You are on page 1of 5

Bagaimana perkembangan SKN di Indonesia?

SKN 2009 sebagai pengganti SKN 2004 dan SKN 2004 sebagai pengganti
SKN 1982 pada hakekatnya merupakan bentuk dan cara penyelenggaraan
pembangunan kesehatan, penting untuk dimutakhirkan menjadi SKN 2012 yang
pada hakekatnya merupakan pengelolaan kesehatan agar dapat mengantisipasi
berbagai tantangan perubahan pembangunan kesehatan dewasa ini dan di masa
depan, sehingga perlu mengacu pada visi, misi, strategi, dan upaya pokok
pembangunan kesehatan sebagaimana ditetapkan dalam:
a. UndangUndang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 20052025 (RPJPN); dan
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-
2025 (RPJP-K).
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan
terjadinya peningkatan kinerja sistem kesehatan telah berhasil meningkatkan status
kesehatan masyarakat. Perkembangan upaya kesehatan secara nasional telah
mengalami peningkatan, antara lain;
a. akses rumah tangga yang dapat menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan
30 menit sebesar 90,7% dan akses rumah tangga yang berada 5 km dari fasilitas
pelayanan kesehatan sebesar 94,1% (Riskesdas 2007);
b. peningkatan jumlah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) ditandai
dengan peningkatan rasio Puskesmas dari 3,46 per 100.000 penduduk pada tahun
2003 menjadi 3,65 per 100.000 pada tahun 2007 (Profil Kesehatan 2007);
c. pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh penduduk meningkat dari
15,1% pada tahun 1996 menjadi 33,7% pada tahun 2006;
d. kunjungan baru (contact rate) ke fasilitas pelayanan kesehatan meningkat
dari 34,4% pada tahun 2005 menjadi 41,8% pada tahun 2007;
e. jumlah masyarakat yang mencari pengobatan sendiri sebesar 45% dan
yang tidak berobat sama sekali sebesar 13,3% (2007);
f. secara keseluruhan, kesehatan ibu membaik dengan turunnya Angka
Kematian Ibu (AKI);
g. pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat dari 75,4%
(Riskesdas 2007) menjadi 82,2% (Riskesdas 2010), sementara persalinan di
fasilitas pelayanan kesehatan meningkat dari 24,3% pada tahun 1997 menjadi 46%
pada tahun 2007 dan meningkat lagi menjadi 55,4% (Riskesdas 2010);
h. akses terhadap air bersih sebesar 57,7% rumah tangga dan sebesar 63,5%
rumah tangga mempunyai akses pada sanitasi yang baik (Riskesdas 2007);
i. akses terhadap air minum sebesar 45,1% dan akses pembuangan tinja
sebesar 55,5%, keduanya menggunakan kriteria MDGs (Riskesdas 2010);
j. pada tahun 2007, rumah tangga yang tidak menggunakan fasilitas buang
air besar sebesar 24,8% dan yang tidak memiliki saluran pembuangan air limbah
sebesar 32,5%;
k. kontribusi penyakit menular terhadap kesakitan dan kematian semakin
menurun.

Kemenkes RI. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 72/2012 Tentang SKN;
2012

Peran puskesmas pada kasus.


Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus
hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran
tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di
Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui
memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi. Ini
menunjukkan, 76% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau 76%
masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi. Untuk
mengelola penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya, Kemenkes
membuat kebijakan yaitu:
1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif
(skrining)
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui
kegiatan Posbindu PTM.
3. Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui
revitalisasi Puskesmas untuk pengendalian PTM melalui Peningkatan sumberdaya
tenaga kesehatan yang profesional dan kompenten dalam upaya pengendalian PTM
khususnya tatalaksana PTM di fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti
Puskesmas; Peningkatan manajemen pelayanan pengendalian PTM secara
komprehensif (terutama promotif dan preventif) dan holistik; serta Peningkatkan
ketersediaan sarana dan prasarana promotifpreventif, maupun sarana prasarana
diagnostik dan pengobatan. Pencegahan dan Penanggulangan hipertensi dimulai
dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah
yang lebih sehat. Untuk itu Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar
perlu melakukan Pencegahan primer yaitu kegiatan untuk menghentikan atau
mengurangi faktor risiko Hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi, melalui
promosi kesehatan seperti diet yang sehat dengan cara makan cukup sayur-buah,
rendah garam dan lemak, rajin melakukan aktifitas dan tidak merokok. Puskesmas
juga perlu melakukan pencegahan sekunder yang lebih ditujukan pada kegiatan
deteksi dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat
dilakukan pengobatan secara dini. Sementara pencegahan tertier difokuskan pada
upaya mempertahankan kualitas hidup penderita. Pencegahan tertier dilaksanakan
melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan hipertensi yang tepat serta minum obat
teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak memberikan komplikasi
seperti penyakit ginjal kronik, stroke dan jantung. Penanganan respon cepat juga
menjadi hal yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat penyakit hipertensi
dapat terkendali dengan baik. Pencegahan tertier dilaksanakan agar penderita
hipertensi terhindar dari komplikasi yang lebih lanjut serta untuk meningkatkan
kualitas hidup dan memperpanjang lama ketahanan hidup.

Depkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Sistem Kesehatan Nasional:


Bentuk dan Cara Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan. Jakarta: Depkes RI;
2009.

Mekanisme Pembiayaan BPJS?


Pembiayaan BPJS

Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara


teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan
Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan). Tarif
Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka oleh BPJS
Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jumlah peserta
yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang
diberikan.
Tarif Non Kapitasi adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatankepada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan jumlah pelayanan
kesehatan yang diberikan. Tarif Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya
disebut Tarif INA- CBGs adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan
kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan
kepada pengelompokan diagnosis penyakit.

Pembayar Iuran
1) Bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.
2) Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja
dan Pekerja.
3) Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja
iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.
4) Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan
Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan
sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.

Pembayaran Iuran
Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan
berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah
nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI). Setiap Pemberi Kerja wajib
memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi
tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS
Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal
10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja
berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif
sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh
Pemberi Kerja
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib
membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan palinglambat tanggal 10
(sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat
dilakukan diawal. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran
JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau
kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis
kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran
diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya. Iuran premi
kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pekerja
informal. Besaran iuran bagi pekerja bukan penerima upah itu adalah Rp25.500 per
bulan untuk layanan rawat inap kelas III, Rp42.500 untuk kelas II dan Rp59.500
untuk kelas I.

Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


416/MENKES/PER/II/2011 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta PT.
ASKES (Persero). In: Kementerian Kesehatan, editor. Jakarta: Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia; 2011.

You might also like