Professional Documents
Culture Documents
BATASAN
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami
penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan
pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti
sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal
sebagian atau sepenuhnya kehilangan kemampuan mereka untuk menyaring air dan limbah
dari darah.
Kelainan patologi
Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah atau urine,
atau kelainan radiologi.
1
ginjal sehingga mempunyai risiko tinggi untuk mengalami 2 keadaan utama akibat
PGK, yaitu hilangnya fungsi ginjal dan terjadinya penyakit kardivaskuler.
2
BAB 4
STADIUM PGK
Gambaran umum perjalanan gagal ginjal kronik dapat diperoleh dengan melihat
hubungan antara bersihan kreatinin dan LFG sebagai persentase dari keadaan normal,
terhadap kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) dengan rusaknya massa
nefron secara progresif oleh penyakit ginjal kronik (Price, S.A., 1995).
Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu (Price,
S.A., 1995) :
Stadium I
Stadium pertama dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin
serum dan kadar BUN normal (10-20 mg per 1000ml ), dan penderita asimptomatik.
Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang
berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan
test LFG yang teliti.
Stadium II
Stadium kedua perkembangan ini disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar
BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-
beda, tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga
mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita
misalnya mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada stadium
insufisiensi ginjal ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh kegagalan
pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala ini timbul sebagai respons terhadap stress dan
perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu
memperhatikan gejala-gejala ini.
Stadium III
Stadium ketiga atau stadium akhir gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal stadium
akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron
3
telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10%
dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok
sebagai respons terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi
isoosmotis dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya
menjadi oligourik (pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus
meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan
biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia
mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
1. Kondisi normal: Kerusakan ginjal dengan nilai GFR normal. Nilai GFR 60-89
ml/menit/1,73 m2.
2. Stadium 1: Kerusakan ginjal ringan dengan penurunan nilai GFR, belum terasa gejala
yang mengganggu. Ginjal berfungsi 60-89%. Nilai GFR 60-89 ml/menit/1,73 m2.
3. Stadium 2: Kerusakan sedang, masih bisa dipertahankan. Ginjal berfungsi 30-59%.
Nilai GFR 30-59 ml/menit/1,73 m2.
4. Stadium 3: kerusakan beratsudah tingkat membahayakan. Ginjal berfungsi 15-29%.
Nilai GFR 15-29 ml/menit/1,73 m2.
5. Stadium 4: Kerusakan parah, harus cuci ginjal. Fungsi ginjal kurang dari 15%. Nilai
GFR kurang dari 15 ml/menit/1,73 m2.
4
BAB 4
PENYEBAB
Penyebab penyakit ginjal kronis (Sukahatya, dkk. 1994; Askandar, dkk. 2007)
keganasan)
hipertensi, mikroangiopati)
polikistik)
takrolimus)
Glomerulopati transplant
5
BAB 5
PATOFISIOLOGI
Gambar 1. Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik. (dikutip dari Sukahatya M, Soewanto, dkk. 1994)
gangguan fungsi ginjal pada gagal ginjal kronik. Sudut pandangan tradisional mengatakan
bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda,
dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja
benar-benar rusak atau berubah strukturnya. Pendekatatan kedua dikenal dengan hipotesis
Bricker atau hipotesis nefron yang utuh, yang berpendapat bahwa bila nefron terserang
penyakit, maka seluruh unuitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap
bekerja normal.
6
Patofisiologi PGK terkait dengan penyebab yang mendasari, selanjutnya proses
berjalan secara kronis progresif yang dalam jangka panjang akan menyebabkan penurunan
massa ginjal. Sejalan dengan menurunnya massa ginjal, sebagai mekanisme kompensasi
maka nefron yang masih baik akan mengalami hiperfiltrasi oleh karena peningkatan tekanan
dan aliran kapiler glomerulus, dan selanjutnya terjadi hipertrofi. Hipertrofi struktural dan
fungsional dari sisa nefron yang masih baik tersebut terjadi akibat pengaruh molekul-molekul
vasoaktif, sitokin serta growth factor, hingga pada akhirnya akan terjadi proses sklerosis.
dan sklerosis.
