You are on page 1of 12

Insulin Subkutan

A. Definisi

Pemberian obat subkutan adalah pemberian obat melalui suntikan ke area bawah kulit

yaitu pada jaringan konektif atau lemak di bawah dermis (Aziz, 2006). Definisi lain yaitu

merupakan suatu pemberian obat yang dilakukan dengan suntikan dibawah kulit dapat

dilakukan pada daerah lengan atas sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha sebelah luar,

daerah dada dan daerah sekitar umbilikus (abdomen). Pemberian obat melalui subkutan ini

umumnya dilakukan dalam program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol

kadar gula darah.

Diantaranya jenis obat yang diberikan secara subcutan adalah vaksin, obat pra bedah,

narkotik, insulin, dan heparin. Area tubuh yang sering digunakan untuk injeksi subcutan

adalah aspek terluar lengan atas dan aspek interior paha. Area ini sangat sesuai dan

normalnya memiliki sirkulasi darah yang baik. Area lain yang dapat digunakan adalah

abdomen, area scapula pada punggung atas, dan area ventrogluteal atas dan dorsogluteal.

Tehnik ini digunakan apabila kita ingin obat yang disuntikanakan diabsorbsi oleh tubuh

dengan pelan dan berdurasi panjang (slow and sustained absorption).

B. Pemberian Insulin subkutan

Secara teknis pemberian insulin bisa dilakukan subkutan, intravena dan intramuscular,

ini tergantung dari indikasi yang sedang dialami. Penyuntikan insulin adalah terapi pemberian

insulin kepada klien atau pasien yang mengalami kekurangan hormon insulin di dalam

tubuhnya. Tetapi insulin umunya diberikan dengan suntikan dibawah kulit (subcutan). Insulin

merupakan terapi terakhir untuk penderita DM (Diabetes Melitus). Terapi ini baru dilakukan

bila pankreas tidak bisa lagi memproduksi insulin. Biasanya injeksi secara subkutan yang

diberikan secara regular, sedang untuk intravena maupun intramuskuler atas saran dari

dokter. Memang insulin yang diberikan secara intravena akan mengalami onset kerja yang
lebih cepat, ini hanya terjadi pada penderita dengan pengawasan ketat seperti di bagian

intensif atau ICU, dengan indikasi meregulasi kadar gula darah dengan cepat, namun

memiliki resiko terjadinya hipoglikemi dengan cepat.

Namun secara umum pemberian insulin secara subkutan yang sering dilakukan.

Lokasinya bisa di bagian lengan atas, paha bagian luar, perut maupun daerah bokong bagian

atas. Disini pengertian subkutan adalah di bawah kulit, dan harus dibedakan dengan

intramuscular, yaitu di bagian otot. Bila dilihat di kedalamannya intramuscular lebih dalam

dari subkutan, sehingga jarum insulin lebih pendek dari jarum biasanya. Ini untuk menjaga

agar pemberian insulin harus tepat pada tempatnya, sehingga absorsi insulin sesuai dengan

kebutuhan tubuh. Memang pada pemberian subkutan lebih lambat dari pemberian secara

intravena, sekitar 15 menit sampai 30 menit, sehingga harus diberikan sebelum makan, ini

untuk insulin jangka pendek.

Daerah untuk suntikan insulin ini harus diusahakan berpindah-pindah, misal suntikan

awal di lengan kanan, maka suntikan selanjutnya di lengan kiri. Ini untuk menghindari efek

atropi pada daerah suntikan insulin, yang bisa mengganggu proses absorpsi suntikan insulin.

Biasanya tempat yang ideal adalah lengan atas, namun bagi yang menyuntikan insulin

sendiri, bagian perut dan paha luar adalah tempat yang dibutuhkan.

Penyuntikan insulin ini harus dilakukan secara steril agar tidak terjadi infeksi di daerah

suntikan. Perhatikan pula dengan dosis yang diberikan, biasanya dokter memberikan dalam

bentuk unit, baik itu 10 U atau 20 U, yang biasanya akan mudah dilihat bila menggunakan

insulin jenis flexpen. Tinggal putar ujungnya, maka akan tertera pilihan jumlah unit yang

akan diberikan, dan ini harus disuntikan sampai penuh dari dosis yang diberikan.

