You are on page 1of 12

Program Skrining Untuk Pencegahan Kanker Serviks dengan Test IVA

Mohamad Yanuar Prasetyo Nugroho


102014191
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11470
Email : julioludjipau@yahoo.co.id

Pendahuluan

Terwujudnya Indonesia sehat merupakan sesuatu yang di idam-idamkan seluruh rakyat


Indonesia. Hal ini dapat terwujud bila tenaga kesehatan dan masyarakt dapat bekerja sama dalam
memelihara kesehatan. tugas seorang dokter bukan lagi berfokus untuk merawat pasien atau
menyembuhkan pasien. Sekarang ini kita harus lebih pandai lagi mencari cara mencegah terjadinya
penyakit. Untuk itu ilmu-ilmu menganai kesehatan masyarakat semakin berkembang. Skrining
merupakan salah satu program yang dilaksanakan untuk mencegah sebuah penyakit meluas. Pada
kesempatan kali ini saya akan membahas secara umum mengenai kanker serviks dengan skrining,
syarat-syarat mengadakan skrining dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit.
Semoga tulisan saya ini dapat dimengerti dan membantu pembaca.

Kanker Serviks

Kanker serviks (kanker leher rahim) adalah tumbuhnya sel-sel tidak normal pada leher
rahim. Kanker serviks merupakan kanker yang sering dijumpai di Indonesia baik di antara kanker
pada perempuan dan pada semua jenis kanker.1 Kejadiannya hampir 27% di antara penyakit kanker
di Indonesia. Namun demikian lebih dari 70% penderita datang memeriksakan diri dalam stadium
lanjut, sehingga banyak menyebabkan kematian karena terlambat ditemukan dan diobati. 2 Kanker
serviks atau juga disebut kanker leher rahim merupakan jenis kanker kedua yang paling banyak
diderita wanita di dunia yang berusia di atas 15 tahun. Berdasarkan survey tahun 2001, di Indonesia,
ditemukan penderita baru yang mengidap kanker leher rahim berjumlah 2429 atau 25,91% dari
seluruh penderita kanker.3,4

Penyebab kanker leher rahim yaitu virus HPV (Human Papiloma Virus) yang dapat
ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini dapat menyerang semua wanita, khususnya
wanita yang aktif secara seksual. Saat ini sudah terdapat vaksin untuk mencegah infeksi HPV

1
khususnya tipe 16 dan tipe 18 yang diperkirakan menjadi penyebab 70% kasus kanker serviks di
Asia.

Beberapa ko-faktor yang memungkinkan infeksi HPV berisiko menjadi kanker leher rahim
adalah :

a. Faktor HPV (agent):

tipe virus

infeksi beberapa tipeo nkogenik HPV secara bersamaan

jumlah virus (viral load)

b. Faktor host ataupenjamu:

status imunitas, dimana penderita imuno defisiensi (misalnyapenderita HIV positif) yang
terinfeksi HPV lebih cepat mengalami regresi menjadi lesi pre kanker dan kanker

jumlah paritas, dimana paritas lebih banyak lebih berisiko mengalami kanker

c. Faktor eksogen(envinronment):

merokok

ko-infeksi dengan penyakit menular seksuallainnya

penggunaan jangka panjang ( lebihdari 5 tahun) kontrasepsi oral

Faktor risiko yang potensial menyebabkan terjadinya kanker leher atau penularan kanker
rahim adalah

a. Melakukan hubungan seks pada usia muda,

b. Sering berganti-ganti pasangan

c. Sering menderita infeksi di daerah kelamin terutama virus HPV ( Human Papilloma Virus),

d. Melahirkan banyak anak,

e. Kebiasaan merokok (risiko 2x lebihbesar).

2
f. Juga kekurangan vitamin A, C, dan E.

Seringkali gejala kanker leher rahim pada stadium dini tidak menunjukkan gejala atau tanda
yang khas. Sedangkan jika telah timbul gejala diantaranya keputihan, perdarahan setelah hubungan
intim suami istri, perdarahan spontan setelah masa menopause (masa tidak haid lagi), keluar cairan
kekuningan yang berbau busuk atau bercampur darah, nyeri panggul, atau tidak dapat buang air
kecil, maka kemungkinan besar penyakit telah masuk stadium lanjut.

Sasaran skrining kanker leher rahim yang ditetapkan WHO adalah:

1. Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani tes Pap
sebelumnya, atau pernah mengalami tes Pap 3 tahun sebelumnya atau lebih.

