You are on page 1of 47

MINI PROJECT

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN


PENDERITA DIARE TERHADAP PHBS YANG
BERKAITAN DENGAN AIR BERSIH, JAMBAN SEHAT
DAN CUCI TANGAN PAKAI SABUN
DI PUSKESMAS PINTU ANGIN KOTA SIBOLGA
TAHUN 2017

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti


Program Internship Puskesmas Pintu Angin

Oleh:

dr. Cut Ananda


dr. Hani Yuan Nowowang
dr. Mawaddah
dr. Siti Fathiya

Dokter Pendamping:
dr. Erwin Kosasih

PUSKESMAS PINTU ANGIN


KOTA SIBOLGA
PROVINSI SUMATERA UTARA

NOVEMBER 2016 - MARET 2017


i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT. Yang telah menciptakan
penulis dengan akal dan budi, kehidupan yang patut penulis syukuri, teman-teman
yang penuh semangat dan keluarga yang mencintai penulis. Karena berkat rahmat-Nya
lah penulis dapat menyelesaikan laporan mini project ini yang berjudul: Gambaran
Tingkat Pengetahuan Penderita Diare terhadap PHBS yang Berkaitan dengan
air Bersih, Jamban Sehat dan Cuci Tangan Pakai Sabun di Puskesmas Pintu
Angin Kota Sibolga Tahun 2017, ini merupakan suatu karya yang diusahakan
penulis untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program internship.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Bapak Yusuf Batubara, SKM selaku kepala Dinas Kesehatan Kota Sibolga dan dr.
Erwin Kosasih selaku Kepala Puskesmas Pintu Angin Sibolga yang mencakup dokter
pendamping, yang telah tulus dan ikhlas memberikan perhatian dan bimbingannya
selama penulis mengabdi dan menuntut ilmu di Puskesmas.
Terimakasih juga atas dukungan dari teman-teman sejawat yang juga
ditempatkan di Puskesmas Pintu Angin Sibolga dan segenap pegawai puskesmas yang
banyak memberi saran-saran yang cukup membangun untuk menyelesaikan
penyusunan ini. Tak lupa pula ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada
kedua orang tua penulis yang senantiasa memberi nasihat dan menyemangati hidup
hingga saat ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penyusunan laporan ini. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan tulisan ini di masa mendatang.

Sibolga, 8 Februari 2017

Penulis
ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah........................................................................ 3
1.3 Tujuan Mini Project .................................................................... 4
1.4 Manfaat Mini Project .................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5


2.1 Definisi Diare .............................................................................. 5
2.2 Pembagian Diare ......................................................................... 5
2.3 Faktor-faktoryang Mempengaruhi Diare .................................... 6
2.4 Patofisiologi Diare ...................................................................... 9
2.5 Patogenesis Diare ........................................................................ 14
2.6 Gejala Klinis Diare...................................................................... 16
2.7 Pencegahan Diare ........................................................................ 17
2.8 Pengobatan Diare ........................................................................ 21
2.9 Komplikasi Diare ........................................................................ 23

BAB III METODE PELAKSANAAN ............................................................ 24


3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 24
3.2 Definisi Operasional Variabel ..................................................... 24
3.3 Cara Ukur .................................................................................... 24
3.4 Alat Ukur..................................................................................... 24
3.5 Jenis dan Rancangan Project ....................................................... 25
3.6 Tempat dan Waktu Project .......................................................... 25
iii

3.7 Populasi dan Sampel Project ....................................................... 25


3.7.1 Populasi ........................................................................... 25
3.7.2 Sampel ............................................................................. 25
3.7.2.1 Kriteria Inklusi .................................................... 26
3.7.2.2 Kriteria Eksklusi.................................................. 26
3.8 Metode Pengolahan Data ............................................................ 26

BAB IV HASIL ............................................................................................... 27


4.1 Deskripsi Lokasi Mini Project .................................................... 27
4.2 Deskripsi Karakteristik Responden ............................................. 27

BAB V PEMBAHASAN ................................................................................... 32

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 34


6.1 Kesimpulan ................................................................................. 34
6.2 Saran ............................................................................................ 34

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 36


iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit diare ..... 8


Gambar 2.2 Langkah-langkah mencuci tangan yang benar ........................... 20
Gambar 3.1 Kerangka konsep .............. 24
Gambar 4.1 Diagram distribusi responden berdasarkan jenis kelamin ....... 28
v

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penilaian derajat dehidrasi ....................................................... 17


Tabel 2.2 Pemberian Cairan pada Dehidrasi Berat .................................. 22
Tabel 4.1 Distribusi Responden berdasarkan Umur ................................ 27
Tabel 4.2 Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir ......... 28
Tabel 4.3 Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan .......................... 29
Tabel 4.4 Distribusi Jawaban Responden terhadap pertanyaan
Apa saja syarat-syarat air bersih? ........................................ 29
Tabel 4.5 Distribusi Jawaban Responden terhadap pertanyaan
Cara mencuci tangan yang benar adalah dengan
menggunakan? ........................................................................ 30
Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Responden terhadap pertanyaan
Kapan waktu yang tepat untuk mencuci tangan? ................. 30
Tabel 4.7 Distribusi Jawaban Responden terhadap pertanyaan
Apa saja syarat jamban sehat? .............................................. 31
Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Responden terhadap pertanyaan
Berapakah jarak sumber air dengan tempat pembuangan
limbah (septic tank) yang dianjurkan? ................................... 31
vi
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, di mana pelayanan
kesehatan masyarakatnya belum memadai sehubungan dengan adanya krisis ekonomi
yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Permasalahan utama yang dihadapi masih
didominasi oleh penyakit infeksi yang sebagian besarnya adalah penyakit menular
yang berbasis lingkungan (Deritawati, 2008).
Derajat kesehatan masyarakat itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, salah
satunya adalah perilaku. Sebagaimana dikemukan oleh H. Bloom: bahwa perilaku
manusia mempunyai peran yang cukup besar, sebab disamping berpengaruh langsung
terhadap derajat kesehatan juga mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap
kesehatan sendiri. Perilaku sendiri dapat dipengaruhi oleh sosial budaya, ekonomi,
serta faktor fasilitas kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
Diare didefinisikan sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan
frekuensi buang air besar. Diaredapat juga didefinisikan bila buang air besar tiga kali
atau lebih danbuang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam
(Departemen Kesehatan RI, 2009). Diare ada dua macam, yaitu diare akut dan diare
kronis. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat. Diare kronik yaitu bila diare berlanjut sampai dua minggu atau
lebih dan kehilangan berat badan atau tidak bertambah berat badan selama masa
tersebut (Suharyono et al, 1988).
Penyakit diare merupakan suatu masalah yang mendunia. Penyakit diare
tersebut lebih banyak terdapat di Negara berkembang daripada di Negara maju, yaitu
12,5 kali lebih banyak didalam kasus mortalitas. WHO memperkirakan 4 milyar kasus
terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta penderita diantaranya meninggal dunia,
sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun (Adisasmito, 2010). Di Indonesia,
diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Angka kesakitan
maupun angka kematian pada bayi dan anak banyak disebabkan oleh diare. Survey
2

