You are on page 1of 32

I.

DASAR TEORI
1.1. Titrasi Oksidasi Reduksi (Redoks)

Titrasi redoks adalah titrasi yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi.
Kedua proses ini selalu terjadi secaraan, bersama dan merupakan bagian yang
sangat penting di dalam ilmu kimia. Oksidasi didefinisikan sebagai hilangnya
hidrogen, atau perolehan oksigen, atau hilangnya elektron. Sedangkan reduksi
didefinisikan sebagai perolehan hidrogen, atau hilangnya oksigen, atau perolehan
elektron (Cairns, 2004).
Reaksi oksidasi reduksi berasal dari transfer langsung elektron dari donor
ke akseptor. Zat oksidator atau zat pengoksidasi adalah suatu zat atau unsur yang
dapat menyebabkan zat lain mengalami oksidasi atau unsur atau zat yang
mengalami peningkatan atau penerimaan elektron sehingga menyebabkan
penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan zat reduktor atau zat pereduksi adalah
suatu zat atau unsur yang mengalami pelepasan elektron sehingga menyebabkan
kenaikkan bilangan oksidasi atau dengan kata lain suatu zat yang mengalami
oksidasi (Cairns, 2004).
Titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dan
analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi
titik akhir. Meskipun demikian, sering digunakan indicator yang dapat berubah
warna dengan adanya kelebihan titran yang sering digunakan (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Reaksi redoks dapat digunakan untuk analisis titrasi volumetrik asalkan
kesetimbangan yang tercapai setiap penambahan titran dapat berlangsung dengan
cepat (Khopkar, 2003).
Titrasi redoks yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu :
a. Titrasi Langsung (Iodimetri)

1
Titrasi langsung dikenal dengan metode iodimetri (digunakan larutan
iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara
kuantitatif pada titik ekivalennya) (Day dan Underwood, 1981).
Iodium merupakan oksidator yang relative kuat dengan nilai potensial
oksidator sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi
menjadi iodide sesuai dengan reaksi :
I2 + 2e 2I-
Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial
reduksi yang lebih kecil daripada iodium. Vitamin C mempunyai potensial
reduksi yang lebih kecil daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi dengan
iodium. Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk
membakukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi akhir pada iodometri dilakukan
dengan menggunakan indikator amilum yang dapat menunjukkan warna biru
pada saat tercapai titik akhir titrasi (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Titrasi Tidak Langsung (Iodometri)


Titrasi tidak langsung disebut iodometri (oksidator yang dianalisis
kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai
yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan
larutan natrium thiosulfat standar atau asam arsenit) (Day & Underwood, 1981).
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan banyak untuk
menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih
besar daripada system iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat
oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel bersifat oksidator
direduksi dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang
selanjutnya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Banyaknya volume natrium
tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan
setara dengan banyaknya sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).

2
Larutan iodine merupakan reagen redoks yang dalam lingkungan
oksidator kuat (seperti dikromat) iodide teroksidasi menjadi iodine, dan bila
dalam lingkungan reduktor seperti As (III) Iodin tereduksi menjadi iodide zat
padat I2 sukar larut dalam air, tetapi dengan adanya iodide berlebih maka
terbentuk triiodida (I3-) yang mudah larut. Bentuk triiodida inilah yang
dimanfaatkan dalam titrasi redoks (Basset, 1994).
Dua hal penting yang sering menyebabkan kesalahan dalam titrasi yang
melibatkan iod adalah:
a. Kehilangan iod yang disebabkan oleh sifat mudah menguapnya
yang cukup berarti
b. Larutan iodida yang asam dioksidasi oleh oksigen di udara:
4I- + O2 + 4H+ 2I2 + 2H2O
Suatu larutan dari iod dalam larutan air iodida, berwarna kuning sampai
cokelat kuat. Satu tetes larutan iod 0,1 N menimbulkan warna kuning pucat yang
terlibat pada 100 cm3 air, sehingga dalam larutan-larutan yang tanpa iod akan tak
berwarna, iod dapat berfungsi sebagai indikatornya sendiri. Uji ini dibuat jauh
lebih peka dengan menggunakan larutan kanji (pati) sebagai indikator (Basset,
1994).

1.2. Indikator Kanji


Indikator yang digunakan dalam titrasi menggunakan kompleks triiodida
adalah larutan kanji dengan I3- menghasilkan warna biru intensif. Pada titrasi
langsung dengan I3- titik akhir titrasi ditandaii dengan munculnya warna biru
sedangkan titrasi tidak langsung titik akhir titrasi terjadi pada saat warna biru
mulai menghilang. Kepekatan indikator lebih besar dalam larutan yang sedikit
asam daripada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodide.
(Day dan Underwood, 1981).
Warna biru yang terjadi disebabkan karena adanya kompleks amilum
dengan I2, warna biru tersebut akan terlihat bila konsentrasi iodide < 10-5.

