Professional Documents
Culture Documents
NAPAS
BAB 1
Laporan Pendahuluan
1.1 Pengertian
Gagal napas adalah ganguan pertukaran gas antara udara dengan sirkulasi yang
terjadi di pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan gerakan udara dan masuk
keluar paru. (Hood Alsagaff, 2004:185)
Gagal napas merupakan keadaan ketidakmampuan tubuh untuk menjaga pertukaran
gas seimbang dengan kebutuhan tubuh sehingga mengakibatkan hipoksemia dan atau
hiperkapnia. Dikatakan gagal napas apabila PaCO2 > 45 mmHg atau PaO2< 55mmHg.
(Boedi Swidarmoko,2010:259)
1.2 Etiologi
1.2.1 Kelainan di luar paru-paru
1.2.1.1 Penekanan pusat pernapasan
1) Takar lajak obat (sedative, narkotik)
2) Trauma atau infark selebral
3) Poliomyelitis bulbar
4) Ensefalitis
1.2.1.2 Kelainan neuromuscular
1) Trauma medulaspinalisservikalis
2) Sindroma guilainbare
3) Sklerosis amiotropik lateral
4) Miastenia gravis
5) Distrofi otot
1.2.1.3 Kelainan Pleura dan Dinding Dada
1) Cedera dada (fraktur iga multiple)
2) Pneumotoraks tension
3) Efusi leura
4) Kifoskoliosis (paru-paru abnormal)
5) Obesitas: sindrom Pickwick
1.2.2 Kelainan Intrinsic Paru-Paru
1.2.2.1 Kelainan Obstruksi Difus
1) Emfisema, Bronchitis Kronis (PPOM)
2) Asma, Status asmatikus
3) Fibrosis kistik
1.2.2.2 Kelainan Restriktif Difus
1) Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica, debu batu barah)
2) Sarkoidosis
3) Scleroderma
4) Edema paru-paru
(1) Kardiogenik
(2) nonkardiogenik (ARDS)
5) Atelektasis
6) Pneumoni yang terkonsolidasi
1.2.2.3 Kelainan Vaskuler Paru-Paru
1) Emboli paru-paru.(Price,1995:728)
1.4 Komplikasi
1.4.1 Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator (seperti,
emfisema kutis dan pneumothoraks).
1.4.2 Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia, perikarditis
dan infark miokard akut.
1.4.3 Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
1.4.4 Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang
memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya kurang dari
normal) .
1.4.5 Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
1.4.6 Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
1.4.7 Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian nutrisi
enteral dan parenteral. (Alvin Kosasih, 2008:34)
1.6 Penatalaksanaan
1.6.1 Pemberian O2 yang adekuat dengan meningkatkan fraksi O2 akan memperbaiki PaO2,
sampai sekitar 60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan pecegahan
hipertensi pulmonal akibat hipoksemia yang terjadi. Pemberian FiO 2<40%
menggunakan kanul nasal atau masker. Pemberian O2 yang berlebihan akan
memperberat keadaan hiperkapnia.Menurunkan kebutuhan oksigen dengan
memperbaiki dan mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis dll usahakan Hb sekitar 10-
12g/dl.
1.6.2 Dapat digunakan tekanan positif seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP. Perbaiki
elektrolit, balance pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik. Ganguan pH
dikoreksi pada hiperkapnia akut dengan asidosis, perbaiki ventilasi alveolar dengan
memberikan bantuan ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan jalan nafas
yang adekuat, mengatasi bronkospasme dan mengontrol gagal jantung, demam dan
sepsis.
1.6.3 Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, sekret
trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.
1.6.4 Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. ( Hood Alsagaff, 2004:189-190)
Kortikosteroid (Metilpretmisolon bisa digunakan bersamaan dengan bronkodilator
ketika terjadi bronkospasme dan inflamasi. Ketika penggunaan IV kortikoteroid
mempunyai reaksi onset cepat. Kortikosteroid dengan inhalasi memerlukan 4-5 hari
untuk efek optimal terapy dan tidak digunakan untuk gagal napas akut. Hal yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan IV kortikosteroid, Monitor tingkat kalium yang
memperburuk hipokalemia yang disebabkan diuretik. Penggunaan jangka panjang
menyebabkan insufisiensi adrenalin.
1.6.5 Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan volume paru
yang ekuivalan dengan 5-12 cm H2O PEEP.
1.6.6 Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan pemberian mukolitik,
hidrasi cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi, vibrasi dada dan latihan
batuk yang efektif.
1.6.7 Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.
1.6.8 Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.
1.6.9 Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia dan disfungsi
sirkulasi yang prospektif. ( Hood Alsagaff, 2004:189-190)
1.7.5 Penatalaksanaan
Asidosis respiratorik (PCO2 tinggi) diobati dengan meningkatkan ventilasi,
memampukan paru untuk mengeluarkan CO2. (Hudak & Gallo.1997: 491). Preparat
farmakologi digunakan sesuai indikasi. Asidosis respiratorik kronik pengobatannya
sama dengan respiratorik akut. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan sangat
waspada pada pasien yang mengalami retensi CO2dimana terjadi hipoksia daripada
hiperkapnea yang menstimulasi ventilasi.(Brunner & Suddarth, 1997:279).
BAB 2
Laporan Konsep
Asuhan Keperawatan Pada Gagal Nafas Asidosis Respiratorik
2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas
2.1.2 Keluhan utama
Pasien dengan asidosis respiratorik kronik dapat mengelukan kelemahan, sakit kepala
pekak, dan gejala-gejala penyakit yang mendasari. (Brunner & Suddarth, 1997: 278).
