You are on page 1of 17

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

KEJANG DEMAM

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 12

1.DEVI ANGELA SITINJAK

2. IMELSA NAPITU

3. IVO AYU SINAGA

4. NIA NOVA SITANGGANG

5. RUT MARLIA LUMBANGAOL

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN


T.A 2016/2017
Kata pengantar
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa atas segala kasih dan anugrah
yang dilimpahkannya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Asuhan keperawatan dengan
baik.

Adapun judul makalah yang sudah kami kerjakan adalah Asuhan keperawatan klien
dengan kejang demam.

Kepada bapak/Ibu pembimbing kami, jika ada kesalahan dalam penulisan kami mohon
dimaklumi.kritikan dan saran kami perlukan dari Bapak/Ibu pembimbing kami dengan tujuan
agar tugas yang kami kerjakan akan semakin baik lagi. Atas perhatiannya kami ucapkan
terimakasih.

Medan 09 januari 2016

Penulis

Kelompok 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kejang demam atau Febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
dan intrakranium (ngastiyah.2005)

Kejang demam paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Teori
menyarankan bahwa kejang demam ini disebabkan oleh hipertermi yang muncul secara cepat
yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Kejang ini umumnya berlangsung singkat, dan
mungkin trdapat predisposisi familial. Pada beberapa kasus, kejang dapat berlanjut melewati
masa anak dan anak mungkin mengalami kejang non demam pada kehidupan selanjutnya (price
dan Wilson.2002).

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan5 tahun. Kejadian kejang
demam di amerika serikat, amerika selatan, dan eropa barat diperkirakan 2-4%. Dalam 25 tahun
terakhir terjadinya kejang demam lebih sering terjadi pada saat anak berusia 2 tahun (17-23
bulan).(Kadafi,2013)
Di Indonesia dilaporkan angka kejadian kejang demam 3-4% dari anak yang berusia 6
bulan5 pada tahun 2012-2013. Di provinsi Jawa Tengah mencapai 2-3% dari anak yang berusia
6 bulan5 tahun pada tahun 2012-2013. (Depkes Jateng,2013)
Berdasarkan data yang ada diruang mawar RSUD Banyudono, pada 2014 di bulan
november dan desember terdapat 7 kasus kejang demam dan ditahun 2015 selama 5 bulan
terakhir terdapat 18 kasus kejang demam. Dari kejadian itu dapat dilihat adanya peningkatan
kejang demam dalam 1tahun terakhir.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Agar mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan klien dengan kejang demam

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar medis asuhan keperawatan kejang
demam.
2. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar keperawatan asuhan keperawatan
kejang demam.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Medis

2.1.1 Defenisi

Kejang demam atau Febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
dan intrakranium (ngastiyah.2005).

Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal di atas 380c) (riyadi dan sukarmin.2009).

2.1.2 Etiologi

Kondisi yang menyebabkan kejang demam antara lain: infeksi yang mengenai jaringan
ekstrakranial seperti tosilitis, otitis media akut, bronchitis(riyadi dan sukarmin.2009).

2.1.3 Manifestasi Klinis

1.Kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat (>380C)


2. Serangan kejang terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan dari benruk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik.Beberapa detik setelah
kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi setelah kejang berhenti anak tidak memberikan
reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada
kelainan persarafan
3. Nadi dan pernafasan cepat

4. saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya (riyadi dan
sukarmin.2009).
2.1.4 Patosifiologi

Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar cranial seperti tonsillitis, otitiss media akut,
bronchitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan
oleh mikroorganisme dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen mauppun limfogen.

Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon ileh hipotalamus dengan menaikkan
pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik, naiknya
pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain
seperti otot, kulit sehingga peningkatan kontraksi otot.

Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain disertai
pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran mediator kimia ini
dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang
merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel.
Peristiwa inilah yang di duga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga
kejang.

Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anakmengalami penurunan respon
kesadaran, otot ekstremitas meupun bronkus juga dapat mengalami spasme sehingga anak
beresiko terhadap injury dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasme bronkus
(riyadi dan sukarmi.2009).
2.1.5 Pathway

Infeksi bakteri,virus,parasit

Seluruh tubuh

Menginfeksi bronkus, tonsil, dan telinga

Toksik mikroorganisme menyebar secara hematogen dan limfogen

Kenaikan suhu tubuh dihipotalamus dan jaringan lain (hipertermi)

Pelepasan mediator kimia oleh neuron seperti prostaglandin, epinefrin

Peningkatan potensial membran

Peningkatan masukan ion natrium, ion kalium

ke dalam sel neuron dengan cepat

fase depolarisasi neuron dan otot dengan cepat (KEJANG)

respon rangsangan spasme otot mulut, perubahan suplai darah

dari luar lidah,bronkus ke otak

CEDERA RESIKO PENYEMPITAN/ Resiko kerusakan

PENUTUPAN JALAN NAPAS Sel neuron ke otak

KETIDAKEFEKTIFANPERFUSI

JARINGAN SEREBRAL
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala
penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.
2. Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis
gas darah.
3. Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan
serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna
kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi
lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan
serebro spinal
4. Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
5. Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk
menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang
abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk
isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai /
menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk
menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat
meramalkan prognosis.
6. Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang pasti
(riyadi dan sukardi.2009).