3
Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Komplek
amilum-iodium mempunyai kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya
ditambahkan pada titik akhir titrasi (Khopkar, 2003).
Keunggulan kanji yang utama adalah bahwa harganya murah. Sedangkan
kelemahannya adalah bersifatt tidak dapat larut dalam air dingin, ketidakstabilan
suspensinya dalam air, dengan iod memberi suatu kompleks yang tidak dapat
larut dalam air sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi
(karena itu, dalam titrasi iod, larutan kanji tidak boleh ditambahkan sampai tepat
sebelum titik akhir, ketika warna mulai memudar), dan kadang-kadang terdapat
titik akhir yang hanyut yang menyolok bila larutan encer (Basset, 1994).

1.3. Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)


Natrium tiosulfat Na2S2O3.5H2O mudah diperoleh dalam kemurnian yang
tinggi, tetapi selalu terdapat ketidakpastian akan kandungan airnya karena sifat
efloresen dari garam tersebut ataupun karena alas an lainnya, sehingga natrium
tiosulfat tidak dapat dijadikan larutan standar primer dan perlu distandarisai.
Natrium tiosulfat merupakan zat pereduksi (Basset, 1994).
Natrium tiosulfat tidak stabil dalam jangka waktu yang lama sehingga
natrium carbonat sering kali ditambahkan sebagai pengawet (Day dan
Underwood, 1981)
Idoin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat, reaksinya
sebagai berikut:
I2+ 2S2O2
3 2I- + S4O26

(Day dan Underwood, ).

1.4. Asam Askorbat (Vitamin C)

Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
100,5% C6H8O6. Asam askorbat berupa hablur atau serbuk putih atau agak
kekuningan. Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam

4
keadaan kering stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada
suhu lebih kurang 190o. Asam askorbat mudah larut dalam air, agak sukar larut
dalam etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzene. Asam
askorbat memiliki BM = 176,12 gram/mol (Depkes RI, 1995).
Vitamin C merupakan vitamin yang paling sederhana, mudah berubah
akibat oksidasi. Struktur kimianya terdiri dari rantai 6 atom C dan kedudukannya
tidak stabil (C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O2 diudara menjadi asam
dehidroaskrobat. Sifat vitamin C adalah mudah berubah akibat oksidasi namun
stabil jika merupakan kristal. Penyimpanan pada suhu rendah dapat mengurangi
kegiatan respirasi dan metabolism. Vitamin C merupakan senyawa yang dari
struktur dekat dengan monosakarida secara formal diturunkan dari L-gulosa,
suatu aldoheksosa. vitamin C tidak memiliki aktivitas koenzim (Safaryani dkk.,
2007). Vitamin merupakan senyawa yang mempunyai sifat pereduksi kuat dan
dalam larutan, vitamin c mudah rusak akibat oksidasi oksigen dari udara
(Winarno, 1991).
Vitamin C atau Asam askorbat adalah vitamin yang paling mudah rusak
diantara semua vitamin yang ada. Asam askorbat sangat larut dalam air. Asam
askorbat mudah teroksidasi. Oksidasi sangat cepat bila kondisinya alkalis. Pada
suhu tinggi dan terkena sinar matahari serta logam-logam yang rendah (Gaman
and Sherrington, 1994).

Gambar 1. Struktur Asam Askorbat


(Depkes RI, 1995)

5
1.5. Penetapan Kadar Asam Askorbat
Pengukuran kadar vitamin C dengan titrasi redoks yaitu menggunakan
larutan iodin (I2) sebagai titran dan larutan kanji sebagai indikator. Pada proses
titrasi setelah semua vitamin C bereaksi dengan iodine, maka kelebihan iodin
akan terdeteksi dengan kanji yang menjadikan larutan berwarna biru gelap.
Reaksinya sebagai berikut:

C6H8O6 + I2 C6H6O6 + 2I- + 2H+

(Ganjar dan Rohman, 2007).

II. ALAT DAN BAHAN


2.1. Alat
- Labu Ukur 250 mL
- Labu Ukur 1 L
- Gelas Ukur 25 mL
- Timbangan
- Labu Erlenmeyer
- Corong Gelas
- Piper Tetes
- Pipet Ukur 25 mL
- Pipet ukur 5 mL
- Buret
- Statif
- Ball Filler
- Beaker Glass
- Mortir
- Stamper

6
- Batang Pengaduk
- Kertas perkamen
- Sendok tanduk
2.2. Bahan
- Larutan KIO3 0,02 M
- Larutan Na2S2O3 0,1 M
- Larutan H2SO4 0,5 M
- Larutan indikator kanji
- Serbuk KI
- Tablet Vitamin C
- Aquadest

