You are on page 1of 33

PERCOBAAN III

TITRASI OKSIDASI-REDUKSI
PENETAPAN KADAR VITAMIN C

I. DASAR TEORI
1.1. Titrasi Redoks
Titrasi Redoks merupakan titrasi yang berdasarkan pada perpindahan
elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan
potensiometri untuk mendeteksi titik akhir,meskipun demikian pengguna
indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga
sering digunakan (Gandjar, 2007). Pada reaksi redoks,oksidasi dan reduksi
selalu terjadi bersama-sama. Dimana secara umum dapat dilihat seperti reaksi
dibawah ini :
Reduktor Oksidator + X
Potensial reduksi adalah suatu ukuran seberapa menguntungkanya secara
termodinamik bagi suatu senyawa untyuk mendapatkan elektron. Nilai positif
yangf tinggi untuk suatu potensial reduksi menunjukkan bahwa suatu senyawa
mudah tereduksi sehingga merupakan bahan pengoksidasi kuat, yaitu senyawa
yang menghilangkan elektron dari zat-zat dengan potensial yang lebih rendah.
Bentuk teroksidasi dan tereduksi yang lebih tinggi akan ,mengoksidasi zat yang
potensial reduksinya lebih rendah. Perbedaan potensial antara dua zat
merupakan potensial reaksi dan lebih kurang merupakan perbedaan potensial
yang akan diukur jika zat tersebut terdiri dua setengah dari suatu sel listrik
(Watson , 2009).
Pada reaksi redoks , elektron ditransfer oleh suatu reaktan untuk reaktan
lain. Substrat yang memiliki afinitas penangkapan yang tinggi terhadap elektron
disebut dengan agen pengoksidasi atau oksidator. Agen pereduksi atau redektor
adalah substrat yang sangat mudah menyumbangkan electron. Suatu reduktor
hanya akan menerimanya. Titrasi redoks dapat ditentukan secara elektrometri
maupuatn kolometri. Maka dari itu, terdapat kemungkinan bahwa akhir titrasi

1
redoks dapat ditentukan langsung jika pentitrasi berwarna, misalnya
permanganat dan Iod (Gandjar, 2007).
Zat oksidator atau zat pengoksidasi adalah suatu zat atau unsur yang dapat
menyebabkan zat lain mengalami oksidasi atau unsur atau zat yang mengalami
peningkatan atau penerimaan elektron sehingga menyebabkan penurunan
bilangan oksidasi. Sedangkan zat reduktor adalah suatu zat atau unsur yang
menyebabkan kenaikan bilangan oksidasi atau dengan kata lain suatu zat yang
mengalami oksidasi.
Pada titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
titrasi langsung(iodometri) dan titrasi tidak langsung (iodometri) (Gandjar,
2007).
a. Titrasi langsung (Iodimetri)
Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat. Pada saat reaksi
oksidasi, iodioum akan tereduksi menjadi iodide sesuai dengan reaksi.
Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial
reduksi yang lebih kecil dari iodium sehingga dapat dilakukan titrasi
langsung dengan iodium. Deteksi titik akhir pada idiometri ini dilakukan
dengan menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru
saat tercapainya titik akhir. Iodometri didasari oleh reaksi oksidasi oleh
iodin dan reaksi reduksi yang dilakukan oleh iodida. Jika suatu senyawa di
oksidasi oleh iodine , maka iodine itu sendiri akan tereduksi menjadi
iodida dengan reaksi sebagai berikut :
I2 + 2 2I-
Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial
reduksi yang lebih kecil dibandingkan iodium. Vitamin C mempunyai
potensial reduksi yang lebih kecil daripada iodium sehingga dapat
dilakukuan titrasi langsung dengan iodium. Oksidasi asam askorbat
(Vitamin C) dengan iodium menghasilkan asam dehidro askorbat
(Gandjar, 2007).

2
Gambar 1. Reaksi antara asam askorbat dan iodium (Watson, 2009)
Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk
membakukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodometri
ini lakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan
memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir (Gandjar, 2007).
b. Titrasi tidak langsung (Iodometri)
Digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang memiliki
potensial oksidasi lebih besar dari pada sistem iodium iodida atau
senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4 5H2O. Pada
idiometri sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida
berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan
larutan baku natrium tiosulfat. Banyaknya volume natrium tiosulfat yang
digumakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dengan
banyaknya sampel (Gandjar, 2007).
Untuk mendeteksi titik-titik akhir pada Titrasi Oksidasi-Reduksi yakni
dengan menggunakan suatu indikator yang dapat menandai perubahan tiba-tiba
dalam potensial oksidasi disekitar titik ekuivalen dalam suatu titrasi oksidsi-
reduksi. Indikator yang ideal adalah indikator yang mempunyai potensial
oksidasi dipertengahan antara potensial oksidasi laruran yang dititrasi dan
potensial oksidasi titran, dan yang dapat memperlihatkan perubahan warna yang
tajam dan mudah dideteksi. Indikator oksidasi-reduksi (indikator redoks) adalah
senyawa yang memperlihatkan warna yang berbeda dalam bentuk teroksidasi
dan tereduksi :
Inox + ne Inred
Oksidasi dan reduksi itu harus reversible (Basset, J., 1994).

