Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Novia Mafrukhah
P.1337420114069
Dosen Pembimbing :
Desak Parwati, S.Kep, Ns, M.Kes
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Preeklamsia adalah kelainan multiorgan spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan
adanya hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan
vaskuler atau hipertensi sebelumnya, adapun gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 20 minggu (Obgynacea, 2009) Preeklamsia adalah timbulanya
hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia 20 minggu atau
segera setelah persalinan (Mansjoer, 2006) Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul
setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria, penyakit ini umumnya terjadi
dalam triwulan ketiga dalam kehamilan, atau segera setelah persalinan. ( Prawirohardjo,
2008)
2. Klasifikasi
Menurut Wiknjosastro (2008) preeklamsia dibagi menjadi : a) Preeklamsia ringan, bila
disertai keadaan sebagai berikut: 1) Tekanan darah 140/90mmHg atau lebih yang diukur
pada posisi berbaring terlentang, atau dengan kenaikkan diastolic 15mmHg atau lebih,atau
kenaikan sistolik 30mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurangkurangnya pada 2 kali
pemeriksaan dengan jarak periksa 1jam, sebaiknya 6jam 3 2) Edema umum, kaki, jari
tangan dan muka serta kenaikkan berat badan 1kg atau lebih setiap minggunya 3)
Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, kwalitatif 1 + atau 2+ pada urin kateter
atau midstream b) Preeklamsia berat 1) Tekanan darah 160/100 mmHg atau lebih 2)
Proteinuria 5gr atau lebih per liter 3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24
jam 4) Adanya gangguan serebal, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium 5)
Terdapat edema paru atau sianosis 6) Keluhan subjektif : nyeri epigastrium, gangguan
penglihatan, nyeri kepala, odema paru, dan sianosis gangguan kesadaran. 7) Pemeriksaan :
kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada retina, tromosit kurang dari
100.000 /mm.
3. Etiologi
Menurut Bobak (2005) preeklamsia umumnya terjadi pada kehamilan pertama, kehamilan
diusia remaja dan kehamilan wanita diatas 40th, namun ada beberapa faktor resiko yang
dapat menyebabkan terjadinya preeklamsia, faktor tersebut adalah :
a. Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis
b. Riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan
c. Kegemukan
d. Riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya
e. Riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan
f. Gizi buruk g. Gangguan aliran darah ke Rahim h. Kehamilan kembar
5. Patofisiologi
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik
uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat
dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan kadar 1
-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi
kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi
perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai
penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang
dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel
mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah.
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan prostaglandin
berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin
dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap
Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya
terhadap efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler
menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang
menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena
gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel
pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin 1 yang merupakan
vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga
unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada
lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem organ.
Fungsi organ-organ lain
1. Perubahan pada otak
Pada pre-eklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-batasn ormal. Pada
eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema
terjadi pada otak yang dapat menimbulkan kelainan serebral dan kelainan pada visus. Bahkan pada
keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
2. Perubahan pada uri dan rahim
Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan plasenta, sehinggaterjadi gangguan
pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklampsi dan
eklampsi sering terjadi bahwa tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan meningkat maka
terjadilah partus prematurus.
3. Perubahanp ada ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal kurang. Hal ini menyebabkan filfrasi
natrium melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filnasi
glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria
dan anuria.
4. Perubahan pada paru-paru
Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya disebabkan oleh edema paru. Ini
disebabkan oleh adanya dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspires pnemonia.
Kadang-kadang ditemukan abses paru.
5. Perubahan pada mata
Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh darah. Bila ini dijumpai adalah sebagai
tanda pre-eklampsi berat. Pada eklampsi dapat terjadi ablasio retinae, disebabkan edema intra-
okuler dan hal ini adalah penderita berat yang merupakan salah satu indikasi untuk terminasi
kehamilan. Suatu gejala lain yang dapat menunjukkan arah atau tanda dari pre-eklampsi berat akan
terjadi eklampsi adalah adanya: skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan perubahan
peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
6. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan nyata pada metabolisme air, elektrolit,
kristaloid dan protein serum. Dan tidak terjadi ketidakseimbangan elektrolit. Gula darah,bikarbonasn
atrikusd an pH normal. Pada pre-eklampsi berat dan pada eklampsi : kadar gula darah naik
sementara asam laktat dan asam organik lainnya naik sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan
ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi
sehingga natrium dilepas lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk bikarbonas natrikus.
