You are on page 1of 24

PORTOFOLIO

KASUS MEDIK ANAK


KEJANG DEMAM SEDERHANA DAN BRONKOPNEUMONIA
Disusun untuk memenuhi tugas Dokter Internship di RSUD Hj. Anna Lasmanah
Banjarnegara

Disusun oleh :
dr. Indah Fisilmi Kaffah

Pendamping :
dr. Farah Heniyati
dr. Lucky Mirafra

DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANJARNEGARA


RSUD Hj. ANNA LASMANAH BANJARNEGARA
2017

PORTOFOLIO KASUS ANAK


Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta : dr. Indah Fisilmi Kaffah
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara

Topik : Kejang demam sederhana dan bronkopneumonia


Tanggal (kasus) :
Pendamping : dr. Farah Heniyati dan dr. Lucky Mirafra

Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Anak perempuan, usia 8,5 bulan datang dengan keluhan kejang 5 jam SMRS
Tujuan:
Menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen kejang demam.
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

DATA PASIEN
Nama : An.A.I.N.Z
Usia : 8,5 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Karanganyar 3/5
Tanggal Masuk : 5 Januari 2017 13.48
No RM : 352439

Data Utama untuk Bahan Diskusi :


1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Keluhan Utama : Kejang
Keluhan Tambahan : Kejang disertai sesak dan batuk
Riwayat Penyakit Sekarang : (heteroanamnesis dari ibu pasien)
Pasien datang rujukan dari PKM Purwonegoro II dengan kejang 5
jam SMRS, kejang selama 10 detik dengan mata melihat keatas dan tangan
menggepal. Kejang pertama kali dan tidak berulang. Suhu sebelum atau
saat kejang tidak diketahui. Setelah kejang pasien sadar.
Pasien sesak sejak 18 jam SMRS, sesak semakin memberat 5 jam
SMRS. Napas cepat dan ada tarikan pada dinding dada. Hidung kembang
kempis tidak ada, bibir dan ujung tangan dan kaki kebiruan tidak ada,
tersedak tidak ada, bunyi mengi tidak ada, tidak dipengaruhi aktivitas dan
posisi tubuh.
Pasien demam terus menerus, turun hanya bila diberikan penurun
panas sejak 5 hari SMRS disertai batuk berdahak yang sulit dikeluarkan,
kontak TB tidak ada.
BAK keruh tidak ada, keluar cairan dari telinga tidak ada, Mencret
tidak ada, muntah tidak ada, trauma kepala tidak ada. Minum susu dan
makan pasien masih mau, BAB dan BAK tidak ada kelainan. Pasien
mendapat ASI eksklusif.

2. Riwayat pengobatan:
Pasien berobat ke puskesmas Purwonegoro II karena demam dan sesak,
tetiba setelah diperiksa tiba-tiba kejang dan langsung di rujuk. Pengobatan
dirumah paracetamol syrup selama demam.

3. Riwayat kesehatan/ penyakit:


Riwayat kejang (-)
Riwayat epilepsi (-)
Riwayat bronkopneumonia di rawat 2 kali dalam 3 bulan ini (+)
Riwayat asma (-)
Riwayat TB (-)
Riwayat alergi (-)
4. Riwayat keluarga:
Riwayat kejang (-)
Riwayat epilepsi (-)
Riwayat bronkopneumonia (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat TB (-)
Riwayat alergi (-)

5. Kondisi lingkungan sosial dan fisik:


Pasien anak tunggal dan tinggal bersama ayah, ibu, kakek, nenek dan
buyut dalam satu rumah berukuran 36 m2
Kakek pasien merokok di dalam rumah
Jendela sering dibuka dan ventilasi cukup baik
Status ekonomi cukup

6. Riwayat Imunisasi:
Belum imunisasi campak, belum 9 bulan

7. Tumbuh Kembang :
Sesuai Umur

Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis kejang demam sederhana dan bronkopneumonia melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang.
2. Pilihan terapi antibiotik double drug dan simptomatik
3. Prognosis kejang demam sederhana dan bronkopneumonia beserta
komplikasinya.