2. Perempuan yang pernah mengalami lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap sebelumnya.

3. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca


menopause atau mengalami tanda dan gejala abnormal lainnya.

4. perempuan yang ditemukan ketidak normal pada daerah rahimnya.

Dalam penerapan skrining kanker leher rahim di Indonesia, usia target saat ini adalah antara
usia 30-50 tahun, meskipun begitu pada perempuan usia 50-70 tahunyang belum pernah diskrining
sebelumnya masih perlu diskrining untuk menghindari lolosnya kasus kanker leher rahim. Selain
sasaran diatas, semua perempuan yang pernah melakukan aktivitas seksual perlu menjalani skrining
kanker leher rahim. WHO tidak merekomendasikan perempuan yang sudah menopause menjalani
skrining dengan metode IVA karena zona transisional leher rahim pada kelompok ini biasanya
berada pada endoleher rahim dalam kanalis servikalis sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi
spekulum.5 Namun untuk pelaksanaan di Indonesia, perempuan yang sudah mengalami menopause
tetap dapat diikut sertakan dalam program skrining, untuk menghindari terlewatnya penemuan
kasus kanker leher rahim. Perlu disertakan informed consent pada perempuan golongan ini,
mengingat alasan di atas. Tidak ditemukannya lesi prekanker tidak berarti tidak ada lesi prakanker
pada golongan perempuan ini.5

Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual AsamAsetat)

Mengkaji masalah penanggulangan kanker leher rahim yang ada di Indonesia dan adanya
pilihan metode yang mudah di-ujikan di berbagai negara, metode IVA layak dipilih sebagai metode
skrining alternatif untuk kanker leher rahim. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh pemikiran,
bahwa metode skrining IVA itu mudah, praktis dan sangat mampu laksana. 6 Dapat dilaksanakan
3
oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat
pemeriksaan kesehatan ibu. Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana. Metode skrining IVA
sesuai untuk pusat pelayanan sederhana. IVAadalah pemeriksaan skriningkanker serviks dengan
cara inspeksi visual pada serviks dengan aplikasi asam asetat.6

Kelebihan metode skrining IVA:

Mudah, praktis dan sangat mampu laksana.

Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah

Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi

Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh
bidan disetiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu atau dilakukan oleh semua tenaga medis
terlatih

Alat-alat yang dibutuhkan dan teknik pemeriksaan sangat sederhana.

Pencegahan Penyakit

Terdapat tiga tingkat pencegahan yang pada umumnya ditargetkan didalam program-
program skrining, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.2

Pencegahan primer ditujukan kepada orang-orang yang tidak memiliki gejala/ asymtomatic
untuk mengidentifikasi faktor resiko dini penyakit guna menahan proses patologi sebelum timbul
gejala. Contohnya, mengidentifikasi orang-orang dalam tahap awal gangguan toleransi glukosa, dan
mengendalikan berat badan serta pola makan mereka untuk mencegah kemunculan diabetes.

Pencegahan sekunder ditujukan kepada orang-orang dalam proses awal penyakit untuk
memperbaiki prognosis. Contohnya, mengidentifikasi orang-orang pengidap diabetes yang tidak
terdeteksi atau tidak teramati untuk meningkatkan toleransi glukosa guna mencegah, di antara
penyakit lainnya, penyakit mikrovaskular yang dapat mengakibatkan kerusakan renal atau ginjal.

Pencegahan tersier ditujukan kepada orang-orang yang mengalami komplikasi untuk


mencegah dampak lanjutan komplikasi tersebut. Contoh, melakukan skrining pada orang-orang
untuk mendeteksi riwayat retinopati diabetik agar mendapat pengobatan laser untuk mengendalikan
perdarahan retina (retinal hemorrhage) dan mencegah kebutaan.

4
Uji skrining digunakan untuk mengidentifikasi suatu penanda awal perkembangan penyakit
sehingga intervensi dapat diterapkan untuk menghambat prose penyakit.

Pencegahan Kanker Serviks

Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dilakukan kaum perempuan dalam hal mencegah
kanker serviks agar tidak menimpa dirinya, antara lain:

Jalani pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang cukup nutrisi dan bergizi

Selalu menjaga kesehatan tubuh dan sanitasi lingkungan

Hindari pembersihan bagian genital dengan air yang kotor

Jika anda perokok, segera hentikan kebiasaan buruk ini

Hindari berhubungan intim saat usia dini

Selalu setia kepada pasangan anda, jangan bergonta-ganti apalagi diikuti dengan hubungan
intim.