morbiditas yang dilakukan oleh Subdirektorat Diare Departemen Kesehatan dari tahun
2009 sampai 2012 terlihat kecenderungan insiden diare naik.
Insiden penyakit diare 301 per 1000 penduduk pada tahun 2010, tahun 2012,
tahun 2014 naik menjadi 374 per 1000 penduduk, tahun 2015 naik menjadi 423 per
1000 penduduk dan tahun 2016 menjadi 411 per 1000 penduduk. Kematian bayi tahun
2010 di Jawa terjadi 5.533 kematian bayi dari 589.482 kelahiran hidup. Penyebab
kematian bayi (usia 29 hari 11 bulan) yang terbanyak adalah diare (31,4%). Data
survey Dermografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010-2012 diketahui proporsi
diare pada anak balita yaitu laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur
prevalensi tertinggi di usia 6-11 bulan (19,4%) dan 12-23 bulan (14,8%) (DEPKES RI,
2016).
Tingginya angka kesakitan dan kematian tersebut diatas disebabkan karena
beberapa faktor yang terdiri dari penyebaran kuman yang menyebabkan diare, faktor
pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare, dan faktor lingkungan serta
perilaku. Gabungan antara faktor lingkungan yang tidak sehat karena tercemar kuman
diare dan perilaku manusia yang tidak sehat merupakan dasar dari penyebab diare
(DEPKES RI, 2010).
Diare yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan dehidrasi dan gangguan
pertumbuhan pada bayi. Dehidrasi yang terjadi pada penderita diare disebabkan oleh
usus bekerja tidak sempurna sehingga sebagian besar air dan zat-zat yang terlarut
didalamnya dibuang bersama tinja sampai akhirnya tubuh kekurangan cairan.
Elektrolit dari tubuh terutama natrium dan kalium juga akan hilang. Bayi lebih rentan
mengalami dehidrasi karena sulit untuk diberi cairan melalui mulut dibandingkan
dengan kelompok usia lainnya, selain itu komposisi cairan tubuh pada bayi relatif
besar yaitu sekitar 80-85% berat badan dan pada anak usia>1 tahun mengandung air
sebanyak 70-75%, kehilangan cairan tubuh sebanyak 10% pada bayi dapat
mengakibatkan kematian setelah sakit selama 2 -3 hari (Harianto, 2010).
Upaya pencegahan dan penanggulangan kasus diare dilakukan melalui
pemberian oralit, penggunaan infus, penyuluhan kepada masyarakat dengan maksud
terjadinya peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam kehidupan
sehari-hari, karena secara umum penyakit diare sangat berhubungan dengan hygine
3

dan sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Peningkatan kasus diare merupakan
cerminan dari perbaikan kedua faktor tersebut.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan
yang dilakukan atas dasar kesadaran sehingga anggota keluarga dapat menolong
dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperanaktif dalam kegiatan-kegiatan di
masyarakat. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga adalah upaya
untuk memperdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu
mempraktekkan (DEPKES RI, 2010).
PHBS dipengaruhi oleh perilaku seseorang, dan perilaku itu sendiri terbagi
menjadi tiga aspek, yakni pengetahuan, sikap dan praktik. Pengetahuan adalah
pemahaman subjek mengenai objek yang dihadapinya. Sikap merupakan reaksi atau
respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Ada pun
tingkat-tingkat praktek meliputi persepsi yaitu mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktek tingkat pertama.
Diantara 10 PHBS tersebut antara lain adalah mencuci tangan dengan sabun,
penggunaan air bersih, dan juga jamban yang sehat. Ketiga komponen ini merupakan
pilar perilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan data di Puskesmas PintuAngin yang
mencakup 5 Kelurahan, hanya 52,1 % penduduk yang mencuci tangan dengan sabun,
64,2% menggunakan sumber air PDAM, dan 61,3% memiliki jamban sehat.
Berdasarkan permasalahan yang ada maka penulis mengangkat judul tentang
Gambaran Tingkat Pengetahuan Penderita Diare terhadap PHBS yang Berkaitan
dengan Air Bersih, Jamban Sehat, dan Cuci Tangan Pakai Sabun di Puskesmas Pintu
Angin Kota Sibolga Tahun 2017.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini yaitu Bagaimana Pengetahuan Penderita Diare terhadap PHBS yang
Berkaitan dengan Air Bersih, Jamban Sehat, dan Cuci Tangan Pakai Sabun di
Puskesmas Pintu Angin Kota SibolgaTahun 2017?.
4

1.3 Tujuan Mini Project


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan
masyarakat dan penderita diare terhadap PHBS yang Berkaitan dengan Air Bersih,
Jamban Sehat, dan Cuci Tangan Pakai Sabun di Puskesmas Pintu Angin Kota Sibolga
Tahun 2017.

1.4 Manfaat Mini Project


Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan informasi
tentang:
1. Sejauh mana pengetahuan penderita diare yang berobat ke Puskesmas Pintu
Angin terhadap air bersih.
2. Sejauh mana pengetahuan penderita diare yang berobat ke Puskesmas Pintu
Angin terhadap jamban sehat.
3. Sejauh mana pengetahuan penderita diare yang berobat ke Puskesmas Pintu
Angin terhadap mencuci tangan dengan sabun.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diare


Diare didefinisikan sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi
buang air besar. Diaredapat juga didefinisikan bila buang air besar tiga kali atau lebih
danbuang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Departemen
Kesehatan RI, 2009).
Menurut WHO (2007) diare adalah berak cair lebih dari tiga kali dalam 24 jam,
dan lebih menitik beratkan pada konsistensi tinja dari pada menghitung frekuensi
berak.Ibu-ibu biasanya sudah tahu kapan anaknya menderita diare, mereka biasanya
mengatakan bahwa berak anaknya encer atau cair.

2.2 Pembagian Diare


Diare ada dua macam, yaitu diare akut dan diare kronis (Suharyono et al,
1988).
a. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang
dari 14 hari, Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja
di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering
menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu
yang singkat.Infeksi adalah penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri, parasit,
maupun virus. Penyebab lain yang dapat menyebabkan diare adalah toksin dan obat,
nutrisi enteral diikuti puasa yang lama, kemoterapi, impaksi fekal, atau dengan kondisi
lain. Kebanyakan infeksi diare akut didapat hasil isolasi dengan E. Coli, V. choloreae
dan Aeromonas sp merupakan tiga penyebab terbanyak penyebab infeksi diare.
(Ulshen, 1999).
6

b. Diare Kronik
Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari tiga
minggu.Ketentuan ini berlaku bagi orang dewasa, sedangkan pada bayi dan anak-anak
ditetapkan batas waktu lebih dari 2 minggu.Penyebab diare kronik ini memiliki
penyebab yang bervariasi dan tidak diketahui seluruhnya.(Emmanuel, 1999, Rani
HAA, 2002).

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Diare


a. Faktor Infeksi
Faktor infeksi penyebab diare dapat dibagi dalam infeksi parenteral dan infeksi
enteral.Di negara berkembang, campak yang disertai dengan diare merupakan faktor
yang sangat penting pada morbiditas dan mortalitas anak.Walaupun mekanisme
sinergik antara campak dan diare pada anak belum diketahui, diperkirakan
kemungkinan virus campak sebagai penyebab diare secara enteropatogen.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare adalah golongan virus, bakteri, dan
parasit.Rotavirus merupakan penyebab utama diare akut pada anak. Sedangkan bakteri
penyebab diare tersering antara lain ETEC, Shigella, Campylobacter.

b. Faktor Umur
Pengaruh usia tampak jelas pada manifestasi diare. Komplikasi lebih banyak
terjadi pada umur di bawah 2 bulan secara bermakna, dan makin muda usia bayi makin
lama kesembuhan klinik diarenya. Kerusakan mukosa usus yang menimbulkan diare
dapat terjadi karena gangguan integritas mukosa usus yang banyak dipengaruhi dan
dipertahankan oleh sistem imunologik intestinal serta regenerasi epitel usus yang pada
masa bayi muda masih terus kemampuannya.