3
Kepekaan indikator lebih besar dengan adanya ion iodida. Mekanisme
pembentukan kompleks iodium yaitu iodium ditahan pada permukaan dan
amilosa. Unsur kanji yang lain, 2 amilosa atau amilopektin memebentuk
kompleks kemerah-merahan dengan iodium yang tidak mudah dihilangkan
warnanya. Karena itu, kanji yang banyaknya mengandung amilopektin harus
tidak dipakai (Underwood, 1981).
Satu ekivalen dari suatu zat pengoksidasi atau zat pereduksi dalam reaksi
redoks adalah jumlah dari zat yang menerima atau kehilangan 1 mol elektron.
Hal ini memastikan bahwa satu ekivalen dari suatu eksidator akan bereaksi
secara tepat dengan satu ekivalen zat reduktor (Brady, 1999).
Warna larutan iodium 0,1 N cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja
sebagai indikatornya sendiri. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan
(dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji iodium
dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar
dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan lebih besar dengan
adanya ion iodida (Underwood, 1988).

1.2. Asam Askorbat (Vitamin C)


Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari
100,5%. Asam askorbat berupa hablur atau serbuk putih atau agak kekuningan.
Oleh pengaruh cahaya, lambat laun menjadi berwana gelap. Dalam keadaan
kering stabil diudara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu lebih
kurang 190oC. Asam askorbat mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol, tidak larut dalam klorofom, dalam eter, dan dalam benzena (Depkes RI,
1995).
Vitamin C adalah salah satu zat gizi yang berperan sebagai antioksidan
dan efektif mengatasi radikal bebas yang dapat merusak sel atau jareingan,
termasuk melindungi lensa dari kerusakan oksidatif yang ditimbulkan oleh
radiasi. Status vitamin C sesesorang sangat tergantung dari usia, jenis kelamin,
asupan Vit C harian, kemampuan absorpsi dan ekskresi, serta adanya penyakit
tertentu rendahnya asupan serat dapat mempengaruhi asupan vitamin C karena

4
bahan makanan sumber serat dan buah-buahan juga merupakan sumber Vitamin
C (Karinda, 2013).

II. ALAT DAN BAHAN


2.1 Alat
Labu ukur
Pipet tetes
Pipet ukur
Batang pengaduk
Erlenmeyer
Buret
Statif
Mortir dan Stemper
Gelas beaker
Ball filler
Corong kaca

2.2 Bahan
Aquadest
Tablet Vitamin C
Indikator Kanji
Larutan Standar Na2S2O3 0,1 M
Na2CO3
Larutan KIO3 0,02 M
Asam Sulfat 0,5 M
KI

5
III. PROSEDUR KERJA
3.1 Pembuatan Larutan Standar KIO3 0,02 M
Diketahui N KIO3 = 0,02 M
V KIO3 = 250 mL
BM KIO3 = 214 gr/mol
Ditanya massa KIO3 = ?
Jawab
1000
M =

1000
0,02 M = 214/ 250

0,02 214 250

massa = 1000

massa = 1,07 gram


Jadi, massa KIO3 yang diambil untuk membuat 250 mL larutan standar
KIO3 0,02 M adalah 1,07 gram.

Prosedur Kerja
Timbang KIO3 sebanyak 1,07 gram. Larutkan dalam beaker glass dengan
aquadest secukupnya. Masukkan ke dalam labu ukur 250 mL. Tambahkan
aquadest sampai tanda batas 250 mL. Digojokg hingga homogen.

3.2 Pembuatan Larutan Na2S2O3 0,1 M


Diketahui N Na2S2O3 = 0,1 M
V Na2S2O3 = 250 mL
BM Na2S2O3 = 248,17 gr/mol
Ditanya massa Na2S2O3 = ?
Jawab
1000
M =

1000
0,1 = 248,17 / 250

0,02 248,17 250

massa = 1000

6
massa = 6,2 gram
Pengawet yang diperlukan (Na2CO3)
0,05
= 250
500
0,05 .250
X = 500

X = 0,02 gram
Jadi, massa Na2S2O3 dan Na2CO3 yang diambil untuk membuat 250 mL
larutan standar Na2S2O3 0,1 M adalah 6,2 gram dan 0,02 gram.

Prosedur Kerja
Timbang Na2S2O3 dan Na2CO3 sebanyak 6,2 gram dan 0,02 gram.
Larutkan Na2S2O3 dalam beaker glass dengan aquadest secukupnya.
Tambahkan Na2CO3 ke dalam beaker glass. Pindahkan ke dalam labu ukur
250 mL. Tambahkan aquadest sampai tanda batas 250 mL. Digojog hingga
homogen.

3.3 Pembuatan Larutan Kanji (FI III, hal 694)


Pembuatan larutan Kanji 10 mL
500
= 10
100
500 .10
X = 100

X = 50 mg
Jadi, massa pati yang diambil untuk membuat 10 mL larutan kanji adalah
50 mg.
Prosedur Kerja
Timbang pati sebanyak 50 mg. Masukkan ke dalam beaker glass dan
tambahkan aquadest secukupnya lalu aduk. Tambahkan aquadest sampai
10 mL. Didihkan beberapa menit. Dinginkan lalu saring.