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :


1. Subyektif
Keluhan Utama : Kejang
Keluhan Tambahan : Kejang disertai sesak dan batuk
Riwayat Penyakit Sekarang : (heteroanamnesis dari ibu pasien)
Pasien datang rujukan dari PKM Purwonegoro II dengan kejang 5
jam SMRS, kejang selama 10 detik dengan mata melihat keatas dan tangan
menggepal. Kejang pertama kali dan tidak berulang. Suhu sebelum atau
saat kejang tidak diketahui. Setelah kejang pasien sadar.
Pasien sesak sejak 18 jam SMRS, sesak semakin memberat 5 jam
SMRS. Napas cepat dan ada tarikan pada dinding dada. Hidung kembang
kempis tidak ada, bibir dan ujung tangan dan kaki kebiruan tidak ada,
tersedak tidak ada, bunyi mengi tidak ada, tidak dipengaruhi aktivitas dan
posisi tubuh.
Pasien demam terus menerus, turun hanya bila diberikan penurun
panas sejak 5 hari SMRS disertai batuk berdahak yang sulit dikeluarkan,
kontak TB tidak ada.
BAK keruh tidak ada, keluar cairan dari telinga tidak ada, Mencret
tidak ada, muntah tidak ada, trauma kepala tidak ada. Minum susu dan
makan pasien masih mau, BAB dan BAK tidak ada kelainan. Pasien
mendapat ASI eksklusif.

Riwayat pengobatan:
Pasien berobat ke puskesmas Purwonegoro II karena demam dan sesak,
tetiba setelah diperiksa tiba-tiba kejang dan langsung di rujuk. Pengobatan
dirumah paracetamol syrup selama demam.

Riwayat kesehatan/ penyakit:


Riwayat kejang (-)
Riwayat bronkopneumonia di rawat 2 kali dalam 3 bulan ini (+)
Riwayat asma (-)
Riwayat TB (-)
Riwayat alergi (-)

Riwayat keluarga:
Riwayat kejang (-)
Riwayat bronkopneumonia (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat TB (-)
Riwayat alergi (-)

Kondisi lingkungan sosial dan fisik:


Pasien anak tunggal dan tinggal bersama ayah, ibu, kakek, nenek dan
buyut dalam satu rumah berukuran 36 m2.
Kakek pasien merokok di dalam rumah
Jendela sering dibuka dan ventilasi cukup baik
Status ekonomi cukup

Riwayat Imunisasi:
Belum imunisasi campak, belum 9 bulan

Tumbuh Kembang :
Sesuai Umur

Anamnesis Sistem:
a. Demam (+)
b. Sistem Cerebrospinal : kejang (+), kaku (-)
c. Sistem Cardiovaskular : keringat dingin (-), nyeri dada (-)
d. Sistem Respirasi : sesak nafas (+), batuk (+), pilek (-)
e. Sistem Gastrointestinal : BAB cair (-), muntah (-)
f. Sistem Genitourinari : BAK (+) kuning, nyeri supra pubik (-)
g. Sistem Muskuloskeletal : deformitas (-)
h. Sistem Integumen : ikterik (-), sianosis (-)

2. Obyektif
KU : sakit sedang, GCS : 15, gerak aktif, menangis kuat
Tanda Vital : HR : 125 x/ menit
RR : 30 x/menit
S : 39,6 C
SpO2 : 96 %
BB : 8,6 kg
PB : 70 cm
Status gizi : baik

Pemeriksaan Fisik
Kepala :
Mata : CA -/-, SI -/-, pupil bulat isokor 3mm ODS , air mata
(+)
Hidung : PCH (-), rhinorre (-)
Mulut : Mukosa basah
Leher : KBG tidak teraba
Telinga: Otore (-)
Thorax :

Cor I : iktus kordis kuat angkat tidak terlihat.

P : iktus kordis kuat angkat tidak teraba.

P : redup, batas jantung tidak melebar.