2.1.3 Riwayat Penyakit Kesehatan
Sakit kepala yang bertambah berat sewaktu bangun tidur pada pagi hari (karena
PaCO2 sedikit meningkat sewaktu tidur). Tanda dan gejala lainnya adalah edema papil,
iritabilitas neuromuscular (asteriksis), alam perasaan yang berubah-berubah, dan rasa
mengantuk yang terus bertambah yang akhirnya akan menuju koma yang ringan.
(Price, 1995:734)
Kaji penyakit paru kronik, penggunaan rokok, alkohol, trauma saraf thorakal atau
spinal, obesitas. (Lewis, 2011:1751)
Obat imuno supresan (kortikosteroid), CNS depressants, bronkodilator inhalasi dapat
mengakibatkan gagal napas. (Lewis, 2011:1751)
2.1.4 ADL
Nutrisi : Berat badan turun atau naik, kebiasaan makan bertambah tetapi makanan
tidak dapat dicerna, perubahan nafsu makan, penggunaan vitamin/suplemen herbal.
Aktivitas,istirahat : Perubahan pola tidur karena penggunaan CPAP, lemah, pusing,
dispnue saat istirahat atau aktivitas.
Hygiene personal: -
Eliminasi: -
(Lewis, 2011:1751)
2.1.5 Psiko Sosial Spiritual
Depresi, kehilangan harapan, ansietas. (Lewis, 2011:1751)
2.1.6 Pemeriksaan fisik
KU: Kelemahan, agitasi.
B1 : Peningkatan frekuensi pernapasan, dispnea, pemakaian otot bantu pernafasan
ditunjukkan dengan retraksi dada, pernafasan dangkal, ekspansi dada tidak simetris,
dada paradoksi dan pegerakan dinding abdomen, taktil fremitus, krepitus, suara nafas
stridor, suara bronkial atau bronkovesikular terdengar ditempat yang tidak normal.
B2 : Takikardi sampai bradikardi, disritmia, bunyi jantung tambahan S3 dan S4,
hipertensi sampai hipotensi, distensi vena jugularis,
B3 : Somnolen, bingung, bicara kacau, gelisah, delirium, agitasi, tremor, asterixis
(iritabilitas neuromuskular), reflek tendon berkurang, papiledema.
B4 : -
B5 : distensi abdomen, asites, reflek hepatojugular.
B6 : pucat, akral dingin, sianosis perifer dan sentral, edema perifer, kulit berkeringat
dingin. (Lewis, 2011:1751)
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
2.1.7.1 Analisa Gas Darah (GDA) Arteri: PaCO2 akan > 45 mmHg dan pH akan <7,35.
2.1.7.2 Bikarbonat Serum: pada awalnya bikarbonat (HCO3-) akan normal (22-26 mEq/liter)
kecuali terjadi gangguan campuran.
2.1.7.3 Elekrolit Serum biasanya tidak berubah tergantung pada etiologi asidosis respiratorik
2.1.7.4 Sinar X : Menentukan adanya penyakit pernapasan yang mendasari.
2.1.7.5 Skrining Obat : menentukan keberadaan dan kuantitas obat bila pasien dicurigai
menggunakan dengan takar lajak.
(Horne, 2000:149)
2.3.3 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan atau sisa
sekresi.
Tujuan :
Pasien mampu mempertahankan jalan nafas setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan kriteria hasil:
(1) tidak ada Dispnea
(2) Tidak ada perubahan pada frekuensi pernafasan
(3) Tidak adanya penggunaan bantuan otot aksesori pernapasan
(4) Bunyi napas normal
(5) Tidak ada sianosis
Intervensi dan Rasional :
1. Jelaskan kepada klien penyebab bersihan jalan napas tidak efektif dan tindakan yang
akan dilakukan
R/ Bersihan jalan napas tidak efektif disebabkan oleh adanya akumulasi sekret yang
purulen pada saluran napas dan mengalir ke nasofaring sehingga menyebabkan
obstruksi jalan napas oleh sekret.
2. Berikan posisi semi fowler
R/ mengurangi tekanan diafragma sehingga dapat meningkatkan ekspansi paru
3. Berikan humidifikasi dengan menggunakan nebulizer
R/ Uap dingin yang dikeluarkan oleh alat nebulizer dapat melembabkan jalan napas,
membantu pengenceran secret, memudahkan pengeluaran.
4. Berikan fisioterapi napas seperti napas dalam dan batuk efektif
R/ Napas dalam untuk meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan
relaksasi otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot
pernapasan yang tidak berguna, melambatkan frekuensi pernapsan dan mengurangi
kerja otot pernapasan. Batuk efektif untuk meningkatkan pengeluarkan secret.
5. Observasi suara napas, pola napas, kemampuan mengeluarkan sekret, batuk, RR, dan
ada tidaknya dipsnea
R/ Bunyi napas ronkhi menunjukan aliran udara melalui jalan napas yang dipenuhi
oleh sekret. (Doengoes,2000:179)
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin Et All. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Herdman, T. Heather. 2011. Diagnosis Keperawatan. Ahli bahasa: Made Sumarwati dan Nike
Budhi Subekti. 2012. Jakarta: EGC.
Hood, Alsagaf. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Gramik FK Unair.
Hudak & Gallo. 1997. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik.Alih Bahasa: Allenidekania,
Dkk. 1994. Jakarta: EGC.