Dengan begitu cadangan alkali dapat kembali pulih normal ( khaidir. 2009).
6. Pathways
7. Komplikasi
a. Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari dinding rahim. Pada penderita
preeklamsi ini terjadi karena adanya vasospasme pada pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke plasenta terganggu. Sehingga nutrisi menuju ke janin
atau plasenta berkurang kemudian terjadi sianosis yang menyebabkan plasenta lepas
dari dinding rahim.
b. Hemolisis
Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati pada penderita
pre-eklampsia.
c. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
d. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada
retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya
apopleksia serebri.
e. Edema paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paru-
paru.
f. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum.
Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
g. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,
hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala subjektif [cepat lelah,
mual, muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit
oleh radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc),
agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan
(vasokonstriktor kuat), lisosom.
h. Prematuritas
Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau
gagal ginjal.
i. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation):
DIC adalah gangguan serius yang terjadi pada mekanisme pembekuan darah pada
tubuh. Pada penderita preeklamsi terjadi proteinuria yaitu protein yang keluar
bersama urin akibat dari kerusakan ginjal. Sedangkan dalam mekanisme pembekuan
darah di perlukan fibrinogen yang merupakan protein. Sehingga pada penderita
preeklamsi karena terjadi kekurangan protein dalam darah menyebabkan mekanisme
pembekuan darah terganggu kemudian terjadinya DIC.
8. Pemeriksaan Penunjang
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif untuk preeklampsia.
Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator preeklampsia, namun ternyata tidak
sensitif dan spesifik sebagai alat diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum
pada wanita yang menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya
preeklampsia superimpose.
a. Laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita
dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar
enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin 24
jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga pemeriksaan
kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan pembekuan.
Semua pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau
progresifitas penyakitprotein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit
menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7
mg/100 ml.
b. USG : untuk mengetahui keadaan janin
c. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Pada penderita yang sudah masuk ke rumah sakit dengan tanda-tanda dan gejala-
gejala preeklamsi berat segera harus di beri sedativa yang kuat untuk mencegah
timbulnya kejang-kejang.
Sebagai tindakan pengobatan untuk mencegah kejang-kejang dapat di berikan:
1) Larutan sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml (4 gr) disuntikan intramuskulus
bokonh kiri dan kanan sebagai dosis permulaan dan dapat di ulang 4 gr tiap 6
jam menurut keadaan. Tambahan sulfas magnesikus hanya diberikan bila
diuresis baik, reflek patella positif, dan kecepatan pernafasan lebih dari 16 per
menit. Obat tersebut selain menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan diuresis.
2) Klopromazin 50 mg intramuskulus.
3) Diazepam 20 mg intramuskulus
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO 4 tidak dipenuhi.
Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100
mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.
Sebagai tindakan pengobatan untuk menurunkan tekanan darah:
1) Anti hipertensi
Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg. Sasaran pengobatan
adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan
menurunkan perfusi plasenta.
Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-
obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang
biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan
tekanan darah.
Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi
secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 5-10 mg
oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam.
2) Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi
cepat dengan cedilanid D.
Penggunaan obat hipotensif pada pre-eklamsia berat diperlukan karena dengan
menurunnya tekanan darah kemungkinan kejang dan apolpeksia serebri menjadi
lebih kecil. Apabila terdapat oliguria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20%
secara intravena. Obat diuretika tidak si berikan secar rutin
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Prinsip Penatalaksanaan Pre-Eklampsia
Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin
terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin
setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih
berat jika persalinan ditunda lebih lama.
2) Penatalaksanaan preeklamsI Ringan
Kehamilan kurang dari 37 minggu. (Saifuddin et al. 2002),
Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), refleks, dan kondisi janin.
Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya preeklampsia dan
eklampsia.
Lebih banyak istirahat, tidur miring agar menghilangkan tekanan pada vena cava
inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan menambah curah
jnatung.
Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).
Tidak perlu diberi obat-obatan.
Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
Diet biasa
Pantau tekanan darah 2 kali sehari dan urin (untuk proteinuria) sekali sehari.
Tidak perlu diberi obat-obatan.
Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi kordis,
atau gagal ginjal akut.
Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan :
Nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklampsia berat.
Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan darah, urin, keadaan janin,
serta gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat;
Jika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali.Jika tidak ada tanda-tanda
perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan penanganan dan observasi kesehatan janin.
Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan
terminasi kehamilan. Jika tidak rawat sampai aterm.
Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai PE berat.