c. Faktor Status Gizi


Menurut Santri (1963) dan Gordon (1964) pada penderita malnutrisi serangan
diare terjadi lebih sering dan lebih lama.Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin
sering dan berat diare yang dideritanya.Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi
7

sangat peka terhadap infeksi, namun konsep ini tidak seluruhnya diketahui benar,
patogenesis yang terperinci tidak diketahui.
Di negara maju dengan tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan yang tinggi,
kelompok bayi yang mendapat air susu ibu lebih jarang menderita diare karena infeksi
enteral dan parenteral. Hal ini disebabkan kerana berkurangnya kontaminasi bakteri
serta terdapatnya zat-zat anti infeksi dalam air susu ibu.
Menurut Stanfield (1974) perubahan-perubahan yang terjadi pada penderita
malnutirisi adalah perubahan gastrointestinal dan perubahan sistem imunitas.

d. Faktor Lingkungan
Sebagian besar penularan penyakit diare adalah melalui dubur, kotoran dan
mulut. Dalam hal mengukur kemampuan penularan penyakit di samping tergantung
jumlah dan kekuatan penyebab penyakit, juga tergantung dari kemampuan lingkungan
untuk menghidupinya, serta mengembangkan kuman penyebab penyakit diare.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penularan penyakit diare merupakan hasil dari
hubungan antara :
a. Faktor jumlah kuman yang disekresi (penderita atau carrier)
b. Kemampuan kuman untuk hidup di lingkungan, dan
c. Dosis kuman untuk menimbulkan infeksi, disamping ketahanan pejamu untuk
menghadapi mikroba tadi.
Perubahan atau perbaikan air minum dan jamban secara fisik tidak menjamin
hilangnya penyakit diare, tetapi perubahan sikap dan tingkah laku manusia yang
memanfaatkan sarana tersebut di atas sangat menentukan kebersihan perbaikan
sanitasi dalam mengurangi masalah diare.

e. Faktor Susunan Makanan


Faktor susunan terhadap terjadinya diare tampak sebagai kemampuan usus
untuk mengahadapi kendala yang berupa:
1. Antigen.
8

Susunan makanan mengandung protein yang tidak homolog, sehingga dapat


berlaku sebagai antigen. Lebih-lebih pada bayi dimana kondisi ketahanan lokal
usus belum sempurna sehingga terjadi migrasi molekul makro.
2. Osmolaritas
Susunan makanan baik berupa formula susu maupun makanan padat yang
memberikan osmolaritas yang tinggi sehingga dapat menimbulkan diare misalnya,
Neonatal Entero Colitis Necroticans pada bayi.
3. Malabsorpsi
Kandungan nutrien makanan yang berupa karbohidrat, lemak maupun protein
dapat menimbulkan intoleransi, malabsorpsi maupun alergi sehingga terjadi diare
pada anak maupun bayi.
4. Mekanik
Kandungan serat yang berlebihan dalam susunan makanan secara mekanik dapat
merusak fungsi mukosa usus sehingga timbul diare.

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit diare


(Sumber: Sosroamidjo, 1981)
9

2.4 Patofisiologi Diare


Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan
hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan
yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang
majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa (Noerasid, 1999).
a. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
b. Proses pengunyahan (mastication): menghaluskan makanan secara
mengunyah dan mencampur dengan enzim-enzim di rongga mulut.
c. Proses penelanan makanan (diglution): gerakan makanan dari mulut ke gaster.
d. Pencernaan (digestion): penghancuran makanan secara mekanik, percampuran
dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim.
e. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui
selaput lendir usus ke dalam sirkulasi darah dan limfe.
f. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi
sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
g. Buang air besar (defecation): pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.

Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan


menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak
60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan
bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat-
zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik (Parthawihardja, 1999).
Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang
masuk secara per-oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi
usus halus.Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap
kembali cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.
(Sunoto, 1990, Hans, 2001)
Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:
a. Menggerakkan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
b. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
c. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
10

Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu


dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus
dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan
memperpendek waktu sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan
air, elektrolit dan zat lain akan mengalami gangguan (Shulmann, 1999).
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab
dari diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang
berupa (Setyorogo, 1990, Hommers, 1994) :
a. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan
diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam
diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan
empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan
menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat
absorpsi cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam
dioksikholik secara langsung pada permukaan mukosa usus.
Diduga bakteri mikroflora usus turut memegang peranan dalam pembentukan
asam dioksi kholik tersebut hormon saluran cerna diduga juga dapat
mempengaruhi absorpsi air pada mukosa.usus manusia, antara lain adalah: gastrin,
sekretin, kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus
juga.dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma Zollinger
Ellison atau pada Jejunitis (Shulmann, 1999).

b. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus
makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan berada dalam
keadaan yang cukup tercerna. Juga waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan
permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal (Shulmann,
1999).
11

Permukaan mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif,


ini terbukti pada penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun
waktu lintas menjadi sangat singkat.Motilitas usus merupakan faktor yang
berperanan penting dalam ketahanan lokal mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis
dapat menyebabkan mikro organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh
lampau atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus,
menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare.
Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin,
pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek langsung sebagai diare.Selain
itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh enterotoksin staphilococcus
maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif oleh Shigella atau
Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa hubungan antara aktivitas
otot polos usus, gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus merupakan
suatu mekanisme yang sangat kompleks (Sherwood, 2001).

c. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus)


Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi
kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya
malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan
kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan
gangguan absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai
malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini
laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang
di absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah
laktosa menjadi monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam
organik dengan rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom
karbon.Molekul-molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen
kolon hingga terjadi diare.Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang
lebih luas sebagai defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase
dan trehalase) dapat terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal
tersebut dapat terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel
12

mukosa usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan


tingginya tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam
air.
Sebagai akibat diare baik yang akut maupun kronis, maka akan terjadi
(Hommers, 1994):
1. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan
asam basa Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan
keseimbangan asam basa disebabkan oleh:
a. Previous Water Losses: kehilangan cairan sebelum pengelolaan, sebagai
defisiensi cairan.
b. Nomial Water Losses: kehilangan cairan karena fungs fisiologik.
c. Concomittant Water Losses: kehilangan cairan pada waktu pengelolaan.
d. Intake yang kurang selama sakit: kekurangan masukan cairan karena
anoreksia atau muntah.

Kekurangan cairan pada diare terjadi karena:


a. Pengeluaran usus yang berlebihan
a) Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric diarrhea)
karena, gangguan fungsi selaput lendir usus, (Cholera E. coli).
b) Berkurangnya penyerapan selaput lendir usus, yang disebabkan oleh
berkurangnya kontak makanan dengan dinding usus, karena adanya
hipermotilitas dinding usus maupun kerusakan mukosa usus.
c) Difusi cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh
tekanan cairan dalam lumen usus yang hiperosmotik; keadaan ini
disebabkan karena adanya substansi reduksi dari fermentasi laktosa
yang tidak tercerna enzim laktase (diare karena virus Rota)
b. Masukan cairan yang kurang karena :
a) Anoreksia
b) Muntah
c) Pembatasan makanan
d) Keluaran yang berlebihan
13

