumus

hukum ohm yaitu:


= .................................................................................................... (2.4 )

Dimana,

I = Arus gangguan hubung singkat 3 fasa

20000
V = Tegangan fasa-netral sistem 20 kV = = Vph
3

Z = Impedansi urutan positif ( Z1 eq )

Sehingga arus gangguan hubung singkat 3 fasa dapat dihitung sebagai berikut

20000
() 3 11547
3 = 1
= 1
= 1
= 1
........................................... (2.5)

(Pribadi dan Wahyudi, 2010: 55)

Gangguan hubung singkat 3 fasa dihitung untuk lokasi gangguan yang

diasumsikan terjadi pada 1%, 10%, dan seterusnya sampai 100% panjang

penyulang.
2.4.2.2 Gangguan 2 fasa (ke tanah)

Kemungkinan terjadinya bisa disebabkan oleh putusnya kawat fasa

tengah pada transmisi/ distribusi dengan konfigurasi tersusun vertical.

Kemungkinan lain adalah dari sebab rusaknya isolator di transmisi/

distribusi sekaligus dua fasa. Gangguan seperti ini biasanya menjadi gangguan

dua fasa ketanah. Atau bisa juga akibat back flashover antara tiding dan dua

kawat fasa sekaligus sewaktu tiang transmisi/ distribusi yang mempunyai

tahanan kaki tiang yang tinggi tersambar petir, dan lain-lain. (Pribadi dan

Wahyudi, 2010: 2)

Ia

Ib

Ic Zf

Gambar 2.11 Hubung Singkat 2 Fasa

Berdasarkan gambar hubung singkat 2 fasa dapat ditunjukkan keadaan saat

gangguan dengan persamaan berikut :

= 0, =

Komponen-komponen urutan arus sebagai berikut :


0 1 1 1 1 0 1 0
[1 ] = [1 2 ] [ ] =
[ + 2 ]
3 3
2 1 2 2 +

Maka

= 0 1 = 2


= [0 1 1] [ ]

1 1 1 0
= [0 1 ]
1 1[ 2 ] [1 ]
1 2 2

Dimana

= (2 )(1 2 )

= (2 1 + 2 )

= (2 )1

Sehingga

1 2 = 1

Maka

= (2 ) = 31

Dan

1 =
1 + 2 +

Maka arus gangguan

3
= =
1 + 2 +

Kemungkinan terjadinya gangguan 2 fasa disebabkan oleh putusnya kawat

fasa tengah pada transmisi atau distribusi. Kemungkinan lainnya adalah dari

rusaknya isolator di transmisi atau distribusi sekaligus 2 fasa. Gangguan

seperti ini biasanya mengakibatkan 2 fasa ke tanah.

Gangguan hubung singkat 2 fasa dapat dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:


= ................................................................................................... (2.6)

Dimana,

I = Arus gangguan hubung singkat 2 fasa

V = Tegangan fasa fasa sistem 20 Kv

Z = Impedansi urutan positif ( Z1 eq ) dan urutan negatif ( Z2 eq )

Sehingga arus gangguan hubung singkat 2 fasa dapat dihitung sebagai berikut:

20000
2 = = ...................................................... (2.7)
1 + 2 1 + 2
Seperti halnya gangguan 3 fasa, gangguan hubung singkat 2 fasa juga dihitung

untuk lokasi gangguan yang diasumsikan terjadi pada 1%, 10%, dan

seterusnya sampai 100% panjang penyulang. Dalam hal ini dianggap nilai

Z1eq = Z2eq, sehingga persamaan arus gangguan hubung singkat 2 fasa di

atas dapat disederhanakan menjadi :


2 = 2 1 ............................................................................. (2.8)

(Pribadi dan Wahyudi, 2010: 55)

2.4.2.3 Gangguan satu fasa ketanah

Kemungkinan terjadinya adalah akibat back flashover antara tiang ke

salah satu kawat fasa transmisi/ distribusi sesaat setelah tiang tersambar petir

yang besar, walaupun tahanan kaki tiangnya cukup rendah.

