You are on page 1of 13

Mobilitas pada masa Orde Baru

iii
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah

Penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional. Sebagai


modal dasar atau aset pembangunan, penduduk tidak hanya sebagai sasaran
pembangunan, tetapi juga merupakan pelaku pembangunan. Sementara itu pada
masa Orde Baru jumlah penduduk yang besar bukan jaminan keberhasilan suatu
pembangunan. Peningkatan jumlah penduduk yang besar tanpa adanya
peningkatan kesejahteraan justru bisa menjadi bencana, yang pada gilirannya dapat
menimbulkan gangguan terhadap program-program pembangunan yang sedang
dilaksanakan. Selain itu juga akan dapat menimbulkan berbagai kesulitan bagi
generasi yang akan datang.
Pemenuhan kebutuhan merupakan salah satu indikator pencapaian kesejahteraan
penduduk, namun di dalam perjalanan pemenuhan kebutuhan ini penduduk
mengalami kesulitan karena pada daerah-daerah tertentu, peningkatan jumlah
penduduk yang tinggi tidak diiringi dengan peningkatan sumber daya manusia
sehingga menimbulkan peningkatan angka pengangguran, atau dengan kata lain di
tempat yang jumlah penduduknya tinggi akan lebih sulit untuk mendapatkan
pekerjaan. Maka dari itu pencapaian kesejahteraan harus diikuti dengan
pemerataan persebaran penduduk, karena dengan pemerataan persebaran penduduk
dapat mempermudah seseorang untuk memperoleh peluang kerja yang lebih
memadai.
Maka dari itu peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan pemerataan
jumlah penduduk di daerah-daerah. Maka pada masa Orde baru terjadinya
mobilitas penduduk
Dengan demikian, Makalah ini dibuat dengan maksud untuk membahas lebih
dalam tentang Pertumbuhan serta Mobilitas penduduk pada Masa Orde Baru.
1.2. Tujuan
Mengetahui sejarah perkembangan penduduk pada masa Orde Baru
Mengetahui Jenis mobilitas
Mengetahui Faktor pendorong terjadinya mobilitas
Mengetahui Dampak mobilitas
Mengetahui Penanggulangan mobilitas
1.3. Manfaat
Agar siswa dapat menambah pengetahuan tentang sejarah mobilitas masa Orde
Baru
Agar siswa dapat membedakan tentang jenis mobilitas
Agar siswa dapat mengenal cara penanggulan pertumbuhan penduduk yang
berlebihan
1.4. Rumusan Masalah
Pengertian mobilitas penduduk ?
Bagaimana Mobilitas yang terjadi pada masa Orde baru?
Dampak apa sajakah yang didapat pada masa Orde baru?
Bagaimanakah penanggulan agar tidak terjadinya mobitas tidak terkendali

iv
Pembahasan
2.1. Pengertian Mobilitas Penduduk

Mobilitas sendiri, memiliki arti sebagai perubahan, pergeseran,peningkatan


ataupun penurunan status dan peran anggotanya, sedangkan Penduduk memiliki
arti sebagai salah satu aset dasar dalam pembangunan, maka dari itu Mobilitas
penduduk merupakan bagian integral dari proses pembangunan secara
keseluruhan. Mobilitas telah menjadi penyebab dan penerima dampak dari
perubahan dalam struktur ekonomi dan sosial suatu daerah. Oleh sebab itu, tidak
terlalu tepat untuk hanya menilai semata-mata aspek positif maupun negatif dari
mobilitas penduduk terhadap pembangunan yang yang ada, tanpa
memperhitungkan pengaruh kebaikannya.Tidak akan terjadi proses pembangunan
tanpa adanya mobilitas penduduk. Tetapi juga tidak akan terjadi pengarahan
penyebaran penduduk yang berarti tanpa adanya kegiatan pembangunan itu sendiri.

2.2. Mobilitas penduduk masa orde baru

Para penduduk yang akan berpindah, atau migran, telah memperhitungkan


berbagai kerugian dan keuntungan yang akan di dapatnya sebelum yang
bersangkutan memutuskan untuk berpindah atau menetap ditempat asalnya. Dalam
hubungan ini tidak ada unsur paksaan untuk melakukan migrasi. Tetapi semenjak
dasawarsa 1970-an banyak dijumpai pula mobilitas pendudukyang bersifat paksaan
atau dukalara atau terdesak (impelled) (Peterson,W:1969).Mobilitas penduduk
akibat kerusuhan politik atau bencana alam seperti yang terjadi diSakel ataupun
Horn, Afrika merupakan salah satu contoh.