III. PROSEDUR KERJA


3.1.Pembuatan larutan KIO3 0,02 M, 250 mL
a. Perhitungan
Diketahui :
Molaritas KIO3 = 0,02 M
Volume KIO3 yang dibuat = 250 mL
BM KIO3 = 214 gr/mol
Ditanya :
Massa KIO3 yang ditimbang .?
Jawab :
massa 1000
M = BM
x V (mL)
massa 1000
0,02 M = x
214 gr/mol 250 mL
gr
0,02 M x 214 mol x 250 mL
Massa =
1000
Massa = 1,07 gr

7
b. Prosedur kerja
Ditimbang KIO3 sebanyak 1,07 gr dan dimasukkan ke dalam beaker
glass. Ditambahkan aquadest secukupnya dan diaduk hingga larut.
Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 250 mL dan ditambahkan
aquadest sampai tanda batas. Larutan digojog hingga homogen.

3.2.Pembuatan larutan standar Na2S2O3 0,1 M, 250 mL


a. Perhitungan
Diketahui :
Molaritas Na2S2O3 = 0,1 M
Volume Na2S2O3 yang dibuat = 250 mL
BM Na2S2O3 = 248,17 gr/mol
Ditanya :
Massa Na2S2O3 yang ditimbang .?
Jawab :
massa 1000
M = BM
x V (mL)
massa 1000
0,1 M = x
248,17 gr/mol 250 mL
gr
0,1 M x 248,17 mol x 250 mL
Massa =
1000
Massa = 6,20 gr
b. Prosedur kerja
Ditimbang Na2S2O3 sebanyak 6,20 gr dan dimasukkan ke dalam beaker
glass. Ditambahkan aquadest secukupnya dan diaduk hingga larut.
Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 250 mL dan ditambahkan
aquadest sampai tanda batas. Larutan digojog hingga homogen.

8
3.3.Pembuatan larutan H2SO4 0,5 M, 1 L
a. Perhitungan
Diketahui :
Molaritas H2SO4 = 0,5 M
Volume H2SO4 yang dibuat =1L
H2SO4 yang tersedia = H2SO4 97% b/b
BM H2SO4 = 98 gr/mol
BJ H2SO4 = 1,84 gr/mL
Ditanya :
Volume H2SO4 yang ditimbang .?
Jawab :
97 gr
H2SO4 yang tersedia = 98 gr/mol x 1,84 gr/mL

H2SO4 yang tersedia = 178,48 gr/100 mL


massa 1000
M = BM
x V (mL)
178,48 gr 1000
M = x
98 gr/mol 1000 mL

M = 18,21 M
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 18,21 M = 1000 mL x 0,5 M
V1 = 24,5 mL
b. Prosedur kerja
Dipipet aquadest secukupnya dan dimasukkan ke dalam labu ukur 1 L.
Ditambahkan H2SO4 sebanyak 24,5 mL ke dalam labu ukur 1 L.
Ditambahkan aquadest sampai tanda batas. Larutan digojog hingga
homogen.

9
3.4.Pembuatan larutan indikator kanji
a. Perhitungan
Diketahui :
500 mg amilum ditambah 5 mL aquadest hingga larut
kemudian ditambahkan (FI III, hal. 649).
Ditanya :
Massa amilum yang ditimbang .?
Jawab :
500 mg x mg
=
100 mL 10 mL
500 mg x 10 mL
x =
100 mL
x = 50 mg
b. Prosedur kerja
Ditimbang 50 mg pati P, dimasukkan ke dalam beaker glass.
Ditambahkan aquadest 5 mL dan diaduk hingga larut. Ditambahkan
aquadest sampai 10 mL dan dididihkan beberapa menit. Larutan disaring
dan didinginkan.

3.5.Standarisasi larutan Na2S2O3


Sebanyak 12,5 mL KIO3 0,02 M dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer.
Ditambahkan 1 gr KI dan 5 mL H2SO4 0,5 M. Kemudian dititrasi dengan
larutan Na2S2O3 sampai larutan berwarna kuning pucat. Ditambahkan 10
tetes indikator kanji. Kemudian dititrasi kembali dengan Na2S2O3 sampai
berwarna bening. Dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan. Titrasi ini
dilakukan sebanyak 3 kali. Dihitung molaritas larutan Na2S2O3.

10
3.6.Penetapan kadar Vitamin C
Ditimbang 3 tablet vitamin C dan ditimbang bobot masing-masing tablet.
Masing-masing tablet digerus dan ditimbang masing-masing 100 mg.
Serbuk dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 20 mL H2SO4.
Kemudian ditambahkan 10 mL aquadest dan 1 gr KI. Ditambahkan 12,5 mL
KIO3 kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 yang telah distandarisasi
sampai terbentuk warna kuning pucat. Ditambahkan 10 tetes indikator kanji
dan dititrasi kembali dengan Na2S2O3 sampai berwarna bening. Dicatat
volume Na2S2O3 yang digunakan dan titrasi ini dilakukan sebanyak 3 kali.
Dihitung kadar vitamin C.