Bisa juga gangguan satu fasa ketanah terjadi sewaktu salah satu kawat

transmisi/ distribusi tersentuh pohon yang cukup tinggi, dan lain-lain. (Pribadi

dan Wahyudi, 2010: 3)


A

Zf
Ia

Ib

Ic

Gambar 2.12. Hubung Singkat 1 Fasa ke Tanah

Berdasarkan gangguan diatas terdapat persamaan sebagai berikut :

= 0, = 0, = 0

Maka persamaan gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah sebagai

berikut :

1
1 = 2 = 0 =
3

30 = 0 + 1 + 2 = 0 0 + ( 1 1 ) 2 2


0 =
1 +2 +0 + 3

Maka arus gangguan pada phasa a didapatkan sebagai berikut :

= 3 0

= 30
3
= 30 =
1 +2 +0 + 3

Kemungkinan terjadinya gangguan satu fasa ke tanah adalah back

flashover antara tiang ke salah satu kawat transmisi dan distribusi. Sesaat

setelah tiang tersambar petir yang besar walaupun tahanan kaki tiangnya

cukup rendah namun bisa juga gangguan fasa ke tanah ini terjadi sewaktu

salah satu kawat fasa transmisi / distribusi tersentuh pohon yang cukup tinggi.


= .................................................................................................... (2.9)

Dimana,

I = Arus gangguan urutan Nol = I0

20000
V = Tegangan Fasa Netral sistem 20 kV = = Vph
3

Z = Jumlah impedansi urutan Positif ( Z1 eq ) dan urutan Negatif

(Z2 eq ) dan Impedansi ururan Nol ( Z0 eq )

1 = 3 0 ............................................................... (2.10)

Sehingga arus gagguan hubung singkat 1 fasa ketanah dapat dihitung

sebagai berikut :

20000
3
3 3
1 = 30 = =
1 + 2 + 0 1 + 2 + 0
34641,016 34641,016
= =
1 + 2 + 0 2 1 + 0

(Pribadi dan Wahyudi, 2010: 55)

Kembali sama halnya dengan perhitungan arus gangguan 3 Fasa dan 2

Fasa, Arus gangguan 1 Fasa ketanah juga dihitung untuk lokasi gangguan

yang di asumsikan terjadi pada 1%, 10%, dan seterusnya sampai 100%

panjang penyulang, sehingga dengan rumus terakhir diatas dapat dihitung

besarnya arus gangguan 1 fasa ke tanah sesuai lokasi gangguannya.

Dengan perhitungan arus gangguan hubung singkat ini, ( 3 Fasa, 2

Fasa dan 1 Fasa ke tanah), dapat digunakan untuk koordinasi relay proteksi

arus lebih, terutama pada OCR dari jenis inverse, manfaatnya menjadi amat

terasa karena waktu kerja relay dapat diketahui untuk setiap lokasi gangguan.

Lebih lanjut pada bab berikut akan dicoba menghitung nilai setting Arus dan

Waktu (Td atau Tms) dari OCR.

Arus gangguan hubung singkat 3 fasa, 2 fasa, 2 fasa ketanah atau satu fasa

ketanah, arus gangguannya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

umum (HUKUM OHM), yaitu :


= .................................................................................................... (2.11)

Dimana :

I = Arus yang mengalir pada Impedansi Z (Amp)

V = Tegangan sumber (Volt)

Z = Impedansi jaringan yaitu nilai ekivalen dari seluruh impedansi di

dalam jaringan mulai dari sumber tegangan sampai ke titik gangguan (Ohm)

Dengan mengetahui besarnya tegangan sumber dan nilai impedansi tiap

komponen jaringan serta bentuk konfigurasinya didalam sistem maka besarnya

arus gangguan hubung singkat dapat dihitung dengan rumus diatas.