2. Gangguan gizi Kelaparan (Masukan kurang, keluaran berlebih), hal ini dapat
terjadi pada diare karena:
a. Masukan makanan berkurang karena adanya anoreksia (sebagai gejala
penyakit) atau dihentikannya beberapa macam makanan o1eh orang tua,
karena ketidaktahuan. Muntah juga merupakan salah satu penyebab dari
berkurangnya masukan makanan.
b. Gangguan absorpsi. Pada diare akut sering terjadi malabsorpsi dari nutrien
mikro maupun makro. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, glukosa dan
fruktosa) dan lemak yang kemudian dapat berkembang menjadi malabsorpsi
asam amino dan protein. Juga kadang-kadang akan terjadi malabsorpsi
vitamin baik yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak (vitamin
B12, asam folat dan vitamin A) dan mineral trace (Mg dan Zn).
c. Katabolisme. Pada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi
metabolisme dan fungsi endokrin, pada penderita infeksi sistemik terjadi
kenaikan panas badan. Akan memberikan dampak peningkatan
glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi glukagon, serta aldosteron,
hormon anti diuretik (ADH) dan hormon tiroid. Dalam darah akan terjadi
peningkatan jumlah kholesterol, trigliserida dan lipoprotein. Proses tersebut
dapat memberi peningkatan kebutuhan energi dari penderita dan akan selalu
disertai kehilangan nitrogen dan elektrolit intrasel melalui ekskresi urine,
peluh dan tinja.
d. Kehilangan langsung. Kehilangan protein selama diare melalui saluran
cerna sebagai Protein loosing enteropathy dapat terjadi pada penderita
campak dengan diare, penderita kolera dan diare karena E. coli. Melihat
berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan bahwa diare mempunyai
dampak negatif terhadap status gizi penderita.

3. Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahanan isi usus
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa usus
keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan karena deplesi enzim.
14

Akibat lebih lanjut adalah timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna
sehingga dapat menimbulkan peningkatan hasil metabolit yang berupa
substansi karbohidrat dan asam hidrolisatnya. Keadaan ini akan merubah
ekologi kimiawi isi lumen usus, yang dapat menimbulkan keadaan bakteri
tumbuh lampau, yang berarti merubah ekologi mikroba isi usus. Bakteri
tumbuh lampau akan member kemungkinan terjadinya dekonjugasi garam
empedu sehingga terjadi peningkatan asam empedu yang dapat menimbulkan
kerusakan mukosa usus lebih lanjut. Keadaan tersebut dapat pula disertai
dengan gangguan mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik yang
disebabkan oleh kerusakan mukosa usus maupun perubaban ekologi isi usus.

2.5 Patogenesis Diare


Patogenesis dari diare dibagi menurut kemungkinan kelainan tinja yang timbul
pada diare (Sunoto, 1990):
a. Tinja cair (seperti air dan bening)
b. Tinja lembek cair
c. Tinja berdarah dan berlendir
Keadaan tinja tadi dapat timbul karena mekanisme diare baik berupa kelainan
tunggal maupun campuran. Pada umumnya gejala klinik yang ditimbulkan oleh
mikroba patogen dibagi menjadi (Rolfe, 1999):
a. Sindroma berak cair (Small Bowel Syndromes) Berak cair yang profuse dan
voluminus yang biasanya dihubungkan dengan kolera.
b. Sindroma disentri (Disentry Syndromes) Berupa kejang perut (mules), tenesmia,
tinja bercampur lendir (pus) dan darah yang biasanya dihubungkan dengan
shigellosis.
c. Di samping itu ada bentuk antara kedua sindroma di atas yang tergantung dari
derajat kerusakan mukosa.
Menurut kelainan tinja yang didapat, pada dasarnya mekanisme patogenesis
diare infektif dapat dibagi menjadi (Rolfe, 1999):
a. Diare sekretorik
15

Toksin E.coli dan V.cholera.Contoh klasik dari mekanisme diare karena toksin
adalah diare yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholera dan ETEC. Di samping itu
bakteri lain seperti: Clostridium perferingens, Staphilococcus aureus, Pseudomonas
aerugenosa, dan beberapa strain Shigella dan Salmonella juga dapat menghasilkan
enterotoksin. Keracunan makanan yang mengandung Staphilococcus, kontaminasi
bentuk pratoksin (preformed toxin) juga merupakan faktor penting dalam kejadian
diare, dan mekanismenya berbeda dengan diare karena kholera atau E. coli.Sekitar
25% diare pada anak disebabkan oleh toksin yang dikeluarkan oleh bakteri, pada
umumnya dihasilkan oleh bakteri E coli dan V. chholera. E.coli pada berbagai strain
dapat mempunyai 2 sifat, yaitu: sebagai enterotoksin maupan sifat invasif. Setelah
melalui tantangan karena ketahanan tubuh penderita, maka bakteri sampai di lumen
usus kecil memperbanyak diri dan menghasilkan enterotoksin yang kemudian dapat
mempengaruhi fungsi dari epitel mukosa usus. Racun-racun ini merangsang
mekanisme sel-sel epitel mukosa usus yang memproduksi adenil siklase (Cyclic AMP)
dan kemudian akan berpengaruh mengurangi penyerapan ion natrium dari lumen usus,
tetapi meningkatkan pengeluaran ion khlorida dan air dari kripta mukosa dalam lumen
usus.

b. Patomekanisme invasif :Shigella, Salmonella, Campylobacter dan Virus Rota.


Bakteri invasif penyebab diare diperkirakan sebanyak 10-20% dari diare pada
anak.Diare dengan kerusakan mukosa dan sel-sel mukosa sering pada usus halus dan
usus besar, pada umumnya disebabkan oleh Shigella, Enteroinvasif E. coli dan
Campilobacter jejuni.Invasi bakteri diikuti oleh pembengkakan dan kerusakan sel
yang menyebabkan diketemukannya darah dan lendir atau sel-sel darah putih dan
darah merah dalam tinja (bloody stool dysentry).Spasmus dari otot-otot polospada usus
dirasakan oleh penderita sebagai kejang atau sakit perut.

c. Diare karena perlukaan oleh substansi intraluminal


Bila bakteri mengadakan proliferasi dalam lumen usus halus akan terjadi
perlekatan di dinding mukosa dan akan menimbulkan suatu penyakit gangguan
pencernaan. Gangguan ini timbul karena bahan makanan dan.atau sekresi usus. Hasil
16

metabolisme bakteri kadang kadang dapat berupa bahan yang bisa melukai mukosa
usus, diantaranya:
1) Dekonjugasi asam empedu
2) Hidroksi asam lemak
3) Asam organik rantai pendek
4) Subtansi alkohol

2.6 Gejala Klinis Diare


Mula-mula pasien cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan
berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.Tinja cair, mungkin disertai lendir
atau darah.Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan
empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja
makin lama makin asam sebagai makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa
yang tidak diabsorbsi dari usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
oleh lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit.Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi
mulai tampak yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering.Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi
ringan, ringan-sedang dan berat.Bila berdasarkan tonisitas plasma dibagi menjadi
hipotonik, isotonik, dan hipertonik. Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam
keadaan dehidrasi berat dengan rata-rata kehilangan cairan 12,5%. Pada dehidrasi
berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan
gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah menurun,
pasien sangat lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen, kadang sampai stupor)
(WHO, 2007).
Akibat dehidrasi diuresis berkurang (oliguri sampai anuri). Bila sudah terjadi
asidosis metabolik pasien akan tampak pucat dengan pernafasan yang cepat dan dalam
(kussmaul). Asidosis metabolic terjadi kehilangan NaHCO3 melalui tinja diare,
ketosis (kelaparan), produk-produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat
17

dikeluarkan (karena oliguri/anuri), berpindahnya anion natrium dari cairan ekstra sel
ke cairan intra sel, dan penimbunan asam laktat (anoksia jaringan) (Ngastiyah, 1995).
Kriteria penentuan derajat dehidrasi menurut Haroen Nurasied:
Tabel 2.1 Penilaian Derajat Dehidrasi
Penilaian A B C
1. Lihat: Baik, sadar Gelisah
Lesu, tidak sadar
Keadaan umum Normal Cekung
Sangat cekung
Mata Ada Tidak ada
Tidak ada
Air mata Basah Kering
Sangat kering
Mulut dan lidah Minum biasa, *Haus ingin minum
*Malas minum
Rasa haus tidak haus banyak
Kembali sangat
2. Turgor Kembali cepat Kembali lambat
lambat
Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat,
Tanpa
3. Derajat dehidrasi sedang, bila terdapat terdapat bila ada 1
dehidrasi
2 tanda atau lebih tanda atau lebih
(Sumber: WHO, 2007)