Lakukan pemeriksaan pap smear minimal lakukan selama 2 tahunsekali, khususnya bagi
yang telah aktif melakukan hubungan intim

Jika anda belum pernah melakukan hubungan intim, ada baiknya melakukan vaksinasi HPV

Vaksinasi secara berulang dibutuhkan untuk merangsang tubuh membentuk antibodi


(kekebalan tubuh) yang kuat untuk melindungi tubuh dari serangan virus HPV yang akan masuk. 7
Antibodi akan menangkap virus yang akan masuk ke dalam tubuh sehingga tubuh terhindar dari
infeksi HPV. Idealnya vaksinasi diberikan sebelum adanya bahaya infeksi HPV. Vaksinasi ini paling
efektif apabila diberikan pada perempuan berusia 9 sampai 26 tahun yang belum aktif secara
seksual. Namun bukan berarti wanita yang sudah menikah atau berhubungan seksual tidak boleh
mendapatkannya. Hanya saja angka proteksinya tidak setinggi pada golongan sebelumnya.Vaksin
diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu tertentu (bulan ke 0,1,dan 6). Dengan vaksinasi,
risiko terkena kanker serviks bisa menurun hingga 75%.5

Skrining

Skrining, dalam pengobatan, adalah strategi atau usaha yang digunakan dalam suatu
populasi tertentu untuk mendeteksi suatu penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau gejala
5
penyakit itu. Skrining dilakukan melalui suatu tes atau pemeriksaan secara singkat dan sederhana
untuk dapat memisahkan mereka yang betul-betul sehat terhadap mereka yang kemungkinan besar
menderita, yang kemudian diproses melalui diagnosis pasti dan pengobatan. Skrining bukan
merupakan diagnosis sehingga hasil yang diperoleh betul-betul hanya didasarkan pada hasil
pemeriksaan tes skrining tertentu, sedangkan kepastian diagnosis klinik dilakukan kemudian secara
terpisah.

Skrining juga merupakan bagian dari proses perhitungan. Agar dokter mengetahui apakah
penderita beresiko terhadap suatu penyakit, mereka melakukan skrining terhadap populasi yang
mereka tangani.1 Tujuan skrining pada kondisi yang dapat dicegah adalah untuk mendeteksi
individu-individu yang dengan penyakit tahap awal, ringan, dan tidak bergejala. Agar proses
skrining bermanfaat, penyakit tersebut harus merupakan penyakit yang umum pada populasi yang
diskrining, mortalitas dan morbiditas tinggi pada kelompok yang tidak mendapat perawatan, dan
idealnya skrining dilakukan dalam rangka program perawatan yang bersangkutan diperlukan. Agar
syarat-syarat ini terpenuhi, penyakit tersebut harus mempunyai tahap preklinik dan harus dapat
dideteksi melalui penggunaan uji yang akurat, harus juga ada perawatan yang efektif dipandang dari
segi biaya yang dapat diterima dan memberikan hasil yang lebih baik apabila digunakan pada fase
preklinik daripada terapi yang diberikan setelah gejala-gejala berkembang.

Test skrining dapat dilakukan dengan cara-cara seperti pertanyaan atau kuisioner,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan atau X-ray, termasuk diagnostik imaging.

Tujuan Skrining

Tujuan dilakukannya skrining adalah untuk mendeteksi penderita sedini mingkin sebelum
timbul gejala klinis yang jelas.2 Dengan diagnosis dini tersebut dapat dengan segera diberikan
pengobatan terhadap penderita. Khusus untuk penyakit menular, dengan penyaringan dapat
dilakukan diagnosis dini sehingga dapat diberikan pengobatan secara cepat dan dapat pula
mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya wabah.
Selain itu, melalui skrining kita dapat memperoleh keterangan epidemiologis yang berguna bagi
petugas kesehatan terutama bagi dokter atau klinisi dan bagi peneliti.

Macam Skrining

1. Mass screening adalah screening secara masal pada masyarakat tertentu.

6
2. Selective screening adalah screening adalah screening secara selektif berdasarkan criteria
tertentu, contoh pemeriksaan ca paru pada perokok; pemeriksaan ca servik padawanita yang
sudah menikah.

3. Case finding screening adalah upaya dokter /tenaga kesehatan untuk menyelidiki suatu
kelainan yang tidak berhubungan dengan keluhan pasien yang dating untuk kepentingan
pemeriksaan kesehatan.