Lebih lanjut lagi, arus gangguan yang mengalir pada tiap komponen jaringan

juga dapat dihitung, dengan bantuan rumus tersebut diatas. Yang membedakan

antara gangguan hubung singkat 3 phasa , 2 phasa dan 1 phasa ke tanah adalah

impedansi yang terbentuk sesuai dengan macam gangguan hubung singkat itu

sendiri, seperti ditunjukkan berikut ini :

Z untuk gangguan 3 fasa Z = Z1

Z untuk gangguan 2 fasa Z = Z1 + Z2


Z untuk gangguan 2 fasa ketanah Z = Z1 + 2+0
2 0

Z untuk gangguan 1 fasa ke tanah Z = Z1 + Z2 + Z0

Dimana :
Z1 = Impedansi urutan positif

Z2 = Impedansi urtutan negatif

Z0 = Impedansi urutan nol

(Pribadi dan Wahyudi, 2010: 16-17)

2.4.3 Menentukan Arus Gangguan

2.4.3.1 Sistem Per Unit

Beberapa keuntungan penggunaan satuan per unit dan persen dapat diuraikan sebagai

berikut :

1. Impedansi ekuivalen per unit setiap trafo adalah sama dilihat dari sisi

primer maupun sisi sekunder (5,8)

2. Impedansi trafo pada sistem tiga fasa adalah sama, tanpa perlu

memperhatikan jenis hubungan trafo, misalnya pada hubungan Y-Y,

delta-Y, Y-delta, atau delta-delta.

3. Satuan per unit tidak tergantung pada perubahan tegangan dan pergeseran

sudut fasa karena melalui trafo dan tegangan dasar dalam kumparan

adalah sesuai dengan jumlah belitan dalam kumparan.

4. Pabrikan biasanya menentukan impedansi equipment dalam unit atau

persen pada daya dasar (kVA atau MVA) atau tegangan dasar (V atau

kV) sehingga rating impedansi dapat digunakna langsung bila harga dasar
yang digunakan sama dengan harga dasar yang tertera di plat nama

perangkat tersebut.

5. Impedansi per unit dari berbagai rating peralatan yang berbeda-beda

berada dalam skala yang sempit, sementara pada nilai impedansi

aktualnya mereka dapat saling berbeda jauh.

6. Dengan demikian bila nilai aktualnya tidak dikethaui maka harga

pendekatan yang sesuai dapat ditentukan. Harga-harga tipikal untuk

berbagai jenis equipment selalu tersedia yang bisa diperoleh dari berbagai

sumber dan buku referensi. Demikian pula kebenaran satuan yang

ditentukan dapat diperiksa jika harga-harga tipikalnya diketahui.

7. Dengan menggunakan satuan per unit atau persen maka kebingungan

antara daya sistem satu fasa dengan daya sistem tiga fasa akan berkurang.

Demikian kesulitan dalam hal konversi antara tegangan kawat-kawat dan

tegangan kawat ke netral akan menjadi lebih sederhana.

8. Satuan per unit sangat berguna dalam simulasi analisis sistem steady state

dan dalam analisis keadaan transien sistem tenaga.

9. Dalam perhitungan gangguan maupun perhitungan tegangan sumber atau

tegangan driving, biasanya diasumsikan sama dengan 1.0 p.u.

10. Hasil perkalian antara dua besaran dalam unit tetap mempunyai dimensi

yang sama, sementara agar satuan dari perkalian dua besaran dalam

persen tetap dalam persen maka hasil perkalian tersebut harus dibagi

dengan 100.
11. Itulah sebabnya dalam berbagai perhitungan lebih disukai menggunakan

satuan unit ketimbang persen.

12. Representasi data suatu sistem tenaga listrik dalam satuan unit lebih

mudah diartikan dibandingkan representasi data konvensional karena

pada sistem tenaga yang sama dapat dibandingkan langsung.