Adanya berbagai tekanan dari segi politik, sosial, ataupun budaya


menyababkan individu tidak memiliki kesempatan dan kemampuan untuk
melakukan perhitungan manfaat ataupun kerugian dari aktivitas migrasi tersebut.
Mereka berpindah ke daerah baru dalam kategori sebagai pengungsi(refugees).
Para pengungsi ini memperoleh perlakuan yang berbeda di daerah tujuan dengan
migran yang berpindah semata-mata karena motif ekonomi (Beyer, Gunther;1981;
Adelman: 1988). Dalam kenyataannya, secara konseptual maupun metodelogi,
para ahli sampaisaat ini masih mengalami kesulitan dalam membedakan secara
lebih tajam antaramigran dengan motif ekonomi dan migran karena motif-motif
non ekonomi (Kunz. E.F.; 1973; King, Rusell: 1966).

Interaksi atau hubungan timbal-balik juga yang saling mempengaruhi bukan


hanya terjadi antara manusia dan lingkungannya, juga terjadi antar sesama
manusia. Hubungan yang terjadi tidak terbatas hanya dalam dsatu wilayah, tetapi
juga wilayah-wilayah lainnya. Misalnya antar desa dengan kota, antara kota
dengan kota atau bahkan lebih luas lagi. Oleh karena itu interaksi ini dapat
diartikan sebagai suatu hubungan timbal-balik yang saling mempengaruhi antara
dua wilayah kota atau lebih, yang dapat melahirkan gejala, kenampakan atau
permasalahan baru.

Menurut Edward Ullman ada 3 faktor yang mempengaruhi timbulnya


interaksi kota, yaitu :
1. Adanya wilayah yang saling melengkapi (regional complementary)
Hal ini dapat terjadi karena setiap wilayah memiliki sumber daya alam dan
kebutuhan yang berbeda-beda.
2. Adanya kesempatan untuk berinteraksi
Hubungan antar wilayah dapat diperlemah oleh ketidak adaan interaksi sesama.

3. Adanya kemudahan transfer/pemindahan dalam ruang (spatial transfer ability)


Kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang dipengaruhi oleh jarak
mutlak dan jarak relatif antarwilayah, adanya biaya transportasi, dan kelancaran
sarana transportasi antarwilayah
Dalam kaitannya dengan interaksi kota tersebut, maka mobilitas penduduk
dapat diartikan sebagai suatu perpindahan penduduk, baik secara teritorial, spacial,
atau geografis. Konsep mobilitas penduduk ini mengandung arti bahwa terjadinya
interaksi masyarakat antara dua kota berlangsung secara intensif. Misalnya,
interaksi yang terjadi antara masyarakat dan berbagai kota yang ada dipulau jawa
semakin bertambah marak dengan adanya dukungan sarana transportasi, bahkan
waktu tempuh pun semakin singkat.

No Tahun Sensus Jumlah Penduduk


1 1930 60.700.000
2 1961 97.100.000
3 1973 119.200.000
4 1980 147.500.000
5 1990 179.300.000

Pusat-Pusat pertumbuhan di Indonesia pada masa Orde Baru,


Untuk mengetahui munculnya pusat-pusat pertumbuhan di Indonesia terdapat 2
teori yaitu :
1. Teori Tempat Sentral ( central place theory ) oleh Walter Christaller
Bahwa Pusat lokasi aktivitas yang melayani berbagai kebutuhan penduduk harus
berada di suatu tempat sentral yaitu tempat yang memungkinkan partisipasi
manusia dengan jumlah yang maksimum.Tempat sentral itu berupa ibukota
kabupaten, kecamatan, propinsi ataupun ibukota Negara. Masing-masing titik
sentral memiliki daya tarik terhadap penduduk untuk tinggal disekitarnya dengan
daya jangkau yang berbeda.

2. Teori Kutub Pertumbuhan ( Growth Pole Theory ) oleh Lerroux


Bahwa pembangunan yang terjadi di manapun tidak terjadi secara serentak tapi
muncul pada tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan identitas yang berbeda.
Kawasan yang menjadi pusat pembangunan dinamakan pusat-pusat atau kutub-
kutub pertumbuhan. Dari kutub inilah proses pembangunan menyebarke wilayah-
wilayah lain di sekitarnya.
Faktor penyebab suatu titik lokasi menjadi pusat pertumbuhan
Suatu titik lokasi menjadi pusat pertumbuhan disebabkan oleh beberapa hal antara
lain :
1. Kondisi fisik wilayah
2. Kekayaan sumber daya alam
3.Sarana dan prasarana transportasi
4. Adanya industri

Jenis-jenis Mobilitas penduduk :

Migrasi
Migrasi atau mobilitas penduduk dari satu daerah ke daerah lainnya
dapat dikelompokkan menjadi dua:
a. Migrasi internasional, yaitu perpindahan penduduk yang dilakukan
antarnegara.

