You are on page 1of 22

I.

Konsep Medis
A. Definisi

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang


berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro
Susilo, 2000).
Sedangkan menurut Pahria, (2004) Stroke Non Haemoragik adalah
cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat
pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke
otak dan tempat lain di tubuh.
Stroke nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan karena sumbatan
pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan
terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai.

B. Etiologi
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan dari
salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke
otak dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perlahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya
adalah gangguan suplai darah ke otak , menyebabkan kehilangan gerak,
pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau permanen.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan
lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Selain dari
endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena
arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena
timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya
diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh
darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,
terutama yang menuju ke otak.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan
stroke seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit
lumen pembuluh darah ke otak.
4. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah
dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman, C Diane.dkk, 2000):
1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
2. Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal
dari jantung).
3. Kadar hematokrit normal tinggi (yang berhubungan dengan infark
cerebral).
4. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia
di atas 35 tahun dan kadar esterogen yang tinggi.
5. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka
panjang dapat menyebabkan iskhemia serebral umum.
6. Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
7. Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah,
tekanan darah, merokok kretek dan obesitas.
8. Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan
stroke.

C. Manifestasi klinik
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai
deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi
akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
Gejala tersebut antara lain :
a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
c. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke,
gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau
menurunnya refleks tendon dalam.
d. Dysphagia
e. Kehilangan komunikasi
f. Gangguan persepsi
g. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
h. Disfungsi Kandung Kemih

D. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai
faktor penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran
darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika
sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat . menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit
serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin,
2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang
otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk
waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).

E. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,
deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.

F. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat
dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik /
emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
b. Post phase akut
1. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2. Program fisiotherapi
3. Penanganan masalah psikososial

G. Pemeriksaan penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak.
d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan
infark akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
II. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
2. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
3. Circulation
TD dapat normal atau meningkat, takikardi, bunyi jantung normal pada
tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada
tahap lanjut.
4. Disability
Klien dalam keadaan tidak sadar

b. Pengkajian Sekunder
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas
klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan
B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan
dari klien.
1) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien
sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting
untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
2) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
3) Status Menta
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
4) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
5) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer
yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien
tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior
(area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya
tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.

h. Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
saraf kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

i. Pengkajian Sistem Motorik


Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena
UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu
sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi
berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d oksigen ke otak menurun
2. Nyeri akut b.d iskemik jaringan otak
3. Gangguan menelan b.d disfungsi disfungsi jaringan otak, kerusakan
neuromuskular
4. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.,
hemiparese/hemiplegia
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. penurunan sirkulasi darah otak,
kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral bicara
6. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk dan menelan
7. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan
8. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)

1 Perfusi jaringan cerebral tidak Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC)


efektif berhubungan dengan Gangguan perfusi jaringan dapat tercapai secara
oksigen otak menurun optimal 1. Pantau TTV tiap jam dan catat hasilnya
2. Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
Kriteria hasil : 3. Pantau status neurologis secara teratur
Mampu mempertahankan tingkat kesadaran 4. Dorong latihan kaki aktif/ pasif
Fungsi sensori dan motorik membaik 5. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