Memang bagi yang mendapatkan pengobatan insulin harusnya memiliki alat glukotest,

yang bisa mengukur kadar gula darah secara rutin. Ini untuk menghindari terjadinya

hipoglikemia, memang lebih baik sedikit hiperglikemia daripada hipoglikemia. Biasanya


hipoglikemia ini ditandai dengan keringat dingin, badan lemas, kepala pusing atau pening,

kesadaran menurun. Maka pada saat itu harus segera dicek gula darahnya, bila kondisinya

hipoglikemia, segera beri air gula bila kondisinya masih sadar atau pilihan lain injeksi

glukosa bila kesadarannya sudah menurun.

C. Indikasi

- Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi

insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.

- Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis

lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah

1. Menyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan

suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat,

secara berahap akan memerlukan insulin oksogen untuk mempertahankan kadar

glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika

terjadi peningkatan kebutuhan insulin.

2. Keadaan stres berat, seperti infeksi berat, pembedahan, serangan jantung,

stroke.

3. Diabetes yang timbul di kala kehamilan, bila pengaturan makan saja tidak dapat

mengendalikan kadar glukosa darah.

4. Keadaan ketoasidosis diabetik (suatu gangguan metabolik karena adanya keton

yang diproduksi secara berlebihan dan mengancam kehidupan yang ditandai

dengan hiperglikemia, asidosis metabolik, dehidrasi, dan perubahan tingkat

kesadaran).

D. Efek Samping Penggunaan Insulin

1. Hipoglikemia (kelebihan insulin yang menyebabkan kadar glukosa terlalu

rendah)
2. Lipoatrofi (terjadi lekukan dibawah kulit tempat suntikan akibat atrofi jaringan

lemak)

3. Lipohipertrofi (pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan akibat

lipogenik insulin)

4. Alergi sistemik atau lokal

5. Resistensi insulin (insulin tertahan)

6. Edema insulin (penimbunan insulin)

7. Sepsis

E. Tempat pemberian injeksi subkutan

1. Lengan atas bagian luar

2. Paha bagian depan

3. Area scapula

4. Area ventrogluteal

5. Area dorsoglueteal

Gambar. Area Suntik Subkutan


F. Cara penggunaan insulin subkutan

1. Cek instruksi / order pengobatan

2. Perawat mencuci tangan

3. Siapkan obat, masukkan obat dari vial atau ampul dengan cara yang benar

4. Identifikasi klien (mengecek nama)

Beritahu klien tentang tindakan yang akan dilakukan serta tujuannya

5. Bantu klien untuk posisi yang nyaman dan rileks (lengan atas, paha bagian anterior,

abdomen, area scapula, upper ventrogluteal dan dorsogluteal)

di lengan : klien duduk atau berdiri

di abdomen, scapula : klien duduk atau berbaring

di bokong : klien duduk atau berbaring

di tungkai : klien duduk di tempat tidur atau kursi

6. Membebaskan yang akan disuntik dari pakaian

7. Pilih area penyuntikan yang tepat (bebas dari edema, massa, nyeri tekan, jaringan

parut, kemerahan/inflamasi, gatal)

8. Memakai sarung tangan

9. Membersihkan tempat penyuntikan dengan mengusap kapas alkohol dari tengah

keluar secara melingkar sekitar 5 cm, menggunakan tangan yang tidak untuk

menginjeksi

10. Siapkan spuit, lepaskan kap penutup secara tegak lurus sambil menunggu antiseptik

kering dan keluarkan udara dari spuit

11. Pegang spuit dengan salah satu tangan yang dominan antara ibu jari dan jari telunjuk

dengan telapak tangan menghadap ke arah samping, atas atau ke bawah.

12. Gunakan tangan yang tidak memegang spuit untuk mengangkat / meregangkan kulit

13. Secara hati - hati dan suntikan jarum dengan 45'


14. Raih ujung bawah barrel spuit dengan tangan non dominan dan pindahkan tangan

dominan ke plunger

15. Lakukan aspirasi dengan cara menarik plunger, jika terdapat darah dalam spuit maka

segera cabut spuit untuk dibuang dan diganti dengan spuit dan obat yang baru. bila

tidak terdapat darah, suntikkan obat secara perlahan kedalam jaringan

16. Cabut spuit / jarum dengan cepat sambil meletakkan kapas alkohol pada tempat

penyuntikan lalu usap pada area injeksi. bila tempat penusukan mengeluarkan darah,

tekan tempat penusukan dengan kassa steril kering sampai perdarahan berhenti.

