You are on page 1of 6

Berkenaan dengan epilepsi katamenial, anamnesis tentang siklus dan lamanya

menstruasi harus dilakukan secara cermat agar diperoleh gambaran yang tepat apakah

serangan epilepsi pada penderita yang bersangkutan memang berkaitan dengan

menstruasi atau tidak. Apabila diperoleh kepastian bahwa serangan epilepsi berkaitan

erat dengan menstruasi, maka dapat segera disusun strategi penanganannya agar

frekuensi serangan epilepsy tidak meningkat pada masa menstruasi.

Banyak saran yang diajukan sehubungan dengan strategi terapi untuk

mengendalikan serangan epilepsi yang berkaitan dengan fluktuasi kadar hormon.

Namun demikian belum pernah dilakukan evaluasi yang cermat terhadap efektivitas

terapi yang bersifat spesifik. Dari berbagai penelitian tentang strategi terapi terhadap

epilepsi katamenial dapat ditarik simpulan bahwa strategi terapi yang paling penting

tetap sama dengan kaidah lama, yaitu memberi Obat Anti Epilepsi (OAE) yang sesuai

dengan jenis serangan epilepsi yang ada. Tingkat kendalinya serangan sehubungan

dengan terapi dan efek samping yang terjadi merupakan penuntun untuk penyesuaian

dosis dan perubahan OAE.

Langkah pertama adalah meningkatkan dosis OAE konvensional pada waktu

penderita mengalami menstruasi, bila perlu sampai dengan dosis maksimal. Startegi

ini secara individual sering bermanfaat untuk meningkatkan kontrol terhadap

serangan epilepsi. Dalam langkah pertama ini dapat dipertimbangkan untuk memberi

tambahan asetazolamid. Pada individu tertentu, pemberian asetazolamid, tanpa

disertai peningkatan dosis OAE konvensional, cukup bermanfaat untuk mencegah


peningkatan frekuensi serangan epilepsi. Namun demikian hasilnya lebih terbatas bila

dibandingkan dengan penambahan dosis OAE.

Apabila langkah pertama kurang memberi hasil yang bermakna maka dapat

dipertimbangkan untuk memberi terapi hormonal. Terapi ini dianggap sebagai

tindakan inkonvensional tetapi dapat merupakan suplemen OAE yang telah diberikan

kepada penderita. Manipulasi hormonal dapat meningkatkan kadar progesteron atau

menurunkan kadar estrogen.

Klomifen sitrat suatu antagonis estrogen, mengikat reseptor estrogen dan

dengan demikian menghalangi kemampuan estrogen untuk menginduksi serangan

epilepsi. Efek samping yang ditimbulkan meliputi wajah yang terasa hangat dan

kemerahan (mungkin aksi estrogen di kulit terhambat oleh antagonis estrogen), nyeri

kepala, nyeri payudara, nyeri dan kejang otot perut dan depresi. Efek samping jangka

panjang adalah kanker ovarium dan kista ovarium. Klomifen sitrat diberikan secara

intermitten dengan dosis 25-100 mg/hari, dari hari ke 5 sampai ke 9 setiap siklus.

Penelitian teraupetik kemudian difokuskan pada berbagai bentuk progesterone

alamiah mauoun sintetis yang mempunyai efek samping minimal bila dibandingkan

klomifen sitrat. Progesterone alamiah mampu menurunkan frekuensi serangan

epilepsi parsial kompleks sebesar 54%.

Sebenarnya, tidak ada pengobatan yang spesifik untuk epilepsi katamenial.

Berbagai terapi untuk epilepsi katamenial telah diusulkan, termasuk non-hormon


(acetazolamide, penggunaan benzodiazepin, atau obat antiepilepsi konvensional), dan

terapi hormonal. Namun, bukti untuk efektivitas pengobatan terrsebut belum adekuat.

- Terapi hormonal
1. Progesterone
Progesteron terutama telah terbukti memiliki efek antikonvulsan, dan karena

perempuan dengan epilepsi katamenial diteliti sering memiliki siklus luteal-

fase yang tidak memadai atau anovulasi, dapat dihipotesiskan bahwa

progesteron, metabolit progesteron, atau estrogen antagonis dapat digunakan

bersama dengan antiepilepsi saat obat, untuk mengobati pasien.