2.7 Pencegahan Diare


Orang dapat mencegah diare yaitu memahami disebabkan oleh apa diare itu
dan bagaimana serta tindakan apa yang dilakukan terhadap penyakit itu. Memahami
dengan apa menghentikan diare dan menyelamatkan anak-anak dari kematian akibat
penyakit ini dan mengetahui mengobati diare dengan PHBS (Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat). Mengetahui air yang diambil dari empang, sungai, atau sumber air yang
telah terkotori oleh manusia, hewan dan lain-lain itu mengandung bibit penyakit diare.
Melakukan, sedapat mungkin untuk selalu mendidihkan terlebih dahulu air minum
sebelum dipergunakan untuk minum dan memasak. Bicarakan dengan para keluarga
atau masyarakat bagaimana cara pencegahan diare, dan bagaimana pula cara
mencegah terjadinya pengotoran air penyebab diare. Bekerjalah bersama pemimpin
masyarakat dan masyarakat itu sendiri agar setiap keluarga di masyarakat memiliki
sumber air yang sehat untuk minum dan masak. Mengetahui bahwa makanan akan
18

membawa bibit penyakit diare bila: tidak segar, ditinggal di tempat hangat, dihinggapi
lalat, serangga, tikus dan binatang lain. Lakukan, jangan makan sembarangan yang
membusukan. Mengetahui bahwa makanan dapat membawa bibit penyakit diare bila
makanan itu tidak dicuci dengan baik setelah buang air besar atau setelah bekerja.
Melakukan, Senantiasa mencuci tangan dengan baik (dengan sabun dan air bersih, bila
mungkin yaitu): Setelah buang air besar atau bekerja, sebelum memasak, mengolah
makanan, dan makan, sebelum makan pada anak, serta pemberian ASI untuk bayi.
(Sutomo, 1995).
Pencegahan diare yang harus diperhatikan sesuai dengan PHBS, yaitu
(Notoatmodjo, 1997):
a. Sumber air
Air adalah bagian terpenting dari manusia. Manusia akan lebih cepat
meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Tubuh orang dewasa
memiliki jumalah air 55-60% dari berat tubuhnya, untuk anak-anak sekitar 65% untuk
bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat komplek antara lain untuk
minum, mandi masak, minum, mencuci dan sebagainya. Adapaun syarat air minum
yang sehat adalah:
1) Syarat fisik
Air minum sehat adalah bening (tak berwarna), tidak berasa, suhu dibawah
suhu udara di luarnya, sehingga dalam kehidupan sehari-hari cara mengenal air
tidak sukar.
2) Syarat bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat adalah bebas dari segala bakteri,
terutama golongan patogen. Cara untuk mengetahui apakah air tersebut
terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah dengan memeriksa sampel air
tersebut dan bila pada pemeriksaan terdapat 100 cc air terdapat kurang dari 4
bakteri E. coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.
3) Syarat kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu di dalam jumlah
yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia dalam air
akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia. Bahan-bahan zat kimia
19

dalam air adalah F (1-1,5 mg/l), Cl2 (250 mg/l), As (0,05 mg/l), Cu (1 mg/l), Fe
(0,3 mg/l) zat antibio (10 mg/l) Ph keasaman (6,5-9,0).

b. Jamban
Tempat pembuangan kotoran merupakan jamban, fungsinya untuk mencegah
sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja dengan lingkungan, maka tempat
tersebut harus dikelola dengan baik. Suatu jamban pedesaan harus memenuhi syarat-
syarat berikut:
1) Tidak mengotori air permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut.
2) Tidak mengotori air permukaan disekitarnya.
3) Tidak mengotori air tanah sekitarnya.
4) Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoa dan binatanglain.
5) Tidak menimbulkan bau
6) Mudah dijangkau dan mudah dipelihara.
7) Sederhana desainnya
8) Murah
9) Dapat diterima dengan pemakainya
Standar instalasi septic tank adalah sebagai berikut:
1) Ukuran dimensi septic tank bergantung jumlah penguin rumah. Untuk rumah
dengan 5 orang penghuni, dibutuhkan septic tank dengan ukuran 1,6x0,8x1,6
meter.
2) Tangki harus kuat terhadap asam dan kedap air. Bahan tangki yang dapat kita
pilih adalah batu kali, bata merah, batako, beton, keramik, PVC, plastik atau
besi.
3) Jarak septic tank ke bangunan rumah minimal 1,5 meter.
4) Jarak septic tank ke sumber air bersih minimal 10 meter.

c. Cuci Tangan Pakai Sabun


Menurut Depkes (2009) cuci tangan pakai sabun adalah satu tindakan sanitasi
dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh
20

manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Adaun tujuan
mencuci tangan pakai sabun adalah:
1) Membunuh kuman yang ada di tangan
2) Mencegah penularan penyakit
3) Membersihkan tangan dari kotoran dan kuman

Gambar 2.2. Langkah-langkah mencuci tangan yang benar


21

Ada 5 waktu kritis untuk mencuci tangan pakai sabun, yaitu:


1) Sebelum dan sesudah makan
2) Sebelum menyiapkan makanan
3) Setelah buang air besar dan buang air kecil
4) Setelah menceboki bayi/anak
5) Setelah memegang unggas/hewan
Selain itu, ada juga beberapa waktu penting lainnya untuk mencuci tangan,
yaitu sebelum menyusui bayi, setelah batuk/bersin dan membersihkan hidung, setelah
membersihkan sampah, dan setelah bermain di tanah atau lantai.

2.8 Pengobatan Diare


Dasar pengobatan diare adalah management dan edukasi pasien (merubah
perilaku buruk) dengan mengganti cairan hilang, dan menilai tingkat derajat
dehidrasinya, apakah termasuk tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan-sedang atau dehidrasi
berat (WHO, 2007).
a. Tanpa dehidrasi
1) Beri cairan tambahan
Pada anak, lanjutkan ASI, jika pada dewasa lanjutkan pemberian penggantian
cairan berupa sup, air tajin, larutan oralit dan kuah sayuran.Makan dan minum
lebih dari biasa untuk mencegah timbulnya dehidrasi.
Pemberian cairan pada anak yang berumur <2 tahun, beri + 50-100 ml per kali
BAB. Pada anak yang berumur >2 tahun, beri +100-200 ml per kali BAB
2) Beri tablet Zink
Tablet zink dipakai dengan cara dilarutkan dengan air di gelas ini biasanya
dilakukan pada dewasa, jika pada anak-anak dilakukan dengan melarutkan
tablet Zink dengan sedikit air matang, ASI perah atau dengan memakai larutan
oralit. Pada anak dibawah umur 6 bulan, diberikan sebanyak 10 mg/hari, pada
umur anak lebih dari 6 bulan 20 mg diberikan selama 10 hari
3) Lanjutkan pemberian makanan, lebih dari biasanya
4) Beri penjelasan kepada pasien, kapan harus kembali lagi, yaitu apabila
didapatkan keadaan makin parah, atau tidak bisa minum atau menyusui (pada
22

anak), atau malas minum, atau timbul demam, atau terdapatnya BAB darah
dalam tinja.