buang spuit tanpa harus menutup jarum dengan kapnya (guna mencegah cidera pada

perawat) pada tempat pembuangan secara benar

17. Melepas sarung tangan dan merapihkan pasien

18. Membereskan alat - alat

19. Mencuci tangan

Jika Anda terlalu kurus, jangan melakukan penyuntikan di daerah perut. Jangan juga

menggunakan tempat yang sama untuk setiap kali suntikan. Lakukan rotasi tempat injeksi

Anda, dalam pola yang teratur. Ini juga memungkinkan bagi Anda untuk lebih mudah

mengingatnya. Untuk melakukan injeksi pada satu tempat suntikan, lakukan injeksi

setidaknya 1 inci dari tempat suntikan terakhir. Untuk lebih mudah mengingatnya, catat

pada kalender Anda di mana Anda memberimu injeksi terakhir. Ini akan membantu

mencegah memberikan suntikan di tempat yang sama terlalu cepat.

G. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan

1. Bila kadar glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di daerah perut dimana

penyerapan akan lebih cepat

2. Bila kondisi kadar glukosa pada darah rendah, hindarilah penyuntikan pada daerah

perut.
Tetes telinga

A. Definisi

Sedian obat tetes atau biasa juga di sebut dengan Guttae adalah sediaan cair berupa

larutan, emulsi, atau suspensi. Dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan

dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan

tetesan yang dihasilkan penetes baku dalam Farmakope Indonesia. Obat tetes digunakan

dengan cara meneteskan ke dalam minuman atau makanan. Obat tetes telinga menurut FI

edisi III tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan

obat ke dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan

pembawa bukan air. Selain itu, Tetes telinga adalah bentuk larutan, suspensi atau salep yang

digunakan pada telinga dengan cara diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil ke dalam

saluran telinga untuk melepaskan kotoran telinga (lilin telinga) atau untuk mengobati infeksi,

peradangan atau rasa sakit (Menurut Ansel).

B. Macam Macam Obat tetes

1. Tetes telinga (Guttae Auriculares)

2. Tetes hidung (Guttae Nasales)

3. Tetes mata (Guttae Ophthalmicae)

4. Tetes mulut (Guttae Oris)

C. Bentuk Sediaan Tetes Telinga

Tetes telinga umumnya berbentuk larutan, emulsi atau suspensi dari satu atau lebih zat

aktif dalam cairan yang cocok untuk penggunaan pada meatus auditori (rongga telinga)

tanpa tekanan berbahaya pada gendang telinga namun pada pembuatan guttae auriculares,

biasanya bentuk yang paling sering digunakan adalah bentuk larutan. Bagian luar telinga
yang tertutup kulit, mudah terkena kondisi dermatologi, maka guttae auriculares paling

banyak berbentuk larutan.

Tetes telinga mengandung cairan pembawa, bila tidak dinyatakan lain cairan pembawa

yang digunakan bukan air. Cairan pembawa yang digunakan harus memiliki kekentalan yang

sesuai agar obat mudah menempel pada dinding telinga, biasanya berupa gliserin dan

propilenglikol. Selain itu bisa juga menggunakan etanol, heksilenglikol, dan minyak lemak

nabati. Tetes telinga juga mengandung zat aditif seperti pengawet, antioksidan, buffer, agen

viskositas, atau surfaktan. Antioksidan seperti natrium disulfida dan penstabil lainnnya juga

dimasukkan dalam formulasi obat telinga jika dibutuhkan.

D. Kegunaan Tetes Telinga

1. Sediaan untuk menghilangkan serumen

Serumen adalah kombinasi sekresi keringat dari kelenjar sebaseous dan kanal

eksternal auditori. Sekresi ini jika mengering akan membentuk masa semisolida lengket dan

dapat mengikat sel epithelial, rambut rontok, debu dan benda asing lainnya yang masuk ke

dalam liang telinga. Akumulasi serumen secara berlebihan dalam telinga dapat menyebabkan

rasa gatal, nyeri, dan mengganggu pendengaran, jika tidak di keluarkan secara periodic, maka

serumen dapat mengeras dan menghilangkannya akan lebih sulit serta menimbulkan rasa

sakit.

