Professional Documents
Culture Documents
DASAR TEORI
1.1. Titrasi Oksidasi Reduksi (Redoks)
Titrasi redoks adalah titrasi yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi.
Kedua proses ini selalu terjadi secaraan, bersama dan merupakan bagian yang
sangat penting di dalam ilmu kimia. Oksidasi didefinisikan sebagai hilangnya
hidrogen, atau perolehan oksigen, atau hilangnya elektron. Sedangkan reduksi
didefinisikan sebagai perolehan hidrogen, atau hilangnya oksigen, atau perolehan
elektron (Cairns, 2004).
Reaksi oksidasi reduksi berasal dari transfer langsung elektron dari donor
ke akseptor. Zat oksidator atau zat pengoksidasi adalah suatu zat atau unsur yang
dapat menyebabkan zat lain mengalami oksidasi atau unsur atau zat yang
mengalami peningkatan atau penerimaan elektron sehingga menyebabkan
penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan zat reduktor atau zat pereduksi adalah
suatu zat atau unsur yang mengalami pelepasan elektron sehingga menyebabkan
kenaikkan bilangan oksidasi atau dengan kata lain suatu zat yang mengalami
oksidasi (Cairns, 2004).
Titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dan
analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi
titik akhir. Meskipun demikian, sering digunakan indicator yang dapat berubah
warna dengan adanya kelebihan titran yang sering digunakan (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Reaksi redoks dapat digunakan untuk analisis titrasi volumetrik asalkan
kesetimbangan yang tercapai setiap penambahan titran dapat berlangsung dengan
cepat (Khopkar, 2003).
Titrasi redoks yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu :
a. Titrasi Langsung (Iodimetri)
1
Titrasi langsung dikenal dengan metode iodimetri (digunakan larutan
iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara
kuantitatif pada titik ekivalennya) (Day dan Underwood, 1981).
Iodium merupakan oksidator yang relative kuat dengan nilai potensial
oksidator sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi
menjadi iodide sesuai dengan reaksi :
I2 + 2e 2I-
Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial
reduksi yang lebih kecil daripada iodium. Vitamin C mempunyai potensial
reduksi yang lebih kecil daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi dengan
iodium. Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk
membakukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi akhir pada iodometri dilakukan
dengan menggunakan indikator amilum yang dapat menunjukkan warna biru
pada saat tercapai titik akhir titrasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
2
Larutan iodine merupakan reagen redoks yang dalam lingkungan
oksidator kuat (seperti dikromat) iodide teroksidasi menjadi iodine, dan bila
dalam lingkungan reduktor seperti As (III) Iodin tereduksi menjadi iodide zat
padat I2 sukar larut dalam air, tetapi dengan adanya iodide berlebih maka
terbentuk triiodida (I3-) yang mudah larut. Bentuk triiodida inilah yang
dimanfaatkan dalam titrasi redoks (Basset, 1994).
Dua hal penting yang sering menyebabkan kesalahan dalam titrasi yang
melibatkan iod adalah:
a. Kehilangan iod yang disebabkan oleh sifat mudah menguapnya
yang cukup berarti
b. Larutan iodida yang asam dioksidasi oleh oksigen di udara:
4I- + O2 + 4H+ 2I2 + 2H2O
Suatu larutan dari iod dalam larutan air iodida, berwarna kuning sampai
cokelat kuat. Satu tetes larutan iod 0,1 N menimbulkan warna kuning pucat yang
terlibat pada 100 cm3 air, sehingga dalam larutan-larutan yang tanpa iod akan tak
berwarna, iod dapat berfungsi sebagai indikatornya sendiri. Uji ini dibuat jauh
lebih peka dengan menggunakan larutan kanji (pati) sebagai indikator (Basset,
1994).
3
Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Komplek
amilum-iodium mempunyai kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya
ditambahkan pada titik akhir titrasi (Khopkar, 2003).
Keunggulan kanji yang utama adalah bahwa harganya murah. Sedangkan
kelemahannya adalah bersifatt tidak dapat larut dalam air dingin, ketidakstabilan
suspensinya dalam air, dengan iod memberi suatu kompleks yang tidak dapat
larut dalam air sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi
(karena itu, dalam titrasi iod, larutan kanji tidak boleh ditambahkan sampai tepat
sebelum titik akhir, ketika warna mulai memudar), dan kadang-kadang terdapat
titik akhir yang hanyut yang menyolok bila larutan encer (Basset, 1994).
Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
100,5% C6H8O6. Asam askorbat berupa hablur atau serbuk putih atau agak
kekuningan. Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam
4
keadaan kering stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada
suhu lebih kurang 190o. Asam askorbat mudah larut dalam air, agak sukar larut
dalam etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzene. Asam
askorbat memiliki BM = 176,12 gram/mol (Depkes RI, 1995).
Vitamin C merupakan vitamin yang paling sederhana, mudah berubah
akibat oksidasi. Struktur kimianya terdiri dari rantai 6 atom C dan kedudukannya
tidak stabil (C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O2 diudara menjadi asam
dehidroaskrobat. Sifat vitamin C adalah mudah berubah akibat oksidasi namun
stabil jika merupakan kristal. Penyimpanan pada suhu rendah dapat mengurangi
kegiatan respirasi dan metabolism. Vitamin C merupakan senyawa yang dari
struktur dekat dengan monosakarida secara formal diturunkan dari L-gulosa,
suatu aldoheksosa. vitamin C tidak memiliki aktivitas koenzim (Safaryani dkk.,
2007). Vitamin merupakan senyawa yang mempunyai sifat pereduksi kuat dan
dalam larutan, vitamin c mudah rusak akibat oksidasi oksigen dari udara
(Winarno, 1991).
Vitamin C atau Asam askorbat adalah vitamin yang paling mudah rusak
diantara semua vitamin yang ada. Asam askorbat sangat larut dalam air. Asam
askorbat mudah teroksidasi. Oksidasi sangat cepat bila kondisinya alkalis. Pada
suhu tinggi dan terkena sinar matahari serta logam-logam yang rendah (Gaman
and Sherrington, 1994).
5
1.5. Penetapan Kadar Asam Askorbat
Pengukuran kadar vitamin C dengan titrasi redoks yaitu menggunakan
larutan iodin (I2) sebagai titran dan larutan kanji sebagai indikator. Pada proses
titrasi setelah semua vitamin C bereaksi dengan iodine, maka kelebihan iodin
akan terdeteksi dengan kanji yang menjadikan larutan berwarna biru gelap.
Reaksinya sebagai berikut:
6
- Batang Pengaduk
- Kertas perkamen
- Sendok tanduk
2.2. Bahan
- Larutan KIO3 0,02 M
- Larutan Na2S2O3 0,1 M
- Larutan H2SO4 0,5 M
- Larutan indikator kanji
- Serbuk KI
- Tablet Vitamin C
- Aquadest
7
b. Prosedur kerja
Ditimbang KIO3 sebanyak 1,07 gr dan dimasukkan ke dalam beaker
glass. Ditambahkan aquadest secukupnya dan diaduk hingga larut.
Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 250 mL dan ditambahkan
aquadest sampai tanda batas. Larutan digojog hingga homogen.
8
3.3.Pembuatan larutan H2SO4 0,5 M, 1 L
a. Perhitungan
Diketahui :
Molaritas H2SO4 = 0,5 M
Volume H2SO4 yang dibuat =1L
H2SO4 yang tersedia = H2SO4 97% b/b
BM H2SO4 = 98 gr/mol
BJ H2SO4 = 1,84 gr/mL
Ditanya :
Volume H2SO4 yang ditimbang .?
Jawab :
97 gr
H2SO4 yang tersedia = 98 gr/mol x 1,84 gr/mL
M = 18,21 M
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 18,21 M = 1000 mL x 0,5 M
V1 = 24,5 mL
b. Prosedur kerja
Dipipet aquadest secukupnya dan dimasukkan ke dalam labu ukur 1 L.
Ditambahkan H2SO4 sebanyak 24,5 mL ke dalam labu ukur 1 L.
Ditambahkan aquadest sampai tanda batas. Larutan digojog hingga
homogen.
9
3.4.Pembuatan larutan indikator kanji
a. Perhitungan
Diketahui :
500 mg amilum ditambah 5 mL aquadest hingga larut
kemudian ditambahkan (FI III, hal. 649).