4. Single disease screening adalah screening yang dilakukan untuk satu jenis penyakit.

5. Multiphasic screening adalah screening yang dilakukan untuk lebih dari satu jenis penyakit
contoh pemeriksaan IMS; penyakit sesak nafas.

Syarat-Syarat Skrining

Pada umumnya, skrining dilakukan hanya ketika syarat-syarat pemilihan penyakit terpenuhi.
Beberapa syarat tersebut antara lain:1

1. Penyakit tersebut merupakan penyebab utama kematian dan atau kesakitan.

2. Angka prevalensi penyakit tersebut tinggi pada populasi yang akan diskrining.

3. Terdapat sebuah uji yang sudah terbukti dan dapat diterima untuk mendeteksi individu-
individu pada suatu tahap awal penyakit yang dapat dimodifikasi.

4. Terdapat pengobatan yang aman dan efektif untuk mencegah penyakit atau akibat-akibat
penyakit.

Lalu selain itu ada juga syarat alat diagnostik atau sebuah uji yang akan digunakan dalam
skrining, antara lain adalah:1

1. Alat diagnostik atau uji yang akan digunakan harus tersedia di wilayah populasi yang
akan diskrining.

2. Alat diagnostik atau uji yang akan digunakan tidak mahal.

3. Uji yang digunakan mudah untuk dilakukan.

4. Alat diagnostik atau uji yang akan digunakan tidak menyebabkan ketidaknyamanan.

7
5. Alat diagnostik atau uji yang akan digunakan memiliki kevalidan dan reliabel. Kevalidan
yang dimaksud disini mengenai sensitivitas dan spesifitas dari uji yang akan digunakan.

Sensitivitas dan Spesifisitas

Terdapat dua probabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan sebuah uji skrining
dalam membedakan antara individu yang sakit dan yang tidak sakit. Pengukuran-pengukuran
validitas uji skrining ini ditentukan dengan membandingkan hasil menurut uji skrining dengan hasil
yang didapat dari uji skrining yang bersesuaian dengan hasil-hasil gold standard menghasilkan
ukuran sensitivitas dan spesifisitas.

Sensitivitas adalah kemampuan uji skrining untuk memberikan hasil positif mereka yang
mengidap penyakit sensitivitas dinyatakan dalam persentase. Sedangkan spesifisitas adalah
kemampuan suatu uji untuk memberikan hasil negatif pada mereka yang sehat (tidak sakit).
Spesifitas juga ditampilkan sebagai suatu persentase.

Sensitivitas dan spesifisitas selalu saling berbanding terbalik. Pada sebuah uji tunggal,
peningkatan sensitivitas akan menyebabkan penurunan spesifitas, demikian pula, peningkatan
spesifisitas akan menyebabkan penurunan sensitivitas. Jika penyakit yang sedang menjadi fokus
skrining sangat jarang, sensitivitas harus tinggi, kalau tidak kasus-kasus yang hanya sedikit itu tidak
akan ditemukan. Skrining sangat bermanfaat jika penyakit yang memiliki masa laten dalam
riwayatnya dan masih berada pada tahap asimtomatis dapat diteksi dan prognosisnya dapat
diperbaiki.

Sensitivitas yang tinggi diperlukan jika penyakitnya sangat mematikan dan deteksi dini
secara signifikan dapat memperbaiki prognosis. Penyakit kanker secara umum merupakan
contohnya, hasil positif palsu dapat diterima, tetpai hasil negatif palsu tidak dapat diterima.
Sebaliknya pada penyakit yang kejadiannya merata di masyarakat dan pengobatan tidak mengubah
outcome penyakit secara signifikan, spesifitasnya harus tinggi, kalau tidak, fasilitas kesehatan akan
dipenuhi oleh permintaan pengobatan dari kasus-kasus yang terdiagnosis positif sakit oleh skrining,
baik kasus yang memang sakit maupun yang positif palsu.

