You are on page 1of 9

TUGAS FARMAKOTERAPI II

STUDI KASUS
ANTIFUNGI

OLEH :
KELOMPOK IV

Ni Kadek Indah Paramita Dewi (1408505006)


Gede Mahendra Dharma Putra (1408505018)
Ni Wayan Musdwiyuni (1408505027)
Ida Ayu Putu Yudia Putri (1408505048)
Tamara Candra Paramitha (1408505064)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
I. KASUS
Seorang wanita 30 tahun sedang hamil 28 minggu membawa resep
fluconazole 150 mg dosis tunggal untuk mengatasi Candidiasis vulvovaginalis yang
dialaminya. Wanita ini khawatir tentang pengaruh obat terhadap perkembangan
janinnya dan menanyakan keamanan obat diberikan dan ragu untuk mengkonsumsi
obat tersebut. Selaku apoteker uraikan KIE yang dapat anda diberikan.

II. ANALISIS KASUS DENGAN ANALISIS SOAP

IDENTITAS PASIEN
Usia : 30 tahun
Jenis kelamin : wanita
Keadaan : kondisi hamil 28 minggu

SUBJEKTIF
Pasien wanita berumur 30 tahun sedang hamil 28 minggu.
Ragu untuk mengonsumsi obat fluconazole karena khawatir dapat
mepengaruhi perkembangan janinnya.

OBJEKTIF
Pasien membawa resep fluconazole 150 mg dosis tunggal untuk mengatasi
candidiasis vulvovaginalis yang dialaminya.

ASSASMENT
Kandidiasis vulvovagalis dapat terjadi apabila ada faktor predisposisi baik
eksogen maupun endogen. Faktor eksogen untuk timbulnya kandidiasis
vulvovaginalis adalah kegemukan, DM, kehamilan, dan infeksi kronik dalam servik
atau vagina. Sedangkan faktor eksogennya iklim, panas dan kelembaban yang
meningkat serta higenietas yang buruk (Casari et al., 2010). Pada ibu hamil terjadi
peningkatan risiko terjadinya candidiasis vulvovaginal dan peningkatan jumlah

1
koloni dari Candida albicans. Hal ini disebabkan karena perubahan hormonal yang
dialami oleh ibu hamil (Mendling dan Brasch, 2012).
Komplikasi candidiasis vulvovaginalis pada ibu hamil dapat terjadi dengan
cara penyebaran infeksi ke bagian atas saluran reproduksi (ascending infection)
melalui diseminasi hematogen. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita candidiasis
vulvovaginalis dapat terinfeksi secara langsung dari kontaminasi cairan amnion
atau melalui jalan lahir (Monalisa dan Abubakar, 2012). Komplikasi tersebut adalah
prematuritas, aborsi spontan, chorioamnionitis, dan beberapa infeksi yang dapat
diderita bayi pada saat persalinan. Neonatus prematur mudah terinfeksi jamur
dikarenakan sistem imun yang belum matang. Selama persalinan, transmisi dapat
terjadi melalui vagina ibu yang telah terinfeksi dengan bayi yang baru lahir dan
meningkatkan resiko kejadian infeksi kandida kongenital. Bayi dengan oral thrush
yang mendapatkan air susu ibu (ASI) dapat meningkatkan risiko kandidiasis pada
puting susu ibu tersebut (Parveen, et al., 2008).
Fluconazole adalah obat golongan triazol yang memiliki efek fungistatik
pada jamur seperti Candida sp. and Cryptococcus sp (Tiboni, 1993). Fluconazole
mampu menghasilkan bioavailabiltas yang tinggi saat dikonsumsi secara oral (lebih
dari 90%). Fluconazole bekerja sebagai antifungal dengan merusak membrane sel
fungi melalui inhibisi sitokrom P-450. Untuk pasien vaginal canadiasis,
Fluconazole diberikan dalam dosis tunggal yaitu 150 mg, akan tetapi untuk infeksi
sistemik digunakan dosis yang lebih tinggi yaitu sebanyak 200-400 mg/hari, dan
dikonsumsi dalam jangka waktu yang lebih lama yaitu berminggu-minggu bahkan
berbulan-bulan (Mendling dan Brasch, 2012).
Dilihat dari kondisi pasien yang sedang hamil 28 minggu (trimester ketiga)
perlu dilakukan identifikasi dan pencarian informasi mengenai indeks keamanan
fluconazole terhadap pertumbuhan janin selama kehamilan. Pada tahun 2011, FDA
mengumumkan bahwa studi pada manusia telah menunjukkan adanya efek
teratogenik fluconazole dosis tinggi pada penggunaan jangka panjang, dimana
indeks keamanan fluconazole terhadap kehamilan telah berubah dari kategori C
menjadi kategori D. Yang dimaksudkan kategori C adalah study pada hewan
menunjukkan efek samping pada fetus (teratogenik) embriosida atau yang lainnya,