Ditanya :
Massa amilum yang ditimbang .?
Jawab :
500 mg x mg
=
100 mL 10 mL
500 mg x 10 mL
x =
100 mL
x = 50 mg
b. Prosedur kerja
Ditimbang 50 mg pati P, dimasukkan ke dalam beaker glass.
Ditambahkan aquadest 5 mL dan diaduk hingga larut. Ditambahkan
aquadest sampai 10 mL dan dididihkan beberapa menit. Larutan disaring
dan didinginkan.
10
3.6.Penetapan kadar Vitamin C
Ditimbang 3 tablet vitamin C dan ditimbang bobot masing-masing tablet.
Masing-masing tablet digerus dan ditimbang masing-masing 100 mg.
Serbuk dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 20 mL H2SO4.
Kemudian ditambahkan 10 mL aquadest dan 1 gr KI. Ditambahkan 12,5 mL
KIO3 kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 yang telah distandarisasi
sampai terbentuk warna kuning pucat. Ditambahkan 10 tetes indikator kanji
dan dititrasi kembali dengan Na2S2O3 sampai berwarna bening. Dicatat
volume Na2S2O3 yang digunakan dan titrasi ini dilakukan sebanyak 3 kali.
Dihitung kadar vitamin C.
11
4.2.Pembuatan larutan standar Na2S2O3 0,1 M, 250 mL
12
4.4.Pembuatan larutan indikator kanji
13
Dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan
14
Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai berwarna bening
15
Ulangi titrasi 3x
Hitung Molaritas Larutan Standar Na2S2O3 rata-rata!
Paraf Dosen
terlampir
Paraf Dosen
terlampir
16
c. Tabel penimbangan
- KI (I) 1,0615 gr
- KI (II) 1,0050 gr
- KI (III) 1,0108 gr
- KIO3 3 x 12,5 mL
17
VI. ANALISIS DATA DAN PERHITUNGAN
6.1. Molaritas larutan KIO3
Diketahui:
mKIO3 = 1,07 g
V KIO3 = 250 mL = 0,25 L
BM KIO3 = 214 g/mol
Ditanya: M KIO3 = ?
Jawab:
1,07
= = = 0,02
214 0,25
6.2. Persamaan Reaksi Pada Standarisasi Na2S2O3 dan Penetapan Kadar
Vitamin C
a. Standarisasi Na2S2O3
Reaksi pembentukan I3- oleh KI dan KIO3
KIO3 K+ + IO3-
KI K+ + I-
Penyetaraan setengah reaksi
Reduksi : IO3- I3-
Oksidasi : I- I3-
18
Reaksi Na2S2O3 dengan I3-
Na2S2O3 2Na+ + S2O32-
Reaksi yang terjadi
Reduksi : I3- 3I-
Oksidasi : S2O32- S4O62-
Penyetaraan dengan setengah reaksi
Reduksi : I3- + 2e 3I-
Oksidasi : 2S2O32- S4O62- + 2e
_________________________
2S2O32- + I3- S4O62- + 3I-
Reaksi keseluruhan
IO3- + 8I- + 6H+ 3I3- + 3H2O |3|
2S2O32- + I3- S4O62- + 3I- |8|
_____________________________________
3IO3- + 16S2O32- + 18H+ 8S4O62- + 24I- (Net reaksi Standarisasi
Na2S2O3)
19
Mol Na2S2O3
Reaksi : 3IO3- + 16S2O32- + 18H+ 8S4O62- + 24I-
2 3 2
2 2 3 = 3
3
16 4
2 2 3 = 0,25 =
3 3
Molaritas Na2S2O3
2 2 3
2 2 3 =
2 2 3
Titrasi I
4/3
2 2 3 = = 0,0833
16
Titrasi II
4/3
2 2 3 = = 0,0833
16
Titrasi III
4/3
2 2 3 = = 0,0847
15,75
Molaritas rata-rata