3.4 Pembuatan Larutan H2SO4 97% b/b 0,5 M


Diketahui Volume H2SO4 = 1000 mL
M H2SO4 = 0,5 M
7
BM H2SO4 = 98 gr/mol
Berat jenis H2SO4 = 1,84 gr/mol
Ditanya volume H2SO4 = ?
Jawab
H2SO4 97% b/b berarti 97 gram H2SO4 dalam 100 gram
97 gram 1000
M = 98 gr/mol 100
1,84/

M = 18,2 M

M1. V1 = M2. V2
18,2 M. V1 = 0,5 M . 1000 ml
V1 = 27, 4 mL
Jadi, H2SO4 97% b/b yang dipipet untuk membuat 1000 ml larutan H2SO4
97% b/b 0,5 M adalah 27,4 mL

Prosedur Kerja
Pipet H2SO4 97% b/b sebanyak 27,4 mL. Masukkan ke dalam labu ukur
1000 mL yang sudah berisi aquadest sedikit. Tambahkan aquadest hingga
tanda batas 1000 mL. Digojog hingga homogen.

3.5 Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 M


Prosedur Kerja
Masukkan 12,5 mL larutan standar KIO3 0,02 M kedalam erlenmeyer.
Tambahkan 1 gram KI dan 5 mL H2SO4 (larutan berwarna coklat). Titrasi
dengan Na2S2O3 0,1 M hingga berwarna kuning pucat. Tambahkan
indikator kanji beberapa tetes hingga terbentuk warna biru intensif. Titrasi
kembali dengan Na2S2O3 0,1 M hingga berwarna bening. Hitung volume
Na2S2O3 yang digunakan. Lakukan pengulangan sebanyak 2x.

8
3.6 Penetapan Kadar Vitamin C
Prosedur Kerja
Gerus 2 tablet Vitamin C menggunakan mortir. Timbang 100 mg tablet
Vitamin C yang sudah digerus. Masukkan ke dalam Erlenmeyer dan
tambahkan 20 mL H2SO4 dan 10 mL air untuk melarutkan. Aduk dengan
ultrasonic. Tambahkan 1 gram KI dan 12,5 ml KIO3 0,02 M (larutan
berwarna coklat). Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 M hingga berwarna kuning
pucat. Tambahkan 3 tetes indikator kanji. Titrasi kembali dengan Na2S2O3
0,1 M hingga berwarna bening. Hitung volume Na2S2O3 yang digunakan.
Lakukan pengulangan sebanyak 2x.

IV. SKEMA KERJA


4.1 Pembuatan Larutan Standar KIO3 0,02 M
Ditimbang KIO3 sebanyak 1,07 gram

Dilarutkan dalam beaker glass dengan aquadest secukupnya

Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL

Ditambahkan aquadest sampai tanda batas 250 mL.


Dikocok hoogen.

4.2 Pembuatan Larutan Na2S2O3 0,1 M


Ditimbang Na2S2O3 dan Na2CO3 sebanyak 6,2 gram dan 0,02
gram

Ditambahkan aquadest sampai tanda batas 250 mL.


Dikocok homogen.

9
Dilarutkan Na2S2O3 dalam beaker glass dengan aquadest
secukupnya

Ditambahkan Na2CO3 ke dalam beaker glass

Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL

Ditambahkan aquadest sampai tanda batas 250 mL dan dikocok


homogen

4.3 Pembuatan Larutan Kanji (FI III, hal 694)


Ditimbang pati 50 mg

Dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambah aquadest lalu


diaduk

Ditambahkan aquadest sampai 10 mL, dididihkan beberapa


menit, didinginkan
4.4 Pembuatan Larutan H2SO4 97%kemudian
b/b 0,5 Mdisaring

Dipipet H2SO4 97% b/b sebanyak 27,5 mL

Dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL yang sudah diisi


aquadest sedikit

Ditambahkan aquadest hingga tanda batas 1000 mL, dikocok


homogen

10
4.5 Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 M
Dimasukkan 12,5 mL larutan standar KIO3 0,02 M kedalam
Erlenmeyer

Ditambahkan 1 gram KI dan 5 mL H2SO4 (larutan berwarna


coklat)

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 M hingga berwarna kuning pucat

Ditambahkan indikator kanji beberapa tetes hingga terbentuk


warna biru intensif

Dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0,1 M hingga berwarna bening

Dihitung volume Na2S2O3 yang digunakan. Lakukan


pengulangan sebanyak 2x.

4.6 Penetapan Kadar Vitamin C

Digerus 2 tablet Vitamin C menggunakan mortir. Ditimbang 100


mg tablet yang sudah digerus

Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan tambahkan 20 mL H2SO4


dan 10 mL air untuk melarutkan

Diaduk dengan ultrasonic

11
Ditambahkan 1 gram KI dan 12,5 mL KIO3 0,02 M (larutan
berwarna coklat)

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 M hingga berwarna kuning pucat

Ditambahkan 3 tetes indikator kanji

Dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0,1 M hingga berwarna bening

Dihitung volume Na2S2O3 yang digunakan, dilakukan


pengulangan sebanyak 2x.