Penilaianujidiagnosticmemberikankemungkinanhasilpositifbenar,positifsemu,negatif
semu, dan negatif benar. Dalam penyajian hasil penelitian diagnostik, keempat kemungkinan
tersebutdisusundalamtabel2x2.Bilahasilpositifbenardisebutsela,hasilpositifsemudisebutsel
b,hasilnegatifsemudisebutselc,danhasilnegatifbenardisebutseld,makahasilpengamatan
dapat disusun dalam tabel 2x2 seperti pada Tabel 1. Dari tabel 2x2 tersebut dapat diperoleh

8
beberapanilaistatistikyangmemeperlihatkanbeberapaakuratsuatuujidiagnostikdibandingkan
denganbakuemas.Darihasilujidiagnosisharusdapatdijawabduapertanyaanberikut:

1. Bilasubjekbenarsakit,harusdicariseberapabesarhasilujidiagnosticpositifatauabnormal.Ini
berhubungandengansensitivitas.Sensitivitasadalahproporsisubjekyangsakitdenganhasiluji
diagnosticpositif(positifbenar)dibandingseluruhsubjekyangsakit(positifbenar+negatifsemu),
ataukemungkinanbahwahasilujidiagnostiktabel2x2,senssitivitas=a:(a+c).

2. Bila subjek tidak sakit, seberapa besar kemungkinan bahwa hasil uji negatef berhubungan
dengan spesifisitas,yangmenunjukan kemampuan alat diagnostic menentukan bahwa subjek
tidaksakit.Spesifisitasmerupakanproporsisubjeksehatyangmemberikanhasilujidiagnostic
negatif (negatifbenar) dibandingkan dengan seluruh subjek yang tidak sakit (negatifbenar +
positifsemu),ataukemungkinanbahwahasilujidiagnosticakannegativebiladilakukanpada
kelompoksubjekyangsehat.Dalamtablehasilujidiagnostik,spesifitas=d:(b+d).

Tabel1.BakuEmas.

Sakit TidakSakit Jumlah

Positif a b a+b

Negatif c d c+d

Jumlah a+c b+d a+b+c+d

Tabel1.Memperlihatkanhasilujidiagnostik,yaknihasilyangdiperolehdenganujiyangditeliti
dandenganhasilpadapemeriksaandenganbakuemas.Selamenunjukkanjumlahsubjekdengan
hasilpositifbenar;selb=jumlahsubjekdenganhasilpositifsemu,selc=subjekdenganhasil
negatifsemu,seld=subjekdenganhasilnegatifbenar.Daritabeldapatdihitung:3

Sensitivitas=a/(a+c)
Spesifisitas=d/(b+d)
Nilaiprediktifujipositif=sensitivitas*100%
Nilaiprediktifujinegatif=spesifisitas*100%

Presentasenegatifpalsuadalahpelengkapsensitivitas.Sebaliknya,presentasepositifpalsu
adalahpelengkapspesifisitas.Ahliepidemiologimenginginkansebuahujiyangsensitivesehingga
9
ujiitudapatmengidentifikasijumlahyangcukuptinggidarimerekayangterkenapenyakitdanjuga
sebuah uji yang dapat menghasilkan beberapa negatif palsu. Selain itu, ahli epidemiologi juga
menginginkanujiyangcukupspesifikuntukmendeteksipenyakit,sehinggadihasilkanresponyang
terbatashanyapadakelompokstudiyangmemangterkenapenyakitdanbeberapapositifpalsu.
Begituprosesskriningselesai,sebuahdiagnosisdiperlukanuntukmenegakkanpenyakitdiantara
merekayangdidugamemilikipenyakitdanmengelurkan merekayangdidugaterkenapenyakit
tetapisebenarnyatidak.4

Sensitifitas dan spesifisitas banyak digunakan dalam kedokteran untuk uji diagnostik
ataumendeteksipenyakitpadaujitapis.Disampingmanfaatyangtelahdisebutkan,sensitivitasdan
spesifitasmemilikibeberapakelemahansebagaiberikut:

1. Sensitivitas dan spesifisitas hanya dapat digunakan untuk konfirmasi penyakit yang telah
diketahui,tetapi tidak dapat digunakan untuk memprediksi penyakit pada sekelompokorang
yangbelum diketahui kondisinya karena dasaryangdigunakan pada perhitungan sensitivitas
danspesifisitasadalahorangyangtelahdiketahuikondisinya,sedangkandalamkenyataanpara
klinisiberhadapandegnanorangyangbelumdiketahuikondisinya.

