You are on page 1of 31

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Alhamdulillah karena

dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus

Kejang Demam Sederhan ini tepat pada waktunya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua

pihak yang membaca, agar penulis dapat mengkoreksi dan dapat membuat laporan kasus

yang lebih baik kedepannya.

Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di stase

Pediatri serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada

umumnya.

Jakarta, Juni 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR1

DAFTAR ISI..2

BAB I : LAPORAN KASUS

1.1 Identitas..3

1.2 Anamnesis..4

1.3 Pemeriksaan Fisik..8

1.4 Pemeriksaan Penunjang12

1.5 Resume.............13

1.6 Assesment.........13

1.7 Diagnosa Kerja.13

1.8 Penatalaksanaan14

1.9 Follow Up.........15

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi.16

2.2. Etiologi.16

2.3. Patofisiologi.....18

2.4. Diagnosis Klinis..20

2.5. Penatalaksanaan...23

BAB III : ANALISIS MASALAH 30

DAFTAR PUSTAKA.32

2
BAB I

STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN

No Rekam Medik : 00 92 50 **

Nama : An. MD

Jenis Kelamin : Laki-laki

TTL : Jakarta, 29 Juli 2013

Usia : 3 tahun 11 bulan

Alamat : Jl. Lagoa Trs GG V B 11/10, Jakarta Utara

Tanggal Masuk RS : 28 Juni 2017

Ruang Perawatan : Paviliun Badar

No Kamar : 13

Dokter Anak : dr. Fahmi Hasan, Sp.A

3
1.2 ANAMNESIS

Anamnesis di Bangsal pada tanggal 28 Juni 2017

Keluhan Utama : Kejang

Keluhan Tambahan : Demam, batuk, pilek.

Riwayat Penyakit Sekarang :

3 hari SMRS, OS batuk dan pilek dan diikuti dengan


demam sejak 2 hari SMRS.
1 jam SMRS ot OS mengatakan OS masih demam
tinggi lalu kejang sebanyak satu kali, kejang selama <1
menit. Saat kejang bola mata melihat keatas, kedua
tangan dan tungkai kaku lurus menghentak, jari jari
tangan mengepal, gigi terkunci, dan tidak keluar busa
dari mulut. Setelah kejang OS langsung menangis,
tidak ada penurunan kesadaran dan tidak berulang.
Batuk dan pilek masih ada, tidak ada sesak napas, tidak
ada muntah, BAB tidak cair, BAK lancar.
Setelah kejang ot OS memberikan Stesolit supp dan
langsung dibawa ke IGD. Selama OS demam ot OS
hanya memberikan Paracetamol saja.
Riwayat Penyakit Dahulu :

OS pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya.

OS tidak memiliki penyakit atopik.

Riwayat trauma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Di keluarga ada yang mempunyai riwayat penyakit

kejang demam. (Orang tua OS)

Tidak memiliki riwayat penyakit atopik pada

keluarga dan tidak terdapat penyakit kelainan

pembekuan darah..

4
Riwayat Pengobatan :

Tidak sedang menjalani pengobatan suatu penyakit.

(OAT / OAE)

Riwayat Pola Makan :

Nafsu makan baik, makan 3x/hari.

Riwayat Kehamilan :

Selama hamil ibu OS rutin periksa kehamilan

(Antenatal Care) ke bidan, rajin meminum vitamin

atau obat penambah darah, mengkonsumsi sayuran

dan tidak pernah terkena infeksi dan sakit selama

hamil.

Riwayat Kelahiran :

OS lahir normal pervaginam, dengan usia kehamilan

cukup bulan, langsung menangis tanpa harus

dirangsang, tidak kebiruan dengan berat lahir 2,1 kg

dan panjang lahir 51 cm, tidak terdapat komplikasi

apapun.

Riwayat Imunisasi :

Hepatitis B 3x

Polio 4x

BCG 1x

DPT 3x

Campak 1x

(Kesan imunisasi dasar lengkap )

Riwayat Tumbuh Kembang :


5
Pertumbuhan dan perkembangan saat bayi

sesuai dengan usia

Saat ini OT mudah bersosialisasi dengan

lingkungan sekitar

Sudah mempunyai teman sepermainan

(Kesan tumbuh kembang normal sesuai usia)

Riwayat Alergi :

Tidak terdapat riwayat alergi obat, makanan, suhu

dan debu.

(Kesan : tidak ada alergi)

Riwayat Psikososial :

Tinggal dengan ibu serta ayahnya.