V. DATA HASIL PENGAMATAN


5.1 Standarisasi Larutan Standar Na2S2O3
Titrasi Larutan Na2S2O3 dengan KIO3 0,02 M
Indikator : Kanji
Titrasi Volume Na2S2O3 Pengamatan Kesimpulan

I 16,25 mL Larutan berwarna kuning Titik akhir titrasi


pucat tercapai

16,5 mL Larutan berwarna bening


II 15,9 mL Larutan berwarna kuning Titik akhir titrasi
pucat tercapai

16,25 mL Larutan berwarna bening


III 15,6 mL Larutan berwarna kuning Titik akhir titrasi
pucat tercapai

15,9 mL Larutan berwarna bening


Titik Akhir Titrasi : 16,5 mL; 16,25 mL; 15,9 mL
Molaritas Na2S2O3 = 0,0806 M; 0,0818 M; 0,0836 M
Molaritas Larutan Standar Na2S2O3 rata rata = 0,082 M

12
5.2 Penetapan Kadar Vitamin C dengan menggunakan indikator kanji
Larutan Standar Na2S2O3 yang digunakan : 0,082 M
Indikator : Kanji
Titrasi Volume Na2S2O3 Pengamatan Kesimpulan

I 5,3 mL Larutan berwarna coklat Titik akhir titrasi


tercapai
8 mL Larutan berwarna bening
II 5,5 mL Larutan berwarna coklat Titik akhir titrasi
tercapai
8,3 mL Larutan berwarna bening
III 4,3 mL Larutan berwarna coklat Titik akhir titrasi
tercapai
9,4 mL Larutan berwarna bening
Titik akhir Titrasi : 8 mL; 8,3 mL; 9,4 mL
Kadar Vitamin C : 71,44%b/b ; 67,38%b/b ; 64,2%b/b
Kadar Vitamin C rata-rata : 67,67%b/b

VI. ANALISIS DATA PERHITUNGAN


6.1 Pembuatan Larutan
Larutan yang dibuat :
H2SO4 0,5 M =1L
Indikator Kanji = 25 mL
KIO3 0,02 M = 250 mL
Na2S2O3 0,1 M = 250 mL
a. Pembuatan H2SO4
Diketahui :
BM H2SO4 = 98,07 gram/mol
M H2SO4 = 0,5 M
H2SO4 = 1,84 gram/mL
Ditanya : volume H2SO4 ?
Jawab :
massa 1000
M=
BM V/

13
97 g 1000
=
98,07 g 100/1,84
M = 18,1 M
Untuk labu 1000 mL
M1 x V1 = M2 x V2
18,1 M x V1 = 0,5 M x 1000 ml
V1 = 27,4 mL

b. Pembuatan Indikator kanji


500 mg x mg

100 mL 25 mL
500mg 25mL
x
100mL
x = 125 mg
= 0,125 gram

c. Pembuatan KIO3 0,02 M


Diketahui :
BM KIO3 = 214 gr/mol
Volume = 250 mL
Ditanya : massa KIO3 ?
Jawab :
massa 1000
M
mr V(ml)
massa 1000
0,02 M
214 gram 250 ml
mol
0,02 M 214 gram 250 ml
massa mol
1000
massa 1,07 gram

14
d. Pembuatan Na2S2O3 0,1 M
Diketahui :
BM Na2S2O3 = 248,21 gr/mol
V Na2S2O3 = 250 mL
Ditanya : massa Na2S2O3 ?
Jawab :
massa 1000
M
mr V(ml)
massa 1000
0,1 M
248,21 gram 250 ml
mol
0,1 M 248,21 gram 250 ml
massa mol
1000
massa 6,205 gram
e. Pembuatan Na2CO3
0,1 gram x

1000 mL 250 mL
25
x
1000
x 0,025 gram

6.2 Standardisasi larutan Na2S2O3 0,1 M


Diketahui:
M KIO3 = 0,02 M
V KIO3 = 12,5mL
M Na2S2O3 = 0,1 M
V Na2S2O3 I = 16,5 mL
V Na2S2O3 II = 16,25 mL
V Na2S2O3 III = 15,9 mL

Reaksi pembentukan I3- oleh KI dan KIO3


KIO3 K+ + IO3-

15
KI K+ + I-
Penyetaraan dengan setengah reaksi
Reduksi: 3IO- + 18H+ +16 I3- + 9H20
Oksidai: 3I- I3- + 2
Reduksi: 3IO- + 18H+ +16 I3- + 9H20
Oksidasi: 24I- 8I3- + 16
3IO3- + 18H+ + 24I- 9I3- + 9H2O
IO3- + 6H+ + 8I- 3I3- + 3H2O
Reaksi yang terjadi antara Na2S2O3 dengan I3-
Na2S2O3 2Na+ + S2O32-
Reaksi
Reduksi : I3- + 2 3I-
2S2O32- S4O62- + 2
2S2O32- + I3- S4O62- + 3I-
Reaksi keseluruhan
IO3-+ 6H+ + 8I- 3I3- + 3H2O x3
2S2O32- + I3- S4O62- + 3I- x8
3IO3-+ 18H+ + 24I- 9I3- + 9H2O
16S2O32- + 8I3- 8S4O62- + 24I-
3IO3- + 16S2O2- + 18H+ I3- + 8S4O62- + 9H2O
Mol KIO3 =MxV
= 0,02 M x 12,5 ml
= 0,25 mmol
koef. Na 2S 2 O 3
Mol Na2S2O3
mol KIO3
koef. IO 3

16
0,25 mmol 1,33 mmol
3
mol
Molaritas Na2S2O3 =
V
Titrasi I
Volume Na2S2O3 = 16,5 ml

16
mol
Molaritas Na2S2O3 =
V
1,33 mmol
0,0806 M
16,5 ml
Titrasi II
Volume Na2S2O3 = 16,25 ml
mol
Molaritas Na2S2O3 =
V
1,33 mmol
0,0818 M
16,25 ml
Titrasi III
Volume Na2S2O3 = 15,9 ml
mol
Molaritas Na2S2O3 =
V
1,33 mmol
0,0836 M
15,9 ml