IV. SKEMA KERJA


4.1.Pembuatan larutan KIO3 0,02 M, 250 mL

Ditimbang KIO3 sebanyak 1,07 gr, dimasukkan ke dalam beaker


glass

Ditambah aquadest secukupnya dan diaduk hingga larut

Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL

Ditambahkan aquadest sampai tanda batas

Larutan digojog hingga homogen

11
4.2.Pembuatan larutan standar Na2S2O3 0,1 M, 250 mL

Ditimbang Na2S2O3 sebanyak 6,20 gr, dimasukkan ke dalam beaker


glass

Ditambah aquadest secukupnya dan diaduk hingga larut

Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL

Ditambahkan aquadest sampai tanda batas

Larutan digojog hingga homogen

4.3.Pembuatan larutan H2SO4 0,1 M, 1 L

Dimasukan aquadest secukupnya ke dalam labu ukur 1 L

Ditambah H2SO4 24,5 mL ke dalam labu ukur

Ditambahkan aquadest sampai tanda batas

Larutan digojog hingga homogen

12
4.4.Pembuatan larutan indikator kanji

Ditimbang 50 mg pati P, dimasukkan ke dalam beaker glass

Ditambah aquadest 5 mL dan diaduk sampai larut

Ditambahkan aquadest sampai volume 10 mL

Larutan dididihkan beberapa menit

Larutan disaring dan didinginkan

4.5.Standarisasi larutan Na2S2O3

Sebanyak 12,5 mL KIO3 dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Ditambahkan 1 gr KI dan 5 mL H2SO4

Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai terbentuk warna kuning pucat

Ditambahkan 10 tetes indikator kanji

Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 sampai berwarna bening

13
Dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan

Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali

Dihitunga molaritas Na2S2O3

4.6.Penetapan kadar Vitamin C

Ditimbang 3 tablet vitamin C dan dicatat bobot masing-masing

Tablet digerus dan masing-masing ditimbang 100 mg

Serbuk dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Ditambahkan 20 mL H2SO4 dan 10 mL aquadest

Ditambahkan 1 gr KI dan 12,5 mL KIO3

Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai berwarna kuning pucat

Ditambahkan 10 tetes indikator kanji

14
Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai berwarna bening

Dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan

Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali

Dihitunga kadar vitamin C

V. DATA HASIL PENGAMATAN


a. Standarisasi Larutan Standar Na2S2O3
Titrasi larutan KIO3 dengan Na2S2O3 0,1 M
Indikator : Indikator kanji

Volume Na2S2O3 0,1 M Pengamatan Kesimpulan

15,9 mL Kuning pucat Mencapai titik akhir


16 mL Bening titrasi
15,8 mL Kuning pucat Mencapai titik akhir
16 mL Bening titrasi
15,7 mL Kuning pucat Mencapai titik akhir
15,57 mL Bening titrasi

Titik akhir titrasi : mL


Molaritas Na2S2O3 = . M

15
Ulangi titrasi 3x
Hitung Molaritas Larutan Standar Na2S2O3 rata-rata!

Paraf Dosen
terlampir

b. Penetapan Kadar Vitamin C


Larutan Standar Na2S2O3 yang digunakan : ..M
Indikator : indikator kanji
Volume Na2S2O3 Pengamatan Kesimpulan
6,25 mL Kuning pucat Mencapai titik akhir
7,2 mL Bening titrasi
6,6 mL Kuning pucat Mencapai titik akhir
7,5 mL Bening titrasi
6,5 mL Kuning pucat Mencapai titik akhir
7,3 mL Bening titrasi

Titik Akhir Titrasi : .ml


Hitung Kadar Vitamin C!
Ulangi titrasi 3x
Hitung Kadar vitamin C rata-rata!

Paraf Dosen
terlampir

16
c. Tabel penimbangan

No. Nama Bahan Penimbangan Paraf


1. Standarisasi
- KI (I) 1,017 gr
- KI (II) 1,069 gr
- KI (III) 1,049 gr
- KIO3 3 x 12,5 mL
2.
- H2SO4 3 x 5 mL
- Indikator kanji 3 x 10 tetes
Penetapan kadar
- Tablet Vit C (I) 0,1392 gr
- Tablet Vit C (II) 0,1411 gr
- Tablet Vit C (III) 0,1396 gr
- Serbuk Vit C (I) 0,1003 gr
Terlampir
- Serbuk Vit C (II) 0,0999 gr
- Serbuk Vit C (II) 0,1000 gr
- Aquadest 3 x 10 mL
- H2SO4 3 x 20 mL