Untuk melunakkan serumen yang sudah memadat digunakan minyak mineral ringan,

minyak nabati, dan hydrogen peroksida. Saat ini digunakan larutan surfaktan sintetik. Salah

satu dari agen ini adalah kondensat trietanol amin polipeptida oleat, yang secara komersial

diformulasi dengan pembawa propilen glikol, digunakan untuk emulsifikasi serumen untuk

mempermudah pengeluarannya.
Sediaan lainnya adalah karbamida peroksida (6,5%) dalam campuran gliserin,

propilen glikol, dan asam sitrat. Pada saat berkontak dengan serumen, karbamida peroksida

melepas oksigen yang merusak integritas dari wax serumen yang memadat, sehingga mudah

dihilangkan.

2. Infeksi telinga luar

Infeksi telinga luar dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : kelembaban

yang cukup tinggi, adanya sel sel epithelium, dan kondisi pH yang alkali yang menyediakan

kondisi yang ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme pada rongga yang hangat ini.

Beberapa flora yang terdapat pada telinga luar adalahMicrococci (aureus dan ulbus)

dan Corynebacteria. Kurang dari 1 % dari telinga normal mengandungPseudomonas

aeruginosa. Ketika sel epitel mengalami luka, infeksi dapat timbul, terutama sekali ketika

telinga berada dalam kondisi yang lembab. Infeksi telinga luar (otitis eksternal) dapat diobati

dengan kortikosteroid (suspensi atau larutan) dalam propilen glikol dan polietilen glikol.

Penggunaan bahan ini juga kadang bersamaan dengan antibiotik yang selektif berdasarkan

aktivitasnya melawan Pseudomonas aeruginosa.

3. Infeksi telinga tengah

Pembengkakan pada telinga tengah biasanya bersamaan dengan pembengkakan rongga

hidung yang terhubung melalui saluran eustachius. Infeksi ini biasanya sangat sakit dan

diikuti dengan kehilangan pendengaran secara parsial dan demam.

Penggunaan antibiotik membawa perubahan yang sangat luar biasa dalam pengobatan

otitis media. Bakteri yang dapat menyebabkan infeksi ini antara

lain Proteus dan Pseudomonas. PH optimum untuk larutan berair yang digunakan pada

telinga utamanya adalah dalam pH asam. Fabricant dan Perlstein menemukan range pH

antara 5 7,8. keefektifan obat telinga sering bergantung pada pH-nya. Larutan alkali

biasanya tidak diinginkan karena tidak fisiologis dan menyediakan media yang subur untuk
penggandaan infeksi. Ketika pH telinga berubah dari asam menjadi alkali, bakteri dan fungi

akan tumbuh lebih cepat. Sering perbedaan dalam keefektifan antara dua obat yang sama itu

adalah karena kenyataan bahwa yang satu asam sedangkan yang lainnya basa.

Larutan untuk telinga biasanya memakai wadah botol drop dan harus jernih atau dalam

bentuk suspensi yang seragam.

E. Cara Menggunakan Tetes telinga

1. Cucilah tangan dengan


air dan sabun

2. Pastikan ujung botol atau pipet tetes tidak rusak

3. Bersihkan telinga bagian luar dengan menggunakan air

hangat atau kain lembab dengan hati-hati kemudian keringkan

4. Hangatkan obat tetes telinga dengan memegang botolnya

menggunakan tangan selama beberapa menit. Kocok botol obat

tetes
5. Miringkan kepala sehingga telinga yang akan diberikan
obat menghadap ke atas

A.Untuk dewasa: tarik daun telinga ke atas dan ke belakang untuk meluruskan
saluran telinganya.

B. Untuk anak < 3 tahun: tarik daun telinga ke bawah dan ke belakang untuk
meluruskan saluran telinganya.

6. Teteskan obat sesuai dengan dosis pemakaian pada


lubang telinga. Pertahankan posisi kepala 2-3 menit.
Tekan secara lembut kulit penutup kecil telinga atau
gunakan kapas steril untuk menyumbat lubang telinga
agar obat dapat mencapai dasar saluran telinga.

7. Pasang kembali tutup botol tetes telinga dengan rapat,


jangan menyeka atau membilas ujung botol tetes.

8. Cucilah tangan anda dengan air dan sabun untuk


membersihkan sisa obat yang mungkin menempel.
DAFTAR PUSTAKA

Kee, Joyce L. Farmakologi. Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta. EGC : 1996.

Aziz Alimul Hidayat. Buku Saku Praktikukm Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta. EGC :

2004.

Priharjo, Robert. 1995. Teknik Dasar Pemberian Obat. Jakarta: EGC

Kusmayanti Yuni. 2004. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Yogjakarta:

Fitramay.

You might also like