2
tetapi belum ada study kontrol pada wanita hamil, obat harus diberikan hanya jika
keuntungn lebih besar dari resiko pada fetus. Pada fluconazol terdapat pengecualian
pada penggunaan dosis rendah (150 mg dosis tunggal) untuk terapi vaginal
candidiasis karena hasil studi epidemiologi menunjukkan tidak ada korelasi
kejadian teratogenisitas dengan penggunaan fluconazole dosis rendah (Molgaard-
Nielsen et al., 2013).
Menurut WHO (2003) meskipun terdapat beberapa pengobatan efektif dosis
tunggal secara oral, tidak menjamin keamanan atau efektifitasnya untuk pengobatan
pada masa kehamilan. Apoteker sebaiknya mengkonsultasikan dengan dokter yang
meresepkan obat tersebut, dimana jika dimungkinkan untuk mengganti obat
fluconazole oral dengan obat yang digunakan secara topikal sehingga absorpsi obat
ke sistemik minimal dan tidak mempengaruhi perkembangan janin pasien.
Pengobatan secara topikal pada wanita hamil sering digunakan golongan azole.
Pada masa kehamilan beberapa obat yang dapat digunakan diantaranya mikonazol,
klotrimazol, butokonazol dan terkonazol (WHO, 2003).

PLAN
Adapun rencana tatalaksana terapi yang dapat dilakukan berdasarkan
assessment adalah sebagai berikut :
1. Terapi farmakologi
Berdasarkan assessment yang telah dilakukan kepada pasien disimpulkan
bahwa penggunaan fluconazole secara oral tidak dapat menjamin keamanan pasien
serta janin yang dikandungnya, hal ini dikarenakan fluconazole merupakan obat
yang termasuk kedalam golongan C menurut Food and Drugs Administration
(FDA), yang berarti bahwa belum ada penelitian yang membuktikan keamanan
fluconazole bagi kehamilan (bayi dalam kandungan), namun telah dilakukan
pengujian secara in vivo terhadap hewan uji yang membuktikan bahwa fluconazole
dapat membahayakan janin (teratogenik), namun jika potensi keuntungan dapat
dijamin, penggunaan obat pada ibu hamil dapat dilakukan meskipun potensi resiko
sangat besar (HCV Advocate, 2015).

3
Sehingga diperlukan terapi alternatif untuk menggantikan obat yang telah
dikonsumsi oleh pasien, dimana perlu didiskusikan kepada dokter penulis resep
untuk mengganti terapi penyembuhan Vulvovaginalis candidiasis yang diderita
pasien. Clotrimazole merupakan pilihan yang tepat untuk menggantikan
fluconazole, hal ini dikarenakan clotrimazole merupakan obat antifungi yang
termasuk kedalam golongan B, yang berarti telah dilakukan studi terkait keamanan
obat kepada manusia, dan menghasilkan data bahwa obat tersebut aman untuk
dikonsumsi bagi ibu hamil, karena tidak bersifat teratogenik (HCV Advocate,
2015).
Bentuk sediaan yang dipilihkan untuk pasien adalah sediaan topikal, yaitu
Clotrimazole 1% cream. Krim merupakan sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak (a/m) atau
minyak dalam air (m/a) (Depkes RI, 1995). Sediaan topikal yaitu cream bekerja
pada jaringan setempat tanpa harus masuk ke dalam sistem sistemik, sehingga akan
mengurangi dampak buruk bagi pasien hamil, karena tidak akan melewati cairan
plasenta. Hal ini akan mengurangi kemungkinan efek samping bagi pasien hamil.
Clotrimazole 1% cream digunakan satu kali sehari yaitu pada malam hari dengan
cara dimasukkan kedalam area internal genital (vagina) (Bayer Health Care, 2006).

2. Terapi Non Farmakologi


Selain terapi farmakologi, terdapat terapi non farmakologi yang dapat
dianjurkan kepada pasien yaitu dengan cara merubah kebiasaan pasien dan menjaga
personal hygiene. Candidiasis vulvavaginalis lebih cepat berkembang di
lingkungan yang hangat dan lembab, sehingga hal yang dapat dilakukan untuk
membantu penyembuhan penyakit adalah dengan cara menjaga kebersihan alat
kelamin serta menggunakan pakaian dalam yang terbuat dari katun serta tidak
menggunakan pakaian dalam yang ketat (Jones,2005).

