You are on page 1of 10

PRINSIP PENANGGULANGAN BENCANA

Jul28

Kali ini,,aq mau share bahan kuliah Nursing Disaster..nih


bahanQ ngajar di AKPER PemKab Tapteng..
Sekedar buat nambah koleksiQ di blog and info tuk para mahasiswa keperawatan di kawasan
dunia maya
check it out^^
Defenisi
Penanggulangan bencana adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan
penanganan bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang mencakup pencegahan,
pengurangan (mitigasi), kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan.
Tujuan
Melindungi masyarakat dari bencana alam dan melindungi dari dampak yang ditimbulkannya
Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana (UU No.24 tahun 2007:

Cepat dan tepat


Prioritas
Koordinasi dan keterpaduan
Berdaya guna dan berhasil guna
Transparansi dan akuntabilitas
Kemitraan
Pemberdayaan
Nondiskriminatif
Nonproletisi

Tahapan Penanggulangan Bencana

Tahap Pencegahan & Mitigasi


Tahap Kesiapsiagaan
Tahap Tanggap Darurat
Tahap Pasca Darurat
Pencegahan

Pencegahan adalah upaya yang dilakukan untuk menghilangkan sama sekali atau
mengurangi ancaman.

Contoh:

Pembuatan hujan buatan untuk mencegah terjadinya kekeringan di suatu wilayah


Melarang atau menghentikan penebangan hutan
Menanam tanaman bahan pangan pokok alternatif
Menanam pepohonan di lereng gunung

Mitigasi
Mitigasi atau pengurangan adalah upaya untuk mengurangi atau meredam risiko.
Contoh :

Membuat bendungan, tanggul, kanal untuk mengendalikan banjir; pembangunan


tanggul sungai dan lainnya
Penetapan dan pelaksanaan peraturan, sanksi; pemberian penghargaan mengenai
penggunaan lahan, tempat membangun rumah, aturan bangunan
Penyediaan informasi, penyuluhan, pelatihan, penyusunan kurikulum pendidikan
penanggulangan bencana

Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah upaya menghadapi situasi darurat serta mengenali berbagai sumber daya
untuk memenuhi kebutuhan pada saat itu. Hal ini bertujuan agar warga mempunyai persiapan
yang lebih baik untuk menghadapi bencana
Contoh tindakan kesiapsiagaan:

Pembuatan sistem peringatan dini


Membuat sistem pemantauan ancaman
Membuat sistem penyebaran peringatan ancaman
Pembuatan rencana evakuasi
Membuat tempat dan sarana evakuasi
Penyusunan rencana darurat, rencana siaga
Pelatihan, gladi dan simulasi atau ujicoba
Memasang rambu evakuasi dan peringatan dini

Tanggap darurat
Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera setelah bencana terjadi untuk mengurangi
dampak bencana, seperti penyelamatan jiwa dan harta benda.
Contoh tindakan tanggap darurat:

Evakuasi
Pencarian dan penyelamatan
Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD)
Pengkajian cepat kerusakan dan kebutuhan
Penyediaan kebutuhan dasar seperti air dan sanitasi, pangan, sandang, papan, kesehatan,
konseling
Pemulihan segera fasilitas dasar seperti telekomunikasi, transportasi, listrik, pasokan
air untuk mendukung kelancaran kegiatan tanggap darurat

Tahapan Pasca Darurat


Tahap rehabilitatif (pemulihan)
Contoh :

Memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar fisik, pendidikan, kesehatan, kejiwaan,


ekonomi, sosial, budaya, keamanan, lingkungan, prasarana transportasi, penyusunan
kebijakan dan pembaharuan struktur penanggulangan bencana di pemerintahan.

Tahap rekonstruksi (pembangunan berkelanjutan)


Contoh :

Membangun prasarana dan pelayanan dasar fisik, pendidikan, kesehatan, ekonomi,


sosial, budaya, keamanan, lingkungan, pembaharuan rencana tata ruang wilayah, sistem
pemerintahan dan lainnya yang memperhitungkan faktor risiko bencana.

Defenisi Sistem Triase


Triase merupakan kegiatan pemilahan korban-korban menurut kondisinya dalam kelompok
untuk mengutamakan perawatan bagi yang paling membutuhkan.
Defenisi lain
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan
yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas
perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana
untuk tindakan).
Tindakan ini berdasarkan Prioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang
pengelolaan gawat darurat medik.
Tag Triase
Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk
mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban. Triase dan
pengelompokan berdasarkan Tagging

Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin
diresusitasi.
Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta
tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas, cedera
torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat,
luka bakar berat).
Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang
kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat.
Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera
abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok,
cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan).
Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien dengan cedera minor yang tidak membutuhkan
stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian
ulang berkala (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-
fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat psikologis).
Prioritas Keempat (Biru): Kelompok korban dengan cedera atau penyakit kritis dan
berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi

Metode Triase

Sistem METTAG (Triage tagging system)


Sistem Triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).
Sistem Kombinasi METTAG dan START
Triase Sistim METTAG

Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban. Resusitasi ditempat.