- KI (I) 1,0615 gr

- KI (II) 1,0050 gr

- KI (III) 1,0108 gr

- KIO3 3 x 12,5 mL

- Indikator kanji 3 x 10 tetes

17
VI. ANALISIS DATA DAN PERHITUNGAN
6.1. Molaritas larutan KIO3
Diketahui:
mKIO3 = 1,07 g
V KIO3 = 250 mL = 0,25 L
BM KIO3 = 214 g/mol
Ditanya: M KIO3 = ?
Jawab:
1,07
= = = 0,02
214 0,25

6.2. Persamaan Reaksi Pada Standarisasi Na2S2O3 dan Penetapan Kadar
Vitamin C
a. Standarisasi Na2S2O3
Reaksi pembentukan I3- oleh KI dan KIO3
KIO3 K+ + IO3-
KI K+ + I-
Penyetaraan setengah reaksi
Reduksi : IO3- I3-
Oksidasi : I- I3-

Reduksi : 3IO3- + 18H+ + 16e I3- + 9H2O |1|


Oksidasi :3I- I3- + 2e |8|
_______________________________________
Reduksi : 3IO3- + 18H+ + 16e I3- + 9H2O
Oksidasi : 24I- 8I3- + 16e
_______________________________________
3IO3- + 24I- + 18H+ 9I3- + 9H2O
IO3- + 8I- + 6H+ 3I3- + 3H2O

18
Reaksi Na2S2O3 dengan I3-
Na2S2O3 2Na+ + S2O32-
Reaksi yang terjadi
Reduksi : I3- 3I-
Oksidasi : S2O32- S4O62-
Penyetaraan dengan setengah reaksi
Reduksi : I3- + 2e 3I-
Oksidasi : 2S2O32- S4O62- + 2e
_________________________
2S2O32- + I3- S4O62- + 3I-
Reaksi keseluruhan
IO3- + 8I- + 6H+ 3I3- + 3H2O |3|
2S2O32- + I3- S4O62- + 3I- |8|
_____________________________________
3IO3- + 16S2O32- + 18H+ 8S4O62- + 24I- (Net reaksi Standarisasi
Na2S2O3)

b. Penetapan Kadar Vitamin C


Diketahui:
M KIO3 = 0,02 M
V KIO3 = 12,5 mL
V Na2S2O3 I = 16 mL
V Na2S2O3 II = 16 mL
V Na2S2O3 III = 15,75 mL
Ditanya: M Na2S2O3 = ?
Jawab:
Mol KIO3
3 = 3 3 = 0,02 12,5 = 0,25

19
Mol Na2S2O3
Reaksi : 3IO3- + 16S2O32- + 18H+ 8S4O62- + 24I-
2 3 2
2 2 3 = 3
3
16 4
2 2 3 = 0,25 =
3 3
Molaritas Na2S2O3
2 2 3
2 2 3 =
2 2 3
Titrasi I
4/3
2 2 3 = = 0,0833
16
Titrasi II
4/3
2 2 3 = = 0,0833
16
Titrasi III
4/3
2 2 3 = = 0,0847
15,75
Molaritas rata-rata
0,0833 + 0,0833 + 0,0847
2 2 3 =
= 0,0838
3

Standar deviasi

(0,0838 0,0833)2 + (0,0838 0,0833)2 +(0,0838 0,0847)2


=
31

= 8,09 104
Jadi, molaritas Na2S2O3 adalah
2 2 3
2 2 3 =
2 2 3 = (0,0838 8,09 104 )
Standar deviasi relatif

20
8,09 104
100% = 100% = 0,965%

0,0838

6.4. Penetapan Kadar Vitamin C


Diketahui:
V KIO3 = 12,5 mL
M KIO3 = 0,02 M
M Na2S2O3 = 0,0838 M
BM C6H8O6 = 176,13 g/mol
Volume titrasi:
V 2 2 3 I = 7,2 mL
V 2 2 3 II = 7,5 mL
V 2 2 3 III = 7,3 mL
Kadar sampel vitamin C = 100 mg/tablet
Sampel I = 0,1003 g dari 0,1392 g tablet
Sampel II = 0,0999 g dari 0,1411 g tablet
Sampel III = 0,1 g dari 0,1396 g tablet
Ditanya: Kadar vitamin C=?
Jawab:
3 = 3 3 = 0,02 12,5 = 0,25
Mol I3- awal dari reaksi pembentukan oleh KI dan KIO3
Reaksi : IO3- + 8I- + 6H+ 3I3- + 3H2O
3 3
3 = 3 = 0,25 = 0,75
3 1
Mol I3- yang bereaksi dengan Na2S2O3
Reaksi : 2S2O32- + I3- S4O62- + 3I-