(Pandjaitan, B., 2012: 27-28)

2.4.3.2 Komponen Simetris

Metode perhitungan dengan komponen simetris adalah suatu perangkat praktis yang

dapat digunakan untuk mengerti dan untuk menganalisis operasi system tenaga listrik

dalam keadaan tidak seimbang, seperti misalnya pada waktu gangguan fasa-fasa ke

tanah, kawat fasa-fasa dalam keadaan putus, beban tidak seimbang dan lain

sebagainya. Secara khusus teori komponen simetris ini menjadi sangat perlu

mengingat prinsip kerja relay proteksi sering didasarkan pada besaran-besaran

komponen simetris.

Dalam praktiknya terdapat berbagai cara dan model perangkat lunak yang dapat

digunakan untuk studi gangguan yang dapat digunakan untuk menghitung arus dan

tegangan pada berbagai jenis gangguan. Model-model perangkat lunak computer

yang tersedia saat ini sudah sangat modular yang memungkinkan perhitungan dengan

data-data mulai dari ukuran sedang, besar, hingga sangat besar, yang dapat

diselesaikan dengan cepat dan mudah.


Pada komponen simetris ini terdapat tiga set komponen simetris, yaitu komponen

urutan positif, negative, dan komponen urutan nol yang berlaku baik untuk arus

maupun tegangan. Komponen urutan positif terdiri dari tiga arus dan tegangan fasa ke

netral yang seimbang yang dibangkitkan oleh system pembangkit tenaga listrik.

Komponen tersebut mempunyai besaran yang sama dan fasa mereka saling tergeser

satu sama lain sebesar 120.

Sama seperti urutan positif, urutan negative juga erdiri dari tiga fasor yang sama

besar dan masing-masing saling tergeser sebesar 120. Beda hanya terletak pada arah

putaran di mana urutan positif. Jadi bila misalnya urutan positif berputar dengan

urutan a, b, c maka urutan negative menjadi a, c, b. dan bila urutan positif berputar

sesuai dengan a, c, b maka urutan negative menjadi a, b, c.

Anggota pasangan fasor-fasor urutan nol juga berputar berlawanan arah putaran

jarum jam namun masing-masing sama besar dan selalu berendeng pada fasa yang

sama. Ketiga fasor baik arus maupun tegangan dapat dinyatakan sebagai Iao=Ibo=Ico

atau Vao=Vbo=Vco. Meskipun analisis komponen simetris sangat erat kaitannya

dalam studi gangguan, namun pada kesempatan ini pembahasan analisis komponen

simetris tanpa membahasnya secara lebih rinci. Untuk lebih mendalami analisis

komponen simetris tersebut maka pembaca dianjurkan untuk merujuk buku-buku lain

tentang analisis gangguan sebagaimana beberapa di antaranya dapat dilihat pada buku

referensi. (Pandjaitan, B., 2012: 44-45)


2.4.3.3 Perhitungan dalam Sistem Tenaga Listrik

Diantara perhitungan yang dilakukan dalam sistem tenaga listrik adalah perhitungan

gangguan hubung singkat, dimana didalam sistem kelistrikan, parameter- parameter

yang digunakan banyak dalam bentuk kompleks ( ada riel dan imajinernya).

Dalam perhitungan selanjutnya, diperlukan penyamaan satuan dari parameter yang

akan dihitung. Penyamaan satuan parameter biasa digunakan adalah per unit (pu),

sehingga nilai Impedansi, tegangan dan arus semuanya diubah ke satuan perunit pada

suatu dasar yang ditetapkan. Biasanya dasar perhitungan untuk mendapatkan satuan

per unit yang ditetapkan terlebih dahulu adalah MVA dasar dan kVdasar, dan selanjutnya

dihitung impedansidasar dan arusdasar. Ketetapan dasar ini dipergunakan sebagai

penyebut dimana parameter daya, tegangan arus dan impedansi pada sistem tenaga

listrik sebagai pembilangnya untuk memperoleh satuan p.u. (Pribadi dan Wahyudi,

2010: 45-46)