7
BAB 6
GEJALA KLINIS
Pada dasarnya gejala yang timbul pada PGK erat hubungannya dengan penurunan
Penurunan eritropoetin
Lain lain
Keluhan gejala klinis yang timbul pada PGK hampir mengenai seluruh sistem, yaitu:
8
Ginjal : nokturia, poliuria, haus, proteinuria, hematuria
9
BAB 7
EVALUASI
risiko untuk menjadi PGK walaupun tanpa kerusakan ginjal dan GFR masih dalam batas
normal atau meningkat. Sehingga pada setiap individu harus dicari apakah ada kemungkinan
peningkatan risiko untuk menderita PGK berdsarkan faktor klinis dan sosiodemografis.
Faktor-faktor Klinis
Diabetes Keganasan
Apabila seseorang sudah ditetapkan ada peningkatan risiko mengalami PGK tetapi
10
Rasio protein-kreatinin atau rasio albumin-kreatinin pagi hari, atau spesimen urin
Pemeriksaan sedimen urine atau dipstik untuk deteksi adanya sel darah merah dan
USG (misalnya untuk pasien dengan gejala obstruksi saluran kemih, infeksi atau
Pertanda dari kerusakan ginjal adalah adanya kelainan dalam komposisi darah atau
urin atau adanya kelainan radiologis. Walaupun terdapat beberapa pertanda, tetapi
proteinuria menunjukkan adanya peningkatan ekskresi urin untuk albumin, protein spesifik
lain, atau protein total. Sedangkan istilah albuminuria secara spesifik menunjukkan adanya
diatas nilai normal, tetapi dibawah kadar yang dapat dideteksi dengan tes untuk protein total.
Pada orang dewasa dengan peningkatan risiko terjadi PGK dianjurkan untuk memeriksa
albuminuria dengan spot urine, baik dengan dipstik khusus untuk albumin atau rasio
albumin/kreatinin.
11
Mikro Albuminuria atau
Metode pengumpulan urin Normal
albuminuria proteinuria klinis
Untuk semua penderita yang sudah ditetapkan sebagai PGK, maka evaluasi
Ratio protein/kreatinin atau ratio albumin/kreatinin pagi hari atau sewaktu dengan
spot urin.
Pemeriksaan sedimen urin atau dipstik untuk sel darah merah dan sel darah putih.
12
BAB 8
KRITERIA DIAGNOSA
kencing berkurang
3. Tanda (sign)
4. laboratorium:
Hb 10 g% N: L (13-17) ; P (11,5-16)
13
BAB 9
TATALAKSANA
Pemberian cairan disesuaikan dengan produksi urin. Yaitu produksi urin 24 jam
ditambah 500 ml. Asupan garam tergantung evaluasi elektrolit, umumnya dibatasi 40-
120 mEq (920-2760 mg). Diet normal mengandung rata-rata 150 mEq. Furosemide dosis
tinggi masih dapat dipakai pada awal PGK, akan tetapi pada fase lanjut tidak lagi
bermanfaat dan pada obstruksi merupakan contra indikasi. Penimbangan berat badan,
pemantauan produksi urin serta pencatatan keseimbangan cairan akan membantu
pengelolaan keseimbangan cairan dan garam.
pada penderita GGK adalah 20-40 gram. Kebutuhan kalori minimal 35 kcal/kgBB/hari.