M1 M2 M3
Molaritas rata-rata Na2 S2O3 = 3

0,0806 0,0818 0,0836


0,082 M
3
Standar Deviasi

Titrasi MNa2S2O3 (x) x (x-x) (x-x)2


I 0,0806 0,082 -1,4 x 10-3 1,96 x 10-6
II 0,0818 0,082 -2 x 10-4 4 x 10-8 = 0,04 x 10-6
III 0,0836 0,082 1,6 x 10-3 2,56 x 10-6
(x-x)2 1,52 x 10-6

17
_

SD =
( x x)
n 1

1,52 x 10 -6

3 1

0,76 x10 6

= 0,871 x 10-3
Molaritas rata-rata Na2S2O3 = x SD
= 0,082 M 0,871 x 10-3 M

6.3 Penetapan Kadar Vitamin C


Diketahui : MKIO3= 0,02 M
V KIO3 = 12,5mL
M Na2S2O3 = 0,082 M
V Na2S2O3 I = 8 mL
V Na2S2O3 II = 8,3 mL
V Na2S2O3 III = 9,4 mL
Massa tablet I = 104,1 mg
Massa tablet II = 107,4 mg
Massa tablet III = 100,4 mg
Ditanya : Kadar Vitamin C ?
Jawab :
Reaksi pembentukan I3- oleh KI dan KIO3
KIO3 K+ + IO3-
KI K+ + I-
Penyetaraan dengan setengah reaksi
Reduksi: 3IO- + 18H+ +16 I3- + 9H20
Oksidai: 3I- I3- + 2
Reduksi: 3IO- + 18H+ +16 I3- + 9H20
Oksidasi: 24I- 8I3- + 16
3IO3- + 18H+ + 24I- 9I3- + 9H2O

18
IO3- + 6H+ + 8I- 3I3- + 3H2O
Reaksi C6H8O6 dengan I3-
Reduksi : I3- + 2 3I-
Oksidasi: C6H8O6 C6H6O6 + 2H+ + 2
C6H8O6 + I3- 3I- + C6H6O6 + 2H+

Reaksi Keseluruhan
IO3-+ 6H+ + 8I- 3I3- + 3H2O x3
C6H8O6 + I3- 3I- + C6H6O6 + 2H+ x 8
3IO3-+ 18H+ + 24I- 9I3- + 9H2O
8C6H8O6 + 8I3- 24I- + 8C6H6O6 + 16H+
8C6H8O6 + 3IO3- + 2H+ 8C6H6O6 + I3- + 9H2O
Reaksi Na2S2O3
Na2S2O3 2 Na+ + S2O32-
Reaksi Na2S2O3 dengan I3-
Na2S2O3 + I3- S4O62- + 3I-
Reaksi TItrasi
2S2O32- + I3- S4O62- + 3I
8C6H8O6 + 3IO3- + 2H+ 8C6H6O6 + I3- + 9H2O
8C6H8O6 + 2S2O32- + 3IO3- 2H+ 8C6H6O6 + 3I-+ + 9H2O

Pada reaksi di atas I3- habis bereaksi


Mol KIO3 =MxV
= 0,02 M x 12,5 ml
= 0,25 mmol
Mol I3- awal (dari reaksi pembentukan oleh KI dan KIO3)

koef. I 3

mol KIO3
koef. IO3
3
0,25 mmol 0,75 mmol
1
Mol I3- yang bereaksi dengan Na2S2O3 (dari reaksi Na2S2O3 dengan I3-)

19

koef. I 3

mol Na 2S2 O3
koef. S2 O3
1
(M Na 2S 2 O 3 V Na 2S 2 O 3 )
2
- Titrasi sampel I
1
mol I 3 (0,082 M 8 mL) 0,328 mmol
2
- Titrasi sampel II
1
mol I 3 (0,082 M 8,3 mL) 0,3403 mmol
2
- Titrasi sampel III
1
mol I 3 (0,082 M 9,4 mL) 0,3854 mmol
2
Mol I3- yang bereaksi dengan vitamin C
(Mol I3- awal) (mol I3- yang bereaksi dengan Na2S2O3)
- Titrasi sampel I

mol I3 0,75 mmol - 0,328 mmol 0,422 mmol
- Titrasi sampel II

mol I3 0,75 mmol - 0,3403 mmol 0,4097 mmol
- Titrasi sampel III

mol I3 0,75 mmol - 0,3854 mmol 0,3646 mmol

Mol C6H8O6
koef. C 6 H 8 O 6

mol I 3 yang bereaksi dengan C 6 H 8 O 6
koef. I 3
- Titrasi sampel I
1
mol C 6 H 8 O 6 0,422 0,422 mmol
1
- Titrasi sampel II
1
mol C 6 H 8 O 6 0,4097 0,4097 mmol
1
20
- Titrasi sampel III
1
mol C 6 H 8 O 6 0,3646 0,3646 mmol
1
Massa C6H8O6 (Vitamin C) yang teroksidasi
- Titrasi sampel I
massa mol Mr C 6 H 8 O 6