Dasar perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut:

MVA dasar = dipilih (MVA)

KV dasar = dipilih (kV),

dari dua dasar ini dapat dibentuk dasar selanjutnya, yaitu :

( )2
Impedansi dasar = ..................................... (2.12)

1000
Impedansi per unit = ................................... (2.13)
()2

Arus dasar = ..................................... (2.14)
3

2
Zpu baru = () ( ) p.u .. (2.15)

Dengan dasar perhitungan diatas, semua nilai parameter jaringan yang dipakai

untuk perhitungan di konversikan ke suatu besaran dengan satuan yang dipakai

adalah perunit (p.u).

2.4.3.4 Cara Setting Relay

2.4.3.4.1 Relay Over Current

Arus kerja (pick up) dan arus kembali (drop off)

Ip

Id

tp td t
ta

Gambar 2.13 Grafik Perbandingan Arus Drop Off dan Arus Pick Up

(Alawiy, M. T., 2006: 24)


Ip = arus pick-up

Id = arus drop-off

tp = waktu untuk pick-up

td = waktu untuk drop-off

ta = td-tp

1. Penyetelan Arus (Is)

- Batas penyetelan minimum, relay tidak boleh bekerja pada saat

terjadi beban maksimum

- Batas penyetelan maksimum relay harus bekerja bila terjadi

gangguan hubung singkat pada area berikutnya.

= 1,2 / ........................................................ (2.12)

Keterangan : [sesuai ketentuan di lampiran]

Is = penyetelan arus

In trafo/ CT = arus nominal trafo atau CT


2. Penyetelan waktu (Td atau time dial)

Untuk penyetelan waktu tergantung tipe relay yang digunakan.

A B C

Gambar 2.14 Posisi Relay dalam Sistem Radial

(Alawiy, M. T., 2006: 30)

Jika terjadi gangguan F, maka < < atau > >

3. Setting Waktu/Time Multiple Setting ( Tms )

Time multiple setting (Tms) dan setting waktu relay pada

jaringan distribusi mempergunakan standar inverse, yang dihitung

mempergunakan rumus kurva waktu Vs arus, dalam hal ini juga diambil

persamaan kurva arus waktu dari standar British, sebagai berikut:

Menurut IEC 60255 3:


[[ ] 1]

= ................................................................. (2.13)
0,14

Dan

0,14
=
............................................................................ (2.14)
[ ] 1

Dimana:

t = Waktu trip (detik).

Tms = Time multiple setting (tanpa satuan)

Ifault = Besarnya arus gangguan hubung singkat (amp)

- Setting over current relay (inverse), diambil arus gangguan

hubung singkat terbesar.

- Setting ground fault relay (inverse) diambil arus gangguan

hubung singkat terkecil.

ISET = Besarnya arus setting sisi primer (Amp)

k = Konstanta.

(Pribadi dan Wahyudi, 2010: 20)

Tabel 2.1 Nilai Faktor k (Konstanta)

(IEC 60255-3)

Nama kurva K

IEC standart Inverse 0,02

IEC very Inverse 1

IEC Extremely Inverse 2


IEEE standart Inverse 0,02

IEEE short Inverse 0,02

IEEE Very Inverse 2

IEEE Inverse 2

IEEE Extremely Inverse 2

2.4.3.4.2 DGR

Perhitungan setting relay DGR

Menurut standar British :

Ip = 6% s/d 12% x arus gangguan hubung singkat 1 fasa terjauh/terkecil)


= .......................................................................................... (2.15)

Dan untuk setting waktu rumusnya seperti setting waktu di OCR.