Horne, Mima M. 2000. Keseimbangan Cairan, Elekrolit, Dan Asam Basa. Ahli Bahasa: Indah
Nurmala Dewi. 1993. Jakarta: EGC.
Kosasih, Alvin. 2008. Diagnosis Dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru Dalam Praktek
Sehari-Hari. Jakarta: Sagung Seto.
Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Alih
Bahasa: Peter Anugerah.1992. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Alih
Bahasa: Brahm U. Pendit.2002. Jakarta: EGC.
Sharon, Lewis. 2011. Medical Surgical Nursing. USA: Elsivier.
Smeltzer, Susane Dkk. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8.
Jakarta : EGC
Swidarmoko, Boedi. 2010. Pulmonologi Intervensi Dan Gawat Darurat Napas. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
KESEIMBANGAN ASAM BASA RESPIRASI
BAB I
PENDAHULUAN
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis waktu dalam keadaan
tertidur, istilah pernapasan yang lazim igunakan mencakup dua proses yaitu pernapasan
yaitu pernapasan luar(eksterna)merupakan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh
secarah keseluruhan serta dalam pernapasandalam (interna) merupakan penggunaan
O2 dan pembentukan CO2 oleh sel sel serta pertukaran gas(paru) dan sebuah pompa
ventilasi paru.Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukan udara (inspirasi)
dan pengeluaran udara ekspirasi maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam
yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Organ yang berperan dalam sistem
pernapasan yaitu hidung, pharynx, laring, trakhea, bronkus, bronkeolus, alveoli, dan paru-
paru.
Pada sistem pernapasan juga terdapat keseimbangan asam dan basa dalam tubuh
sangat penting untuk mempertahankan proses kehidupan. Kadar kimia asam basa sukar
dipisahkan dengan konsentrasi ion H+. Konsentrasi ion H+ dalam berbagai larutan dapat
berubah dan perubahan ini dapat disebabkan oleh berbagai macam gangguan fungsi sel.
Hampir semua reaksi biokimia di dalam tubuh kita tergantung dari pemeliharaan konsentrasi
ion hidrogen yang fisiologis. Konsentrasi ion hidrogen harus diatur secara ketat karena
perubahan dari konsentrasi ion hidrogen ini menyebabkan disfungsi organ yang luas.
Pengaturan ini (yang dikenal sebagai keseimbangan asam basa) merupakan hal yang
sangat penting bagi anesthesiologist.
Dari latar belakang diatas yang menjadi fokus pembahasan dari makalah ini adalah:
a. Asidosis Respiratorik
b. Asidosis Metabolik
c. Alkalosis Respiratorik
d. Alkalosis Metabolik
3) Diagnosis gangguan asam basa
Untuk mengetahui lebih mendetail lagi tentang sistem repirasi khususnya pada
keseimbangan asam basanya.
1) Untuk memenuhi tugas sistem respirasi yang diberikan dosen pembimbing, Ibu Eleni
Kenanga P, S.Kep,Ners
TINJAUAN PUSTAKA
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan
tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH
<7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama
diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan
ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
Dalam setiap cairan biasa, molekul air terurai secara reversibel menjadi hidrogen dan ion
hidroksida:
Konsentrasi air tidak digunakan karena hasilnya tidak signifikan dan sudah konstan. Oleh
karena itu dengan pemberian [H+] atau [OH-] konsentrasi ion lainnya dapat dihitung.
Contoh: Jika [H+] = 10-8 nEq/L, maka [OH-] = 10-14 10-8 = 10-6 nEq/L
Nilai normal [H+] pada arteri adalah 40 nEq/L atau 40 x 10-9 mol/L. Konsentrasi ion hidrogen
sering dikenal sebagai pH, pH dari suatu larutan didefinisikan sebagai logaritma negatif
(base 10) dari [H+]. pH normal arteri adalah log (40 x 10-9) = 7,40. Konsentrasi ion
hidrogen yang sesuai dalam kehidupan adalah antara 16 dan 160 nEq/L (pH 6,8 7).
Kadar kimia asam basa sukar dipisahkan dengan konsentrasi ion H+. Konsentrasi ion
H+ dalam berbagai larutan dapat berubah dan perubahan ini dapat disebabkan oleh
berbagai macam gangguan fungsi sel.
Beberapa Pengertian:
a. Skala pH
pH adalah logaritma negatif dari kadar ion hidrogen (pH= -log H+). Dengan demikian
H+ sebesar 0,0000001 g/L sama dengan 10-7 g/L, sama dengan pH 7. Jadi pH berbanding
terbalik dengan H+. jika H+ meningkat maka ph menurun, demikian juga jika H+ menurun,
maka pH meningkat. pH yang rendah berarti larutan iru lebih asam, sedangkan jika pH yang
tinggi berarti larutan itu lebih alkali atau basa. pH rata-rata dari darah atau cairan
ekstraseluler adalah sedikit basa yaitu 7,4. Batas normal dari pH darah yaitu dari 7,38-7,42.
b. Asam
Asam adalah substansi yang mengandung 1 atau lebih H+ yang dapat dilepaskan dalam
larutan. Dua tipe asam yang dihasilkan oleh proses metabolik dalam tubuh adalah menguap
dan tak menguap (volatile dan nonvolatile). Asam volatile dapat berubah antara bentuk
cairan maupun gas.