A : bunyi jantung murni I dan II, gallop atau murmur (-)

Pulmo: I : simetris, retraksi suprasternal (-), intercostal (-), epigastrik (+)


P : vokal fremitus kanan dan kiri normal.
P : sonor (+/+)
A : VBS +/+, Ronkhi +/+, wheezing -/-
Abdomen :
I : datar, tidak ada benjolan, tidak ada jejas
A : Bising usus (+) normal
P : Supel, turgor kembali sangat cepat, hepar dan lien tidak teraba.
P : Timpani seluruh lapang abdomen
Ekstremitas :
Akral hangat, CRT<2 detik, Sianosis (-), Clubbing fingers (-)
Neurologis :
Rangdang Meningen : Negatif
Nervus Cranialis : Normal
Refleks fisiologis : Normal
Refleks patologis : Negatif
Motorik : 5/5/5/5

Pemeriksaan Laboratorium
RBC : 4.3 10^6/ L
HGB : 10,9 g/dL
HCT : 35 %
MCV : 74 fL
MCH : 25 pg
MCHC : 32 g/dL
RDWc : 13.7 %
RDWs : 35.9 fL
PLT : 341 10^3/L
WBC : 10,1 10^3/L
Diff count
Limfosit: 35.40 %
Monosit: 12.60 % (H)
Neutrofil: 50.30 %
Eosinofil: 1.50 % (L)
Basofl 0.20 %

Pemeriksaan Rontgen Thorax


Apex pulmo bersih
Corakan brochovasculer kasar
Tampak pengaburan di parahiler dan paracardial
Sinus cf tumpul, diafragma licin
CTR kurang 0,5
Tak tampak fracture costae
Kesan : Gambaran bronkhopneumonia
Besar cor dalam batas normal

3. Assessment (penalaran klinis)


Kejang merupakan hal yang sangat dikhawatirkan oleh orangtua.
Kejang disertai demam harus dicari penyebab ekstracranial yang menjadi
penyebabnya. Pada anamnesis diketahui pasien kejang satu kali selama 10
detik sertai demam. Demam disertai sesak napas dan batuk yang kambuh
kembali setelah dua kali masuk RS dalam 3 bulan ini yang memungkinkan
menjadi penyebab kejang demam dalam kasus ini.

4. Plan:
Diagnosis: KDS ec Bronkopneumonia
Pengobatan:
O2 nasal canul 2lpm
PCT IV 86 mg ekstra
Konsul dr. Priyo, SpA

IVFD D1/4 NS 8tpm makro


O2 2lpm nc
Diet ASI + bubur susu 600 kkal/hari
Amoxcicilin 3x300 mg IV
Diazepam 2mg IV k/p
PCT syr 3x1 cth
Ambroxol 3x 0,3 cc
Chest fisiotheraphy

Pendidikan:
Perlu dijelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyebab, kondisi
pasien, dan pengobatan yang akan diberikan. Perlu juga di jelaskan untuk
segera memanggil petugas apabila pasien kejang kembali dan apa yang
harus dilakukan menunggu petugas datang.

Konsultasi:
Konsultasi ditujukan kepada dr. Sp.A untuk mendapatkan penanganan
lebih lanjut.

Rujukan:
Rujukan di tujukan kepada dokter spesialis anak.