Kehamilan lebih dari 37 minggu
Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi persalinan dengan oksitosin
atau prostaglandin.
Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin
atau kateter Foley atau lakukan seksio sesarea.
c. Penatalaksanaan PEB
Tujuannya : mencegah kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan
suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan.
(Angsar MD, 2009; Saifuddin et al. 2002):
1) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
2) Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.
3) Pemberian obat antikejang.
4) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah
jantung. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
5) Pemberian antihipertensi
6) Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut of) tekanan darah, untuk
pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut ofyang dipakai
adalah 160/110 mmHg dan MAP 126 mmHg. Di RSU Soetomo Surabaya batas
tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik 180
mmHg dan/atau tekanan diastolik 110 mmHg.
7) Pemberian glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberikan pada kehamilan 32 34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada
sindrom HELLP.
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah:
Penurunan hemoglobin (nilai rujukan ata kadar normal hemoglobin utk wanita hamil
adalah 12-14gr%)
Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm 3
Urinalisis: ditemukan protein dalam urin
Pemeriksaan fungsi hati
Bilirubin meningkat (N= <1 mg/dl)
LDH (laktat dehidrogenase) meningkat
Aspartat aminotransferase (AST) >60 ul
Serum glutamat pirufat trasaminase (SGOT) meningkat (N= 6,7-8,7 g/dl)
Tes kimia darah: asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl)
Pemeriksaan radiologi
Ultrasonografi: ditemukannya retardasi pertumbuhan janin intrauterus. Pernapasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
Kardiografi: diketahui denyut jantung bayi lemah
g. Data psikologis
Biasanya ibu preeklampsia ini berada dalam kondisi yang labil dan mudah marah, ibu
merasa khawatir akan keadaan dirinya dan keadaan janin dalam kandungannya, dia
takut anaknya nanti lahir cacat atau meninggal dunia,sehingga ia takut untuk
melahirkan.
2. Diagnosa Keperawatan :
a. Setelah data terkumpul dan kemudian dianalisis, sehingga diagnosis yang mungkin
ditemukan pada ibu preeklampsia berat adalah sebagai berikut.
b. Kelebihan volume cairan interstisial yang berhubungan dengan penurunan tekanan
osmotik, perubhan permeabilitas pembuluh darah.
c. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan hipovolemia/penurunan aliran balik
vena
d. Resiko cedera pada janin yang berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke
plasenta.
e. Resiko cedera pada ibu yang berhubungan dengan edema/hipoksia jaringan,kelang tonik
klonik
(Dangoes:2000)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi
a. Kelebihan volume Tujuan: 1. Pantau dan catat 1. Dengan memantau intake
cairan interstisial Volume cairan intake dan output dan output diharapkan
yang berhubungan akan kembali setiap hari. dapat diketahui adanya
dengan penurunan seimbang 2. Pemantauan tanda- keseimbangan cairan dan
tekanan osmotik, Kriteria hasil: tanda vital, catat dapat diramalkan
perubahan Tekanan osmotic waktu pengisisan keadaan dan kerusakan
permeabilitas & permeabiltas kapiler (capillary refill glomerulus.
pembuluh darah, pembuluh darah time-CRT). Memantau 2. Dengan memantau
serta retensi sodium normal atau menimbang tanda-tanda vital dan
dan air. Retensi sodium & berat badan ibu. pengisian kapiler dapat
air (-) 3. Observasi keadaan dijadikan pedoaman
edema. untuk penggantian cairan
4. Berikan diet rendah atau menilai respons dari
garam sesuia hasil kardiovaskuler.
kolaborasi dengan ahli 3. Keadaan edema
gizi merupakan indikator
5. Kaji distensi vena keadaan cairan dalam
jugularis dan perifer. tubuh
6. Kolaborasi dengan 4. Diet rendah garam akan
dokter dalam mengurangi terjadinya
pemberian diuretik. kelebihan cairan
5. Retensi cairan yang
berlebihan bisa
dimanifestasikan dengan
pelebaran vena jugularis
dan edema perifer
6. Diuretik dapat
meningkatkan filtrasi
glomerulus dan
menghambat penyerapan
sodium dan air dalam
tubulus ginjal.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan, dimana perawat
menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan diri ibu dan menilai sejauh mana masalah
ibu dapat diatasi. Di samping itu, perawat juga memberikan umpan balik atau pengkajian ulang,
seandainya tujuan yang ditetapkan belum tercapai, maka dalam hal ini proses keperawatan
dapat dimodifikasi.
DAFTAR PUSTAKA