2.1.7 Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian. Adapun frekuensi terulangnya kejang umumnya terjadi pada 6 bulan
pertama.
Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga maka lennox Bucthai (1973)
mendapatkan: :
1. Pada anak berumur (13 tahun terulangnya kejang pada wanita 30 % dan pria 33 %)
2. Pada anak berumur antara 14 bulan sampai 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang.
Terulangnya kejang adalah 30 % sedangkan pada tanpa riwayat kejang 25%

Resiko yang akan dihadapi oleh seseorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung
dari faktor :
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam kelurga
2.Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam.
3. Kejang demam berlangsung lama atau kejang total (ngastiyah.2005).

2.1.8 Komplikasi

1. kerusakan otak : kematian atau kerusakan sel-sel otak yang mengakibatkan penurunan
kemampuan mental.
2. retardasi mental : kelainan fungsi intelektual yang subnormal terjadi pada masa
perkembangan dan berhubungan dengan satu atau lebih gangguan dari maturasi
perkembangan dan penyesuaian diri secara sosial

2.1.9 Penatalaksanaan

a. Bila anak kejang segera berikan


1) Diazepam intravena dosis rata-rata 0,3 mg/kg atau Diazepam rectal dosis 10 kg = 5
mg 10 kg = 10 mg. Bila kejang tidak berhenti tunggu 15 menit, dapat diulangi dosis yang
sama, tetapi bila kejang berhenti berikan dosis awal Fenibarbiturat sebagai berikut:
a.Neonatus: 30 mg
b.1 bulan sampai 1 tahun : 50 mg
c.lebih dari 1 tahun : 75 mg
2)Bila Diazepam tidak tersedia pakai fenobarbital dengan dosis awal yaitu:
a.Neonatus : 30 mg 1 M
b.1 bulan sampai 1 tahun : 50mg 1 M
c.lebih dari 1 tahun : 75 mg 1 M
b. Pengobatan penunjang
1.Baringkan pasien di tempat yang rata
2.Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isilambung.
3. Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen bila perlu dilakukan intubasi
atau trakeostomi.

4. singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasien; lepaskan pakaian yang menggangu
pernapasan ( mis, ikat pinggang, gurita, dan lain sebagainya).
5. Pengisapan lender secara teratur dan diberikan oksigen sampai 4L/menit.
6. Menurunkan suhu yang tinggi dengan kompres hangat.

7. setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat .

8.jika dengan tindkan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi dokter apakah perlu pemberian
obat penenang.

c. Pengobatan rumat

Pengobatan rumat yaitu Pengobatan yang diberikan sesudah kejang dapat diatasi atau
biasa disebut pengobatan untuk pemulihan (riyadi dan sukarmin.2009) dan (ngastiyah.2005).
2.1 Konsep Dasar Keperawatan

2.1.1 Pengkajian

a. Biodata/Identitas

1. Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.


2. Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama,
umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.

b. Riwayat Penyakit

1. Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang


2. Lama serangan
3. Pola serangan
4. Frekuensi serangan
5. Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
6. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai (Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap
bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA,
OMA, Morbili dan lain-lain.)

c. Riwayat Imunisasi

Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan
imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek
sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.

d. pengkajian fungsional

pengkajian fungsional yang sering mengalami gangguan adalah terjadi penurunan


kesadaran ank dengan tiba-tiba sehingga kalau dibuktikan dengan GCS skor yang dihasilkan
berkisar antara 5 sampai 10 dengan tingkat kesdran dari apatis sampai somnolen atau mungkin
dapat koma. Kemungkinan ada gangguan jalan nnafas yang dibuktikan dengan peningkatan
frkuensi pernapasan > 30 / menit dengan irama cepat dan rasa aman dan nyaman anak
mengalami gangguan kenyamanan akibat hipertermi, sedangkan keamanan terjadi ancaman
karena ank mengalami kehilangan kesadaran yang tiba-tiba yang beresiko terjadinya cedera
secara fisik maupun fisilogi.

e. pengkajian tumbuh kembang anak

secara umum kejang demam tidak mengganggu pertumbuhan anak dan perkembangan
anak. Ini dipahami dengan catatan kejang yang dialami anak tidak terlalu sering terjadi atau
masih dalam batasan yang dikemukakan leh Livingstone atau penyakit yang melatarbelakangi
timbulnya kejang seperti tnsilitis, faringitis segera dapat teratasi. Kalau kondisi anak tersebut
tidak terjadi anak dapat mudah mengalami keterlambatan pertumbuhan misalnya berat badan
yang kurang karena ketidakcukupan asupan nutrisi sebagai dampak anoreksia, tinggi badan yang
kurang dari umur semestinya sebagai akibat penurunan asupan mineral.

