You are on page 1of 11

PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya
langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain (Carpenito, 2000).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan dimana hal
tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart dan
Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba
dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain disertai dengan amuk dan
gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010).

B. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori
biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh (Purba dkk, 2008) adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem limbik,
lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam
memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka
akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada
lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai
implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi
dengan pusat agresif.
b. Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini
sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya
tentang respons terhadap stress.
c. Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan
genetik karyotype XYY.
d. Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak
kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal;
trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan
epilepsi, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan.

2. Teori Psikologik
a. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan
rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan
perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua
mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau
berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki
persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan
perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua
yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk
berperilaku kekerasan setelah dewasa.
3. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap
perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan
sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku
tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak
dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan
kekerasan dalam hidup individu.

C. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep,
2007):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah
konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak
mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
D. Tanda dan Gejala
Yosep (2007) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman dan nyaman
c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d. Tidak berdaya
e. Bermusuhan
f. Mengamuk, ingin berkelahi
g. Menyalahkan dan menuntut
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

E. Akibat Dari Perilaku Kekerasan


Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang
lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

F. Penatalaksanaan
1. Pengobatan medik
Beberapa obat yang sering digunakan untuk mengatasi perilaku agresif antara lain:
a. Anti ansietas hipnotiksedatif, contohnya diazepam (valium)
b. Anti depresan, contohnya Amitriptilin
c. Mood stabilizer, contohnya: Lithium, Carbamazepin.
d. Antipsikotik, contohnya: Chlorpromazine, Haloperidol, dan Stelazine
e. Obat lain: Naltrexone, Propanolol
f. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada keadaan
amuk.
2.Penanganan Secara Keperawatan
Strategi tindakan keperawatan perilaku kekerasan disesuaikan sejauh mana tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh klien. Strategi tindakan tersebut terdiri dari :
a. Strategi preventif, terdiri dari penyuluhan klein dan latihan asertif
b. Startegi antisipasi, terdiri dari komunikasi, perubahan lingkungan, tindakan perilaku dan
psikofarmakologi.
c. Strategi pengekangan, terdiri dari manajemen krisis, pengasingan dan pengikatan.
Penyuluhan
Penyuluhan yang diberikan pada klien untuk mencegah perilaku kekerasan berisi :
a. Bantu klien mengidentifikasi marah
b. Berikan kesempatan untuk marah
c. Praktekan ekspresi marah
d. Terapkan ekspresi marah dalam situasi nyata
e. Identifikasi alternatif cara mengekpresikan marah
Latihan Asertif
Adapun tujuan dari latihan asertif klien bisa berperilaku asertif yang ditandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Berkomunikasi langsung dengan orang lain
b. Mengatakan tidak untuk permintaan yang tidak beralasan
c. Mampu menyatakan keluhan
d. Mengekspresikan apresiasi yang sesuai
Tahap latihan meliputi :
Diskusikan bersama klien cara ekspresi marah selama ini
Tanyakan apakah dengan cara ekspresi marah tersebut dapat menyelesaikan masalah atau
justru menimbulkan masalah baru
Anjurkan klien untuk memperagakannya
Anjurkan klien untuk menerapkan asertif dalam situasi nyata
G. Asuhan Keperawatan
a. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal
atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif :
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri
sendiri/orang lain.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan
Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau
marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif ;
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data Subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri
sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin
mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:


a. Resiko Perilaku kekerasan
b. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
c. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

c. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1 : Resiko Perilaku Kekerasan
TujuanUmum :
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan
tujuan interaksi.
Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
Observasi tanda perilaku kekerasan.
Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.


Tindakan :
Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah
raga, memukul bantal / kasur.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
Bantu memilih cara yang paling tepat.
Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga.
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping).
Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan
waktu).
Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

Diagnosa II : Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan Umum :
Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan
tujuan interaksi.
Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
Beri pujian atas keberhasilan klien
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

You might also like