21
3
3 = 2 2 3
2 3 2
1
= (2 2 3 2 2 3 )
2
Titrasi I
1 1
3 = (2 2 3 2 2 3 ) = (0,0838 M 7,2 )
2 2
= 0,3017
Titrasi II
1 1
3 = (2 2 3 2 2 3 ) = (0,0838 M 7,5 )
2 2
= 0,3143
Titrasi III
1 1
3 = (2 2 3 2 2 3 ) = (0,0838 M 7,3 )
2 2
= 0,3059
Mol I3- yang bereaksi dengan vitamin C
Titrasi I
3 = 3 3 2 2 3
3 = (0,75 0,3017) = 0,4483
Titrasi II
3 = 3 3 2 2 3
3 = (0,75 0,3143) = 0,4357
Titrasi III
3 = 3 3 2 2 3
3 = (0,75 0,3059) = 0,4441

Mol vitamin C yang bereaksi dengan I3-


6 8 6
6 8 6 = 3 = 3
3

22
Titrasi I
6 8 6 = 3 = 0,4483

6 8 6 = 6 8 6 6 8 = 0,4483 176,13

= 78,959
0,1392 /
. = 78,959
0,1003
= 109,582 /
Titrasi II
6 8 6 = 3 = 0,4357

6 8 6 = 6 8 6 6 8 = 0,4357 176,13

= 76,740
0,1411 /
. = 76,740
0,0999
= 108,389 /
Titrasi III
6 8 6 = 3 = 0,4441

6 8 6 = 6 8 6 6 8 6 = 0,4441 176,13

= 78,219
0,1396 /
. = 78,219
0,1
= 109,194 /

Kadar rata-rata vitamin C per tablet

109,582 + 108,389 + 109,194


6 8 6 =
/
3
= 109,055 /

23
Standar deviasi

(109,055 109,582)2 + (109,055 108,389)2 +(109,055 109,194)2


=
31

= 0,609 /
Jadi, molaritas Na2S2O3 adalah

6 8 6 =
6 8 6 = (109,055 0,609)/
Standar deviasi relatif
0,609
100% = 100% = 0,558%

109,055
Persen perolehan kembali
Kadar 1
109,582
% = 100% = 78,72%
139,2 mg
Kadar 2
108,389
% = 100% = 76,82%
141,1
Kadar 3
109,194
% = 100% = 78,22%
139,6

24
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan kadar vitamin C dalam sediaan
tablet vitamin C menggunakan sampel vitamin C yang telah diketahui kadarnya yaitu
100 mg/tablet.Metode yang digunakan dalam penetapan kadar vitamin C kali ini
adalah metode titrasi oksidasi reduksi (redoks) yang melibatkan iodium secara tidak
langsung atau disebut iodometri. Penggunaan metode ini dilandasi alasan vitamin C
mudah dioksidasi sehinggga kurang baik bila ditetapkan dengan titrasi langsung
dengan standar iodide karena akan dibutuhkan larutan iodide dalam jumlah atau
konsentrasi yang tinggi untuk menghasilkan kompleks I3-.
Pada proses awal, pertama-tama disiapkan terlebih dahulu beberapa larutan
yang akan digunakan dalam proses titrasi iodometri yang meliputi larutan KIO3 0,02
M,larutan Na2S2O3 0,1 M, larutan H2SO4 0,5 M dan indikator kanji.Larutan KIO3
dibuat dengan melarutkan 1,07 gram KIO3 dalam 250 mL akuades. Larutan ini
nantinya digunakan dalamstandarisasi Na2S2O3dan penetapan kadar vitamin C.
Larutan kalium iodat (KIO3) memiliki berat ekivalen yang kecil yaitu sebesar 35,67
sehingga apabila terdapat kesalahan penimbangan akan menyebabkan kesalahan yang
cukup berarti, maka pada saat penimbangan massa KIO3 yang ditimbang harus benar-
benar tepat (Basset, 1994).
Larutan Na2S2O3dibuat dengan melarutkan 6,2 gram Na2S2O3 dalam 250 mL
akuades. Larutan Na2S2O3yang digunakan ini sebenarnya dapat diperoleh dalam
kemurnian yang tinggi,akan tetapi selalu terdapat ketidakpastian kandungan air
karena sifatnya yang efloresen (lapuk-lekang) dan hal ini menyebabkan larutan
Na2S2O3 tidak dapat digunakan sebagai standar primer (Basset, 1994).Selain itu
larutan Na2S2O3 memiliki sifat mudah terurai bila bereaksi dengan CO2 disertai
dengan pembentukan belerang (Basset, 1994) dimana reaksi penguraian yang terjadi
adalah sebagai berikut :
Na2S2O3 + CO2 + H2O NaHCO3 + NaHSO3 + S(s)