Triase Sistem Penuntun Lapangan START

Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental (RPM :
R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk memastikan kelompok korban
(lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak
mungkin diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan
korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport
segera. Resusitasi diambulans.

Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START

Sistem METTAG atau sistem tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai
bagian dari Penuntun Lapangan START.Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama
sesuai keadaan.

Jenis2 bencana/ancaman

Gempa bumi
Tsunami
Banjir
Gunung meletus
Longsor
Kekeringan
Kebakaran hutan dan gedung
Cuaca ekstrim
Teroris

Organisasi terhadap Sistem Pertolongan Bencana (dahulu)


Di tingkat nasional ada Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana(Bakornas PB)
sebagai lembaga antar kementerian yang bertugas mengkoordinir seluruh kegiatan
penanggulangan bencana.
SATKORLAK PB (Satuan Koordinasi Pelaksana PB) di tingkat propinsi merupakan
lembaga antar dinas propinsi yang mengkoordinir kegiatan PB.
SATLAK PB (Satuan Pelaksana PB) pada tingkat kabupaten;
SATGAS (Satuan Tugas) pada tingkat kecamatan
LINMAS (Perlindungan Masyarakat) pada tingkat desa.
Organisasi PB menurut UU No. 24 Tahun 2007 (sekarang)
Pada tingkat nasional, dibentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang
setingkat dengan menteri.
Untuk daerah, dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) baik
ditingkatan propinsi maupun kabupaten/kota.

Lembaga lain yang berperan penting dalam penanggulangan bencana di Indonesia adalah
Lembaga-lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB, misalnya UNICEF, UNESCO, WHO,
UNDP, UNHCR, UN-OCHA/UNORC, WFP), LSM lokal dan internasional dan organisasi
seperti PMI (Palang Merah Indonesia), Yayasan IDEP, MPBI (Masyarakat Penanggulangan
Bencana Indonesia), Oxfam,CARE.
SEMOGA BERMANFAAT..

^____^

Source: Berbagai Sumber

Manajemen Bencana
Manajemen Bencana
Oleh : Fallah Adi Wijayanti, NPM.0806457035
Mahasiswi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

I. Pendahuluan
Indonesia adalah negara tersering mengalami gempa bumi se-Asia Tenggara berdasarkan Natural
Disaster Reduction (2007). Hal ini menunjukan Indonesia adalah negara rentan terhadap gempa. Melihat
fenomena itu tentu banyak permasalahan fisik, psikologis, spiritual, sosial, dan ekonomi yang terjadi.
Manajemen bencana yang cepat perlu dilakukan dalam mengatasi hal yang terjadi karena bencana.
Manajemen bencana mencakup interdisiplin, usaha tim kolaborasi, dan jaringan lembaga dan individual
untuk mengembangkan perencanaan bencana yang meliputi elemen kebutuhan untuk perencanaan
yang efektif. Manajemen bencana memilki beberapa fase, fase dalam manajemen bencana merupakan
hal penting yang harus diketahui. Oleh karena itu, pada laporan tugas mandiri ini akan dibahas
manajemen bencana dan dikaitkan dengan kasus gempa yang terjadi di padang.