Migrasi internasional dibedakan menjadi imigrasi dan emigrasi.


1) Imigrasi, yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara lain ke dalam
suatu negara. Contoh orang India masuk ke Indonesia.
2) Emigrasi, yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara menuju ke negara lain.
Contoh orang Indonesia pergi bekerja ke luar negeri, misalnya para Tenaga Kerja
Indonesia yang bekerja di Malaysia.
b. Migrasi nasional, yaitu proses perpindahan penduduk di dalam satu
negara.

Migrasi nasional ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu:


1) Migrasi penduduk sementara atau migrasi sirkuler, terdiri dari:
a) penglaju, yaitu perpindahan penduduk dari tempat tinggal asal menuju ke tempat
tujuan yang dilakukan setiap hari pulang pergi untuk melakukan suatu pekerjaan.
b) perpindahan penduduk musiman, maksudnya perpindahan yang dilakukan hanya
bersifat sementara pada musim-musim tertentu.

2) Migrasi penduduk menetap meliputi transmigrasi dan urbanisasi.


Transmigrasi, yaitu perpindahan dari salah satu wilayah untuk menetap di wilayah
lain dalam wilayah negara.

Migrasi, baik migrasi internasional maupun nasional tentu ada


pengaruhnya. Sebagai contoh untuk transmigrasi, urbanisasi, atau emigrasi sebagai
TKI, dampak negatifnya adalah:
di perdesaan tenaga di sektor pertanian berkurang,
banyak lahan tidak tergarap,
produktivitas pertanian dapat menurun, dan
tenaga terdidik sebagai tenaga penggerak pembangunan berkurang.

Namun migrasi juga ada akibat positifnya, yaitu:


meningkatkan pendapatan penduduk desa,
mengurangi kepadatan penduduk,
menularkan pengalaman kota, dan
masyarakat desa ingin maju.

Transmigrasi
Transmigrasi yaitu perpindahan penduduk dari satu pulau kepulau lain dalam satu
negara.
Program transmigrasi (bahasa Indonesia: Transmigrasi) merupakan inisiatif
dari pemerintah kolonial Belanda, dan kemudian dilanjutkan oleh pemerintah
Indonesia untuk memindahkan penduduk dari daerah padat penduduk Indonesia
untuk daerah yang kurang padat penduduknya. Transmigrasi ini memindahkan
penduduk secara permanen dari pulau Jawa, tetapi juga untuk tingkat yang lebih
rendah dari Bali dan Madura, untuk daerah yang kurang padat penduduk termasuk
Papua, Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Tujuan dari program ini adalah untuk
mengurangi kemiskinan yang cukup besar dan kelebihan penduduk di Jawa, untuk
memberikan kesempatan bagi pekerja keras orang miskin, dan untuk menyediakan
tenaga kerja untuk lebih memanfaatkan sumber daya alam pulau-pulau di
nusantara. Program ini, menimbulkkan kontroversi karena kekhawatiran dari
populasi asli dari "Jawanisasi" dan "Islamisasi" telah memperkuat gerakan
separatis dan kekerasan komunal.
Untuk mengatasi kepadatan penduduk, pemerintah menggalakkan program
transmigrasi. Adapun jenis-jenis transmigrasi yang ada adalah :
1. Transmigrasi umum, yaitu transmigrasi yang biayanya ditanggung pemerintah
ditujukan untuk penduduk yang memenuhi syarat.
2. Transmigrasi spontan/swakarsa, yaitu transmigrasi yang seluruh pembiayaannya
ditanggung sendiri. Pemerintah hanya menyediakan lahan pertanian dan rumah.
3. Transmigrasi lokal, yaitu transmigrasi yang dilakukan dalam satu wilayah
provinsi.
4. Transmigrasi khusus/sektoral, yaitu transmigrasi yang dilakukan karena
penduduk terkena bencana alam.
5. Transmigrasi bedol desa, yaitu transmigrasi yang dilakukan oleh seluruh
penduduk desa berikut pejabat-pejabat pemerintahan desa.
Untuk mengatur kelahiran penduduk, pemerintah menggalakkan program Keluarga
Berencana dalam rangka mencapai Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera
(NKKBS). Program KB juga mengarah pada catur warga, yaitu keluarga yang
terdiri dari ayah, ibu, dan dua orang anak. Ternyata program KB di Indonesia
berhasil sangat baik dan bahkan dijadikan contoh oleh banyak negara untuk
mengatasi masalah kependudukan
Program transmigrasi dibagi 2 periode yaitu tahap pra Pelita dan tahap
Pelita. Tujuan Transmigrasi pada masa Orde Baru yaitu :
1. Meningkatkan taraf hidup rakyat.
2. Meningkatkan pembangunan daerah.
3. Menyeimbangkan persebaran penduduk.
4. Melaksanakan pembangunan secara merata.
5. Memanfaatkan sumber-sumber alam dan tenaga manusia.
6. Memperkukuh rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
7. Memperkuat pertahanan dan keamanan nasional.

