Professional Documents
Culture Documents
OPTIK NONLINIER
Oleh:
DR. Ayi Bahtiar, M.Si.
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG
2005
BAB 1. PENDAHULUAN
Physics would be dull and life most unfulfilling
if all physical phenomena around us were
linear. Fortunately, we are living in nonlinear
world. While linearization beautifies physics,
nonlinearly provides excitement in physics.
P.A. Franken, A.E. Hill, C.W. Peters and G. Weinreich, Phys. Rev. Lett. 7 (1961) 118
OPTIK LINIER
Polarisasi dalam medium dielektrik
Atom paling sederhana:
P = 0 (1)E
0 : permitivitas udara
Awan (1) : suseptibiltas listrik
elektron
E
Suseptibilitas (n) adalah kompleks, yang terdiri bagian riil Re[(n)] dan imajiner
Im[(n)]
( n ) = Re[ ( n ) ] + i Im[ ( n ) ]
r
{
(1)
r (2)
r r ( 3)
r r r
P = 0 E + E E + E E E + ... }
Pandang suatu medan listrik untuk suatu gelombang bidang yang menjalar pada
sumbu-z dan mempunyai frekuensi dan vektor gelombang k = 2/
E () = E 0 cos( t kz )
r
((1)
r ( 2) ( 2)
r2 ( 3) ( 3)
r3
P() = 0 ( ; ) E + K ( ; , ) E + K ( ; ,, ) E + ... )
K(n) adalah faktor numerik yang berkaitan dengan proses optik nonlinier dan
jumlah permutasi frekuensi yang dapat dibedakan [Butcher92]
P = 0 (1) (; )E 0 cos(t kz) + K ( 2) ( 2) (; , )E 02 [1 + cos(2t 2kz)]
1
2
3 1
+ K (3) (3) (; , , )E 30 cos(t kz) + cos(3t 3kz)
4 4
Suku pertama dalam P( ) berkaitan dengan indeks bias linier dan suku kedua
menghasilkan indeks bias yang bergantung pada intensitas cahaya n(I).
2)
2 menghasilkan beberapa efek penting a.l: frequency doubling/second-
P(2
harmonic generation (SHG), dan sum- and difference-frequency generation.
2)
2 disebut optical
Bagian yang tak bergantung pada frekuensi dalam P(2
rectification.
r (2 ) r r (2 ) r
Dengan demikian, maka: P ( r ) = P (r ) jika nilai (2) = 0
Medium yang mempunyai simetri inversi, tidak memiliki suseptibilitas orde kedua
atau (2) = 0. Medium tersebut dinamakan medium/bahan centro-symmetric.
SIMETRI INVERSI (LANJ.)
Polimer PPV
r (3 ) r (3 ) r r r r r r (2 ) r 3 r
P ( r ) = E(r ) E(r ) E(r ) E (r )
Medium centro-symmetric (memiliki simetri inversi).
r (3 ) r (2 ) r 3 (3 ) r 3 r
P ( r ) = {E ( r )} = E (r ) ..(1)
r (3 ) r (3 ) r 3 (3 ) r 3 r
P (r ) = {E( r )} = E (r ) ..(2)
r r r
Jelas dari pers. (1) dan (2), maka: P(3) ( r ) = P(3) (r )
r
e-
r
E
e-
r
F
x
OPTIK LINIER
Persamaan gerak dari osilator teredam (konstanta redaman ) dalam satu dimensi
dapat diperoleh dari Hukum Newton II.
d2x dx e it it
+ 2 + 2
0 x = E 0 ( e + e )
dt 2 dt m
e
(02 2 )x + 2ix = E0
m
eE 0 eE
x=
m[(02 2 ) + 2i ] 2m[0 (0 ) + i ]
Dengan aproksimasi di dekat resonansi 0 =
( 02 2 ) = ( 0 + )( 0 ) 20 ( 0 )
Ne 2
P() = Nex = E = 0 ( ) E
2m[0 ( 0 ) + i ]
Ne 2 ( 0 ) /
() =
'
2m0 0 [1 + ( 0 ) 2 / 2 ]
( ) = ' () i" ()
Ne 2 1
" ( ) =
2m0 0 [1 + ( 0 ) 2 / 2 ]
Bagian riil dari suseptibilitas ' () berkaitan dengan dispersi indeks bias n()
dari medium, sedangkan bagian imajinernya " ( ) berkaitan dengan dispersi
koefisien absorpsi (), melalui:
n( ) = 1 + 4' ( )
( ) = " ( )
2n( )
() [a.u.]