Lingkungan rumah bersih dan udara masuk ke

dalam rumah.

Ayah bukan seorang perokok,

6
1.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital

- Suhu : 37,5oC (di bangsal)

- Nadi : 120x/menit

- Pernapasan : 20x/menit

Antropometri

- BB : 17 kg

- TB : 19 cm

- LK : 50 cm

Status Gizi

- BB/U x 100 %

17/16 X 100% = 106,25 % Gizi baik

- TB/U x 100 %

90/100 X 100% = 90 % Mild Stunting

- BB/TB x100 %

17/16 X 100% = 106,25 % Gizi baik

7
Status Generalis

- Wajah : Simetris dextra dan sinistra, tidak terdapat tanda-tanda

peradangan, tidak terdapat adanya purpura, sianosis.

- Rambut : Hitam, distribusi merata, tidah mudah dicabut (tidak rontok).

- Kepala : Normocephal, tidak mikrosefalus maupun hidrosefalus,

bentuk

bulat, ubun-ubun belum tertutup dan datar, tidak terdapat

tanda-tanda peradangan.

- Mata : Edema palpebra (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik

(-/), refleks cahaya direk dan indirek (+/+), pupil isokor.

- Hidung : Pernapasan cuping hidung (-/-), darah (-/-), sekret (+/+),

septum deviasi (-), tidak terdapat luka bekas trauma.

- Telinga :Normotia, serumen (-/-), tidak terdapat tanda-tanda

peradangan.

- Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor dan

tremor (-), stomatitis (-).

- Tenggorokan : Faring hiperemis (+), tonsil membesar (-/-).

- Leher : Pembesaran KGB mandibular (-/-), pembesaran kelenjar tiroid

(-/-).

8
- Thorax

Pulmo :

Inspeksi : Terlihat pengembangan dinding thorax yang simetris dextra

sinistra, tidak terdapat retraksi dinding thorax, tidak terdapat

bagian dinding thorax yang tertinggal saat inspirasi, tidak

terdapat tanda-tanda peradangan.

Palpasi : Teraba pengembangan dinding thorax yang simetris dextra

sinistra, Vocal fremitus simetris.

Perkusi : Terdengar suara sonor pada seluruh lapang paru.

Auskultasi : Terdengar suara vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing ( -/- )

Cor :

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 4 1 jari di bawah papila mamae.

Perkusi : Batas kiri linea midclavicularis sinistra

Batas kanan linea parasternalis dextra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni regular, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen

Inspeksi : Tidak ada distensi abdomen, tidak edema, tidak terdapat

tanda-tanda peradangan atau tanda perembesan plasma

seperti petekie dan ekimosis.

Auskultasi : Bising usus (+) normal.

9
Palpasi : Tidak teraba pembesaran hepar dan spleen, turgor kulit

elastis.

Perkusi : Terdengar suara timpani pada seluruh lapang abdomen.

- Ekstremitas superior

Akral : Hangat (+/+)

Edema : (+/+)

Sianosis : (-/-)

RCT : <2 detik

- Ekstremitas inferior

Akral : Hangat (+/+)

Edema : (+/+)

Sianosis : (-/-)

RCT : <2 detik

- Kelenjar inguinal : Tidak terdapat adanya pembesaran kelenjar.

- Anus dan rectum : Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan tidak terdapat

adanya perdarahan.

- Genitalia : Laki-laki, fimosis (-), tidak terdapat tanda-tanda peradangan.

- Kulit : Tidak pucat, tidak sianosis, turgor elastis kembali dengan

cepat, tidak terdapat adanya tanda perembesan plasma seperti

petekie, ekimosis.

- Status Neurologis : GCS: 15

Reflek fisiologis +

Reflek patologis -

Tanda Rangsang Meningeal

10
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal 28 juni 2017 (14:37)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Hb 13,2 gr/dL 10,7 - 14,7


3
Leukosit 6,54 10 / l 5,50 15,50
3
Trombosit 161 (L) 10 /L 217 - 491

Ht 38 % 31 - 43
6
Eritrosit 4,91 10 / L 3,70 5,70

MCV 77 fL 72 - 88

MCH 27 pg 23 - 31

MCHC 35 g/dL 32- 36

11
1.5 RESUME

An. MD usia 3 tahun dengan BB: 17 kg datang ke RSIJ dengan keluhan kejang sebanyak 1 x

selama <1 menit disertai demam. Batuk berdahak warna putih serta pilek dengan sekret

sedikit kekuningan.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan S: 37,5oC, faring hiperemis, sekret hidung +