Dampak Transmigrasi
Ekonomi
Sebagai contoh, program ini gagal dalam tujuannya untuk meningkatkan
situasi migran. Tanah dan iklim dari lokasi baru mereka pada umumnya hampir
tidak seproduktif tanah vulkanik Jawa dan Bali. Para pemukim tidak memiliki
tanah dalam keterampilan bertani, apalagi keterampilan yang sesuai dengan lahan
baru, sehingga mengurangi peluang sukses mereka sendiri.

Lingkungan
Transmigrasi juga telah disalahkan untuk mempercepat deforestasi daerah
hutan hujan sensitif, sebagai daerah yang sebelumnya jarang-penduduknya
mengalami peningkatan besar dalam populasi. TransMigran sering dipindahkan ke
yang sama sekali baru "desa-desa transmigrasi," dibangun di daerah yang relatif
tidak terpengaruh oleh aktivitas manusia. Dengan menetap di tanah ini, sumber
daya alam habis dan tanah menjadi overgrazed, mengakibatkan deforestasi.

Politik dan sosial


Program ini telah menghasilkan bentrokan komunal antara kelompok etnis
yang telah datang ke dalam kontak melalui transmigrasi. Sebagai contoh, pada
tahun 2001 orang-orang Dayak lokal dan transmigran Madura bentrok selama
konflik Sampit yang mengakibatkan ratusan kematian dan ribuan orang Madura
yang mengungsi. Transmigrasi mengakibatkan kontroversial di provinsi Papua dan
Papua Barat, di mana mayoritas penduduk adalah Kristen. Beberapa masyarakat
Papua menuduh pemerintah telah melakukan Islamisasi di daerah tersebut, atau
Islamisasi melalui transmigrasi. Sebagian lain masyarakat Papua memberi
dukungan terhadap transmigrasi karena transmigran dianggap disiplin dan pekerja
keras, dan karena melalui transmigrasi, Papua bisa berteman dengan orang-orang
di luar provinsi asal mereka.

Urbanisasi
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota atau dari kota kecil
ke kota besar.
(1) Faktorfaktor yang mendorong terjadinya urbanisasi, sebagai berikut.
(a) Lahan pertanian semakin sempit.
(b) Sulitnya pekerjaan di luar sektor pertanian.
(c) Banyaknya pengangguran di pedesaan.
(d) Fasilitas kehidupan sulit didapat.
(e) Kurangnya fasilitas hiburan.

(2) Faktor penarik di kota, sebagai berikut.


(a) Lapangan pekerjaan lebih banyak.
(b) Banyak menyerap tenaga kerja.
(c) Banyak hiburan.
(d) Banyak fasilitas kehidupan.

Dalam hal urbanisasi, dampak negatif bagi wilayah perkotaan, antara lain:
pertambahan penduduk,
kepadatan penduduk,
peningkatan tenaga kasar,
timbul daerah kumuh,
tuna wisma,
meningkatnya kejahatan,
pengangguran,
kemacetan lalu-lintas, dan
semakin menciptakan rasa individual yang tinggi.

Upaya menghambat arus Urbanisasi menuju kota-kota besar


Alternatif dari kebijaksanaan itu ialah mengubah arah migran menuju ke kota-kota
kecil dan kota-kota sedang. Kota kecil perlu dibangun dengan fasilitas perkotaan,
prasarana transportasi dibangun dan ditingkatkan.