25
Adanya kerja dari bakteri Thiobacillus thioparusjuga dapat menyebabkan
penguraian pada larutan Na2S2O3 (Basset, 1994) dimana bakteri tersebut dapat
menggunakan belerang pada proses metabolismenya menghasilkan SO32- dan
belerang koloidal (Underwood, 1981).
Larutan asam sulfat dibuat dengan terlebih dahulu menambahkan akuades
secukupnya ke dalam labu ukur 1L, setelah itu baru ditambahkan dengan
H2SO4ssebanyak 505 mL dan ditambahkan akuades lagi sampai volume 1 L. Hal ini
dilakukan agar panas yang dihasilkan pada pengenceran asam sulfat tidak membuat
labu ukur pecah akibat thermal shock dan apabila yang dimasukkan terlebih dahulu
adalah asam sulfat kemudian akuades, akuades akan mendadak mendidih dan
menyebabkan asam sulfat terpercik (Khopkar, 1990).
Untuk indikator kanji dibuat dengan prosedur yang tertera pada Farmakope
Indonesia III halaman 694 yaitu dengan melarutkan 500 mg amilum atau pati dalam
100 mL air kemudian didihkan. Pendidihan dilakukan karena sifat amilum yang tidak
dapat larut dalam air dingin (Depkes RI, 1979).
Setelah semua larutan siap, seluruh larutan kemudian disimpan, dibungkus
dengan alumunium foil dan terhidar dari cahaya.Hal ini bertujuan untuk menghindari
terjadi penguraian (terutama untuk larutan Na2S2O3 dan KIO3) oleh cahaya (Basset,
1994).
Proses kemudian dilanjutkan dengan standardisasi larutan Na2S2O3 dimana
titran yang digunakan adalah Na2S2O3 dan titratnya adalah larutan KIO3. Pada proses
titrasi, larutanKIO3sebanyak 12,5 mL yang telah ditambahkan dengan 1 gram KI dan
5 mL asam sulfat 0,5 Mdititrasi dengan Na2S2O3 sampai larutan berwarna kuning
pucat. Penambahan KI bertujuan untuk menciptakan iodide berlebih.Kehilangan iod
akibat sifatnya yang mudah menguap menyebabkan kesalahan dalam titrasi.Maka
dari hal itu, dengan adanya iodide berlebih ini, menyebabkan sifat mudah menguap
berkurang dengan pembentukan ion triiodida (I3-) (Basset, 1994).Sedangkan
penambahan H2SO4 bertujuan untuk menciptakan suasana asam karena pada suasana
asam oksidasi ion iodide berlangsung lebih cepat (Underwood, 1981).Hal ini terjadi

26
karena pada suasana asam, potensial reduksi iodat meningkat tajam akibat
meningkatnya konsentrasi H+ dalam larutan sehingga iodat ini direduksi secara
lengkap oleh iodida (Basset dkk., 1994).Larutan yang berwarna kuning pucat
diasumsikan bahwa reaksi telah berjalan secara ekuivalen dan yang tersisa hanyalah
iod berlebih yang memberikan warna kuning pucat.Kemudian larutan tersebut
ditambahkan indikator kanji sebanyak 10 tetes dan dititrasi kembali sampai warna
biru menghilang dan didapat larutan yang bening tepat setelah warna biru
menghilang(Basset, 1994).Penambahan indikator kanji harus dilakukan pada saat
larutan akan mencapai titik akhir titrasi karena kompleks iodium-amilum mempunyai
kelarutan yang kecil dalam air (Khopkar, 1990). Larutan biru yang didapat setelah
penambahan indikator kanji kembali dititrasi dengan larutan Na2S2O3hingga menjadi
tak berwarna atau bening dengan tujuan untuk mereaksikan iod yang bersisa dengan
Na2S2O3sehingga dapat diketahui total iod yang terbentuk. Berikut reaksi keseluruhan
yang terjadi pada standardisasi Na2S2O3.
3IO3- + 24I- + 18H+ 9I3- + 9H2O
16S2O32- + 8I3- 8S4O62-+ 24I-
3IO3- + 16S2O32-+ 18H+ 8S4O62- + I3-+ 9H2O
Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali untuk menjamin presisi data yang diperoleh
dan data yang didapat dirata-ratakan dan dicari simpangan bakunya. Berdasarkan
hasil perhitungan diketahui bahwa konsentrasiNa2S2O3sebesar0,08388,09104.
Proses selanjutnya adalah penetapan kadar vitamin C dengan menggunakan
tablet vitamin C 100 mg. Sampel tablet yang digunakan sebanyak 3 buah dengan
bobot tablet bervariasi yaitu 0,1392 g; 0,1411 g; dan 0,1396 g. Masing-masing tablet
tersebut kemudian digerus hingga homogen secara terpisah dan diambil 100 mg
serbuk tablet yang dihasilkan untuk selanjutnya ditetapkan kadar vitamin C nya.
Larutan-larutan yang digunakan dalam penetapan kadar vitamin C sama seperti
larutan-larutan yang digunakan dalam standardisasi Na2S2O3, tetapi terdapat
perbedaan urutan prosedur pengerjaan terhadap sampel. Sebanyak 100 mg serbuk