Kontrol:
Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan
Nadi 120x/m 06-01-2017 IVFD KAEN 1B 10 tpm makro
R : 26x/m Pukul O2 nasal kanul 2lpm
Suhu : 38 C 09.00 Inj. Amox 3x200 mg
Kejang (-), sesak napas (+), Inj. Genta 2x20 mg
demam (+),muntah (-) , Inj. Diazepam 2mg k/p
Batuk (+), pilek (+) mencret Inj. PCT 9cc k/p
(-), ma/mi (+) Nebulisasi A ventolin + A
O : KU sedang pulmicort + NaCl 0,9% 2cc /
Kepala : PCH (-) 8jam
Thorax : SDV (+/+), Ronkhi PCT syr 3x1 cth
(+/+), Wh (-/-) Ambroxol 3x0.3 cc
Ekstremitas : sianosis (-) Valesanbe 3x1/2 tab
Puyer batuk 3x1 pulv
Chest fisioterapi
Cek urine rutin
Nadi 115x/m 06-01-2017 IVFD KAEN 1B 10 tpm makro
R : 25x/m Pukul O2 nasal kanul 2lpm
Suhu : 36,6 C 15.00 Inj. Amox 3x200 mg
Kejang (-), sesak napas (+), Inj. Genta 2x20 mg
demam (-),muntah (-) , Inj. Diazepam 2mg k/p
Batuk (+), pilek (+) mencret Inj. PCT 9cc k/p
(-), ma/mi (+) Nebulisasi A ventolin + A
O : KU sedang pulmicort + NaCl 0,9% 2cc /
Kepala : PCH (-) 8jam
Thorax : SDV (+/+), Ronkhi PCT syr 3x1 cth
(+/+), Wh (-/-) Ambroxol 3x0.3 cc
Ekstremitas : sianosis (-) Valesanbe 3x1/2 tab
Puyer batuk 3x1 pulv
Chest fisioterapi
Nadi 100x/m 07-01-2017 IVFD KAEN 1B 10 tpm makro
R : 26x/m Pukul O2 nasal kanul 2lpm aff
Suhu : 36,5 C 09.00 Inj. Amox 3x200 mg
Kejang (-), sesak napas (-), Inj. Genta 2x20 mg
demam (-),muntah (-) , Inj. Diazepam 2mg k/p
Batuk (+), pilek (+) Inj. PCT 9cc k/p
mencret (-), ma/mi (+) Nebulisasi A ventolin + A
O : KU sedang pulmicort + NaCl 0,9% 2cc /
Kepala : PCH (-) 8jam
Thorax : SDV (+/+), PCT syr 3x1 cth
Ronkhi (+/+), Wh (-/-) Ambroxol 3x0.3 cc
Ekstremitas : sianosis (-) Valesanbe 3x1/2 tab
Puyer batuk 3x1 pulv
Hasil Lab urine rutin : Chest fisioterapi
Warna : Kuning
Kekeruhan : Jernih
Reaksi / pH : 7,0
Berat Jenis : 1,015
Protein : negatif
Reduksi : negatif
Bilirubin : negatif
Urobilinogen : negatif
Nitrit : negatif
Keton : negatif
Blood : negatif
Leukosit : negatif
Sedimen Urine :
Lekosit : 1-5/LPB
Eritrosit : 0-1/LPB
Silinder : -
Ephitel : 3-5/LPB
Kristal : negatif
Amorf : negatif
Bakteri : negatif
Nadi 100x/m 07-01-2017 IVFD KAEN 1B 10 tpm makro
R : 25x/m 14.30 Inj. Amox 3x200 mg
Suhu : 36,5 C Inj. Genta 2x20 mg
Kejang (-), sesak napas (-), Inj. Diazepam 2mg k/p
demam (-),muntah (-) , Inj. PCT 9cc k/p
Batuk (+), pilek (+) mencret Nebulisasi A ventolin + A
(-), ma/mi (+) pulmicort + NaCl 0,9% 2cc /
O : KU sedang 8jam
Kepala : PCH (-) PCT syr 3x1 cth
Thorax : SDV (+/+), Ronkhi Ambroxol 3x0.3 cc
(+/+), Wh (-/-) Valesanbe 3x1/2 tab
Ekstremitas : sianosis (-) Puyer batuk 3x1 pulv
Chest fisioterapi
Nadi 98x/m 08-01-2017 IVFD KAEN 1B 10 tpm makro
R : 21x/m 12.00 Inj. Amox 3x200 mg
Suhu : 36,5 C Inj. Genta 2x20 mg
Kejang (-), sesak napas (-), Inj. Diazepam 2mg k/p
demam (-),muntah (-) , Inj. PCT 9cc k/p
Batuk (+), pilek (+) mencret Nebulisasi A ventolin + A
(-), ma/mi (+) pulmicort + NaCl 0,9% 2cc /
O : KU sedang 8jam
Kepala : PCH (-) PCT syr 3x1 cth
Thorax : SDV (+/+), Ronkhi Ambroxol 3x0.3 cc
(-/-), Wh (-/-) Valesanbe 3x1/2 tab
Ekstremitas : sianosis (-) Puyer batuk 3x1 pulv
Chest fisioterapi
Nadi 98x/m 09-01-2017 BLPL
R : 20x/m PCT syr 3x1 cth
Suhu : 36,5 C Ambroxol 3x0.3 cc
Kejang (-), sesak napas (-), Valesanbe 3x1/2 tab
demam (-),muntah (-) , Amoxsan syr 3x0,8cc
Batuk (+), pilek (+) mencret Kontrol poli anak 12-1-2017
(-), ma/mi (+)
O : KU sedang
Kepala : PCH (-)
Thorax : SDV (+/+), Ronkhi
(-/-), Wh (-/-)
Ekstremitas : sianosis (-)