2.3. Faktor pendorong mobilitas penduduk


Mobilitas penduduk mempunyai pengertian pergerakan penduduk dari satu
daerah ke daerah lain. Baik untuk sementara maupun untuk jangka waktu yang
lama atau menetap seperti mobilitas ulang-alik (komunitas) dan migrasi. Mobilitas
penduduk adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lain atau
dari suatu daerah ke daerah lain.
Penduduk yang melakukan mobilisasi tidaklah semata mata untuk berpindah
tempat saja, tetapi hal itu dilakukan oleh karena dorongan dari tiga faktor yaitu:
1. Penarik.
2. Pendorong.
3. Kendala.
Pada tahun 1885 E.G. Ravenstin ( Bogue, 1969: 755, dalam Suhardi, 2007)
mempublikasikan yang dia sebut sebagai 7 hukum-hukum perpindahan
penduduk (migrasi), yang terdiri dari:

1. Migrasi dan jarak, kebanyakan migran melakukan perpindahan dalam jarak dekat.
Bila jaraknya bertambah maka jumlah migrant yang berpindah menurun.
2. Migrasi bertahap, penduduk semula pindah dari daerah pedesaan ke tepi kota besar
sebelum masuk ke dalam kota besar tersebut.
3. Arus dan arus balik, tiap adanya arus migrasi akan terjadi juga migrasi arus balik.
4. Daerah urban (perkotaan) dan rural (pedesaan), penduduk perkotaan kurang
melakukan migrasi dibandingkan dengan penduduk daerah pedesaan.
5. Dominasi wanita pindah jarak dekat, dalam jarak dekat wanita pindah lebih banyak
daripada laki-laki.
6. Teknologi dan migrasi, perkembangan teknologi cenderung meningkatkan migrasi.
7. Dominasi motif ekonomi, walaupun berbagai jenis faktor dapat mendorong
terjadinya perpindahan akan tetapi keinginan untuk meningkatkan keadaan
ekonomi merupakan kekuatan yang paling potensial.
Faktor pendorong (push) yang bersifat sentrifugal dan penarik (pull) yang
bersifat sentripetal. Ardy (2008) mngungkapkan perpindahan dari daerah asal
(area of origin) dimungkinkan oleh karena adanya beberap faktor pendorong yaitu:
1. Turunnya sumber daya alam.
2. Hilangnya mata pencaharian.
3. Diskriminasi yang bersifat penekanan atau penyisihan
4. Memudarnya rasa ketertarikan oleh karena kesamaan kepercayaan, kebiasaan
atau kebersamaan perilaku baik antar anggota keluarga maupun masyarakat
sekitar.
5. Menjauhkan diri dari masyarakat oleh karena tidak lagi kesempatan untuk
pengembangan diri, pekerjaan atau perkawinan.
6. Menjauhkan diri dari masyarakat oleh karena bencana alam seperti banjir,
kebakaran, kekeringan, gempa bumi, atau epidemic penyakit.
Perpindahan ke daerah tujuan (area of destination) dimungkinkan oleh
karena adanya beberapa faktor penarik yaitu:
1. Kesempatan yang melebihi untuk bekerja sesuai dengan latar belakang profesinya
dibandingkan di daerah asal.
2. Kesempatan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi.
3. Kesempatan yang lebih tinggi memperoleh pendidikan atau pelatihan sesuai dengan
spesialisasi yang dikehendaki.
4. Keadaan lingkungan yang menyenangkan, seperti cuaca perumahan, sekolah, da
fasilitas umum lainnya.
5. Ketergantungan, seperti dari seorang isteri terhadap suaminya yang tinggal di
tempat yang dituju.
6. Penyediaan untuk melakukan berbagai kegiatan yang berbeda atau yang baru dilihat
dari berbagai sisi lingkungan, penduduk atau budaya masyarakat sekitar.

Faktor pendorong dan penarik perpindahan penduduk ada yang negatif dan
ada yang positif (Abidin, 2010). Faktor pendorong yang positif yaitu para
migran ingin mencari atau menambah pengalaman di daerah lain. Sedangkan
faktor pendorong yang negatif yaitu fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup
terbatas dan lapangan pekerjaan terbatas pada pertanian. Faktor penarik yang
positif yaitu daerah tujuan mempunyai sarana pendidikan yang memadai dan lebih
lengkap. Faktor penarik yang negatif adalah adanya lapangan pekerjaan yang
lebih bervariasi, kehidupan yang lebih mewah, sehingga apa saja yang diperlukan
akan mudah didapat dikota. Faktor kendala tidak dipaparkan jelas karena Faktor
kendala hanya ada jika ada musibah atau suatu kendala yang tak terduga.