Dalam kasus ini, model osilator harmonik harus diperluas menjadi model
tak-harmonik (anharmonic), sehingga suseptibilitas optik nonlinier dapat
ditunkan.In
SUSEPTIBILITAS ORDE KEDUA
Persamaan geraknya dapat digambarkan oleh:
d2x dx e it it
2
+ 2 + 2
0 x Bx 2
= E 0 ( e + e )
dt dt m
dimana Bx2 adalah anharmonic restoring force.
Kita gunakan solusi yang mengandung bagian harmonik kedua:
d 2 x (1) dx (1) e it it
2
+ 2 + 2 (1)
0 x = E 0 ( e + e )
dt dt m
d 2 x ( 2) dx ( 2 )
2
+ 2 + 2 ( 2)
0 x B( x ) =0
(1) 2
dt dt
Karena polarisasi dan perpindahan dalam kasus nonlinier adalah:
P = Nex ( 2 )
x ( 2 ) = A ( 2 ) .e i 2 t + c.c.
Maka: Ne 3 E 02 1 B i 2 t
P( 2) = .( e + cc)
m [( 0 ) + 2i ] 0 4 + 4i
2 2 2 2 2 2
P( 2) = ( 2 ) ( 2; , )(e i 2 t + cc ) E 02
Maka diperoleh: Ne 3 1 B
(2)
( 2; , ) = 2
m [( 02 2 ) + 2i ]2 02 42 + 4i
Model anharmonik ini dapat juga untuk menunjukkan kasus sum frequency
generation (SFG) (1 + 2) and the difference frequency generation (DFG) (1
2).
Pers. Diatas menunjukkan bahwa resonansi tidak hanya terjadi pada frekuensi
fundamental = 0, tetapi juga pada 2 = 0 (two-photon resonance)
ATURAN MILLER
Miller [1] menemukan aturan empirik bahwa:
(ijk2 ) ( 2)
(ijk2 ) =
ii(1) ( 2) (jj1) ( ) (kk1) ( )
( 2 ) ( 2)
( 2 ) =
(1) ( 2)[ (j1) ( )]2
(2) disebut dengan delta Miller.
[1] Miller, R.C., Optical second harmonic generation in piezoelectric crystals, Appl.Phys.Lett. 5(1964), p.17.
SUSEPTIBILITAS ORDE KETIGA
Sama halnya seperti dalam orde kedua, persamaan gerak untuk orde ketiga adalah:
d2x dx e it it
2
+ 2 + 2
0 x Cx 3
= E 0 ( e + e )
dt dt m
Diperoleh:
d 2 x (1) dx (1) e it it
2
+ 2 + 2 (1)
0 x = E 0 ( e + e )
dt dt m
d 2 x ( 3) dx ( 3)
2
+ 2 + 2 ( 3)
0 x C( x ) =0
(1) 3
dt dt
Dengan menggunakan hubungan antara polarisasi dan suseptibilitas orde ketiga:
P = [ ( 3) ( 3; , , ) E 30 e i 3t + cc ] + [ ( 3) ( ; , , ) E 30 e it + cc ]
N e4 C
( 3; , , ) = 3
( 3) .(*)
4 m [( 02 2 ) + i ]3[02 (3)2 + 3i ]
3N e 4 C .(**)
( ; ,, ) =
( 3)
3
4 m [( 0 ) + i ]2[(0 ) + ( ) ]
2 2 2 2 2 2
m
( 3) ( 3; , , ) = 3 4
C (1) (3)[ (1) ( )]3
4N e
Untuk memperoleh nilai koefisien C, kita dapat berasumsi bahwa jika
perpindahan x dan jarak atom s adalah sama besarnya, maka restoring force
untuk harmonik dan tak-harmonik mempunyai nilai yang sama, sehingga:
02 s = Cs 3
Persamaan (*) menjadi:
N e4 C N e4
( 3; , , ) = 3 8 = 2 6
( 3)
3
m
4 m 0 4s 0
Dengan nilai s = 0.3 nm, 0 = 1016 rad/s dan N = 6 x 1022 /cm3, diperoleh
( 3) ( 3; , , ) 0 = 1x10 15 esu
yaitu rentang nilai suseptibilitas orde ketiga yang reasonable suatu material.