27
vitamin C dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 mL kemudian ditambahkan
H2SO4 0,5 M sebanyak 20 mL dan akuades sebanyak 10 mL. Samahalnya seperti
pada standarisasi Na2S2O3, penambahan asam sulfat kali ini juga bertujuan untuk
menciptakan suasana asam untuk mempercepat oksidasi ion iodide (Underwood,
1981).Penambahan air bertujuan untuk sebagai pelarut untuk melarutkan vitamin C
atau asam askorbat yang mana asam askorbat kelarutannya mudah larut dalam air
(Depkes RI, 1995).Pada praktikum kali ini tidak dilakukan pengadukan secara
ultrasonik dengan maksud agar larutan H2SO4 tidak merusak larutan dengan membuat
larutan menjadi hitam pekat yang nantinya menyebabkan kesulitan dalam
pengamatan secara visual titik akhir titrasi. Pada akhir proses didapat larutan
berwarna hitam kecoklatan tidak merata. Setelah itu larutan yang terbentuk
ditambahkan 1 gram KI dan 12,5 mL larutanKIO3 dan terbentuk larutan berwarna
merah hitam kecoklatan yang kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga
terbentuk larutan berwarna hitam kekuningan yang pucat.Larutan tersebut kemudian
ditambahkan dengan indikator kanji sebanyak 10 tetes dan terbentuk larutan berwarna
hitam kebiruan.Kompleks biru gelap atau biru kuat larutanyang terbentuk disebabkan
oleh molekul-molekul iodine yang tertahan di permukaan amilase dari amilum
(Basset dkk., 1994) yang kemudian dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 hingga
diperoleh larutan berwarna bening tepat ketika warna biru menghilang (Basset, 1994).
Pada titrasi penetapan kadar vitamin C ini terjadi beberapa reaksi sebagai berikut:

Reaksi pembentukan I3- oleh KI dan KIO3


Reduksi : IO3- I3-
Oksidasi : I- I3-
Reduksi : 3IO3- + 18H++ 16e- I3-+ 9H2O [x1]
Oksidasi : 3I- I3-+ 2e- [x8]
Reduksi : 3IO3- + 18H++ 16e- I3-+ 9H2O
Oksidasi : 24I- 8I3-+ 16e-
3IO3- + 24I- +18H+ 9I3- + 9H2O

28
IO3- + 8I- +6H+ 3I3- + 3H2O

Reaksi C6H8O6 dengan I3-

IO3- + 8I- + 6H+ 3I3- + 3H2O |3|


C6H8O6 + I3- C6H6O6 + 3I- + 2H+ |8|
_____________________________________________
8C6H8O6 + 3IO3-+2H+ 8C6H6O6 + I3- + 9H2O

Reaksi Na2S2O3 dengan I3-


2S2O32- + I3- S4O62- + 3I-

Maka, persamaan reaksi penetapan kadar vitamin Cadalah :


2S2O32- + I3- S4O62- + 3I-
3IO3- + 8C6H8O6+ 2H+ 8C6H6O6 + I3- +9H2O
8C6H8O6 + 2S2O32- + 3IO3- + 2H+ 8C6H6O6 + S4O62-+3I- + 9H2O
Berdasarkan hasil perhitungan dari hasil 3 kali titrasi tablet vitamin C,
diketahui kadar vitamin C rata-rata untuk setiap satu tabletnya adalah sebesar 109,055
0,609 mg/tablet dengan persen recovery untuk tiap kadar dari masing-masing
proses pengulangan 3 kali titrasi secara berturut-turut yaitu sebesar 78,72%; 76,82%;
dan 78,22%.

29
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. 1994. Kimia Analisis Kualitatif Anorganik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Cairns, D. 2008. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta: EGC

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan.
Gaman P.M. and K. B. Sherrington. 1994. The Science of Food, An Introduction to
Food Science, Nutrition, and Microbiology Second Edition. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Analisis Farmasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia


Press

Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1981. Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Keenam.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

Safaryani, Nurhayati, Sri Haryanti, dan Endah Dwi Hastuti. 2007. Pengaruh Suhu dan
Lama Penyimpanan terhadap Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica
oleracea L). Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol. XV, No.2.
Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

30
LAMPIRAN

31
Gambar 1. Larutan KIO3 Gambar 2. Larutan KIO3 Gambar 3. Larutan KIO3
sebelum dititrasi setelah dititrasi dengan setelah dititrasi dengan
Na2S2O3 penambahan indikator kanji

Gambar 4. Penetapan kadar vitamin C,


tengah: sebelum dititrasi; kiri: setelah
dititrasi; kanan: setelah dititrasi dengan
penambahan indikator kanji.

32

You might also like