b. Dehidrasi ringan-sedang (Indikasi rawat)


1) Pemberian cairan, pemberian cairan disesuaikan dengan berat badan, dengan
jumlah cairan yang diberikan sebanyak 75 cc/kg Berat badan dalam 3-4 jam
pertama. Jika pada anak-anak yang masih ASI maka lanjutkan ASI.
2) Pemberian oralit
Meminumkan, Bila anak muntah maka tunggu 10 menit, maka lanjutkan lebih
lambat. Dan apabila anak-anak maka lanjutkan ASI.
3) Berikan antibiotik sesuai kultur.
4) Berikan tablet zink selama anak mau.
5) Ulangi penilaian, dan klasifikasikan derajat dehidrasinya.
6) Beri penjelasan kepada pasien/orangtua pasien, jika keadaan menjadi parah.
Sedia oralit di rumah. Dan lakukan pengobatan tanpa dehidrasi.

c. Dehidrasi berat (Indikasi rawat)


1) Langsung pemberian cairan, dimana diberikan cairan sebanyak 100cc/kg Berat
badan, sesuai tabel berikut :

Tabel 2.2 Pemberian Cairan pada Dehidrasi Berat


Pertama, berikan 30 cc/kg Selanjutnya,berikan 70
Keterangan
Berat badan, dalam cc/kg Berat badan, dalam
Umur <12 bulan 1 jam 5 jam
Umur > 12 bulan 30 menit 2,5 jam
(Sumber : WHO, 2007)

2) Pemberian antibiotik sesuai kultur.


3) Jika keadaan membaik, maka lakukan sesuai penatalaksanaan pada keadaan
tanpa dehidrasi.
23

2.9 Komplikasi Diare

a. Kelainan elektrolit dan asam basa


b. Kegagalan upaya rehidrasi oral
c. Kejang
d. Syok
e. Gagal ginjal
f. Kematian
24

BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep project ini pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan
(Notoadmojo, 2005). Kerangka konsep project ini adalah sebagai berikut:

Air bersih, Jamban sehat,


dan Cuci tangan pakai Gambaran Pengetahuan
sabun

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional Variabel


1) Pengetahuan yaitu mencakup sejauh mana pengetahuan responden tentang
PHBS meliputi syarat-syarat air bersih, jamban sehat dan mencuci tangan
dengan sabun.
2) Air bersih diartikan sebagai air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
yang memenuhi syarat tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa.
3) Jamban sehat diartikan sebagai suatu ruangan yang memiliki fasilitas
pembuangan kotoran manusia (jongkok atau duduk), septic tank, dan air untuk
membersihkannya.
4) Mencuci tangan pakai sabun diartikan sebagai tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari-jemari menggunakan air dan sabun.

3.3 Cara Ukur


Cara ukur pada project ini adalah wawancara yang dipandu dengan kuesioner.

3.4 Alat Ukur


Kuesioner project ini terdiri atas 5 pertanyaan pilihan berganda. Nilai untuk
setiap jawaban yang tepat adalah 20, nilai untuk jawaban kurang tepat adalah 5 dan
25

nilai jika tidak tahu adalah 0. Dengan demikian, nilai maksimal yang mungkin
diperoleh adalah 100, dan nilai minimal 0.
Setelah dinilai, responden akan dikelompokkan berdasarkan nilainya menjadi 2
kelompok, yaitu:
1) Pengetahuan cukup, jika nilai yang diperoleh antara 55-100
2) Pengetahuan kurang jika nilai yang diperoleh antara 0-50

3.5 Jenis dan Rancangan Project


Laporan ini merupakan laporan deskriptif kuantitatif dengan mengambil data
primer berupa kuesioner dari penderita diare yang datang berobat ke Puskesmas Pintu
Angin Kota Sibolga dari Bulan Desember 2016 hingga Februari 2017.

3.6 Tempat dan Waktu Project


Pelaksanaan kegiatan dilakukan di Puskesmas Pintu Angin Kota Sibolga saat
berlangsungnya kegiatan di Poli Umum yang dilaksanakan secara accidental selama 3
bulan yang dimulai pada Bulan Desember 2016 hingga Februari 2017.

3.7 Populasi dan Sampel Project


3.7.1 Populasi
Populasi project ini adalah seluruh penderita diare yang berobat ke Puskesmas
Pintu Angin Kota Sibolga.
3.7.2 Sampel
Sampel yang akan digunakan dalam project ini adalah consecutive sampling
yaitu penderita diare yang melakukan kunjungan ke Puskesmas Pintu Angin Kota
Sibolga yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan sampai
jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.
Besar sampel minimum yang diperlukan dihitung dengan rumus (Madiyono et
al, 2011):
2
=
d2
Keterangan:
n : besar sampel
26

Z : deviat baku normal untuk (1,96)


d : tingkat ketetapan absolut yang dikehendaki (0,1)
P : nilai proporsi pada keadaan yang diteliti (0,5 untuk besar populasi yang tidak
diketahui)
Q :1P

2
=
d2
1,962 (0,5 0,5)
=
0,12
= 97 Orang

Dengan demikian jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 97 orang.

3.7.2.1 Kriteria Inklusi


Kriteria inklusi yang digunakan pada project ini adalah:
a. Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan
b. Menderita diare
c. Melakukan kunjungan ke Puskesmas Pintu Angin Kota Sibolga
d. Dapat menjawab kuesioner penelitian

3.7.2.2 Kriteria Eksklusi


Kriteria ekslusi yang digunakan pada project ini adalah:
a. Bukan penderita diare
b. Tidak melakukan kunjungan ke Puskesmas Atu Lintang.

3.8 Metode Pengolahan Data


Data dari setiap responden akan diperiksa peneliti dan setiap
ketidaklengkapan data responden akan dilengkapi sebelum responden
meninggalkan lokasi penelitian. Data yang diperoleh dari kuesioner akan diolah
dengan metode analisis sederhana.
27

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Mini Project


Ditinjau dari letak geografisnya, Puskesmas Pintu Angin berada di wilayah
Kecamatan Sibolga Utara yang memiliki luas daerah 3,3 km2. Menurut hasil Profil
Kesehatan Kota Sibolga tahun 2015 jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Pintu Angin adalah 21.650 jiwa. Secara administratif memiliki 5 kelurahan, yaitu:
Huta Barangan, Huta Tonga-tonga, Angin Nauli, Simare-mare, dan Sibolga Ilir.
Puskesmas Pintu Angin memiliki 4 Puskesmas Pembantu dan 1 Poskeskel.

4.2 Deskripsi Karakteristik Responden


Responden yang diteliti dalam penelitian ini berjumlah 97 orang di Puskesmas
Pintu Angin Kota Sibolga. Data gambaran karakteristik responden yang diamati
adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan.

Tabel 4.1 Distribusi Responden berdasarkan Umur


Umur (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)
10-19 38 38
20-29 17 17
30-39 12 12
40-49 13 13
50 20 20
Total 100 100

Pada Tabel 5.1, umur responden dibagi menjadi lima kategori, yaitu 10-19
tahun, 20-29 tahun, 30-39 tahun, 40-49 tahun, dan 50 tahun. Mayoritas responden
berada pada kelompok umur 10-19 tahun sebanyak 38 orang (38%), diikuti oleh
kelompok umur 50 tahun sebanyak 20 orang (20%), dan minoritas responden berada
pada kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 12 orang (12%).
28

Diagram 4.1 Distribusi Responden berdasarkan


Jenis Kelamin

Diagram 5.1
Distribusi
Responden
berdasarkan
Jenis Diagram 5.1
Kelamin, Distribusi
Wanita, 44, Responden
berdasarkan
Jenis
Kelamin,
Pria, 56, 56%

Diagram 4.1 menunjukkan distribusi jenis kelamin responden. Mayoritas


responden adalah pria yaitu sebanyak 56 orang (56%) dan diikuti oleh wanita
sebanyak 44 orang (44%). Perbedaan antara jumlah responden pria dan wanita tidak
terlalu jauh.