Bagian riil dan imajiner bertanggungjawab dalam proses self-focusing dan two-
photon absorption.
Walaupun model klasik osilator harmonik dan tak-harmonik dapat
memperkirakan beberapa perilaku respon optik linier dan nonlinier
dari suatu medium, model tersebut masih jauh dari cukup untuk
menjelaskan secara lengkap tentang fenomena-fenomena
eksperimen yang teramati.
Salah satu masalah dalam model klasik adalah bahwa model ini
hanya memiliki frekuensi karakteristik (fundamental) 0 , sedangkan
dalam sitem riil terdiri dari molekul-molekul dengan jumlah keadaan
tereksitasi yang besar. Karenanya perlu untum memperlakukan teori
mekanika kuantum dan menyelesaikan persamaan Schrdinger
dengan Hamiltonian khusus.
BAB 3. PERSAMAAN MAXWELL
DALAM MEDIUM OPTIK
NONLINIER
PERSAMAAN MAXWELL DALAM MEDIUM OPTIK NONLINIER
Untuk memahami efek optik nonlinier, kita mulai dari persamaan Maxwell yang
menggambarkan interaksi gelombang EM dengan medium:
r r
r r B H r r
E = = B = H
t t r v r r
r r r D
r D = E + P = ( + )E
H = j + r r
t j = E
r r
E =
0
r r
H = 0
Maka: (1) ?
( 2 ) m / V
( 3) (m / V )2
4
(n ) [SI ] = (n )
[e.s.u]
(
104 c) n 1
[ ]
( 3) m 2 / V 2 = 1.4 x 108 ( 3) [e.s.u ]
c = 3 x 108 m / s2
Persamaan gelombang EM dalam medium NLO:
r r r
r2 E E
2
P
2 NL
E = 2
t t t 2
Asumsikan ada dua buah gelombang bidang yang merambat sepanjang sumbu-z,
melewati bahan NLO, maka:
SFG DFG
2 2
3 3
1 1
Secara umum medan listrik menjadi:
r r
[ r
E(t ) = Re E(1 )e + E(2 )ei2t
i1t
]
r r
Polarisasi dalam medium diberikan oleh: P = ijk E
{
Pi (1 + 2 ) = Re ijk ( = 1 + 2 )E j (1 )E k (2 ).e i (1 + 2 )t }
(b). Difference-Frequency Generation:
{
Pi (1 2 ) = Re ijk ( = 1 2 )E j (1 )E *k (2 ).e i (1 2 )t }
E *k (2 ) = E k ( 2 )
Dengan demikian, maka:
r NL
P (z, t ) = (ijk2 ) E1 ( z ) E 2 ( z ).ei (1+2 )t .e i (k1+ k 2 )z
1
1 ( 2)
2 d= ijk
2
= d.E1 ( z ) E 2 ( z ).ei (1+2 )t .e i (k1+ k2 )z
Gelombang-gelombang bidang tersebut adalah:
E1 (z, t ) = E1 (z ) exp[i(1t k1z )]
E 2 (z, t ) = E 2 ( z ) exp[i(2 t k 2z )]
E 3 (z, t ) = E 3 ( z ) exp[i(3t k 3z )]
d 2 E 3 (z, t ) dE 3 ( z, t )
<< 2 ik 3
dz 2 dz
2 2
2 1 2
dan: 32 k 32 = =0
r
dE P 2 NL
2ik 3 3 + i3E 3 = .(1)
dz t 2
Suku di ruas kanan dalam pers. (1) dapat diuraikan menjadi:
r
P
2 NL
i (1 + 2 )t i (k1 + k 2 )z
= (1 + 2 )2
d. E1 (z )E 2 (z )e .e
t 2
dE 3 (z ) ik3z
2ik 3 e + i3E 3 (z )e ik3z = 32d.E1 (z )E 2 (z )e i (k1+ k2 )z
dz
ki
Dengan menggunakan hubungan: i =
i (i )
3
=
k3 3
Maka akan diperoleh tiga buah persamaan:
dE3 (z )
= E 3 (z ) i 3 d.E1 (z )E 2 (z )e i (k1+ k2 k3 )z