0,0833 + 0,0833 + 0,0847
2 2 3 =
= 0,0838
3
Standar deviasi
= 8,09 104
Jadi, molaritas Na2S2O3 adalah
2 2 3
2 2 3 =
2 2 3 = (0,0838 8,09 104 )
Standar deviasi relatif
20
8,09 104
100% = 100% = 0,965%
0,0838
21
3
3 = 2 2 3
2 3 2
1
= (2 2 3 2 2 3 )
2
Titrasi I
1 1
3 = (2 2 3 2 2 3 ) = (0,0838 M 7,2 )
2 2
= 0,3017
Titrasi II
1 1
3 = (2 2 3 2 2 3 ) = (0,0838 M 7,5 )
2 2
= 0,3143
Titrasi III
1 1
3 = (2 2 3 2 2 3 ) = (0,0838 M 7,3 )
2 2
= 0,3059
Mol I3- yang bereaksi dengan vitamin C
Titrasi I
3 = 3 3 2 2 3
3 = (0,75 0,3017) = 0,4483
Titrasi II
3 = 3 3 2 2 3
3 = (0,75 0,3143) = 0,4357
Titrasi III
3 = 3 3 2 2 3
3 = (0,75 0,3059) = 0,4441
22
Titrasi I
6 8 6 = 3 = 0,4483
6 8 6 = 6 8 6 6 8 = 0,4483 176,13
= 78,959
0,1392 /
. = 78,959
0,1003
= 109,582 /
Titrasi II
6 8 6 = 3 = 0,4357
6 8 6 = 6 8 6 6 8 = 0,4357 176,13
= 76,740
0,1411 /
. = 76,740
0,0999
= 108,389 /
Titrasi III
6 8 6 = 3 = 0,4441
6 8 6 = 6 8 6 6 8 6 = 0,4441 176,13
= 78,219
0,1396 /
. = 78,219
0,1
= 109,194 /
23
Standar deviasi
= 0,609 /
Jadi, molaritas Na2S2O3 adalah
6 8 6 =
6 8 6 = (109,055 0,609)/
Standar deviasi relatif
0,609
100% = 100% = 0,558%
109,055
Persen perolehan kembali
Kadar 1
109,582
% = 100% = 78,72%
139,2 mg
Kadar 2
108,389
% = 100% = 76,82%
141,1
Kadar 3
109,194
% = 100% = 78,22%
139,6
24
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan kadar vitamin C dalam sediaan
tablet vitamin C menggunakan sampel vitamin C yang telah diketahui kadarnya yaitu
100 mg/tablet.Metode yang digunakan dalam penetapan kadar vitamin C kali ini
adalah metode titrasi oksidasi reduksi (redoks) yang melibatkan iodium secara tidak
langsung atau disebut iodometri. Penggunaan metode ini dilandasi alasan vitamin C
mudah dioksidasi sehinggga kurang baik bila ditetapkan dengan titrasi langsung
dengan standar iodide karena akan dibutuhkan larutan iodide dalam jumlah atau
konsentrasi yang tinggi untuk menghasilkan kompleks I3-.
Pada proses awal, pertama-tama disiapkan terlebih dahulu beberapa larutan
yang akan digunakan dalam proses titrasi iodometri yang meliputi larutan KIO3 0,02
M,larutan Na2S2O3 0,1 M, larutan H2SO4 0,5 M dan indikator kanji.Larutan KIO3
dibuat dengan melarutkan 1,07 gram KIO3 dalam 250 mL akuades. Larutan ini
nantinya digunakan dalamstandarisasi Na2S2O3dan penetapan kadar vitamin C.
Larutan kalium iodat (KIO3) memiliki berat ekivalen yang kecil yaitu sebesar 35,67
sehingga apabila terdapat kesalahan penimbangan akan menyebabkan kesalahan yang
cukup berarti, maka pada saat penimbangan massa KIO3 yang ditimbang harus benar-
benar tepat (Basset, 1994).