0,422 mmol 176,13 gram 0,0743 gram


mol

- Titrasi sampel II
massa mol Mr C 6 H 8 O 6

0,4097 mmol 176,13 gram 0,0721gram


mol

- Titrasi sampel III


massa mol Mr C 6 H 8 O 6

0,3646 mmol 176,13 gram 0,0642 gram


mol

Kadar Vitamin C dalam tablet


massa vit. c yang diperoleh
x100%
massa tablet

o Titrasi I
0,0743 gram
x100%
0,104 gram

= 71,44% b/b
o Titrasi II
0,0721 gram
x100%
0,107 gram

= 67,38% b/b
21
o Titrasi III
0,0642 gram
x100%
0,100 gram
= 64,2% b/b

Kadar vitamin C rata-rata dalam satu tablet:


kadar I kadar II kadar III
kadar rata - rata
3
71,44% 67,38% 64,2%

3
= 67,67% b/b

Standar Deviasi

Titrasi % b/b Rata-rata % (% b/b - Rata-rata % (% b/b - Rata-rata


b/b b/b) % b/b)2
I 71,44 67,67 3,77 14,2
II 67,38 67,67 -0,29 0,0841
III 64,2 67,67 -3,47 12,04
(% b/b - Rata-rata % b/b)2 8,77

SD =
(% b/b - Rata - rata % b/b) 2

n 1

8,77

3 1

4,385
= 2,094% b/b
Jadi, kadar vitamin C rata-rata tiap tablet adalah 67,67% b/b

22
6.4 Perolehan Kembali (% Recovery)
Diketahui : Massa I : 104,1 mg
Massa II : 107,4 mg
Masaa III : 100,4 mg
Massa teoritis : 100 mg
Ditanya : % Recovery?
Jawab :
a. Titrasi I

% Recovery = 100%

104,1
= 100 %
100

= 104,1 %
b. Titrasi II

% Recovery = 100%

107,4
= 100 %
100

= 107,4 %
c. Titrasi III

% Recovery = 100%

100,4
= 100 %
100

= 100,4 %

VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan kadar vitamin C dalam tablet.
Penetapan kadar vitamin C dalam tablet ini dilakukan melalui titrasi redoks,
yaitu titrasi iodometri (titrasi tidak langsung). Vitamin C mudah dioksidasi
sehingga kurang baik bila dititrasi langsung dengan standar iodide karena
dibutuhkan sejumlah besar larutan iodida dengan konsentrasi tinggi untuk
menghasilkan kompleks I3-, oleh sebab itu dilakukan penetapan kadar vitamin C
dengan titrasi tidak langsung. Iodometri yang dilakukan memanfaatkan
pembentukan senyawa iodine (I2). Iodine yang dihasilkan merupakan reduktor
23
kuat yang dapat mengoksidasi vitamin C (asam askorbat) menjadi asam
dehidroaskorbat.
Sebelum dilakukan proses penetapan kadar, dilakukan pembuatan larutan
Na2S2O3 0,1 M. Larutan Na2S2O3 akan digunakan sebagai standar dalam
penetapan kadar vitamin C. Na2S2O3.5H2O yang digunakan dalam pembuatan
larutan ini mudah diperoleh dalam kemurnian tinggi, tetapi selalu terdapat
sedikit ketidakpastian akan kandungan airnya karena sifatnya yang efloresen
(lapuk-lekang). Hal ini yang menyebabkan larutan Na2S2O3 tidak dapat
digunakan sebagai standar primer (Basset,1994).
Larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) termasuk dalam larutan baku
sekunder, oleh karena itu, larutan yang digunakan dalam titrasi perlu
distandarisasi terlebih dahulu. Hal ini disebabkan kestabilan larutan ini mudah
dipengaruhi oleh pH rendah (<5), sinar matahari dan adanya daya bakteri yang
memanfaatkan sulfur (S). Pada pH yang rendah (<5), kestabilan larutan natrium
tiosulfat (Na2S2O3) akan terganggu sebab S2O32- akan mengalami penguraian
sebagai berikut :
S2O32- + H+ HS2O3- HSO3- + S
Reaksi penguraian yang terjadi pada S2O32- ini berjalan lambat, maka
kesalahan pada waktu titrasi tidak peru dikawatirkan walaupun larutan yang
dititrasi bersifat cukup asam, namun pada saat penambaan titran titrasi yang
dilakukan tidak terlalu cepar. Selain disebabkan adanya reaksi penguraian S 2O32-
, ketidakstabilan larutan natrium tiosulfat juga dipengaruhi adanya aktifitas dari
bakteri yang menyebabkan terjadinya perubahan S2O32- menjadi SO3-, SO4-, dan
S. S ini menimbulkan endapan koloidal yang membuat larutan menjadi keruh.
Untuk mencegah aktivitas bakteri dari bakteri, pada pembuatan larutan natrium
tiosulfat hendaknya menggunakan air yang sudah dididihkan atau ditambahkan
pegawet (Harijadi,1993). Oleh karena itu, pada pembuatan larutan natrium
tiosulfat digunakan Na2CO3 sebagai pengawet dengan perbandingan 0,1 gram
Na2CO3 dalam 1 liter larutan natrium tiosulfat.
Selain larutan Na2S2O3 0,1 M dibuat juga larutan KIO3 dan H2SO4 yang
nantinya akan digunakan dalam penetapan kadar vitamin C dan standarisasi