dz 2 3 2 3
dE1 (z )
= E1 (z ) i 1 d.E 3 (z )E*2 (z )e i (k3 k 2 k1 )z
dz 2 1 2 1
dE*2 (z ) *
= E 2 (z ) + i 3 d.E1 (z )E*3 (z )e i (k1+ k 2 k3 )z
dz 2 2 2 3
1 = 2 =
2 (2 ) ( 2; ; )
3 = 2
Bentuk umum:
dE 3 (z )
= E 3 (z ) i 3 d.E1 (z )E 2 (z )e i (k1+ k 2 k3 )z
dz 2 3 2 3
= E 3 (z ) i 3 d.E12 (z )e i (2 k1k3 )z
2 3 2 3
Dimana: k1 = k ()
k 3 = k (2)
Dengan asumsi bahwa:
1. Amplitudo tak dipengaruhi oleh proses konversi
2. Medium tak mempunyai absorpsi ( = 0)
2 kL
sin
(2 ) 2 2 2 2
I(2) = 0 nc E = 2 d E() L
1 4 2
2 n 0 kL
2
2
2 2 kL
= 2 d E() L2 sin c 2
4
n 0 2
Intensitas sebagai fungsi dari kL/2 dari medium SHG
2 2 2 kL
I(2) = 2 d E() L sin c
4 2
n 0 2
I(2)
kL/2
Efisiensi konversi untuk SHG:
I (2) P(2) 2 kL P ()
2
= = ~ d L sin c
2 2 2
I() P() 2 A
A
L
n() n(2)
Sehingga:
k = k (2) 2 k ()
= n (2) 2 n ()
0
Konsekuensi fisis dari dispersi adalah bahwa dua gelombang:
Akan berbeda fasa sehingga proses generasi dari SHG akan terhenti (seperti
interferensi destruktif). Pada jarak tertentu, amplitudo mencapai maksimum:
kl =
Pada panjang tertentu=panjang koheren Lc = 2l , panjang medium/kristal,
dimana proses SHG berlangsung efektif.
2 2 2 c
Lc = = =
k k (2) 2 k () 2n (2) 2n ()
=
2[ n (2) 2 n ()]
Contoh: jika l = 1.0 m
n(2)-n() = 10-2
maka diperoleh panjang koheren Lc 50 mm.
Bukti efek panjang koheren pada intensitas SHG
Maker et al, Phys. Rev. Lett. 8 (1992), p.19
L = 2n Lc P(2) = 0
L = (2n+1) Lc P(2) = optimum
Dimana L = d cos , dimana d adalah tebal kristal/medium.
1 2
3 = 1 + 2
2 (2) 1 3
This process combined with SHG is used in practices for generation of third
harmonic
1064
1064
1064 532
KDP 532 KDP
355
You can see all these nice colors with your own eyes (through the safety goggles)
in Nonlinear Optics Lab 0.501 (MPIP-Mainz)
Lab. NLO-MPIP Mainz
BAB 5. PERAMBATAN
GELOMBANG DALAM MEDIUM
ANISOTROPIK
Dalam suatu medium anisotropik, polarisasi tidak selalu sejajar dengan medan
listrik. Suseptibilitas yang merupakan respon medium pada gelombang EM
bukan besaran skalar tetapi tensor. Secara fisis, hal ini dipahami bahwa atom-
atom dalam kristal tidak identik sepanjang arah-arah yang berbeda. Polarisasi
telah didefinisikan sebagai:
P = 0 (1)E
P1 = 0 (11E1 + 12 E 2 + 13E 3 )
P2 = 0 (21E1 + 22 E 2 + 23E3 )
P3 = 0 (31E1 + 32 E 2 + 33E 3 )
Ke-sembilan (9) elemen tensor bergantung pada pemilihan koordinat. Sebagai
konsekuensinya, maka vektor perpindahan listrik menjadi:
D = 0 E + P = 0 (1 + ij )E
r r r r
r
= ijE
Dimana tensor suseptibilitas ij diganti dengan tentor permitivitas dielektrik ij.