Selain gangguan pertumbuhan sebagai dampak kondisi di atas anak juga dapat
mengalami gangguan perkembangan seperti penurunan kepercayaan diri akibat kambuhnya
penyakit sehingga anak lebih banyak berdiam diri bersama ibunya kalau di sekolah, tidak mau
berinteraksi dengan teman sebaya. Saat di rawat di rumah sakit anak terlihat pendiam, jaarang
menyentuh mainan. Kemungkina juga dapat terjadi gangguan perkembangan yang lain seperti
penurunan kemampuan motorik kasar seperti meloncat, berlari.

f. Riwayat kesehatan keluarga.

Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam


mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau
lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit
infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.

g. Pengkajian fisik
1. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat
2. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
3. Adanya kelemahan dan keletihan
4. Adanya kejang
5. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium, jumlah cairan
cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning

h. Riwayat Psikososial atau Perkembangan

1. Tingkat perkembangan anak terganggu


2. Adanya kekerasan penggunaan obat obatan seperti obat penurun panas
3. Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum mengenai anaknya pada waktu sakit.

i. Pengetahuan keluarga

1. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang


2. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
3. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
4. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya (riyadi dan sukarmin.2009).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan reduksi aliran darah ke otak
2. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3. Obstruksi jalan napas berhubungan dengan penutupan faring oleh lidah, spasme otot bronkus.
4. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan aktivitas kejang

2.2.3 Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan Intervensi


o
1 Perfusi Setelah dilakukan tindakan perawatan sirkulasi : arterial insuficiency
jaringan tdk keperawatan selama 24 jam 1. Lakukan penilaian secara komprehensif
efektive b/d perfusi jaringan klien adekuat fungsi sirkulasi periper. (cek nadi priper,
reduksi dengan kriteria hasil: oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas).
aliran darah - Membran mukosa merah muda 2.Evaluasi nadi, oedema
ke otak - Conjunctiva tidak anemis 3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
- Akral hangat 4. Kaji nyeri
- TTV dalam batas normal 5. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih
rendah untuk memperbaiki sirkulasi.
6. Berikan therapi antikoagulan.
7.Rubah posisi pasien jika memungkinkan
8. Monitor status cairan intake dan output
9.Berikan makanan yang adekuat untuk
menjaga viskositas darah
2 Hypertermi Setelah dilakukan tindakan Termoregulasi
b/d efek keperawatan selama.x 24 jam 1. Pantau suhu klien (derajat dan pola)
langsung menujukan temperatur dalan batas perhatikan menggigil/diaforsis
dari normal dengan kriteria: 2. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan
sirkulasi - - Bebas dari kedinginan linen tempat tidur sesuai indikasi
endotoksin - - Suhu tubuh stabil 36-370c 3. Berikan kompres hangat hindari penggunaan
pada akohol
hipotalamus 4. Berikan minum sesuai kebutuhan
5. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
6. Anjurkan menggunakan pakaian tipis
menyerap keringat.
7. Hindari selimut tebal
3 Obstruksi Setelah dilakukan asuhan Airway management
jalan napas keperawtan diharapkan frekuensi
1.monitor jalan napas, ferkuensi pernapasan,
berhubunga pernapasan meningkat 28-35
irama pernapasan tiap 15 menit pada saat
n dengan /menit, irama pernapasan reguler
penurunan kesadaran
penutupan dan tidak cepat, anak tidak terlihat
faring oleh terengah-engah 2.tempatkan anak pada posisi semifowler
lidah,
spasme otot dengan kepala hiperekstensi
bronkus
3.pasang toungespatel saat timbul serangan
kejang

4.bebaskan anak dari pakaian yang ketat

5.kolaborasi pemberian anti kejang

6.bebaskan jalan napas

4 Resiko Setelah dilakukan tindakan Risiko control


tinggi keperawatan selama...jam klien
1.Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
terhadap tidak mengalami dengan criteria
cidera b/d hasil : 2.Indentifikasi keamanan pasien, sesuai dengan
aktivitas kondisi fisik dan fungsi kebutuhan kongnitif
1 klien bebas dari cedera
kejang pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien

3.menghin dari lingkungan yang berbahaya


misalnya memindahkan perabotan

4.menyediakan tempat tidur yang nyaman dan


bersih

5.membatasi pengunjung

6. memberikan penerangan yang cukup

7. menganjurkan keluarga untuk menemani


pasien

8. mengontrol lingkungan dari kebisingan

9. memasang side rail tempat tidur


2.2.4 Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan
melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi pada pasien dengan kejang demam adalah :
1.Peningkatan perfusi jaringan
2.Peningkatan suhu tubuh tidak terjadi
3.Resiko cedera tidak terjadi.
4.Keluarga Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana
pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2010. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Riyadi S & Sukarmin. 2009 .Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Price,S & Wilson L.2003.pstofisiologi.jakarta.EGC

You might also like