You are on page 1of 1

URGENSI KEBIJAKAN CHILD BUDGETING DALAM APBDESA SEBAGAI UPAYA

PENCEGAHAN PERNIKAHAN USIA ANAK


(Studi Kasus di Kabupaten Rembang)

Perlindungan terhadap anak menjadi isu penting yang dibicarakan hampir di semua
lini. Mulai dari bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, hukum, ketenagakerjaan
dan tatakelola pemerintahan. Persoalan anak seharusnya menjadi perhatian utama semua
pihak. Merespon hal tersebut Pemerintah telah menyusun Undang-Undang No. 35 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak termasuk aturan turunannya. Hak-Hak anak sebagaimana
diatur undang-undang meliputi 5 kluster. Pertama, hak sipil dan kebebasan; kedua,
pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya; ketiga, kesehatan dasar dan
kesejahteraan; keempat, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; kelima, perlindungan
khusus.
Meski telah lama diundangkan, namun kekerasan terhadap anak masih marak terjadi.
Kekerasan seksual, salah pengasuhan, kekerasan fisik, penelantaran pendidikan, eksploitasi
ekonomi termasuk didalamnya praktik perkawinan usia anak di Indonesia masih terhitung
tinggi. Data BAPPENAS menunjukkan 34.6% anak Indonesia menikah dini. Fakta ini
dikuatkan data PLAN yang menunjukkan, 33,5% anak usia 13 18 tahun pernah menikah,
rata-rata mereka menikah di usia 15-16 tahun. Usia anak-anak adalah fase perkembangan baik
dari sisi psikologis maupun biologis, serta masih mencari identitas diri sebelum memasuki
fase dewasa. Pernikahan dini berdampak pada tercerabutnya masa anak-anak. Anak dipaksa
memasuki dunia dewasa secara instan yang mana akan berpengaruh negatif pada kehidupan
pernikahan dan masa depannya. Menurut data BPS, rata-rata orang Indonesia menikah berusia
dibawah 17 tahun. Kurangnya pengetahuan menjadi sumber utama terjadinya pernikahan
anak. Negara Indonesia mendapat peringkat 37 dari 45 negara yang menjadi pelaku
pernikahan anak. Hal ini tentu sangat mencengangkan dan mengkhawatirkan karena generasi
penerus adalah aset yang sangat berharga bagi pembangunan nasional. Jika hal ini terus
berlanjut maka akan sangat berdampak negatif terkhusus masalah pendidikan karena sebagian
besar pelaku pernikahan dini berpendidikan rendah.
Artikel ini bertujuan untuk menggali konsep child budgeting (Penganggaran responsif
anak) dalam APBDesa. Selanjutnya, artikel ini memetakan tantangan dan hambatan pada
child budgeting dalam APBDesa, menemukenali aktor/stakeholder yang terlibat mulai dari
Tingkat Nasional, daerah dan desa, serta bagaimana child budgeting diimplementasikan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) untuk mengurangi angka
pernikahan Usia anak di desa.
Metode yang digunakan adalah pendekatan deskriptif yakni penelitian yang berusaha
mendeskripsikan pentingnya Child Budgeting dalam APBDesa sebagai Upaya Mencegah
Pernikahan Usia Anak. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah
aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Metode deskriptif merupakan
suatu pencarian fakta menggunakan interprestasi yang tepat, dalam penelitian ini,
mempelajari bagaimana konsep child budgeting menjadi perspektif dalam penyusunan
APBDesa untuk mengatasi permasalahan Pernikahan Usia Anak.

Kata Kunci : Child Budgeting, APBDESA, Child Marriage.

You might also like