Refraksi pada suatu batas medium anisotropik
Pandang suatu gelombang bidang yang datang pada suatu permukaan kristal
anisotropik.
U = ED
2
(
1 r r
) D i = i E i i = x , y, z
2
D2x D y D2z
+ + = 2U
x y z
r r r
Definisikan: r = D 2U
i = n i2
x = Dx 2U
x 2 y2 z 2
Maka diperoleh: 2
+ 2 + 2 =1 Persamaan ellips
nx ny nz
Kristal Uniaxial
- mempunyai satu sumbu kristal.
- dua indeks bias adalah identik,
sehingga bidang perpotongan dengan
sumbu optik merupakan suatu
lingkaran.
-jika z adalah sumbu simetri (sumbu
kristal, maka ada dua indeks bias:
x y
n 02 = =
0 0
z
n e2 =
0
n0 = indeks bias ordinary
ne = indeks bias ekstraordinary
Maka persamaan ellips menjadi:
x 2 y2 z 2
2
+ 2 + 2 =1
n0 n0 ne
Bidang yang diarsir membentuk ellips dengan dua sumbu utama, sehingga ada
dua arah polarisasi yang sejajar dengan sumbu ellips, yaitu:
1. Polarisasi sepanjang sumbu-x, yang tegak lurus sumbu optik sehingga
disebut gelombang ordinary dengan indeks bias n0.
2. Polarisasi dalam bidang x-y yang terletak sebidang dengan sumbu optik
disebut gelombang ekstraordinary.
BAB 6. PHASE MATCHING PADA
MEDIUM BIREFRINGENCE
Kondisi phase-matching k = 0 tidak mungkin diperoleh pada medium
isotropik, karena adanya efek dispersi, n().
Dalam media anisotropik, gelombang ordinary dan extraordinary dapat
dicampur, sehingga diperoleh kondisi phase-matching.
Dilakukan dengan merubah indeks bias gelombang extraordinary yang
ditransmisikan melalui perubahan sudut antara vektor-k dan sumbu
optik medium.
n e () =
neno
n 2o sin 2 + n e2 cos2
n = n 2
Karena efek dispersi kondisi
ini tidak mungkin dicapai,
karena:
n o n 2o
n e () n 2o ()
Dalam kristal uniaxial negatif (ne < no), seperti KDP, pada nilai sudut tertentu m,
berlaku:
n e2 (m ) = n o
n 2e n 2o
n e2 (m ) =
(n ) sin
2 2
o
2
( ) 2
m + n e2 cos2 m
n e2 (m ) = n o
Sehingga:
sin 2 m =
(n ) (n )
2
o
2 2
o
(n ) (n )
2 2
e
2 2
o
Arti fisis:
Kondisi phase-matching, yaitu kondisi yang efektif untuk frekuensi doubling
dicapai jika suatu berkas (beam) menjalar melalui kristal pada sudut tertentu
m antara vektor-k dan sumbu optik.
Karena adanya efek dispersif pada semua parameter diatas (n0, n02 dan ne2),
maka sudut phase-matching akan berbeda untuk frekuensi doubling dari frekuensi
yang berbeda. Ini diasumsikan bahwa berkas dengan frekuensi adalah berkas
ordinary (terpolarisasi tegak lurus terhadap sumbu optik), sedangkan harmonik
kedua adalah berkas extra-ordinary (terpolarisasi dalam bidang sumbu optik).
Sehingga dalam proses ini polarisasi harmonik kedua (2) tegak lurus terhadap
polarisasi fundamental ().
Dalam contoh ini kita berasumsi bahwa kristal adalah birefringent negatif,
sehingga kondisi phase matching diperoleh dengan ordinary fundamental dan
extraordinary second harmonic.