2.5 Pentanahan Sistem Distribusi

Ada empat pola pengaman sistem distribusi yang telah diterapkan di

lingkungan PLN. Perbedaan pola-pola tersebut didasarkan atas pentanahan/

pembumian pada titik netral trafonya, yaitu:

1. Pentanahan dengan Tahanan Tinggi (High Resistance)

2. Pentanahan Langsung (Solid Grounding)


3. Pentanahan dengan Tahanan Rendah (Low Resistance)

4. Pentanahan Mengambang / tidak ditanahkan (Floating)

Dalam memilih pola pengamanan sistem distribusi yang tepat bagi suatu

daerah, perludiketahui pola pentanahan dari masing-masing sistem distribusi,

yaitu:

1) Pola 1 yaitu sistem distribusi dengan pentanahan menggunakan tahanan

tinggi, dimaksudkan untuk memperoleh hasil yang optimal dengan

mengutamakan keselamatan umum, sehingga meskipun dengan saluran

udara masih layak memasuki daerah perkotaan.

2) Pola 2 yaitu sistem distribusi dengan pentanahan secara langsung,

dimaksudkan untuk memperoleh hasil optimum dengan mengutamakan

faktor ekonomi, sehingga dengan saluran udara elektrifikasi dapat

dilaksanakan di luar kota sampai ke daerah yang terpencil.

3) Pola 3 yaitu sistem distribusi dengan pentanahan menggunakan tahanan

rendah dimaksudkan untuk memperoleh hasil optimum dari kombinasi

antara faktor ekonomi dan keselamatan umum, dan jaringan dapat

mempergunakan saluran udara bagi daerah luar kota maupun kabel bagi

daerah padat dalam kota.

4) Pola 4 yaitu sistem distribusi dengan tiga kawat menggunakan pentanahan

netral mengambang. Pola 4 untuk saat ini sudah tidak digunakan di PLN

karena pada sistem ini ketika terjadi gangguan tanah terlalu kecil maka tidak

cukup kuat untuk menggerakkan relay gangguan tanah.


2.5.1 Pola I : Sistem Pentanahan dengan Tahanan Tinggi (High Resistance)

Sistem distribusi 20 KV fasa tiga , 3 kawat dengan pentanahan netral

melalui tahanan tinggi 500 ohm.

Karena tahanannya tinggi, maka arus gangguannya rendah. Hukum Ohm : I

= V / R,

Mengutamakan keselamatan umum.

Diperlukan relay yang sensitif untuk dapat mendeteksi arus gangguan yang

kecil.

Pola ini ada diterapkan di Jawa Timur.

Proteksi terpasang:

PMT dipasang di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan :

OCR untuk membebaskan gangguan antar fasa.

Directional Ground Fault Relay (DGFR) untuk membebaskan

gangguan fasa-tanah.
PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pengaman Lebur (PL) jenis Fuse

Cut Out (FCO).

PMT PBO SSO

SSO

NGR
OCR PL PL
500 Ohm
GFR

Gambar 2.15. Pengaman Sistem Distribusi Pola I

(Tim Penyusun, 2007: 16)

2.5.2 Pola II : Sistem Pentanahan Langsung (Solid Grounding)

Sistem distribusi 20 KV fasa tiga , 4 kawat dengan pentanahan Netral

secara langsung.

Kawat Netral ditanahkan di setiap tiang sepanjang JTM dan JTR,

dipergunakan sebagai netral bersama TM & TR (Common Neutral).

Karena tahanannya sangat kecil, maka arus gangguannya besar, sehingga

diperlukan relay yang dapat bekerja dengan cepat.

Gambar 2.16. Pentanahan Langsung pada Sistem Distribusi Pola II

(Tim Penyusun, 2007: 17)

Proteksi terpasang:

PMT di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan OCR dan GFR

PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pengaman Lebur (PL) jenis FCO

PMT PBO SSO

SSO

Solid
Grounding OCR PL PL
GFR

Gambar 2.17. Pengaman Sistem Distribusi Pola II

(Tim Penyusun, 2007: 17)

2.5.3 Pola III : Sistem Pentanahan dengan Tahanan Rendah (Low Resistance)

Sistem distribusi 20 KV fasa tiga , 3 kawat dengan pentanahan Netral

melalui tahanan rendah 40 ohm untuk SUTM atau 12 Ohm untuk SKTM.
Pola ini diterapkan di Jawa Barat, DKI dan Luar Jawa.