14
Diet rendah protein tinggi kalori akan memperbaiki keluhan mual, menurunkan BUN dan
akan memperbaiki gejala. Selain itu diet rendah protein akan menghambat progresivitas
4. Pengelolaan hipertensi
Berbeda dengan pengendalian hipertensi pada umumnya, pada PGK masalah pembatasan
cairan mutlak dilakukan. Target tekanan darah 125/75 diperlukan untuk menghambat
laju progresifitas penurunan faal ginjal. Penghambat -ACE dan ARB diharapkan akan
menghambat progresifitas PGK. Pemantauan faal ginjal secara serial perlu dilakukan
pada awal pengobatnan hipertensi jika digunakan penghambat -ACE dan ARB. Apabila
Gangguan keseimbangan elektrolit utama pada PGK adalah hiperkalemia dan asidosis.
Pencegahan meliputi:
1. Gawat
Insulin-dextrose i.v. dengan dosis 2-4 unit atracpid tiap 10 gram glukosa
15
2. Meningkatkan ekskresi kalium
Furosemid
Untuk mengatasi kondisi odema pada pasien gagal ginjal, terutama jika
penanganan hipertensi.
K-exchange resin
Dialisis
Pengendalian hiperphosphatemia
Paratiroidektomi
Diet rendah protein juga memperbaiki keluhan anoreksia dan mual-mual. Anemia yang
terjadi pada PGK terutama disebabkan oleh defisiensi hormon eritropoetin. Selain itu
juga bisa disebabkan oleh defisiensi Fe, asam folat atau vitamin B12. Pemberian
kualitas hidup, dapat pula diberikan pada penderita PGK pra-HD. Sebelum pemberian
eritropoetin dan suplemen Fe diperlukan evaluasi kadar SI, TIBC, dan feritin.
Penderita PGK merupakan penderita dengan respon imun yang rendah, sehingga
16
amphoterisin sebaiknya dihindari dan hanya diberikan pada keadaan khusus. OAINS
Nitrofurantoin juga harus dihindari dan penggunaan diuretik K-sparing harus pula
a. Ensephalopati uremik
f. Sindroma overlaod
h. Keadaan sosial
Penderita PGK dan keluarganya sudah harus diberitahu sejak awal bahwa pada suatu
membatasi punksi pembuluh darah daerah ekstremitas yang akan dipakai untuk akses-
vaskuler. Disamping persiapan dari sei medik perlu pula persiapan non medik.
17
BAB 10
INDIKASI DIALISIS
18
BAB 11
KESIMPULAN
Penyakit Ginjal Kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit
ginjal yang ditandai adanya kerusakan dari struktur ginjal lebih dari 3 bulan yang dengan atau
tanpa penurunan LFG < 60 mL/min/1,73 m2, dyang bersifat progresif dan irreversible.
Adapun gejala klasik CKD diantaranya adalah edema, hipertensi dan anemia. Berdasarkan
derajat penyakitnya CKD dibagi menjadi 5 stage yang dinilai dari LFG. Gejala klinis CKD
meliputi gejala penyakit dasar, gejala sindrom uremikum serta gejala komplikasi CKD.
Penatalaksanaan CKD disesuaikan dengan derajat kerusakan fungsi ginjal.
Pada kasus, pasien didiagnosis dengan CKD stage V dengan penyebab riwayat
hipertensi, diabetes mellitus dan batu ginjal sehingga penatalaksanaan utama pada pasien ini
ialah terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis. Disamping itu pada pasien ini juga
diberikan beberapa terapi penunjang lainnya, yang disesuaikan dengan manifestasi klinis
yang muncul. Penanganan etiologi, gejala dan komplikasi penyakit dengan tepat, serta
perubahan pola diet yang disesuaikan dengan fungsi ginjal diharapkan akan membantu
mencegah perburukan kondisi ginjal sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, S.A., 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku II. Edisi
4. EGC, Jakarta
2. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), 2003. Penyakit Ginjal Kronik dan
Glomerulopati: Aspek Klinik dan Patologi Ginjal. PERNEFRI,Jakarta..
3. Sukahatya M, Soewanto, Yogiantoro M, Pranawa, 1994. Gagal Ginjal
Dr.soetomo
4. Askandar T, Poernomo B S, Djoko S, Gatot s, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
20