24
larutan Na2S2O3. Standarisasi larutan natrium tiosulfat, menggunakan larutan
KIO3 0,02 M karena KIO3 mempunyai kemurnian yang tinggi, sehingga cukup
memenuhi syarat sebagai larutan baku primer (Harijadi, 1993). Indikator yang
digunakan dalam praktikum kali ini adalah indikator kanji, indicator dibuat
dengan melarutkan 50 mg amilum atau pati dalam 10 mL air, kemudian
dididihkan. Pendidihan dilakukan karena sifat amilum yang tidak dapat larut
dalam air dingin (Depkes RI,1979).
Titrasi pembakuan natrium tiosulfat (Na2S2O3) oleh kalium iodat (KIO3).
Titrasi pembakuan ini menggunakan Na2S2O3 sebagai titran. Kedalam labu
Erlenmeyer dimasukkan 12,5 mL KIO3 0,02 M, 1 gram KI dan 5 mL H2SO4.
Na2S2O3 akan bereaksi dengan I2 yang dihasilkan darireaksi antara KIO3 dan KI.
KIO3 berfungsi sebagai penyumbang ion IO3- dan KI sebagai penyumbang ion I-.
Selain itu, dalam titrasi iodometri tidak langsung atau iodimetri, analat akan
dioksidasi oleh iodin (I2), sehingga iodin (I2) akan tereduksi menjadi ion iodida
(I-), dengan reaksi:
Ared + I2 Aoks + I-
Dalam proses pembuatannya, iodin (I2) merupakan zat padat yang sukar
larut dalam air, yaitu hanya 0,0013 mol per liter pada suhu 25C tetapi sangat
mudah larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Oleh karena itu,
kalium iodida (KI) digunakan sebagai pelarut dalam proses pembuatan larutan
iodin (I2). (Harijadi, 1993).
Pada titrasi ini juga ditambahkan asam sulfat (H2SO4). Tujuan
penambahan asam sulfat ini yaitu penyumbang ion H+. Dari ketiga ion ini, akan
terjadi reaksi:
IO3- + 5 I- + 6 H+ 3 I2 + 3 H2O
Kalium iodat (KIO3) apabila dititrasi dengan iodin (I2) pada larutan asam
maka ion iodida (I-) yang ada dalam larutan akan dioksidasi menjadi iodin (I2),
dengan reaksi:
IO3- + 5 I- + 6 H+ 3 I2 + 3 H2O

25
Dalam pengoksidasian ini, reaksi iodat (IO3-) berjalan cukup cepat tetapi
reaksi ini juga membutuhkan sedikit kelebihan ion hidrogen (H+) untuk
menyelesaikan reaksi (Underwood,2002)
Kemudian dilakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna dari warna
merah kecoklatan hingga warna kuning pucat, kemudian ditambahkan indikator
kanji hingga diperoleh warna biru kehitaman, selanjutnya titrasi dilanjutkan
hingga larutan menjadi bening yang berarti sudah mencapai titik akhir titrasi.
Seharusnya titrasi iodimetri dapat dilakukan tanpa perlu adanya suatu indikator
dari luar sebab warna iodin (I2) yang dititrasi akan lenyap bila titik akhir
tercapai. Untuk konsentrasi 5 10-6 M iodin (I2) masih tepat dapat dilihat dengan
menggunakan mata dan memungkinkan penghentian titrasi apabila kelebihan
hanya senilai satu tetes iodin (I2) 0,05 M. Namun dalam proses titrasi penentuan
titik akhir akan lebih jelas apabila amilum ditambahkan ke dalam larutan iodin
(I2) sebagai indikator. Adanya amilum dalam larutan akan menyebabkan
terbentuknya suatu kompleks berwarna biru tua yang masih akan terlihat jelas
walaupun jumlah iodin (I2) sangat sedikit sekali (Harijadi, 1993).
Pada saat titrasi, penambahan amilum harus dilakukan ketika mendekati
titik akhir titrasi, yaitu ketika iodin (I2) dalam larutan tinggal sedikit dan
ditandai dengan terbentuknya pewarnaan kuning muda pada larutan. Hal ini
bertujuan agar amilum tidak membungkus iodin (I2) dan menyebabkannya sukar
lepas kembali sehingga menyebabkan warna biru sukar lenyap dan titik akhir
tidak kelihatan tajam lagi. Amilum dapat membungkus iodin (I2) karena amilum
merupakan suatu polimer yang tersusun atas monomer-monomer sehingga berat
molekulnya yang besar dapat membungkus iodin (I2) yang berat molekulnya
relatif kecil. Apabila amilum ditambahkan pada saat jumlah iodin (I2) masih
banyak sekali maka iodin (I2) dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian
ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir (Harijadi, 1993). Titrasi ini
dilakukan sebanyak 3 kali untuk menjamin presisi dari data yang diperoleh. Dari
ketiga kali titrasi yang dilakukan, volume natrium tiosulfat yang digunakan
untuk titrasi I, II, III secara berturut-turut adalah 16,5 mL ; 16,25 mL ; dan 15,9
mL. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh molaritas natrium tiosulfat untuk