2. Dengan menggunakan tabel2x2sebenarnya terjadi penyederhanaan karena dalam kenyataan


hasilpengobatantidakselaludengansembuhdantidaksembuh.5

Nilaiprediktiftes skriningmerupakanaspekterpentingsuatuuji.Kemampuansuatuuji
untukmemprediksiadaatautidaknyapenyakitmerupakanpenentukelayakansuatutes.Semakin
tinggiangkaprevalensisuatupenyakitdalampopulasi,semakintinggipengaruhsensitivitasdan
spesifisitasujitersebutterhadapnilaiprediktifnya.Semakintinggiangkaprevalensisuatupenyakit
dalampopulasi,semakinbesarkemungkinanterjadinyapositifbenar.Semakinsensitivesuatuuji,
semakin tinggi nilai prediktif dan semakin rendah jumlah positif palsu dan negatif palsu yang
dihasilkan uji tersebut, yang juga menentukan nilai prediktifnya. Ketika melakukan sebuah uji
negatif,nilaiprediktifadalahpresentaseorangyangtidaksakitdiantarasemuapartisipanyang
memilikihasilujinegatif.Nilaiprediktifujipositifadalahpresentasipositifbenardiantaraindividu
yanghasilujinyapositif.Suatupenyakitharusmencapaitingkat15%20%dalampopulasisebelum
nilai prediktif yang berguna tercapai. Informasi prevalensi digunakan untuk menghitung dan
membagikelompokstudimenjadimerekayangterkenapenyakitdanmerekayangtidakterkena
penyakit.5

10
Program Puskesmas

Ketua Yayasan Kanker Indonesi Provinsi DKI Jakarta melihat kanker serviks merupakan
salah satu masalah kesehatan perempuan yang perlu menjadi perhatian utama sebagai bentuk
perlindungan bagi perempuan di indonesia.Program ini merupakan langkah positif menyadarkan
kaum perempuan bahwa pencegahan lebih baik dari pada mengobati. Dengan target pencapaian 1.4
juta perempuan di DKI Jakarta diperiksa untuk mendeteksi dini kanker serviks ditahun 2017.

Periode pemeriksaan IVA secara gratis dimulai dari bulan Mei sampai Juni 2013 dengan
waktu pelayanan pukul 08.00 sampai 12.00 di 286 puskesmas se DKI Jakarta. Dimana sebelumnya
pada tahun 2007 sampai 2012 terdapat 53.815 perempuan yang telah diperiksa dengan melibatkan
kader dan anggota PKK serta PPKS Yayasan Kanker Indonesia DKI Jakarta.

Health Promotion

Health promotion atau peningkatan kesehatan merupakan tingkat pertama dari 5 levels of
prevention atau 5 tingkat pencegahan. Pada tingkat ini dilakukan tindakan umum untuk menjaga
keseimbangan proses bibit penyakit-pejamu-lingkungan, sehingga dapat menguntungkan manusia
dengan cara meningkatka daya tahan tubuh dan memperbaiki lingkungan. Tindakan ini dilakukan
pada seseorang yang sehat. Tahap-tahap selanjutnya pada 5 tingkat pencegahan adalah perlindungan
umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu (general and specific protection), penegakan
diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (early diagnosis and prompt treatment),
pembatasan kecacatan (dissability limitation), dan pemulihan kesehatan (rehabilitation).

Kesimpulan

Skrining kanker serviks telah memberikan dampak yang baik terhadap masalah kanker
serviks. Penurunan jumlah penderita kanker serviks dikarenakan skrining yang dilakukan pada
wanita yang memiliki faktor resiko. Penggunaan test IVA sebagai alat diagnosis skrining
merupakanpilihanyangtepat.UsahapencegahanyangdilakukanpuskesmasdiIndonesiasudah
cukupbaikdantetntunyaharusdikembangkanlebihbaiklagi.

Daftar Pustaka

1. Rajab W. Buku ajar epidemiologi untuk mahasiswa kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009. h.157-8.

11
2. Morton R.F, Hebel J.R & McCarter R.J. Panduan studi epidemiologi dan biostatistika.
ed.5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. h.53-6.

3. Nursalam. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan.Jakarta:


Selambe Medika; 2010.

4. Aziz, MF. Masalahpadakankerserviks.Jakarta: CerminDuniaKedokteran; 2001.h.133,135-


7.

5. World Health Organization. Comprehensive Cervical Cancer Control.Geneva: A Guide to


Essential Practice; 2006.

6. Melianti M. Skining Kanker Serviks dengan Metode Inspeksi Visual denganAsamAsetat


(IVA) test. Jakarta: DepartmenKesehatanRepublik Indonesia; 2008.

7. Sukaca E B. Cara cerdas menghadapi kanker serviks (Leher Rahim). Yogyakarta: Genius
Printika; 2009.

12

You might also like