2. Nyeri akut berhubungan dengan Tujuan (NIC) Intervensi (NIC) :


iskemik jaringan otak Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
pain control, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
comfort leve presipitasi
Dengan kriteria hasil : 2. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi,
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan distraksi, kompres hangat/ dingin
menggunakan manajemen nyeri 5. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, 6. Tingkatkan istirahat
frekuensi dan tanda nyeri) 7. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
dari prosedur
berkurang
3 Gangguan menelan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) :
berhubungan dengan disfungsi Kemampuan menelan meningkat
Tidak terjadi aspirasi 1. Pantau tingkat kesadaran, refleks batuk, refleks muntah dan
disfungsi jaringan otak, kemampuan menelan.
2. Pantau gerakan lidah pasien saat menelan
kerusakan neuromuskular Kriteria hasil : 3. Pantau tanda dan gejala aspirasi
Dapat mempertahankan makanan dalam 4. Posisikan pasien tegak lurus 90* atau setegak mungkin
mulut 5. Potong makana kecil-kecil
Kemampuan menelan adekuat 6. Pecahkan atau haluskan pil sebelum diberikan diberikan
Dapat mentoleransi ingesti makanan tanpa 7. Minta obat-obatan dalam bentuk eliksir
tersedak atau aspirasi 8. Ajarkan pasien untuk mengapai partikel makanan dibibir atau
di pipi menggunakan lidah
9. Kolaborasi dengan ahli terapi wicara untuk mengajarkan
keluarga pasien tentang program latihan menelan

4 Hambatan mobilitas fisik Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) :


berhubungan dengan penurunan Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai 1. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
kekuatan otot dengan kemampuannya 2. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan
Kriteria hasil : 3. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
Bertambahnya kekuatan otot kebutuhan ADLs pasien.
Klien menunjukkan tindakan untuk 4. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
meningkatkan mobilitas jika diperlukan
5. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
ambulasi
6. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan
7. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan
cegah terhadap cedera
8. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
sesuai dengan kebutuhan
5 Gangguan komunikasi verbal Tujuan (NOC): Intervensi (NIC) :
berhubungan dengan kerusakan 1. Lakukan komunikasi dengan wajar, bahasa jelas, sederhana
neuromuscular, kerusakan Komunikasi dapat berjalan dengan baik dan bila perlu diulang
sentral bicara 2. Dengarkan dengan tekun jika pasien mulai berbicara
Kriteria hasil : 3. Berdiri di dalam lapang pandang pasien pada saat bicara
4. Latih otot bicara secara optimal
Klien dapat mengekspresikan perasaan 5. Libatkan keluarga dalam melatih komunikasi verbal pada
Memahami maksud dan pembicaraan orang pasien
6. Kolaborasi dengan ahli terapi wicara
lain
Pembicaraan pasien dapat dipahami

6 Resiko ketidakefektifan Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC) :


bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan penurunan Jalan nafas tetap efektif. 1. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab
refleks batuk dan menelan dan akibat ketidakefektifan jalan nafas
Kriteria hasil : 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Klien tidak sesak nafas 3. Berikan intake yang adekuat
Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara 4. Observasi pola dan frekuensi nafas
nafas tambahan 5. Auskultasi suara nafas
Tidak retraksi otot bantu 6. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
pernafasan
Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
7 Resiko gangguan nutrisi Tujuan (NOC) : Intevensi (NIC) :
berhubungan dengan kelemahan Tidak terjadi gangguan nutrisi 1. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan
reflek batuk
otot mengunyah dan menelan
Kritria hasil: 2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan
Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan sesudah makan
Hb dan albumin dalam batas normal
3. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara
manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu
jika dibutuhkan
4. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
5. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
6. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair,
makan lunak ketika klien dapat menelan air
7. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
8. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program
latihan/kegiatan
9. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran
melalui iv atau makanan melalui selang

8 Resiko gangguan integritas Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC) :


kulit berhubungan tirah baring Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
lama 2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Kriteria Hasil : 3. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
Integritas kulit yang baik bisa 4. Monitor kulit akan adanya kemerahan
dipertahankan (sensasi, elastisitas, 5. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
temperatur, hidrasi, pigmentasi) 6. Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai indikasi
Tidak ada luka/lesi pada kulit
Menunjukkan pemahaman dalam proses
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
sedera berulang
Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith.(2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7.


Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Jakarta
Herdman, T.Heather (2011).NANDA International Diagnosis Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Jakarta
Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume
2 Penerbit Jakarta: EGC
http://adf.ly/4282932/banner/http://zallien.blogspot.com/2012/08/askep-
stroke-non-hemoragik-snh.html

You might also like