26
titrasi I sebesar 0,0806 M, titrasi II sebesar 0,0818 M, titrasi III sebesar 0,0836
M dengan rata-rata molaritas yang diperoleh adalah 0,082 M. Standar deviasi
yang diperoleh adalah 0,871 x 10-3 M.
Penetapan kadar vitamin C dalam tablet diawali dengan menggerus 2
tablet vitamin C dan diambil sebanyak 100 mg untuk 1 kali titrasi penetapan
kadar vitamin C dari tablet. Serbuk tersebut dimasukkan ke dalam Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan akuadest untuk melarutkan vitamin C dan ditambahkan
H2SO4 dengan tujuan untuk menciptakan suasana asam karena oksidasi ion
iodide berlangsung dengan lebih cepat dalam suasana asam (Underwood, 1981).
Kemudian larutan tersebut diaduk dengan ultrasonik untuk meningkatkan
kelarutan vitamin C, sehingga kadar vitamin C tersebar merata didalam larutan.
Pengadukan ini dilakukan selama 5 menit dan ditambahkan KIO3 dan KI dengan
tujuan yang sama seperti saat standarisasi. Larutan akan berubah menjadi warna
merah kecoklatan, dan dilanjutkan dengan titrasi menggunakan Na2S2O3, titrasi
dilakukan hingga terbentuk cincin warna kuning diatas titrat. Selanjutnya
ditambahkan indikator kanji hingga terbentuk warna yang gelap. Titrasi
dilanjutkan hingga titrat berubah menjadi warna bening yang menandakan titik
akhir titrasi. Titrasi ini dilakukan sebanyak 3 kali untuk menjamin presisi dari
data yang diperoleh.
Pada proses titrasi IO3- akan mengoksidasi I- membentuk ion triiodida (I3-).
Kemudian I3- akan bereaksi dengan asam askorbat. I3- akan bereaksi dengan
asam askorbat. I3- yang tidak bereaksi dengan asam askorbat (I3- yang tersisa)
dititrasi dengan Na2S2O3. Adapun reaksi lengkapnya adalah sebagai berikut :
Reaksi pembentukan I3- :
Reduksi : 3 IO3- + 18 H + + 6 e- I3- + 9 H2O
Oksidasi : 24 I- 8 I3- + 16 e-
Redoks : 3 IO3- + 24 I- + 6 H + 9 I3-+ 9 H2O
Sedangkan persamaan reaksi keseluruhan dalam proses titrasi adalah :
Reduksi : 8 C6H8O6 + 3 IO3- + 18 H + 8 C6H8O6 + I3-+ 9 H2O
Oksidasi : 2 S2O32- + I3- S4O62- + 3 I-
Redoks : 8 C6H8O6 + 3 IO3- + 2 H ++ 2 S2O32- 8 C6H8O6 + S4O62- + 3 I-
27
+ 9 H2O
Titik akhir titrasi yang tercapai pada penambahan natrium tiosulfat
sebanyak 8 mL (Titrasi I), 8,3 mL (Titrasi II) dan 9,4 mL (Titrasi III).
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan kadar vitamin C untuk titrasi I, II dan
III secara berturut-turut adalah 71,44 % b/b ; 67,38 % b/b ; 64,2 % b/b. Rata-rata
kadar vitamin C yang diperoleh adalah 67,67 % b/b dengan standar deviasi
2,094% b/b. Syarat suatu metode analisis dikatakan valid apabila standar
deviasinya relative yang diperoleh kurang dari 2% (Gandjar,2007), namun pada
praktikum ini nilai standar deviasinya lebih dari 2 % sehingga validitasnya tidak
terjamin. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kesalahan dalam pengukuran
dan ketidak homogenan vitamin C dalam serbuk hasil gerusan maupun dalam
larutan. Dan perolehan kembali yang diperoleh yakni 104,1% ; 107,4% ; dan
100,4 %. Perolehan kembali yang melebihi 100% disebabkan oleh adanya
pengotor atau senyawa-senyawa penggangu pada saat dilakukannya titrasi.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN


8.1 Kesimpulan
1.Penetapan kadar vitamin dilakukan dengan cara titrasi tidak langsung
karena vitamin C mudah dioksidasi sehingga kurang baik bila dititrasi
langsung dengan standar iodide karena dibutuhkan sejumlah besar larutan
iodida dengan konsentrasi tinggi untuk menghasilkan kompleks I3-.
2.Kadar vitamin C rata-rata dalam tablet sebesar 67,67 % b/b dengan
standar deviasi 2,094% b/b.

8.2 Saran
Pada pelaksaan praktikum sebaiknya alat-alat gelas dilengkapi sehingga
tidak menghambat praktikum dan mengurangi waktu praktikum. Dan
perlu disediakan wadah untuk membuang limbah larutan-larutan yang
digunakan pada saat praktikum.

28
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. et al. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Jakarta : EGC
Brandy, J.E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Binampa
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Analisis Farmasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Harijadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : PT Gramedia
Karindra, Monalisa., Fatimawati, Gayatri. 2013. Perbandingan Hasil Penetapan
Kadar Vitamin C Mangga Dodol dengan Menggunakan Media
Spektrofotometri UV-Vis dan Iodimetri. Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT
Vol. 2 No. 1. Manado : Program Studi Farmasi
Underwood, A. L., R. A. Day. 1981. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga
Underwood, A.L dan R.A Day.2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.
Jakarta. Penerbit Erlangga.
Watson, Davis. G. 2009. Analisis Farmasi: Buku Ajar Untuk Mahasiswa Farmasi
dan Praktisi Kimia Farmasi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku EGC

29
LAMPIRAN

30
Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 M

Gambar 1. Penambahan Asam Sulfat

Gambar 2. Titrasi dengan Natrium Tiosulfat

Gambar 3. Penambahan Indikator Kanji

31
Gambar 4. Setelah Titrasi kembali

Penetapan Kadar Vitamin C

Gambar 5. Selesai ultrasonic

Gambar 6. Penambahan Asam Sulfat

32
Gambar 7. Setelah Titrasi kembali

33

You might also like