Pada pemeriksaan neurologis GCS 15, tanda rangsang meningeal

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan: trombosit: 161.000 L

1.6 ASSESSMENT :

Febris H-4

Kejang Demam Sederhana

ISPA

1.7 DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis Klinis : Kejang demam sederhana

Diagnosis Gizi : Gizi baik

Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap

Diagnosis Tum-Bang : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

12
1.8 TERAPI

Planning :

a. Infus : Cairan IVFD Ringer Laktat 19 tpm

b. Injeksi :

- Antrain 200 mg

c. Oral : Puyer kejang demam: Paracetamol tab 150 mg

Diazepam tab 1 mg

Puyer batuk pilek : CTM 1/5 tab 4 mg

Efedrin 1/7 tab 25 mg

Ambroksol 1/3 tab 30 mg

Deksametasone 1/7 tab 0,5 mg

13
1.9 FOLLOW UP

Hari/ tanggal S O A P

29 juni 2017 Demam (+), S: 38,7 C Febris H5 Lanjut terapi


(06:20) Kejang (-), KDS
RR : 24 x/m ISPA
Batuk pilek (+),
nafsu makan N: 120x/m
baik.

30 juni 2017 Demam (+), S: 37,6 C Febris H6 Lanjut terapi


(06:00) Kejang (-), KDS
RR : 28 x/m ISPA
Batuk pilek (+),
nafsu makan N: 90x/m
baik.

30 juni 2017 Demam (-), S: 37,7 C KDS Lanjut terapi


(13:30) Kejang (-), ISPA
RR : 28 x/m Febris H7
Batuk (-) pilek
(+), N: 86x/m

Nafsu makan
baik.

14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (1). Kejang demam ini

terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan 5 tahun(2). Kejang demam harus dibedakan

dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam(3). Kejang disertai

demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam(4). Bila

anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului

demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang

kebetulan terjadi bersama demam(4). Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan

penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini

mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya

mengenai sistem susunan saraf pusat(3).

2.2 Epidemiologi

Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan

dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira kira 20 % kasus merupakan kejang

demam kompleks dan 80% merupakan kejang demam sederhana. Umumnya kejang demam

timbul pada tahun kedua kehidupan (17 23 bulan) kejang demam sedikit lebih sering pada

laki laki(2)(7).

2.3 Etiologi

Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran

pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih(2).

15
2.4 Klasifikasi

a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan

berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang

tidak berulang dalam waktu 24 jam(7). Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara

seluruh kejang demam(6). Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam

sederhana, kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang

tinggi akibat infeksi di tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan

sebagainya. Bila dalam riwayat penderita pada umur umur sebelumnya terdapat periode -

periode dimana anak menderita suhu yang sangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang;

maka pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati hati, mungkin kejang yang ini ada

penyebabnya(2). Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu

sedang meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui

sebelumnya bahwa anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang tiba tiba

merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang(2). Kejang pada kejang demam

sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik klonik seperti kejang grand mal;

kadang kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga

berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya

pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang demamsederhana masih

mungkin(2).

b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)

Kejang dengan salah satu ciri berikut : (7)

1. Kejang lama lebih dari 15 menit.

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.

16
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang

lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8

% kejangn demam(4). Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang

didahului kejang parsial(4). Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari,

diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak

yang mengalami kejang demam(4).

2.5 Faktor Resiko

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam(3). Ada riwayat

kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan

kecenderungan genetik (1,3). Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada

masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah, cepatnya anak

mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat

keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi(1,3).

Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yaitu adanya gangguan neuro

developmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam

saat awitan, lebih dari satu kali kejang demam kompleks(1).

2.6 Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu

energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting

adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan

perantaraan fungsi paru paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler(6). Jadi sumber

energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air (6). Sel

17
dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid

dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui

dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi

dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.

Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan

potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan

potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na K ATPase yang terdapat

pada permukaan sel(6).

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

b.Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari

sekitarnya.

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan(6).

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10% - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur

3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa

yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan

keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion

kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan

listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel

maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan

terjadilah kejang (6). Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari

tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang

telah terjadi pada suhu 38o C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi,

18
kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan

bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah,

sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita

kejang(6). Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin dapat merupakan

mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia(1).

Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya

apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang

akibatnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme

anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin

meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan

metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga

terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting

adalah gangguan peredaran darah yangmengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan

permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron

otak(6). Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang

yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan

epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan

kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi(6).