2.4. Dampak mobilitas penduduk

Dampak positif Mobilitas Penduduk:


1. Berlimpahnya tenaga kerja di perkotaan
2. Meningkatnya penghasilan para urbanisasi
3. Meningkatnya persaingan kerja

Dampak negative mobilitas penduduk:


1. Munculnya pemukiman kumuh
2. Tingginya jumlah penduduk miskin
3. Terjadinya degradasi lingkungan
4. Terjadinya pengangguran
5. Meningkatnya angka kriminalitas

2.5. Penanggulangan mobilitas

Pemerintah melaksanakan pembangunan Nasional jangka pendek dan jangka


panjang melalui Pelita yang tidak terlepas dari Trilogi Pembangunan, yaitu
a. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat
b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup timggi
c. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
Pelaksanaan pembangunan tidak akan berjalan lancar tanpa ada pemerataan
pembangunan yang menetapkan 8 jalur pemerataan, yakni : (Didesa maupun
dikota)
a. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, hususnya sandang,
pangan dan perumahan.
b. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
c. Pemerataan pembagian pendapatan
d. Pemerataan kesempatan kerja
e. Pemerataan berusaha
f. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi
generasi muda dan kaum wanita
g. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air
h. Pemeratan kesempatan memperoleh keadilan.
Mobilitas penduduk memiliki beberapa jenis dan dari setiap jenis mobilitas itu
sendiri mereka memiliki hukum-hukum untuk mengatur perpindahan yang terjadi.
Apabila terjadinya mobilitas yang tak terkendali, maka wilayah yang kosong akibat
perpindahan tersebut harus memiliki daya penarik agar tidak terjadinya
perpindahan yang tidak terkendali, Antara lain:
Adanya pembangunan lapangan pekerjaan di wilayah tsb yang memadai, contohnya
dibangun pabrik industri yang sesuai dengan masyarakatnya
Adanya pembangunan untuk melengkapi sandang pangan di wilayah tsb ( Sudah
ada dalam program pemerintah, akan terjadinya pemerataan pembangunan)
Wilayah tsb harus dapat berkembang secara dinamis
Adapun kebijakan pemerintah dalam bentuk undang-undang
Kebijakan tersebut adalah undang-undang yang mengatur penyelenggaraan
transmigrasi (Undang-Undang Nomor 29/1960 tentang pokok-pokok
penyelenggaraan transmigrasi, yang kemudian disempurnakan dengan undang-
undang nomor 3/1972 tentang ketentuan ketentuan pokok transmigrasi dan
Undang-Undang Nomor 15/1997 tentang ketransmigrasian). Pada Undang-Undang
Nomor 29/1960 lebih menitik beratkan pada jenis penempatan transmigrasi
spontan secara teratur dalam jumlah yang besar. Undang-Undang Nomor 3/1972
menitikberatkan pada penempatan penduduk di wilayah-wilayah strategis, dan
adanya berbagai sanksi atas
pelanggaran perundang-undangan sebagai pelanggaran hukum. Undang-Undang
Nomor 15/1997 berorientasi pada pengaturan pemukiman dan lahan, serta
memperbaiki sarana jalan dan transportasi di daerah tujuan (Warsono, 2004).
Kebijakan migrasi yang berjalan hingga saat ini merupakan kebijakan bersifat
direct policy yang mengatur perpindahan penduduk berdasarkan tingkat kepadatan
penduduk. Tetapi hingga saat ini kebijakan tersebut belum mampu mengatasi
masalah distribusi penduduk tersebut, yang terlihat dari
tingginya jumlah migran masuk ke Jawa dibanding jumlah migran

v
Penutup
3.1. Kesimpulan

Mobilitas penduduk masa Orde Baru terjadi karena pertumbuhan penduduk


yang berlebihan sehingga menyebabkan beberapa dampak di setiap aspek.
Terjadinya Mobilitas penduduk tak lepas dari faktor pemicunya. Baik dari daya
dorong didesa maupun dari daya tarik dikota. Mobilitas tidak hanya berdampak
positive tetapi juga memiliki dampak negative, Untuk itu pemerintah menciptakan
kebijakan melalui hukum yang ditentukan dalam proses mobilitas itu sendiri dan
juga tak lepas dari kebijakan wilayah yang ditinggalkan dalam proses perpindahan.

3.2. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

You might also like