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-
Karena karbondioksida adalah gas yang dapat dikeluarkan melalui paru-pau, maka
karbondioksida sering disebut sebagai asam volatile.
c. Basa
Kebalikan dari asam, basa adalah substansi yang dapat menangkap atau bersenyawa
dengan ion hidrogen dari sebuah larutan. Basa yang kuat, seperti natrium hidroksida
(NaOH), terurai dengan mudah dalam larutan dan bereaksi kuat dengan asam. Basa yang
lemah, seperti natrium bikarbonat (NaHCO3), hanya sebagian terurai dalam larutan dan
kurang bereaksi kuat dengan asam.
Henderson- hesecbach eqitasion menggambarkan hubungan antara pH, PaO2 dan PaCO2.
1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amonia.
Ginjal memiliki kemampuan untuk mengatur jumlah asam atau basa yang dibuang, yang
biasanya berlangsung selama beberapa hari.
3. Pembuangan karbondioksida.
Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen dan terus menerus
yang dihasilkan oleh sel. Darah membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru-paru
karbondioksida tersebut dikeluarkan (dihembuskan). Pusatpernafasan di otak mengatur
jumlah karbondioksida yang dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan
kedalaman pernafasan. Jika pernafasan meningkat, kadar karbon dioksida darah menurun
dan darah menjadi lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah
meningkat dan darah menjadi lebih asam Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman
pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH darah menit demi
menit.
2.1.2. Pengaturan Keseimbangan Asam Basa
Bufer Kimia
Bufer kimia merupakan substansi yang mencegah perubahan besar dalam ph cairan tubuh
dengan membuang atau melepaskan ion-ion hidrogen, bufer dapat bekerja dengan cepat
untuk mencegah perubahan yang berlebihan dalam konsentrasi ion hidrogen.
Sistem bufer utama tubuh adalah sistem bufer bikarbonat- asam karbonik. Normalnya ada
20 bagian bikarbonat(HCO3-) untuk satu bagian asam karbonik (H2CO3). Jika rasio ini
berubah, maka nilai pH akan berubah. Rasio inilah yang penting dalam mempertahankan
ph, bukan nilai absolutnya. Perawat harus mengingat bahwa karbondioksida merupakan
asam potensial, jika CO2 dilarutkan dalam air, ia akan berubah menjadi asam karbonik
(CO2 + H2O = H2CO3). Karena itu, ketika karbondioksida ditingkatkan, kandungan asam
karbonat juga meningkat dan sebaliknya.
Sistem bufer lain yang kurang penting adalah cairan ekstraseluler termasuk fosfat anorganik
dan protein plasma. Bufer intraseluler termasuk protein, fosfat organik dan anorganik, dan
dalam sel darah merah, hemoglobin.
Ginjal
Ginjal mengatur kadar bikarbonat dalam cairan ekstraseluler, ginjal mampu meregenerasi
ion-ion bikarbonat dan juga mereabsorbsi ion-ion ini dari sel-sel tubulus ginjal. Dalam
keadaan asidosis respiratorik, dan kebanyakan kasus asidosis metabolik, ginjal
mengeksresikan ion-ion hidrogen dan menyimpan ion-ion bikarbonat untuk membantu
mempertahankan keseimbangan. Dalam keadaan alkalosis metabolik dan respiratorik, ginjal
mempertahankan ion-ion bikarbonat untuk membantu mempertahankan keseimbangan.
Ginjal jelas tidak dapat mengkompensasi asidosis metabolik yang diakibatkan oleh gagal
ginjal. Kompensasi ginjal untuk ketidakseimbangan secara relatif lambat (dalam beberapa
jam atau hari).
Paru-paru
Paru-paru, dibawah kendali medula otak, mengendalikan karbondioksida, dan karena itu
juga mengendalikan kandungan asam karbonik dari cairan ekstraseluler. Paru-paru
melakukan hal ini dengan menyesuaikan ventilasi sebagai respons terhadap jumlah karbon
dioksida dalam darah. Kenaikan dari tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri
(PaCO2) merupakan stimulan yang kuat untuk respirasi. Tentu saja, tekanan parsial
karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) juga mempengaruhi respirasi. Meskipun
demikian, efeknya tidak sejelas efek yang dihasilkan oleh PaCO2.
Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian ph tersebut, bisa
menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa,
yaitu asidosis atau alkalosis.
Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung asam (atau
terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan menurunnya pH darah.
Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung basa (atau
terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang menyebabkan meningkatnya pH darah.
Alkalosis meningkatkan afinitas Hb terhadap oksigen dan pergeseran kurva disosiasi ke kiri,
menyebabkan Hb lebih sulit melepaskan oksigen ke jaringan. Pertukaran H+keluar sel
dengan K+ ekstraseluler yang masuk ke dalam sel menyebabkan hipokalemia. Alkalosis
meningkatkan jumlah binding site kalsium pada protein plasma, menurunkan ionisasi
plasma, sehingga menyebabkan depresi sirkulasi dan iritabilitas neuromuscular. Alkalosis
respiratori menurunkan cerebral blood flow, meningkatkan resistensi vascular sistemik dan
presipitasi vasospasme koroner. Pada pulmonal, alkalosis respiratori meningkatkan tonus
otot polos bronkus (bronkokonstriksi) namun menurunkan rsistensi vascular pulmonal
Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih merupakan suatu akibat
dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis merupakan petunjuk penting dari
adanya masalah metabolisme yang serius.
Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh penyakit paru-paru
atau kelainan pernafasan.