Tabel 4.2 Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir


Pendidikan Terakhir Frekuensi (n) Persentase (%)
SD 40 40
SMP 19 19
SMA 25 25
Perguruan Tinggi 13 13
Tidak sekolah 3 3
Total 100 100

Dari Tabel 5.2, diketahui bahwa mayoritas responden menjalani pendidikan


terakhir di SD yaitu sebanyak 40 orang (40%), dan minoritas di Perguruan Tinggi
sebanyak 13 orang (13%) dan tidak sekolah sebanyak 3 orang (3%).
29

Tabel 4.3 Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan


Pekerjaan Frekuensi (n) Persentase (%)
Pelajar 29 29
Pegawai 17 17
Wiraswasta 16 16
Ibu Rumah Tangga 11 11
Tidak Bekerja 27 27
Total 100 100

Pekerjaan yang dilakukan responden pada penelitian ini dibagi atas pelajar,
pegawai, wiraswasta, ibu rumah tangga, dan tidak bekerja. Pada Tabel 5.3, mayoritas
responden adalah pelajar sebanyak 29 orang (29%) dan minoritas sebagai ibu rumah
tangga sebanyak 11 orang (11%).

Tabel 4.4 Distribusi Jawaban Responden terhadap pertanyaan Apa saja syarat-syarat
air bersih?
Jawaban Frekuensi (n) Persentase (%)
Tidak berasa dan tidak
13 13
berwarna
Tidak berasa, tidak
berwarna dan tidak 81 81
berbau
Tidak tahu 6 6
Total 100 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden mengetahui syarat-
syarat air bersih, yaitu tidak berasa, tidak berwarna dan tidak berbau sebanyak 81
orang (81%).
30

Tabel 4.5 Distribusi Jawaban Responden terhadap pertanyaan Cara mencuci tangan
yang benar adalah dengan menggunakan?
Jawaban Frekuensi (n) Persentase (%)
Air saja 23 23
Air mengalir dan sabun 77 77
Tidak tahu 0 0
Total 100 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa mayoritas responden mengetahui cara mencuci
tangan yang benar adalah dengan menggunakan air mengalir dan sabun sebanyak 77
orang (77%).

Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Responden terhadap pertanyaan Kapan waktu yang
tepat untuk mencuci tangan?
Jawaban Frekuensi (n) Persentase (%)
Setelah buang air kecil
6 6
dan besar
Sebelum dan sesudah
makan dan setelah buang 94 94
air
Tidak tahu 0 0
Total 100 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa mayoritas responden mengetahui kapan waktu
yang tepat untuk mencuci tangan yaitu sebelum dan sesudah makan dan setelah buang
air sebanyak 94 orang (94%).
31

Tabel 4.7 Distribusi Jawaban Responden terhadap pertanyaan Apa saja syarat
jamban sehat?
Jawaban Frekuensi (n) Persentase (%)
Tidak mencemari sumber
72 72
air
Tertutup rapat 23 23
Tidak tahu 5 5
Total 100 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa mayoritas responden mengetahui apa syarat
jamban sehat sebanyak 72 orang (72%). Namun masih ada juga yang menjawab tidak
tepat yaitu tertutup rapat sebanyak 23 orang (23%) dan tidak tahu 5 orang (5%).

Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Responden terhadap pertanyaan Berapakah jarak


sumber air dengan tempat pembuangan limbah (septic tank) yang dianjurkan?
Jawaban Frekuensi (n) Persentase (%)
Minimal 10 meter 48 48
Minimal 5 meter 35 35
Tidak tahu 16 16
Total 100 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa minoritas responden mengetahui jarak sumber
air dengan tempat pembuangan limbah yaitu minimal 10 meter sebanyak 48 orang
(48%). Mayoritas responden menjawab tidak tepat yaitu minimal 5 meter sebanyak 35
orang (35%) dan tidak tahu 16 orang (16%).
32

BAB V
PEMBAHASAN

Akibat tingginya prevalensi diare di wilayah kerja Puskesmas Pintu Angin


berada di wilayah Kecamatan Sibolga Utara, maka dibutuhkan usaha-usaha untuk
menekannya. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan penyuluhan yang tepat untuk
pencegahan terjadinya diare itu sendiri sehingga jumlah penderita diare dapat
diminimalkan dan bisa terkontrol dengan baik. Seperti hal nya dengan jumlah
penderita diare di Kecamatan Sibolga Utara, jumlah penduduk 21.650 jiwa terhitung
diare termasuk kedalam salah satu penyakit peringkat ke 4 dari 10 penyakit terbesar di
wilayah kerja Puskesmas Pintu Angin dengan 450 penderita diare, terbanyak bulan
Febuari dengan jumlah penderita 100 orang.
Penelitian ini menggunakan populasi sebagai sampel dari semua pasien usia 10
50 tahun yang dapat memenuhi kriteria restriksi dan berada di wilayah kerja
Puskesmas Pintu Angin Kecamatan Sibolga Utara.. Dalam penelitian ini peneliti
mengambil sampel sebanyak 100 responden. Metode yang digunakan dalam
pengambilan sampel adalah Cluster Random Sampling.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita diare tertinggi
(38%) pada kelompok usia 10-19 tahun dan terendah pada (12%) pada kelompok usia
30-39 tahun, sedangkan menurut jenis kelamin angka kejadian diare tertinggi (56%)
pada pria dan (44%) pada wanita.
Berdasarkan hasil dari penelitain menunjukkan sebesar (81%) responden
mengetahui syarat-syarat air besih dan (6%) tidak mengetahuimya. Sedangkan
mengenai cara mencuci tangan sebanyak (77%) pasien mengetahui dengan sangat baik
dan sebanyak (23%) kurang baik.
Dari latar belakang diatas, maka diare perlu diberikan perhatian khusus oleh
tim kesehatan untuk melakukan penyuluhan ke desa-desa dan melakukan edukasi di
Poli Umum agar masyarakat memahami tentang penyebab terjadinya diare.
Penyuluhan sangat di butuhkan oleh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pintu
Angin, khususnya masyarakat awam supaya dengan penyuluhan tim kesehatan bisa
menekan jumlah penderita diare.
33

Tujuan pengobatan diare adalah untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas


dengan megetahui dan mengenali tanda dan gejala derajat dehidrasi untuk pemberian
terapi cairan yang tepat. Strategi yang efektif untuk membantu masalah tingginya
kasus diare di puskesmas Pintu Angin adalah dengan kombinasi beberapa strategi
seperti edukasi, modifikasi sikap dan sistem yang mendukung. Strategi konseling
untuk menurunkan angka kejadian diare adalah sebagai berikut:
a. Melakukan penyuluhan ke desa yang ditargetkan oleh Puskesmas
b. Mendengarkan motivasi dan pendapat pasien
c. Melibatkan pasien dalam masalah penanganan kesehatan
d. Menggunakan keahlian untuk mendengarkan secara aktif sewaktu pasien
menjelaskan masalahnya
e. Membicarakan keluhan pasien tentang kesehatan lingkungannya
f. Membantu pasien dengan cara tertentu agar dapat memenuhi jamban sehat di
rumahnya dengan membentuk arisan Jamban Sehat
g. Memberikan informasi tentang keuntungan Kesehatan Lingkungan termasuk
Jamban Sehat
h. Memberitahu kemungkinan yang terjadi karena seringnya terjadi diare bagi
masyarakat khususnya balita mereka
i. Memberikan informasi tentang Diare dan pencegahan serta penanganan untuk
mencegah terjadinya komplikasi
j. Memberi informasi keluarga pasien tentang pencegahan diare dengan pemberian
tablet Zink kepada Balita mereka
k. Melibatkan keluarga dan kerabatnya tentang penanganan diare yang tepat dengan
mengenali gejala dan tanda dehidrasi dan pemberian cairan atau oralit sesuai derajat
dehidrasi.
34