Larutan Na2S2O3dibuat dengan melarutkan 6,2 gram Na2S2O3 dalam 250 mL
akuades. Larutan Na2S2O3yang digunakan ini sebenarnya dapat diperoleh dalam
kemurnian yang tinggi,akan tetapi selalu terdapat ketidakpastian kandungan air
karena sifatnya yang efloresen (lapuk-lekang) dan hal ini menyebabkan larutan
Na2S2O3 tidak dapat digunakan sebagai standar primer (Basset, 1994).Selain itu
larutan Na2S2O3 memiliki sifat mudah terurai bila bereaksi dengan CO2 disertai
dengan pembentukan belerang (Basset, 1994) dimana reaksi penguraian yang terjadi
adalah sebagai berikut :
Na2S2O3 + CO2 + H2O NaHCO3 + NaHSO3 + S(s)
25
Adanya kerja dari bakteri Thiobacillus thioparusjuga dapat menyebabkan
penguraian pada larutan Na2S2O3 (Basset, 1994) dimana bakteri tersebut dapat
menggunakan belerang pada proses metabolismenya menghasilkan SO32- dan
belerang koloidal (Underwood, 1981).
Larutan asam sulfat dibuat dengan terlebih dahulu menambahkan akuades
secukupnya ke dalam labu ukur 1L, setelah itu baru ditambahkan dengan
H2SO4ssebanyak 505 mL dan ditambahkan akuades lagi sampai volume 1 L. Hal ini
dilakukan agar panas yang dihasilkan pada pengenceran asam sulfat tidak membuat
labu ukur pecah akibat thermal shock dan apabila yang dimasukkan terlebih dahulu
adalah asam sulfat kemudian akuades, akuades akan mendadak mendidih dan
menyebabkan asam sulfat terpercik (Khopkar, 1990).
Untuk indikator kanji dibuat dengan prosedur yang tertera pada Farmakope
Indonesia III halaman 694 yaitu dengan melarutkan 500 mg amilum atau pati dalam
100 mL air kemudian didihkan. Pendidihan dilakukan karena sifat amilum yang tidak
dapat larut dalam air dingin (Depkes RI, 1979).
Setelah semua larutan siap, seluruh larutan kemudian disimpan, dibungkus
dengan alumunium foil dan terhidar dari cahaya.Hal ini bertujuan untuk menghindari
terjadi penguraian (terutama untuk larutan Na2S2O3 dan KIO3) oleh cahaya (Basset,
1994).
Proses kemudian dilanjutkan dengan standardisasi larutan Na2S2O3 dimana
titran yang digunakan adalah Na2S2O3 dan titratnya adalah larutan KIO3. Pada proses
titrasi, larutanKIO3sebanyak 12,5 mL yang telah ditambahkan dengan 1 gram KI dan
5 mL asam sulfat 0,5 Mdititrasi dengan Na2S2O3 sampai larutan berwarna kuning
pucat. Penambahan KI bertujuan untuk menciptakan iodide berlebih.Kehilangan iod
akibat sifatnya yang mudah menguap menyebabkan kesalahan dalam titrasi.Maka
dari hal itu, dengan adanya iodide berlebih ini, menyebabkan sifat mudah menguap
berkurang dengan pembentukan ion triiodida (I3-) (Basset, 1994).Sedangkan
penambahan H2SO4 bertujuan untuk menciptakan suasana asam karena pada suasana
asam oksidasi ion iodide berlangsung lebih cepat (Underwood, 1981).Hal ini terjadi
26
karena pada suasana asam, potensial reduksi iodat meningkat tajam akibat
meningkatnya konsentrasi H+ dalam larutan sehingga iodat ini direduksi secara
lengkap oleh iodida (Basset dkk., 1994).Larutan yang berwarna kuning pucat
diasumsikan bahwa reaksi telah berjalan secara ekuivalen dan yang tersisa hanyalah
iod berlebih yang memberikan warna kuning pucat.Kemudian larutan tersebut
ditambahkan indikator kanji sebanyak 10 tetes dan dititrasi kembali sampai warna
biru menghilang dan didapat larutan yang bening tepat setelah warna biru
menghilang(Basset, 1994).Penambahan indikator kanji harus dilakukan pada saat
larutan akan mencapai titik akhir titrasi karena kompleks iodium-amilum mempunyai
kelarutan yang kecil dalam air (Khopkar, 1990). Larutan biru yang didapat setelah
penambahan indikator kanji kembali dititrasi dengan larutan Na2S2O3hingga menjadi
tak berwarna atau bening dengan tujuan untuk mereaksikan iod yang bersisa dengan
Na2S2O3sehingga dapat diketahui total iod yang terbentuk. Berikut reaksi keseluruhan
yang terjadi pada standardisasi Na2S2O3.