Banjarnegara, Januari 2017


Mengetahui
Pendamping I Pendamping II

dr. Farah Heniyati dr. Lucky Mirafra

TINJAUAN PUSTAKA KEJANG DEMAM

A. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam. 1,2,3

B. KLASIFIKASI
Kejang demam sederhana

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan


umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik,
tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.1,2,3

Kejang demam kompleks

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:

1. Kejang lama > 15 menit


2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial
satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang
adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak
sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang
demam. 1,2,3

C. DIAGNOSIS
Anamnesis adanya kejang, jenis dan lama kejang. Suhu sebelum kejang,
frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang. Penyebab dmam
diluar infeksi SSP. Riwayat perkembangan, riwayat kejang dan epilepsi dalam
keluarga. Singkirkan penyebab kejang lain.2

Pemeriksaan fisik dari kesadaran, suu tubuh, rangsang meningeal, nervus


cranialis, tanda peningkatan tekanan intracranial, tanda infeksi diluar SSP,
pemeriksaan neurologis seperti tonus, motorik, reflek fisiologis dan patologis.2

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,


tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
labora-torium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula
darah.1,2
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:

1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan


2. Bayi 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.1,2,3

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi


berulangnya kejang, atau memperkirakan ke mungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas seperti
kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam
fokal. 1,2,3

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin
dan hanya atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemipare-sis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema. 1,2

D. TERAPI
Kejang demam umumnya berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di
rumah adalah diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun

atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. 1,2,3

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat


diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberi-kan diazepam intravena dengan dosis
0,3-0,5 mg/kg. 1,2,3

Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intra-vena


dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang
belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya. 1,2,3

Pemberian obat saat demam yaitu antipiretik dan antikonvulsan. Para ahli
di Indonesia sepakat walau antipiretik tidak mengurangi risiko kejang tetap
dapat diberikan parasetamol 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak
lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/ kg/kali ,3-4 kali sehari. Meskipun
jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada
anak kurang dari 18 bulan, sehingga tidak dianjurkan. Antikonvulsan diazepam
oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya
kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/ kg

setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C. 1,3

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri


sebagai berikut (salah satu):

Kejang lama > 15 menit


Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
Kejang demam > 4 kali per tahun. 1,2,3

Pemberian rumatan yaitu fenobarbital atau asam valproate. Pemakaian


fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada
sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat
dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40
mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2
dosis selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama
1-2 bulan. 1,2,3

Edukasi pada orangtua mengenai :

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mem-punyai prognosis


baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat. 1
Cara penanganan kejang dirumah yaitu :
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih. 1
Indikasi rawat :
1. Kejang demam kompleks
2. Hiperpireksia
3. Usia < 6 bulan
4. Kejang demam pertama
5. Terdapat kelainan neurologis.2

E. KOMPLIKASI
Kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya
terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau
fokal. Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam

hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada


tahun pertama.1,2

Faktor risiko menjadi epilepsi adalah :


1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi
sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan
epilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah
dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.1,2

F. PROGNOSIS
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian
kasus. Faktor risiko terjadi epilepsi.1,2

TINJAUAN PUSTAKA PNEUMONIA

G. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru, distal dari bronkhiolus
terminalis yang mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli yang berupa
infiltrat ataukonsolidasi pada alveoli atau jaringan interstisial.4,5,6
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses
peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di
alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal yang disebabkan oleh
bakteri,virus, jamur dan benda asing.7