A. Definisi
Asidosis metabolik adalah gangguan klinis yang ditandai oleh rendahnya pH (peningkatan
konsentrasi hidrogen) dan rendahnya konsentrasi bikarbonat plasma. Hal ini dapat
diakibatkan oleh penambahan ion hidrogen atau kehilangan bikarbonat. Asidosis metabolik
secara klinis dapat dibagi menjadi dua bentuk berdasarkan pada nilai - nilai gap anion (AG),
yaitu asidosis gap anion tinggi dan asidosis gap anion normal. Gap anion mencerminkan
anion yang tidak terukur yang normal dalam plasma (fosfst, sulfat, dan protein). Dengan
mengukur gap anion sangat membantu dalam diagnosisi banding asidosis metabolik. Gap
anion dapat dihitung dengan membagi jumlah konsentrasi bikarbonat dan klorida serum
(anion atau elektrolit bermuatan negatu elektrolit bermuatan negatif) darif) dari kadar natrium
serum (kati kadar natrium serum (kation atau elektrolit yang bermuatan positif)
Nilai normal untuk gap anion adalah 8-16 mEq/L. anion tidak terukur dalam serum
normalnya berjumlah kurang dari 16 mEq/L dari pembentukan anion. Nilai gap anion yang
melebihi 16 mEq/L, menendakan penumpukan berlebih anion tidak terukur.
Asidosis gap anion tinggi terjadi akibat penumpukan berlebih asam terikat. Hal ini terjadi
dalam ketoasidosis, asidosis laktat, fase lanjut keracunan salisilat, uremia, toksisitas
metanol atau etilen glikol, dan ketoasidosis akibat kelaparan. Pada semua contoh ini,secara
abnormal kadar anion yang tinggi membanjiri sistem, sehingga meningkatkan gap anion
diatas batas normal.
Asidosis gap anion normal terjadi akibat kehilangan langsung bikarbonat, seperti pada diare,
fistula usus, dan ureterostomi, pemberian klorida berlebih dan pemberian nutrisi parenteral
tanpa bikarbonat atau zat terlarut yang menghasilkan bikarbonat.
B. Etiologi
2) Gagal ginjal
4) Ketoasidosis diabetikum
6) Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid
atau amonium klorida
C. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala asidosis metabolik beragam bergantung pada keperawatan asidosis.
Tanda dan gejala ini dapaat mencakup sakit kepala, kelam pikir, mengatuk, peningkatan
frekuensi dan kedalaman pernapasan,mual dan muntah. Vasodilatasi perifer dan penurunan
curah jantung terjadi ketika pH turun di bawah 7. Temuan pengkajian fisik tambahan
termasuk penurunan tekanan darah, kulit dingin dan kusam, adanya distrimia, dan
manifestasi syok.
D. Evaluasi Diagnostik
Pengukuran gas darah arteri sangat berguna dalam mendiagnosis asidosis metabolik.
Peubahan nilai-nilai gas darah yang diperkirakan termasuk kadar bikarbonat yang rendah
(kurang dari 22 mEq/L) dan pH yang rendah (kurang dari 7,35). Hiperkalemia dapat
menyertai asidosis metabolik, sebagai akibat dari perpindahan kalium keluar dari sel-sel.
Nantinya, sejalan dengan dikoreksinya asidosis, kalium berpindah kembali kedalam sel-sel
dan hipokalemia dapat terjadi. Hiperventilasi penurunan kadar karbondioksida sebagai
mekanisme kompensasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perhitungan gap anion
penting dalam menetukan penyebab asidosis metabolik. Pemeriksaan elektrokardiogram
akan mendeteksi distrimia yang disebabkan oleh peningkatan kalium.
E. Penatalaksanaan
Pengobatan diarahkan pada mengoreksi defek metabolik. Jika penyebab masalah adalah
masukan klorida yang berlebihan, maka pengobatannya adalah ditunjukan pada
menghilangkan sumber klorida. Bila diperlukan diberikan bikarbonat. Meskipun hiperkalemia
terjadi dengan asidosis, hipokalemia dapat terjadi dengan kebalikan dari asidosis dan
perpindahan kalium kembali kedalam sel-sel. Karenanya, kadar serum kalium dipantau
dengan ketat dan hipokalemia dikoreksi sejalan dengan berbaliknya asidosis.
Asidosis metabolik kronik biasanya timbul dengan gagal ginjal. Bikarbonat dan pH turun
dengan lambat, sehingga pasien asimptomatik sampai kadar bikarbonat mendekati 15
mEq/L atau kurang. Kadar kalsium serum rendah diatasi sebelum mengobati asidosis
metabolik kronis untuk menghindari tetani yang diakibatkan oleh peningkatan pH dan
penurunan kadar kalsium terionisasi. Pengobatan asidosis metabolik kronik dapat mencakup
penggunaan preparat pengalkali dan hemodialisis atau dialisis periotoneal.
Alkalosis metabolik adalah gangguan klinis yang ditandai oleh pH yang tinggi (penurunan
konsentrasi ion hidrogen) dan konsentrasi bikarbonat plasma yang tinggi. Kondisi ini
diakibatkan oleh penambahan bikarbonat atau kehilangan ion hidrogen.
B. Etiologi
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi
terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.
Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah
yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam
basa darah.
3. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan
kortikosteroid).