2.7 Diagnosis

a. Anamnesis

Adanya kejang, jenis kejang, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi,

interval, pasca kejang, penyebab kejang di luar SSP.

Riwayat Kelahiran, perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam

keluarga (kakak-adik, orang tua).

19
Singkirkan dengan anamnesis penyebab kejang yang lainnya.

b. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang meningkat, tanda peningkatan tekanan

intrakranial, dan tanda infeksi di luar SSP.

c. Pemeriksaan Nervi Kranialis

Umumnya tidak dijumpai adanya kelumpuhan nervi kranialis

2.8 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi

penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai

demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,

elektrolit dan gula darah, urinalisis, biakan darah, urin dan feses.

b. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis

adalah 0,6 % - 6,7 %.Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau

menyingkirkan diagnosis meningitiskarena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh

karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :

1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.

2. Bayi antara 12 18 bulan dianjurkan.

3. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis

tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

c. Elektroensefalografi

20
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya

kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang

demam. Oleh karenanya,tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat

dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam

kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.

d. Pencitraan

Foto X ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT scan)

atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan

hanya atas indikasi seperti :

1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2. Paresis nervus VI

3. Papiledema

2.9 Diagnosis Banding

Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :

1. Meningitis

2. Ensefalitis

3. Abses otak

Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang,

harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat
(6)
(otak) . Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber

infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat

antibiotik maka perlu pertimbangan pungsi lumbal (3).

21
2.10 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Saat Kejang (4)

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang

sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk

menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam

intravena adalah 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan lahan dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau

dalam waktu 3 5 menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat

diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah

0,5 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari

10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg

untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila

setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan caradan

dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal

masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam

intravena dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan

fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1

mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah

4 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang belum

berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.Bila kejang telah berhenti,

pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamapakah kejang demam

sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

22
Algoritma pengobatan medikamentosa saat terjadi kejang demam.

1. 5-15 menit Kejang

perhatikan jalan nafas, kebutuhan O2 bantuan pernapasan

Bila kejang menetap dalam 3-5 menit :

Diazepam rektal < 10 kg : 5 mg


> 10 kg : 10 mg atau
Diazepam IV (0,2-0,5 mg/kg/dosis.

Dapat diberikan 2 kali dosis dengan interval 5-10


menit

Diazepam IV (0,2-0,5 mg/kg/dosis.


Dapat diberikan 2 kali dosis dengan interval 5-
10 menit

2. 15-20 menit

(pencarian akses vena dan pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi )

Kejang (-) Kejang (+)

Fenitoin IV (10-20mg/kg) diencerkan


dengan NaC1 0,9% diberikan selama 20
menit atau dengan kecepatan 50 mg/menit

3. > 30 menit : status konvulsivus

Kejang (-) Kejang (+)

Dosis pemeliharaan fenitoin IV 5-7 Fenobarbital IM


mg/kg diberikan 12 jam kemudian 10-20 mg/kg

Kejang (-)
Perawatan Ruang Intensif

Dosis pemeliharaan fenobarbital IM 5-7


mg/kg diberikan 12 jam kemudian

23
b. Pemberian Obat Pada Saat Demam (4)

1. Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya

kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat

diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kgBB/kali diberikan

4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3 4

kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye

terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat

tidak dianjurkan.

2. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam

menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan

diazepam rektal dosis 0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut

cukup tinggi dan menyebabkanataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 %

- 39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak

berguna untuk mencegah kejang demam.

3. Pemberian Obat Rumat (4)

Indikasi pemberian obat rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai

berikut (salahsatu) :

- Kejang lama > 15 menit.

- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya

hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.

- Kejang fokal.

- Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :

24
- Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

- Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.

- Kejang demam > 4 kali per tahun.

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi

pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan

perkembangan ringan bukan merupakanindikasi pengobatan rumat. Kejang fokal

atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan

resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak

berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan

rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dandalam jangka pendek. Pemakaian

fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan

belajar pada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada

sebagian kecil kasus,terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat

menyebabkan gangguan fungsihati. Dosis asam valproat 15 40 mg/kgBB/hari dalam

2 3 dosis, dan fenobarbital 3 4mg/kgBB/hari dalam 1 2 dosis.

Edukasi Pada Orang Tua (4)

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang

sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus

dikurangi dengan cara yang diantaranya :

a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.

b. Memberitahukan cara penanganan kejang.