Progesteron alami, merupakan pilihan pengobatan untuk pasien dengan

epilepsi katamenial dan siklus fase luteal gangguan. Hal ini biasanya

diberikan dalam bentuk siklik selama fase luteal, diambil secara oral pada

dosis 100-200 mg, dua kali sehari atau tiga kali sehari. Bahkan, progesteron

kurang diserap secara lisan dan memiliki paruh pendek, sehingga harus

diberikan beberapa kali per hari. Selama periode 3 bulan, 72% dari wanita

melaporkan penurunan frekuensi kejang dan rata-rata frekuensi harian

menurun 55% 0,66 Medroksiprogesteron asetat, obat sintetis, juga dapat

mengurangi frekuensi kejang.


2. Gonadotropin
Gonadotropin melepaskan hormon analog pada wanita dengan kejang

perimenstrual. Mekanisme aksi gonadotropin releasing analog hormon dengan

luteinizing hormone. Dalam satu studi, ini gonadotropin diberikan secara

intramuskular setiap 28 hari. Umumnya, ada penurunan yang signifikan dalam

frekuensi kejang, meskipun Herzog et al menemukan bahwa perempuan


mengalami kekambuhan kejang selama 3 minggu pertama terapi, karena

terdapat sedikit peningkatan dalam produksi estradiol pada ovarium.


3. Clomiphene
Clomiphene adalah stimulan ovulasi yang digunakan untuk mengobati

infertilitas pada wanita dengan oligoanovulation atau anovulasi. Herzog

menemukan bahwa 10 dari 12 wanita dengan epilepsi katamenial dan

gangguan menstruasi, dengan penggunaan clomiphene dijumpai penurunan

frekuensi kejang sekitar 50%.


4. Ganaxolone
Ganaxolone merupakan analog sintetik dari allopregnanolon, mampu

memodulasi sebagian reseptor GABA-A untuk pengobatan epilepsi.

Ganaxolone efektif untuk terapi epilepsi katamenial, dan tidak memberikan


risiko efek samping.

- Terapi non hormonal


1. Acetazolamide
Acetazolamide sebuah anhidrase inhibitor karbonat, dapat secara efektif

digunakan untuk mengobati kejang katamenial. Hal ini ditunjukkan dalam

laporan retrospektif baru pada 20 wanita dengan unclassified epilepsi, di

mana 30% -40% dari pasien melaporkan peningkatan frekuensi dan

tingkat keparahan kekambuhan kejang perimenstrual saat menggunakan

acetazolamide. Oleh karena itu, obat ini hanya dapat diberikan secara

intermiten, sesuai untuk epilepsi katamenial tetapi tidak untuk profilaksis


kejang biasa.
2. Benzodiazepine
Penghambatan GABA-A reseptor-mediated dapat ditingkatkan dengan

benzodiazepin. Benzodiazepin adalah profilaksis kejang Namun, secara

teoritis dapat digunakan secara intermiten untuk pengobatan kejang


katamenial. Bahkan, clobazam 1,5-benzodiazepine, diberikan intermiten,

digunakan untuk mengobati kekambuhan kejang katamenial selama


jangka waktu yang ditentukan.

KOMPLIKASI
1. Aspirasi atau muntah
2. Fraktur vertebra atau dislokasi bahu
3. Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit
4. Status epileptikus

PROGNOSIS

- Prognosis epilepsi bergantung kepada beberapa hal, diantaranya jenis epilepsi,

faktor penyebab, saat pengobatan dimulai dan ketaatan minum obat


- Pada umumnya prognosis baik pada epilepsi katamenial.
- Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Reddy, Doodipala, and Rogawski, Michael. 2009. Neurosteroid

Replacement Therapy for Catamenial Epilepsy. Journal List HHS

Author Manuscript. US; HHS Public Access.


2. Verrotti, Alberto, Egidio, Claudia, Agostinelli, Sergio, Verrotti, Carla,

and Pavone, Piero. 2012. Diagnosis and management of catamenial

seizures. International Journal of Womens Health. US; Dovepress.


3. Verotti A, Degidio C, Mohn A, Coppola G, Parisi P, Chiarelli F. 2011.

Antiepileptic drugs, sex hormones, and PCOS. Epilepsia 52(2), 199-

211.
4. Reddy DS, Castaneda DC, OMalley BW, Rogawski MA. 2004.

Anticonvulsant activity of progesterone and neurosteroids in

progesterone receptor knockout mice. J Pharmacol Exp Ther. 230239.


5. Reddy DS, Rogawski MA. 2009. Neurosteroid replacement therapy

for catamenial epilepsy. Neurotherapeutics 6, 392-401.

You might also like