II. Tinjauan Teori


A. Definisi Manajemen Bencana
Bencana adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian
kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga
memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar (Depkes RI). Manajemen bencana adalah proses yang
sistematis dimana didalamnya termasuk berbagai macam kegiatan yang memanfaatkan kemampuan
dari kebijakan pemerintah, juga kemampuan komunitas dan individu untuk menyeseuaikan diri dalam
rangka meminamalisir kerugian.
Tindakan-tindakan tersebut pada umumnya meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengarahan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian yang dapat teraktualisasi dalam
bentuk sekumpulan kebijakan dan keputusan administratif maupun aktivitas-aktivitas yang bersifat
operasional.
B. Tujuan Manajemen bencana
Tujuan manajemen bencana yang baik adalah:
1. Menghindari kerugian pada individu, masyarakat, dan Negara melalui tindakan dini.
2. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat dan Negara berupa kerugian yang berkaitan
dengan orang, fisik, ekonomi, dan lingkungan bila bencana tersebut terjadi, serta efektif bila bencana itu
telah terjadi.
3. Meminimalisasi penderitaan yang ditanggung oleh individu dan masyarakat yang terkena bencana.
Membantu individu dan masyarakat yang terkena bencana supaya dapat bertahan hidup dengan cara
melepaskan penderitaan yang langsung dialami.
4. Memberi informasi masyarakat danpihak berwenang mengenai resiko.
5. Memperbaiki kondisi sehingga indivudu dan masyarakat dapat mengatasi permasalahan akibat
bencana.
C. Fase Pada Manajemen Bencana
Manajemen bencana dapat dibagi menjadi beberapa fase:
1. Fase Mitigasi
Mitigasi merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengurangi resiko dan potensi kerusakan akibat
keadaan darurat. Analisa demografi populasi rentan dan kemampuan komunitas harus dianalisa.
Mitigasi mencakup pendidikan kepada publik tindakan untuk menyiapkan bencana pada
individu,keluarga,dan komunitas. Dimulai dengan mengidentifikasi hazard potensial yang
mempengaruhi operator organisasi.
Indonesia kini tengah menuju mitigasi/tindakan preventif. Mitigasi yang dilakukan adalah dengan
pembangunan struktural dan non struktural di daerah rentan gempa dan bencana alam lainnya.
Tindakan mitigasi struktural contohnya dengan pemasangan sistem informasi peringatan dini tsunami,
yang bekerja setelah terjadi gempa. Mitigasi non struktural adalah penataan ulang tata ruang area
rentan bencana.
2. Fase kesiapsiagaan dan pencegahan (Prevention phase)
Fase kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik dengan berbagai tindakan untuk
meminamalisir kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agara
dapat melakukan kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif saat terjadi bencana. Tindakan
terhadap bencana menurut PBB ada 9 kerangka: pengkajian terhadap kerentanan; membuat
perencanaan; pengorganisasian; sistem informasi; pengumpulan sumber daya; sistem alarm;
mekanisme tindakan; pendidikan dan pelatihan penduduk; gladi resik.
Beberapa langkah yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanganan Bencana baik tingkat Nasional dan
Daerah telah diusahakan sekeras mungkin. Contohnya pemetaan daerah rawan bencana gempa,
regionalisasi daerah bencana gempa, penetapan daerah yang menjadi wilayah basis pencapaian lokasi
bencana gempa, serta penetapan daerah lokasi evakuasi saat dilakukan penanganan korban gempa
bumi.
3. Fase tindakan (Respon phase)
Fase tindakan merupakan fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata untuk menjaga diri
sendiri atau harta kekayaan. Tujuan dari fase tindakan adalah mengontrol dampak negatif dari bencana.
Aktivitas yang dilakukan: instruksi pengungsiaan; pencarian dan penyelamatan korban; menjamin
keamanan dilokasi bencana; pengkajian terhadap kerugian akibat bencana; pembagian dan penggunaan
alat perlengkapan pada kondisi darurat; pengiriman dan penyerahan barang material; dan menyediakan
tempat pengungsian. Fase tindakan dibagi menjadi fase akut dan fase sub akut. Fase akut, 48 jam
pertama sejak bencana terjadi disebut fase penyelamatan dan pertolongan medis darurat sedangkan
fase sub akut terjadi sejak 2-3 minggu.
4. Fase pemulihan
Fase pemulihan merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan kemampuannya sendiri dapat
memulihkan fungsinya seperti kondisi sebelumnnya. Pada fase ini orang-orang mulai melakukan
perbaikan darurat tempat tinggal, mulai sekolah atau bekerja, memulihkan lingkungan tempat
tinggalnya. Fase ini merupakan masa peralihan dari kondisi darurat ke kondisi tenang.
5. Fase Rehabilitasi
Fase Rehabilitasi merupakan fase dimana individu atau masyarakat berusaha mengembalikan fungsi
fungsi-fungsinya seperti sebelum bencana dan merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh komunitas.
Keadaannya mengalami perubahan dari sebelum bencana.
D. Pelayanan medis bencana berdasarkan siklus benacana
Pelayanan medis akan berubah dalam menanggulangi setiap siklus bencana
1. Fase Akut pada siklus bencana
Prioritas di lokasi bencana, pertolongan terhadap korban luka dan evakuasi dari lokasi berbahaya ke
tempat yang aman. 3 T (triage, treatment, dan transportation) penting untuk menyelamatkan korban
luka sebanyak mungkin. Pada fase ini juga dilakukan perawatan terhadap mayat.
2. Fase menengah dan panjang pada siklus bencana
Fase perubahan pada lingkungan tempat tinggal. Pada fase ini harus memperhatikan segi keamanan,
membantu terapi kejiwaan korban bencana, membantu kegiatan untuk memulihkan kesehatan hidup
dan membangun kembali komunitas sosial
3. Fase tenang pada siklus bencana
Fase tidak terjadi bencana, pada fase ini diperlukan pendidikan penanggulangan bencana saat bencana
terjadi, pelatihan pencegahan bencana pada komunitas dengan melibatkan penduduk setempat,
pengecekan dan pemeliharaan fasilitas peralatan pencegahan bencana baik di daerah maupun fasilitas
medis, serta membangun sistem jaringan bantuan
E. Peran perawat dalam manajemen bencana
1. Peran dalam Pencegahan Primer
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini, antara lain:
a. mengenali instruksi ancaman bahaya;
b. mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan, air, obat-obatan, pakaian dan
selimut, serta tenda)
c. melatih penanganan pertama korban bencana.
d. Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional maupun
lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi
ancaman bencana kepada masyarakat
2. Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)
a. Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat setelah keadaan stabil.
b. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang tim survey mulai melakukan pengkajian cepat
terhadap kerusakan-kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari tim kesehatan.
c. Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan pertolongan pertama.
d. Ada saat dimana seleksi pasien untuk penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. (Triase )
1) Merah --- paling penting, prioritas utama.
keadaan yang mengancam kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma dada,
perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II
2) Kuning --- penting, prioritas kedua
Prioritas kedua meliputi injury dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam
keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain
fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat II
3) Hijau --- prioritas ketiga
Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio,
dan dislokasi
4) Hitam --- meninggal
Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan
meninggal
3. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan kesehatan di RS
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan kesehatan
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun kondisi kejiwaan
labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa
g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang ditunjukkan
dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan,
insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot)
h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan memodifikasi
lingkungan misal dengan terapi bermain.
i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater
j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan
masyarakat yang tidak mengungsi
4. Peran perawat dalam fase postimpact
a. Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan psikologis korban.
b. Selama masa perbaikan perawat membantu masyarakat untuk kembali pada kehidupan normal.
c. Beberapa penyakit dan kondisi fisik mungkin memerlukan jangka waktu yang lama untuk normal
kembali bahkan terdapat keadaan dimana kecacatan terjadi