3IO3- + 24I- + 18H+ 9I3- + 9H2O
16S2O32- + 8I3- 8S4O62-+ 24I-
3IO3- + 16S2O32-+ 18H+ 8S4O62- + I3-+ 9H2O
Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali untuk menjamin presisi data yang diperoleh
dan data yang didapat dirata-ratakan dan dicari simpangan bakunya. Berdasarkan
hasil perhitungan diketahui bahwa konsentrasiNa2S2O3sebesar0,08388,09104.
Proses selanjutnya adalah penetapan kadar vitamin C dengan menggunakan
tablet vitamin C 100 mg. Sampel tablet yang digunakan sebanyak 3 buah dengan
bobot tablet bervariasi yaitu 0,1392 g; 0,1411 g; dan 0,1396 g. Masing-masing tablet
tersebut kemudian digerus hingga homogen secara terpisah dan diambil 100 mg
serbuk tablet yang dihasilkan untuk selanjutnya ditetapkan kadar vitamin C nya.
Larutan-larutan yang digunakan dalam penetapan kadar vitamin C sama seperti
larutan-larutan yang digunakan dalam standardisasi Na2S2O3, tetapi terdapat
perbedaan urutan prosedur pengerjaan terhadap sampel. Sebanyak 100 mg serbuk
27
vitamin C dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 mL kemudian ditambahkan
H2SO4 0,5 M sebanyak 20 mL dan akuades sebanyak 10 mL. Samahalnya seperti
pada standarisasi Na2S2O3, penambahan asam sulfat kali ini juga bertujuan untuk
menciptakan suasana asam untuk mempercepat oksidasi ion iodide (Underwood,
1981).Penambahan air bertujuan untuk sebagai pelarut untuk melarutkan vitamin C
atau asam askorbat yang mana asam askorbat kelarutannya mudah larut dalam air
(Depkes RI, 1995).Pada praktikum kali ini tidak dilakukan pengadukan secara
ultrasonik dengan maksud agar larutan H2SO4 tidak merusak larutan dengan membuat
larutan menjadi hitam pekat yang nantinya menyebabkan kesulitan dalam
pengamatan secara visual titik akhir titrasi. Pada akhir proses didapat larutan
berwarna hitam kecoklatan tidak merata. Setelah itu larutan yang terbentuk
ditambahkan 1 gram KI dan 12,5 mL larutanKIO3 dan terbentuk larutan berwarna
merah hitam kecoklatan yang kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga
terbentuk larutan berwarna hitam kekuningan yang pucat.Larutan tersebut kemudian
ditambahkan dengan indikator kanji sebanyak 10 tetes dan terbentuk larutan berwarna
hitam kebiruan.Kompleks biru gelap atau biru kuat larutanyang terbentuk disebabkan
oleh molekul-molekul iodine yang tertahan di permukaan amilase dari amilum
(Basset dkk., 1994) yang kemudian dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 hingga
diperoleh larutan berwarna bening tepat ketika warna biru menghilang (Basset, 1994).
Pada titrasi penetapan kadar vitamin C ini terjadi beberapa reaksi sebagai berikut:
28
IO3- + 8I- +6H+ 3I3- + 3H2O
29
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. 1994. Kimia Analisis Kualitatif Anorganik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan.
Gaman P.M. and K. B. Sherrington. 1994. The Science of Food, An Introduction to
Food Science, Nutrition, and Microbiology Second Edition. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Analisis Farmasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1981. Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Keenam.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Safaryani, Nurhayati, Sri Haryanti, dan Endah Dwi Hastuti. 2007. Pengaruh Suhu dan
Lama Penyimpanan terhadap Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica
oleracea L). Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol. XV, No.2.
Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
30
LAMPIRAN
31
Gambar 1. Larutan KIO3 Gambar 2. Larutan KIO3 Gambar 3. Larutan KIO3
sebelum dititrasi setelah dititrasi dengan setelah dititrasi dengan
Na2S2O3 penambahan indikator kanji
32