Karena tahanannya relatif rendah, maka arus gangguannya relatif tinggi,

sehingga diperlukan relay yang dapat bekerja dengan cepat.

Proteksi terpasang:

PMT dipasang di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan :

OCR untuk membebaskan gangguan antar fasa.

GFR untuk membebaskan gangguan fasa-tanah.

PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pengaman Lebur (PL) jenis Fuse

Cut Out (FCO).

Pada sistem Spindle dengan saluran kabel, pengamannya dengan relay

arus lebih tanpa penutup balik (atau di blok) dan atau pelebur.

PMT PBO SSO

SSO

NGR
40 Ohm OCR PL PL
GFR

Gambar 2.18. Pengaman Sistem Distribusi Pola III

(Tim Penyusun, 2007: 18)


2.5.4 Pola IV : Sistem Pentanahan Mengambang (Floating)

Sistem distribusi 6 KV fasa tiga , 3 kawat dengan pentanahan mengambang

atau netral tidak ditanahkan (Floating).

Pola ini pernah ada dan terakhir diterapkan di Sulawesi dan Sumatera

Selatan/ Jambi. Karena sistem 6 KV telah diganti menjadi 20 KV, maka

pola IV ini sudah tidak dikembangkan lagi.

Tabel 2.2 Karakterisik Sistem Pembumian

(Anonim, 2010: 12-13)

Tahanan Sisi 20kV-hulu Gardu


No Pada Jaringan SUTM-hilir
Pembumian Induk

1. Nilai tahanan Pemutus tenaga yang Saklar seksi otomatis-SSO-pada

tinggi 500 dilengkapi tiap-tiap zona perlindungan yang

Ohm Relay arus lebih fasa-fasa dipilih. Jenis SSO yang dipakai

Relay gangguan tanah adalah dengan pengindera tegangan

terarah dan penyetelan waktu. Koordinasi

Reclosing relay untuk operasi antar SSO dilakukan

pengaman gangguan sesaat dengan koordinasi waktu.

Pengaman lebur pada titik

percabangan jaringan dilengkapi

dengan SSO dan pengaman

transformator distribusi.
2. Nilai tahanan Pemutus tenaga pada Gardu Saklar seksi otomatis-SSO pada

rendah 40 Induk dilengkapi : jaringan dari jenis pengindera arus

Ohm Relay arus lebih fasa-fasa gangguan. Koordinasi antar SSO

Relay gangguan tanah\ dilakukan dengan koordinasi

Reclosing relay untuk waktu.

gangguan sesaat Pengaman lebur-PL. sebagai

pengaman pada percabangan

jaringan untuk gangguan fasa-fasa

dengan elemen lebur yang tahan

surja (tergantung ukuran/ KHA

Konduktor) dan sebagai pengaman

transformator distribusi.

3. Pembumian Pemutus tenaga pada Gardu Pemutus balik otomatis-PBO

langsung Induk dilengkapi : dipasang pada jarak utama. Jarak

Relay arus lebih fasa-fasa antar PBO disesuaikan dengan

Relay gangguan tanah kemampuan penginderaan PBO,

Reclosing relay untuk biasanya tidak kurang dari 20km

gangguan sesaat Saklar seksi otomatis-SSO pada

saluran utama atau percabangan

digunakan untuk pembagian zona

yang lebih kecil. SSO yang

dipergunakan adalah dari jenis

pengindera arus gangguan dan

dipasang sesudah PBO.


Pengaman lebur digunakan sebagai

pengaman percabangan jaringan.

4. Jaringan tanpa OVR (Over Voltage Relay) Pada jaringan 20kv mengambang

pembumian dengan besar kapasitas pembangkit

(Pembangkit tertentu sebaiknya dipasang

Listrik pengaman hubung tanah dan antar

pedesaan) fasa.

You might also like