H. ETIOLOGI
Pneumonia disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. S.Pneumoniae
merupakan penyebab tersering pneumonia bakterial pada semua kelompok umur.
Virus lebih sering ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun. Respiratory syncytial
virus (RSV) merupakan virus penyebab tersering pada anak kurang dari 3 tahun.
Pada umur yang lebih muda, adenovirus, parainfluenza virus, dan influenza virus
juga ditemukan. Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia lebih sering
ditemukan pada anak-anak dan biasanya merupakan peyebab tersering yang
ditemukan pada anak lebih dari 1 tahun.4,7,8
Faktor risiko pneumonia pada anak meliputi malnutrisi, berat badan lahir
rendah, tidak mendapat ASI eksklusif, tidak mendapat vaksin campak, polusi
udara dalam umah, dan kepadatan hunian.5,7

I. KASIFIKASI PNEUMONIA
Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO:
a. Bayi kurang dari 2 bulan
- Penumonia berat : napas cepat atau retraksi yang berat
- Pneumonia sangat berat : tidak mau menetek/ minum, kejang,
letargis, demam atau hipotermia, bradipnea atau pernapasan
ireguler.
b. Anak umur 2 bulan 5 tahun
- Pneumonia ringan : napas cepat
- Pneumonia berat: retraksi
- Pneumonia sangat berat: tidak dapat minum/ makan, kejang,
letargis, dan malnutrisi.4
Adapun klasifikasi pneumonia berdasarkan etiologi dan secara klinis yaitu:
- Berdasarkan lokasi lesi di paru
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronkopneumoni)
Pneumonia interstitialis
- Berdasarkan asal infeksi
Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired
pneumonia = CAP)
Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based
pneumonia)
- Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
- Berdasarkan karakteristik penyakit
Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
- Berdasarkan lama penyakit
Pneumonia akut
Pneumonia persisten.4,7

J. DIAGNOSIS
Gambaran klinis penumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum dapat dilihat berdasarkan 2 gejala yaitu,
gejala infeksi umum dan gejala gangguan respiratori. Gangguan infeksi umum
berupa demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan
gastrointestinal seperti muntah atau diare, terkadang ditemukan gejala infeksi
ekstrapulmoner. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi
dada, takipneu, nafas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.,4,5,6,7
Pemeriksaan fisik pneumonia yaitu, penilaian keadaan umum dan
kesadaran, frekuensi napas, suhu, nadi, saturasi oksigen. Gejala distress
pernapasan seperti takipnea, pernapasan cuping hidung, retraksi subcostal, dan
penurunan suara paru, sianosis.4,7,8
Pemeriksaan penunjang pneumonia yaitu, pemeriksaan radiologi
direkomendasikan bagi pasien rawat inap atau dengan gejala klinis yang
ditemukan membingungkan. Followup foto dada dilakukan bila didapatkan kolaps
lobus, kecurigaan terjadi komplikasi, pneumonia berat, gejala yang menetap atau
memburuk dan tidak respon terhadap antibiotik.1,3 Pemeriksaan laboratorium:
pemeriksaan jumlah leukost dan hitung jenis leukosit,C-reactive protein (CRP),
kultur dan pewarnaan gram sputum direkomendaikan dalam tata laksana anak
dengan pneumonia berat.5,7,8