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Jumlah pasien diare pada bulan Januari hingga Desember 2014 di Kecamatan
Atu Lintang sebanyak 350 orang, dan jumlah kasus pasien diare pada bulan
Februari 2014 lebih besar di bandingkan dengan bulan yang lain yaitu sebesar
0,89%. Kemudian dilakukan penelitian selama bulan Januari hingga Maret 2015
untuk meninjau perkembangan dan kepatuhan pasien dalam menyikapi penyakit
diare, yang telah dilakukan edukasi terhadap pasien dengan penyakit diare dan
ditemukan seluruhnya kasus baru sebanyak 120 kasus, ditemukan kunjungan
paling banyak pada usia 20-24 tahun.
2. Adanya peningkatan jumlah pasien diare pada bulan Februari sebelum dilakukan
intervensi, tetapi setelah dilakukan penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan
sehat dan tentang penyakit diare termasuk pencegahan diare di bulan januari dan
Febuari 2015, terlihat adanya penurunan angka kejadian diare di bulan Maret
2015.
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) termasuk kesehatan lingkungan dan
Jamban Sehat sangat penting bagi masyarakat karena dengan memenuhi PHBS
dan kesehatan lingkungan yang baik maka kejadian diare pada masyarakat dapat
di cegah atau di minimalisasi kejadiannya. Diperlukan usaha yang cukup besar
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya PHBS,
kesehatan lingkungan dan jamban sehat untuk menghindari terjadinya diare.
Usaha yang dilakukan adalah dengan melakukan penyuluhan kepada pasien
penderita diare yang berobat ke poli.
.

6.2 Saran
35

1. Dilakukan intervensi lebih lanjut untuk menurunkan angka kejadian diare


sehingga dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas yang terjadi pada pasien
dengan diare.
2. Dilakukan penyuluhan yang lebih agresif tentang PHBS dan diare untuk
menurunkan angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Atu Lintang
Kecamatan Aceh Tengah.

DAFTAR PUSTAKA
36

Daldiyono. 1990. Diare, Dalam: Sulaiman A, Daldiyono, Akbar N, Rani AA, editors.
Gastroenterologi-hepatologi, CV Infomedika, Jakarta, 21-33.

Depkes RI. 2002. Seminar Nasional Pemberantasan Diare. Jakarta: Ditjen PPM dan
PPL

Depkes RI. 2005. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan. Jakarta

Deritawati.2008. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Keluarga Tentang


Penanganan Diare di Desa Kubang Kecamatan Depati VII Kabupaten
Kerinci.Penelitian Keperawatan Komunitas. Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Emmanuel, Lebenthal. 1999. Textbook of Gastroenterology and Nutrition in


Infancy Second Edition,Raven Press, 1185 Avenue of the Americans, New
York, 27; 76-77.

Hans, Mansyur. 2001. BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi ketiga,Balai
Penerbit FK UI, Jakarta, 127-136.

Hommers, Herbert M et al. 1994. Dasar Biologis & Klinis Penyakit Infeksi,Edisi
Keempat,Gajah Mada University Press, Jakarta, 19,20; 40-49.

Kementerian Kesehatan RI. 2009. Survey Kesehatan Nasional 2001, Laporan Studi
Mortalitas 2001:Pola Penyakit Penyebab Kematian di Indonesia, Jilid II, 35-38.

Kementerian Kesehatan Aceh. 2010. Data Penderita Diare, Banda Aceh. Dinkes
Pemerintah Kota Banda Aceh.

Ngastiyah. 1995. Perawatan Anak Sakit, Jilid I, Edisi I ,Balai Penerbit Buku EGC,
Jakarta, 143-145.

Notoadmodjo S. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 80-


85.

Notoadmodjo S. 1997. Prinsip-prinsip Dasar, Rineka Cipta, Jakarta, 30-39.

Noerasid, Harun, dkk. 1999. Gastroenterologi Anak Praktis, Balai Penerbit FK UI,
Jakarta, 51-76.

Partawihardja, S. 1999. Penatalaksanaan Dietetik Penderita Diare Anak, Badan


penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1-50.

Puskesmas Krueng Barona Jaya, 2012. Laporan SP2TP Puskesmas Atu Lintang.
Kabupaten Aceh Tengah.
37

Rani, HAA.2002. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang


Dewasa.Dalam Setiadi S. Aln 1, Kasnir YI, dkk.Current Diagnosis and
Treatment in Internal Medicine,Pusat Informasi Penerbit Ilmu Penyakit
Dalam, Jakarta.40-56.

Rolfe AD et al. 1999.Pathogenesis of Shigella Diarrhea, Journal Exp. Med, Vol. 160
Desember 1999, The Rockefeller University Press, 1767-1781.

Setyorogo, sudijono. 1990. Peranan Air Bersih dan Sanitasi Dalam


Pemberantasan Penyakit Menular, Sanitas Vol. II No. 2, YLKI, Jakarta, 81-
84.

Shulman dkk.1999. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi Edisi Keempat,
Gajah Mada University, Yogyakarta.74-77.

Sunoto, 1990.Buku Ajar Diare Pegangan Mahasiswa,Departemen Kesehatan RI,


Direktorat Jenderal PPM & PLP, Jakarta, 1-21.

Sutomo, Adi Heru. 1995. Kader Kesehatan Masyarakat. Penerbit EGC, Jakarta, 21-
43.

Ulshen, Martin. 1999. Intoleransi Diet Protein (Alergi Makanan), Dalam Behrman
et al, Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 2, Edisi 15, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 1338-1361.

WHO.2007. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 2007, 131-156.

Lampiran I
38

Dokumentasi Penelitian

KUESIONER PENELITIAN
39

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN


PENDERITA DIARE TERHADAP PHBS YANG BERKAITAN DENGAN AIR
BERSIH, JAMBAN SEHAT DAN CUCI TANGAN PAKAI SABUN
DI PUSKESMAS PINTU ANGIN KOTA SIBOLGA
TAHUN 2017

I. IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Usia : tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
Pendidikan :
Pekerjaan :

II. PENGETAHUAN PHBS YANG BERKAITAN DENGAN AIR BERSIH,


JAMBAN SEHAT DAN CUCI TANGAN PAKAI SABUN
1. Apa saja syarat-syarat air bersih?
a. Tidak berasa dan tidak berwarna
b. Tidak berasa, tidak berwarna dan tidak berbau
c. Tidak tahu
2. Menurut anda, cara mencuci tangan yang benar adalah dengan
menggunakan?
a. Air mengalir dan sabun
b. Air saja
c. Tidak tahu
3. Kapan waktu yang tepat untuk mencuci tangan?
a. Setelah buang air kecil dan besar
b. Sebelum dan sesudah makan dan setelah buang air
c. Tidak tahu
4. Apa saja syarat jamban sehat?
a. Tidak mencemari sumber air
40

b. Tertutup rapat
c. Tidak tahu
5. Jarak sumber air dengan tempat pembuangan limbah (septic tank) yang
dianjurkan adalah
a. Minimal 5 meter
b. Minimal 10 meter
c. Tidak tahu

You might also like