C. Manifestasi Klinik
D. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi gas-gas darah menunjukan pH yang lebih tinggi dari 7,45 dan konsentrasi
bikarbonat serum lebih besar dari 2,6 mEq/L. Tekanan parsial karbondioksida akan
meningkat karena paru-paru berupaya untuk mengkompensasi kelebihan bikarbonat dengan
menahan karbondioksida. Hipoventilasi ini lebih menonjol pada pasien-pasien semi-sadar,
tidak sadar, atau lemah dibanding dengan pasien yang sadar. Pasien semi-sadar dapat
mengalami hipoksemia jelas sebagai akibat hipoventilasi. Hipokalemia dapat menyertai
alkalosis metabolik. Kadar klorida urin dapat membantu dalam mengidentifikasi penyebab
alkalosis metabolik jika riwayat pasien tidak memberi informasi yang adekurat. Alkalosis
metabolik adalah suatu situsi dimana konsentrasi klorida urin mungkin perkiraan yang lebih
akurat dibanding dengan konsentrasi natrium urin. Konsentrasi klorida urin membantu untuk
membedakan antara muntah-muntah atau mengkonsumsi diuretik atau salah satu penyebab
kelebihan mineralokortikoid hipovolemia dan hipokloremia pada pasien muntah-muntah atau
kristik fibrosis, pasien yang diberi makan kembali, atau mereka yang menggunakan diuretik
menghasilkan konsentrasi klorida urin kurang dari 25 mEq/L. Tanda-tanda hipovolemia tidak
ada konsentrasi klorida urin melebihi 40 mEq/L pada pasien dengan kelebihan
mineralokortikoid untuk kebanjiran alkali; pasien ini biasanya mempunyai volume yang lebih
banyak. Konsentrasi klorida urin harus kurang dari 15 mEq/L bila terdapat penurunan kadar
klorida dan hipovolemia.
E.Penatalaksanaaan
Pengobatan ditunjukan pada memperbaiki kondisi yang mendasari. Klorida yang mencukupi
harus disuplai agar ginjal dapat mengabsorbsi natrium dengan klorida (dengan
memungkinkan ekskresi kelebihan karbonat). Pengobatab juga mencakup pemulihan
volume cairan normal dengan memberikan cairan natrium klorida (karena penipisan volume
berkelanjutan berfungsi untuk mempertahankan alkalosis). Jika terjadi hipokalemia, kalium
diberikan sebagai KCl untuk menggantikan baik kehilangan K+ dan Cl-. Antagonis reseptor
H2 histamin mengurangi pembentukan HCl lambung. Inhibitor anhidrase sangat berguna
dalam mengatasi alkalosis metabolik pada pasien yang tidak mampu untuk mentoleransi
penambahan volume yang cepat (pasien dengan gagal jantung kongestif). Karena penipisan
volume akibat kehilangan GI, panting artiny untuk memantau masukan dan haluaran dengan
cermat.
Alkalosis metabolik kronis dapat terjadi dengan terapi diuretik jangka panjang (tiasid atau
furosemid), adenoma vilosa, drainase eksternal cairan lambung, penipisan kalium yang
signifikan fibrosis kristik, dan ingesti kronis susu dan kalium karbonat. Gejala-gejalanya
sama dengan alkalosis metabolik akut dan karena penurunan kalium, seringnya tampak
PVC atau gelombang U. penatalaksanaan ditunjukan pada perbaikan gangguan asam basa
yang mendasari.
A. Definisi
Asidosis respiratori adalah ganguan klinik di mana pH kurang dari7,35 dan tekanan parsial
karbondioksida arteri(PaCO2) lebih besar dari 42 mm Hg. Kondisi ini dapat akut atau kronis.
Asidosis respiratori selalu akibat tidak adekuratnya ekskresi karbon dioksida dengan
tidak adekuratnya ventilasi, sehingga mengakibatkan kenaikan kadar karbon dioksida
plasma. Selain peningkatan PaCO2, hipoventilasi biasanya menyebabkan penuraunan
PaCO2.Asidosis respiratori akut merupakan kondisi kedaruratan, seperti edema pulmonal
akut, aspirasi benda asing,atelektasis,pneumotoraks,takar lajak sedatif, sindom tidur
apnea,pemberian oksigen pada pasien dengan hiperkapnea kronis(kelebihan kadar
karbondioksida dalam darah), apneumonia berat, dan ARDS. Asidosis respiratorik dapat
juga terjadi pada penyakit yang merusak oto-otot pernapasan yakni distrofi muskular,
miastenia grafis, dan syndrome guillian-bare. Ventilasi mekanik dapat berkaitan dengan
hiperkapnea jika frekuensi ventilasi alveolar yang efektif tidak adekurat. Ventilasi terpaku
pada pasien ini dan CO2 meningkat.
ke arah kanan akan menyebabkan peningkatan [H+] dan menurunkan pH arteri. Sesuai
dengan reaksi diatas, [HCO3-] sedikit sekali terpengaruh.
B. Etiologi
Penyebab / Etiologi :
5. PPOM
C. Manifestasi Klinik
1. Pada keadaan hipoventilasi CO2 tertahan dan akan berikatan H2O menyebabkan
meningkatnya HCO3.
2. H2CO3 akan berdisosiasi enjadi H+ dan HOO sehingga dalam analisa gas darah didapatkan
PaCO2 meningkat dan PH turun.
3. pH yang rendah disertai meningkat 2.3 DPG intra seluler sel darah sehingga mempermudah
pelepasan O2 ke jaringan sehingga saturasi turun.
4. PCO2 meningkat, CO2 jaringan dan otak juga meningkat. CO2 akan bereaksi dengan H2O
membentuk H2CO3.
6. Pusing, bingung, letargi, muntah sebagai akibat dari penurunan CO2 dan H+akan
mengakibatkan pembuluh darah cerebral.