K. TERAPI
Tatalaksana umum pada pasien pneumonia yaitu oksigen, nebulisasi untuk
memperbaiki mucocilliary clearance, antipiretik untuk kenyamanan, pengaturan
balans cairan ketat. Menurut rekomendasi UKK Respirologi yaitu neonatus 2
bulan menggunakan ampisilin dan gentamisin, umur > 2 bulan untuk lini pertama
ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan ditambahkan kloramfenikol, lini
kedua seftriakson.4
a. Pneumonia ringan
- Anak dirawat jalan
- Pemberian antibiotik: Kotrimoksasol (4mg/kgbb/kali) diberikan 2
kali sehari selama 3 hari, atau Amoksisilin (25mg/kgbb/kali)
diberikan 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan
selama 5 hari.
b. Pneumonia berat
- Anak dirawat di rumah sakit
- Terapi antibiotik: Ampisillin/ amoksisillin (25-50mg/kgbb/kali IV
atau IM setiap 6 jam), dipantau dalam 24 jam selama 72 jam
pertama. Bila respon baik, berikan selama 5 hari. Selanjutnya
terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin
oral (15 mg/kgbb/kali 3 kali sehari) untuk 5 hari berikutnya. Bila
memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang berat ( tidak
mau makan/ minum/ menyusu atau muntah, kejang, letargis,
sianosis, distress pernapasan berat) maka ditambahkan
kloramfenikol (25 mg/kgbb/kali IM atau IV setiap 8 jam).
- Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan
oksigen dan pengobatan kombinasi ampicillin-kloamfenikol atau
ampicillin-gentamisin. Sebagai alternatif berikan seftriakson (80-
100 mg/kbb IM atau IV sekali sehari).
- Apabila diduga pneumonia stafilokokkal ganti antibiotik dengan
gentamisin (7.5 mg/kgbb IM sekali sehari) dan kloksasilin (50
mg/kgbb IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15
mg/kgbb/hari tiga kali sehari). Bila anak membaik, lanjutkan
kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai
secara keseluruhan mencapai 3 minggu atau klindamisin secara
oral selama 2 minggu.
- Terapi oksigen: beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia
berat. Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk
terapi oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%,
bila tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa
oksigen setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian
oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah
saat ini tidak berguna. Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau
kateter nasofaringeal. Penggunaan nasal prongs adalah metode
terbaik untuk menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker
wajah atau masker kepala tidak direkomendasikan. Oksigen harus
tersedia secara terus-menerus setiap waktu.5,6,7
Indikasi rawat inap pada bayi yaitu, saturasi oksigen <92%, sianosis,
frekuensi napas >60x/menit, distress pernapasan, apnea intermitten atau grunting,
tidak mau minum/menetek, keluarga tidak bisa merawat dirumah. Indikasi rawat
pada anak yaitu, saturasi oksigen <92%, sianosis, frekuensi napas >50x/menit,
distress pernapasan, grunting, tanda dehidrasi, keluarga tidak dapat merawat.
Indikasi pulang apabila perbaikan secara klinis, nafsu makan membaik, bebas
demam 12-24 jam, stabil saturasi oksigen >92% dalam udara ruangan selama 12-
24 jam tanpa oksigen, orangtua sudah mengerti untuk melanjutkan pemberikan
antibiotik oral. 4,7
Pencegahan dengan vaksinasi dengan vaksin pertusis (DTP), campak,
pneumokokus, dan H.influenzae. Vaksin influenza untuk bayi >6 bulan dan usia
remaja. Untuk orangtua atau pengasuh bayi <6 bulan disarankan untuk diberikan
vaksin influenza dan pertusis.7

L. PROGNOSIS
Pneumonia masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian yang tinggi
pada anak di bawah usia 5 tahun di negara-negara berkembang. Selama ini
digunakan estimasi bahwa insidens pneumonia pada kelompok umur Balita di
Indonesia sekitar 10-20%. Angka Kematian 23,6 % menurut survey mortalitas
2005.7,9

DAFTAR PUSTAKA
1. UKK Neurologi IDAI.Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.2006
2. Pedoman Pelayanan Medis IDAI. Kejang Demam.2009
3. Deliana Melda.Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak. Sari Pediatri.
2002.4(2):59-62
4. Pedoman Pelayanan Medis IDAI. Pneumonia.2009
5. Supriyatno bambang. Infeksi Respiratorik Bawah Akut Pada Anak. Sari
Pediatri. 2006.8(2) : 100-6
6. WHO.Buku Saku pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Pneumonia.
2009
7. UNPAD. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak. Pneumonia.
Bandung: 2014.
8. Said Mardjanis. Pneumonia Atipik Pada Anak. Sari Pediatri.2001.3(3) :141-6
9. Marzony Ikhsan,dkk. Uji Diagnostik C-Reactive Protein Pada Pneumonia
Bakteri Komunitas Anak. Sari Pediatri. 2016.27(5) : 391-

You might also like