III. Analisa Kasus


Dari kasus terlihat kota padang mengalami pergeseran lempeng hindia australia yang menyebabkan
gempa bumi tektonik berkekuatan di atas 7 scala Riechter. Pergeseran lempeng hindia ini merupakan
sebab gempa bumi yang terjadi karena alam. Oleh karena itu, tindakan penghindaran bencana alam
lebih diarahkan pada menghilangkan, atau mengurangi kondisi yang dapat menimbulkan bencana.
Kondisi dalam menghilangkan, mengurangi kondisi bencana dengan membuat struktur bangunan yang
sesuai untuk kondisi gempa yang dapat bangunan tahan terhadap goncangan, sehingga dapat
menghidari kerugian fisik, ekonomi, dan lingkungan.
Kasus tersebut berada dalam fase tindakan. Fase tindakan dengan adanya kerjasama antara pemerintah
kota padang bekerjasama dengan masyarakat dan tim bantuan gempa, menangani korban dan
masyarakat. Prioritas pelayanan medis di lokasi bencana adalah pertolongan terhadap korban luka dan
evakuasi dari lokasi berbahaya ke tempat yang aman. Pelaksanaan 3 T (triage, treatment, dan
transportation) penting untuk menyelamatkan korban luka sebanyak mungkin pada kota Padang.
Pendirian RS lapangan juga merupakan dalam fase tindakan karena Rumah sakit M Jamil menderita
kerusakan akibat gempa, sehingga bangunan rusak, alat berjatuhan, tidak dapat digunakan.

IV. Penutup
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bencana dapat engakibatkan masalah fisik, psikologis, sosial,
spiritual, dan ekonomi. Manajemen bencana perlu dilakukan secara cepat dalam mengatasi bencana.
Manajemen yang dilakukan dapat dilakukan sesuai fase. Manajemen yang cepat dan tepat dapat
meminimalisir masalah dan kerugian yang terjadi akibat bencana. Peranan pelayanan medis juga
penting dalam manajemen bencana. Perawat memilki peranan dan kontribusi pada setiap fase dalam
manajemen bencana. Oleh karena itu, manajemen bencana merupakan hal penting yang harus
dilakukan dalam mengatasi bencana.

V. Referensi
Anneahira. Korban gempa bumi. http://www.anneahira.com/korban-gempa-bumi.htm diunduh pada 2
Mei 2011
Clark, M.J. (1999). Nursing in the community: dimension of community health nursing. 3rd edition.
Stamford, Connecticut: Appleton & Lange.
Efendi, F & Makfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nies, M.A & McEwen, M. (2007). Community/public health nursing: promoting the health of population.
4th edition. St.Louis, Missouri: Elselvier.
Palang Merah Indonesia. (2009). Keperawatan bencana.
Science. Manajemen bencana. http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/1932953-
manajemen-bencana/ diunduh pada 2 Mei 2011

Diposkan oleh fallah di 20.20

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut

Arsip Blog
Mengenai Saya
2011 (4)
o Agustus (1)
o Juni (2)
Donor darah
fallah Manajemen Bencana
o Januari (1)
Lihat profil lengkapku
2010 (3)

You might also like