7. Aliran darah cerebral meningkat sehingga terjadi oedema otak dan mendepresi Susunan
Saraf Pusat
8. Gagalnya mekanisme pernafasan dan meningkatnya PaCO2 akan menstimulasi ginjal untuk
meningkatkan NaHCO3 yang berfungsi sebagai sistem buffer mejadi lebih asam. Hal ini urin
menjadi asam dan HCO3 meningkat, pernafasan dangkal dan lambat.
10. Ketidakseimbangan elektrolit dan asidosis yang kritis akan mendepresi otak dan fungsi
jantung. Secara klinis akan tampak: PaCO2 menurun, pH turun, hiperkalemia, penurunan
kesadaran dan aritmia.
Bila PaCO2 secara kronis diatas nilai 50 mmHg, pusat pernapasan menjadi sensitif secara
relatif terhadap karbondioksida sebagai stimulan perbapasan menyisakan hipoksemia
sebagai doronganutama pernapasan. Pemberian oksigen dapat menghilangkan stimulus
hipoksemia, dan pasien mengalami nekrosis karbondioksida, kecuali situasi ini diatasi
dengan cepat. Karenanya, oksigen harus diberikan dengan sangat waspada.
D. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi gas darah arteri menunjukan pH kurang dari 7,35 dan PaCO 2 lebih besar dari 42
mmHg pada asidosis akut. Bila kompensasi telah terjadi secara sempurna (retensi
bikarbonat oleh ginjal), pH arteri mungkin dalam batasan normal lebih rendah. Bergantung
pada etiologi dari asidosis respiratorik tindakan diagnostik lain dapat mencakup evaluasi
elektrolit serum, rontgen dada untuk menentukan segala penyakit pernapasan, dan skrin
obat jika diduga terjadi takar lajak obat. Pemeriksaan EKG untuk mengidentifikasi segala
keterlibatan jantung sebagai akibat PPOK mungkin juga tampak.
E. Penatalaksanaan
Pengobatan diarahkan untuk memperbaiki ventilasi; tindakan yang pasti berada sesuai
dengan penyebab ketidakadekuatan ventilasi. Preparat farmakologi digunakan sesuai
indikasi. Sebagai contoh, bronkodilator membantu menurunkan spasme bronkhial, dan
antibiotik yang digunakan untuk infeksi pernapasan. Tindakan hygiene pulmonari dilakukan,
ketika diperlukan, untuk membersihkan saluran pernapasan dari mukus dan drainase pluren.
Hidrasi yang adekurat (2-3 1/hari) di indikasikan untuk menjaga membran mukosa tetap
lembab dan karenanya memfasilitasi pembuangan sekresi. Oksigen suplemen diberikan bila
diperlukan. Ventilasi mekanik, yang digunakan secara waspada dapat memperbaiki ventilasi
pulmonari. Penggunaan ventilasi mekanik yang tidak bijaksana dapat menyebabkan eksresi
karbondioksida yang demikian cepat sehingga ginjal tidak mampu untuk mengeliminasi
kelebihan biokarbonat dengan cukup cepat untuk mencegah alkalosis dan kejang. Untuk
alasan ini, kenaikan PaCO2 harus diturunkan secara lambat. Membaringkan pasien dalam
posisi semifowler memfasilitasi ekspansi dinding dada.
Respon kompensasi terhadap peningkatan PaCO2 secara akut (6-12 jam) adalah terbatas.
Sistem penyangga yang berperan secara primer dilakukan oleh hemoglobin dan pertukaran
H+ ekstraseluler dengan Na+ dan K+ dari tulang dan kompartemen cairan interstisial. Respon
ginjal untuk mempertahankan bikarbonat dalam jumlah lebih sangat terbatas pada keadaan
yang akut. Sebagai hasilnya, [HCO3-] plasma meningkat hanya sekitar 1 mEq/L untuk setiap
peningkatan 10 mmHg dari PaCO2 di bawah 40 mmHg.
Pemberian oksigen harus dilakukan dengan sangat waspada pada pasien yang mengalami
retensi CO2 dimana terjadi hipoksia ketimbang hiperkapnea yang mengstimulasi ventilasi.
A. Definisi
Alkalosis respiratorik adalah kondisi klinis dimana pH arterial lebih tinggi dari 7.45 dan
PaCO2 kurang dari 38 mmHg. Seperti halnya pada asidosis respiratorik, kondisi akut dan
kronis dapat terjadi pada alkalosis respiratorik.
B. Etiologi
Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu
banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah.
a. rasa nyeri
b. sirosis hati
c. kadar oksigen darah yang rendah
d. demam
e. overdosis aspirin.
C. Manifestasi Klinis
tanda klinis terdiri dari pening karena vasokontriksi dan penurunan aliran darah
serebral, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, kebas dan kesemutan karena
penurunan ionisasi kalsim, tinitus, dan pada waktunya kehilangan kesadaran.
2. Meningkatnya K+ dalam serum, H+ intrasel keluar dan diganti K yang ada dalam ekstrasel.
H+ bergabung dengan HCO3- menjadi H2CO3 yang berakibat pH semakin rendah. AGD: pH
turun, HCO3 naik dan K turun
3. Hipokapnia akan merangsang Carotik dan aortik dan aortic bodiea----- frekuensi denyut
jantung naik tanpa naiknya tekanan darah, perubahan EKG dan kelelahan
4. Pada saat yang bersamaan, terjadi vasokonstriksi cerebral dan tururnnya perfusi darah ke
otak dengan gejala: Kecemasan, dispnea, keringat dingin, pernafasan cheyne stokes,
pusing dan kesemutan.