n e2 () =
2
[
n o + n e ()
1
] untuk kristal birefringent negatif
n 2o = [
n o + n e ()
1
2
] untuk kristal birefringent positif
Hubungan phase-matching: k =
2 2
c
[
n e () n o = 0 ]
Kondisi ini dapat dipenuhi untuk nilai sudut tertentu m. Ekspansi
Taylor pada sekitar sudut phase-matching (m):
dk 2 d 2
d
=
c d
[
n e () n o =
2 d
] neno
c d n 2o sin 2 + n e2 cos2
=
neno 2
e sin 2
2
( )
{ }
3/ 2
n o n
c n sin + n cos
2 2 2 2
o e
{n ( )} (n 2 n 2 )sin 2
2 3
e
= o e
c n e2 n 2o
Sehingga:
dk
(
= n 3o n e2 n o2 sin 2m ) Dimana: n e2 () = n o
d m c
2
Maka: k =
L
sin 2m
2 kL
sin
2 sin [( m )]
2
(2 )
Daya untuk SHG menjadi: P
kL
2
[( m )]2
2
k
=
k
Akibatnya hanya bandwidth tertentu yang menghasilkan proses SHG
yang efisien.
BAB 8. TEMPERATURE TUNING
Dalam bahasan sebelumnya, diasumsikan bahwa indeks bias material
bergantung pada vektor k dan polarisasi bahan. Dalam realita, indeks
bias juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang akan
mempengaruhi jarak kisi dalam tiga dimesi dari suatu kristal/bahan.
Ada suatu kelas dari kristal, mirip KDP, yang cocok untuk temperature
tuning, dimana kondisi phase-matching dapat diperoleh untuk sudut m =
900. Dengan mengatur temperatur, maka kondisi k = 0 dan m = 900
dapat dipenuhi untuk beberapa panjang gelombang tertentu.
Kurva temperature-tuning untuk kristal
KDP dan ADP
Beberapa keuntungan temperature-tuning:
Sifat-sifat walk-off menjadi tidak penting, jika phase-matching diperoleh pada
sudut m = 900. Kondisi ini disebut phase-matching non-kritis.
Pada sudut tersebut, cahaya/gelombang menjalar sepanjang sumbu optik
dan tidak ada efek indeks bias ganda (birefringence) dalam medium.
Temperature tuning ini sangat cocok untuk aplikasi intracavity phase-matching
SHG (laser), karena efek-efek tadi akan menimbulkan kerugian (losses) dalam
proses lasing.
Pada sudut m = 900 ekspansi orde pertama dalam deret Taylor untuk turunan
opening angle yang mengandung faktor sin 2m akan hilang sehingga diperoleh
untuk kondisi phase-matching non-kritis:
k () 2
z z = n e ()sin
r y = n e () cos
s
Maka pers. Ellips menjadi:
A z
n e () 1 cos sin
= 2 + 2
n e ()
2
n0 ne
y
y
Kurva B1: kasus dimana polarisasi dibalik setelah setiap panjang koheren.
Dalam mencapai phase-matching dengan opening angle, dalam
beberapa nilai sudut, propagasi gelombang tidak memungkinkan,
karenanya beberapa elemen pada tensor dij tidak dapat diakses.
Problemnya adalah fasa dari SHG berbeda dengan fundamental
karena adanya efek dispersi (kecepatan cahaya yang berbeda).
iE12
E 2 = d (z ) exp[ ik' z ]
d
=
dz n 2c
Gelombang SHG pada ujung sampel L, diberikan oleh:
L
E 2 (L ) = d (z )exp[ ik' z ]dz
0
E 2 (L ) = d eff L
Dalam realita, fungsi d(z) dapat diasumsikan terdiri dari domain-domain dengan
deff yang berubah tanda pada posisi zj.
Asumsikan bahwa tanda diganti dengan gk dan lk adalah panjang domain ke-k,
dan N adalah jumlah domain, maka:
id eff N
E2 = g k [exp( ik ' z k ) exp( ik' z k 1 )]
k ' k =1
Tanda berubah dalam struktur yang sempurna pada posisi:
z k ,0 = mkl c
Untuk struktur yang sempurna (tanpa adanya kesalahan fasa pada daerah
batas), maka gelombang SHG diberikan oleh:
2
E 2,ideal ig1d eff L
m
Karena kristal harus dibuat pada periodisitas tertentu L, maka kristal hanya akan
match untuk panjang gelombang tertentu. SHG pada panjang gelombang yang
lain akan memberikan suatu mismatch dan mengurangi intensitas SHG. Selain itu
struktur domain tidak pernah sempurna yang akan mengakibatkan mismatch
pada daerah batas.