25
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.

d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya

efek samping obat.

Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang (2)

a. Tetap tenang dan tidak panik.

b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.

c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan

atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan

memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

e. Tetap bersama pasien selama kejang.

f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

Vaksinasi (2)

Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang

mengalamin kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka

kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6 9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi,

sedangkan setelah vaksinasi MMR 25 34 per 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan

diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR.

Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari

kemudian.

26
2.11 Prognosis dan Komplikasi

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak

menyebabkan kematian.

a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Perkembanganmental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang

sebelumnya normal. Penelitianlain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis

pada sebagian kecil kasus, dan kelainanini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang

lama atau kejang berulang baik umum atau fokal(4). Kejang yang lebih dari 15 menit,

bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah menimbulkan

kelainan saraf yang menetap(2). Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam

dapat berkembang menjadi (3,5) :

1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %.

Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.

2. Epilepsi Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.

3. Kelainan motorik

4. Gangguan mental dan belajar

b. Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan (4).

c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam (4)

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko

berulangnya kejang demam adalah :

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Temperatur yang rendah saat kejang

27
4. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %,

sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang

demam hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar

pada tahun pertama. (4)

Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam

pertama.

2. Kejang demam kompleks.

3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai

4 % - 6 %, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi

menjadi 10 % - 49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan

pemberian obat rumat pada kejang demam.

28
BAB III

ANALISIS MASALAH

Pada pasien disebut kejang demam sederhana karena berdasarkan definisi usia pasien

saat terjadinya kejang adalah 1 tahun dan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh (suhu aksila 39,8o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Selain itu kejang yang terjadi pada pasien terjadi selama 3 menit, hanya terjadi 1 x

selama 24 jam, sifat kejang umum, kedua tangan dan tungkai kaku lurus menghentak,

jari jari tangan mengepal, bola mata melihat keatas, gigi terkunci, dan tidak keluar

busa dari mulut. Setelah kejang pasien langsung menangis dan tidak ada penurunan

kesadaran.

Penyebab terjadinya kejang pada kasus ini karena kenaikan suhu atau demam dan

penyebab dari demam pada pasien ini dikarenakan adanya infeksi saluran pernapasan

(pada pasien terjadi batuk dan pilek).

Berdasarkan epidemiologi 80% kejang merupakan kejang demam sederhana, pada

kasus kejang demam terjadi pada usia 1 tahun bisa terjadi risiko terjadinya kejang

demam kedua sebesar 30%.

Dilihat dari faktor risiko terjadinya kejang demam, selain demam faktor risiko

tambahan terjadinya kejang demam pada pasien karena riwayat kejang demam yang

pernah terjadi pada orang tua pasien.

Diagnosis yang ditegakkan pada pasien berdasarkan

- Anamnesis: Pada pasien jenis kejang: kejang umum dengan durasi 3 menit,

suhu saat kejang 39,5 C. dan terdapat riwayat kejang pada keluarga

29
- Pemeriksaan fisik: Pada pasien terdapat demam S: 38,4 C, tidak ada

penurunan kesadaran, tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK, dan

pemeriksaan neurologis normal serta tanda rangsang meningeal negatif.

- Pemeriksaan Penunjang: Hasil pemeriksaan hematologi rutin ditemukan

leukosit meningkat, tidak diindikasikan untuk dilakukan lumbal pungsi, EEG,

dan pemeriksaan radiologi.

Tata laksana pasien saat kejang tidak diberikan obat kejang, karena kondisi terjadinya

kejang di rumah dan orang tua tidak mengerti. Sedangkan terapi yang diberikan saat

di rumah sakit yaitu antipiretik (paracetamol 150 mg) dan atikonvulsan (diazepam tab

1 mg). Fungsi diberikan antipiretik untuk menurunkan demam dan antikonvulsan

untuk menurunkan risiko berulangnya kejang. Terapi rumatan tidak diberikan karena

tidak ada indikasi diberikan obat tersebut.

Kemungkinan prognosis baik dengan penanganan dan penanggulangan yang baik.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas. Standar Pelayanan Medik. Bagian

Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas Makassar. 2008

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FKUI Jakarta. 1985

3. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3,

Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2012

4. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan

Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia

Kedokteran No. 27

5. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus

Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter

Anak Indonesia, Jakarta. 2006.

6. Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman DiagnosIs dan Terapi Bag./SMF

Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006

7. RSCM, Paduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM.

Jakarta. 2007

31

You might also like