5. Jika hipokapnia lebih dari 6 jam, ginjal akan meningkatkan sekresi HCO3 dan menurunkan
ekskresi H+
6. Keadaan PaCO2 yang turun terus menerus menyebabkan vasokonstriksi --- meningkatkan
hipoxia serebral dan perifer.
7. Alkalosis berat, Hambatan ionisasi Ca meningkatkan eksitasi syaraf dan konstraksi otot
dengan gejala: Kejang, hiperefleksi, koma.
D. Evaluasi Diagnostik
Analisis gas-gas darah arteri membantu dalam mendiagnosis alkalosis respiratorik. Pada
keadaan akut, pH naik diatas normal sebagai akibat rendahnya PaCO2 dan kadar bikarbonat
( ginjal tidak dapat merubah kadar bikarbonat dengan cepat). Pada fase kompensasi, ginjal
sudah mempunyai waktu yang cukup untuk menurunkan kadar bikarbonat hingga mendekati
kadar normal. Evaluasi elektrolit serum di indikasikan untuk mengidentifikasi semua
penurunan kalium karena hidrogen ditarik keluar sel dalam pertukaran dengan kalium.
Penurunan kalium, karena alkalosis berat menghambat ionisasi kalsium sehingga
mengakibatkan spasme karkopedal dan tetani atau penurunan pospat karena alkalosis,
sehingga menyebabkan ambilan pospat oleh sel meningkat.
E. Penatalaksanaan
Keadaan ini terjadi sebagai akibat hipokapnia kronik, sehingga mengakibatkan penurunan
bikarbonat serum. Insufisiensi hepatik kronis dan tumor serebral adalah faktor resiko. Pasien
biasanya asimptomatik dan evaluasi diagnostik serta rencana asuhan adalah sama dengan
alkalosis respiratorik akut.
Interpretasi status asam basa dari analisis gas darah membutuhkan pendekatan sistematis.
Rekomendasinya adalah sebagai berikut :
3) Jika perubahan PaCO2 tidak menjelaskan perubahan pH arteri, apakah perubahan [HCO3-]
mengindikasikan komponen metabolik?
8) Pendekatan alternatif yang cepat namun kurang tepat adalah dengan menghubungkan
perubahan pH dengan perubahan CO2 dan HCO3. pada gangguan respiratori, setiap
perubahan 10 mmHg CO2 akan menyebabkan perubahan pH arteri 0,08 U dengan arah
yang berlawanan. Selama gangguan metabolik, setiap perubahan 6 mEq HCO3 juga
merubah pH arteri 0,1 dengan arah yang sama. Jika perubahan pH melebihi atau kurang
dari yang diprediksikan, maka mungkin terjadi gangguan asam basa campuran.
2.5 Kompensasi Paru-Paru
Perubahan pada ventilasi alveolar bertanggung jawab untuk kompensasi paru dari
PaCO2 yang diperantarai oleh kemoreseptor pada batang otak. Reseptor ini berespon
terhadap perubahan pada pH cairan serebrospinal. Ventilasi permenit meningkat 1-4 L/menit
untuk setiap peningkatan 1 mmHg PaCO2. Faktanya, paru-paru bertanggung jawab untuk
mengeliminasi kira-kira 15 mEq karbondioksida yang diproduksi setiap hari sebagai produk
metabolisme karbohidrat dan lemak. Respon kompensasi paru juga penting dalam
pertahanan melawan perubahan pada pH selama gangguan metabolik.
c. Koreksi keadaan alkalosis metabolik dengan cara: memberi KCl dan mengobati penyebab
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Asam adalah Suatu cairan yang mampu mengeluarkan / melepaskan H+ (donor proton).
Henderson- hesecbach eqitasion menggambarkan hubungan antara pH, PaO2 dan PaCO2.
2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa, yaitu asidosis atau alkalosis.
Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung asam (atau
terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan menurunnya pH darah.
Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung basa (atau
terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang menyebabkan meningkatnya pH darah.
Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih merupakan suatu akibat
dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis merupakan petunjuk penting dari
adanya masalah metabolisme yang serius.
Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh penyakit paru-paru
atau kelainan pernafasan
3.2. Saran
Dari penulisan makalah diatas diharapkan para pembaca dapat memahami isi dari
penulisan makalah tersebut , makalah ini juga bisa dijadikan referensi awal untuk
pembahasan mengenai keseimbangan asam basa dan gangguan keseimbangan asam
basa agar dapat menambah wawasan pembaca, dan untuk para mahasiswa keperawatan
makalah ini juga dapat dijadikan sebagai bahan untuk belajar agar mahasiswa lebih
memahami pelajaran tentang Sistem Respirasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arthur c guyton, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, alih bahasa, petrus
Andriyanto.-edisi 3- Jakarta : EGC, 1990.
Ganong, William F, Buku Ajar Fisiologi kedokteran, editor edisi bahasa indonesia: H.M.
Djauhari widjajakusumah.-edisi 20- Jakarta : EGC,2002.
http://www.sentra-edukasi.com/2011/07/keseimbangan-asam-basa.html, tanggal 02
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/medicine-history/2136601/keseimbangan asam
dan basa -plasma-darah/#ixzz27jZCQJqQ/11.15/28/09/2012
Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G. Buku ajar keperawatan medikal bedah; alih bahasa,
Agung Waluyo; editor edisi bahasa indonesia, Monica Ester, Ellen Panggebean. ed.8.-
Jakarta: EGC, 2001