3. Konseling Informasi dan Edukasi


Adapun KIE yang dapat diberikan kepada pasien adalah sebagai berikut :

4
a. Pasien diberikan konseling dan informasi bahwa fluconazole oral 150 mg
memiliki efek samping yang dapat mengganggu keamanan pasien, dimana
obat ini apabila digunakan secara terus menerus dapat mengganggu
pertumbuhan janin yang dikandungnya. Selain itu diberikan informasi
bahwa fluconazole termasuk kedalam kategori obat golongan C, yang mana
telah ada penelitian kepada hewan uji yang membuktikan ketidak amanan
bagi janin (teratogenik). Namun apabila digunakan dalam kurun waktu yang
singkat kemungkinan dampak negatif juga dapat ditekan.
b. Pasien diberikan informasi bahwa terdapat obat yang lebih aman
dibandingkan fluconazole peroral dosis 150 mg yaitu Clotrimazole 1%
cream yang termasuk kedalam obat golongan B yang telah terbukti
keamananya bagi pasien hamil. Namun harus dilakukan konsultasi terlebih
dahulu kepada dokter apakah penggantian terapi tersebut dapat dilakukan.
c. Pasien diberikan edukasi bahwa dalam proses pengobatan penyakit
Candidiasis vulvavaginalis yang dideritanya harus dilakukan secara
bersungguh-sungguh dan adikuot karena penyakit Candidiasis
vulvavaginalis yang disebabkan oleh jamur tidak menutup kemungkinan
juga akan ditularkan kepada janinnya, sehingga janin yang teinfeksi
candidiasis sistemik akan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin di dalam kandungan.
d. Diberikan edukasi kepada pasien tentang cara penggunaan obat yang baik
dan benar apabila mengubah regimen terapi menjadi sediaan clotrimazole
topikal. Adapun caranya dengan memasukkan cream clotrimazole 1% ke
dalam vagina pasien, digunakan pada malam hari (1 kali sehari).

Gambar 1. Cara menggunakan clotrimazole 1% cream (WikiHow, 2017)

5
e. Diberikan edukasi kepada pasien untuk menjaga pola hidup bersih dan
sehat untuk mencegah penyebaran penyakit lebih parah, dimana dilakukan
dengan cara mencaga kebersihan pakaian dalam, digunakan yang kering dan
jangan digunakan berulang kali.
f. Dan apabila penyakit Candidiasis vulvavaginalis masih diderita pasien (atau
semakin parah) selama kurun waktu 7 haru, harus dikonsultasikan kembali
kepada dokter untuk melakukan jalur pengobatan yang tepat apabila dirasa
sudah sangat mengganggu kenyamanan dan keamanan pasien.

6
DAFTAR PUSTAKA

Bayer Health Care. 2006. Canesten Clotrimazole Thrush Treatment Rescheduling


Application. Germany : Bayer Health Care Consumer Care.

Casari E., A. Ferrario, E. Morenhngi, dan A. Montenelli. 2010. Gardnerella,


Trichomonas vaginalis, Candida, Chlamydia trachomatis, Mycoplasma
hominis and Ureaplasma Urealyticum in the Genital Discharge of
Symptomatic Fertile and Asymptomatic Infertile Women. Milan: IRCCS
Humanitas Clinical Institute.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

HCV Advocate. 2015. HCSP Fact Sheet : Pregnancy Drugs Categories. California
: Hepatitis C Support Project.

Mendling W. dan J. Brasch. 2012. German Society for Gynecology and


Obstetrics. Canadian Family Physician. 61(8).

Molgaard-Nielsen, D., B. Pasternak, dan A. Hviid. 2013. Use of Oral Fluconazole


during Pregnancy and the Risk of Birth Defects. New England Journal
of Medicine. Vol. 369. pp. 830-839.

Monalisa dan A. R. Bubakar. 2012. Clinical Aspect Fluor Albus of Female and
Treatment. Vol.1(1). Makassar: Universitas Hasanudin.

Parveen, M., Munir, D. I., dan Majeed, R. Frequency of Vaginal Candidiasis in


Pregnant Women. Attending Routine Antenatal Clinic. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1840243 date cited : 17 Maret
2017).

Tiboni G.M. Second Branchial Arch Anomalies Induced by Fluconazole, a bis-


triazole Antifungal Agent, in Cultured Mouse Embryos. Res Commun
Chem Pathol Pharmacol.79:3814.

7
WHO. 2003. Guidelines for The Management of Sexually Transmitted Infections.
Switzerland: World Health Organization.

WikiHow. 2017. Apply Vaginal Cream. (cited : http://www.wikihow.com/Apply-


Vaginal-Cream date cited : 17 Maret 2017).

You might also like