You are on page 1of 18

BAB I

DEFINISI

Nyeri, satu kata yang singkat dan simpel, akan tetapi ketika dibahas akan
menghasilkan telaah yang panjang dan menarik untuk diuraikan. Satu kata yang sering
menjadi keluhan seseorang yang dirawat di pelayanan kesehatan, satu kata yang
mengganggu, mengusik kenyamanan seseorang. Keunikannya membuat satu sama lain
berbeda dalam mengartikan dan merasakan kedatangannya.
Keluhan nyeri merupakan keluahan yang paling umum kita temukan ketika kita
sedang melakukan tugas kita sebagai bagian dari tim kesehatan, baik itu di tataran
pelayanan rawat jalan maupun rawat inap, yang karena seringnya keluhan itu kita
temukan kadang kala kita sering menganggap hal itu sebagai hal yang biasa sehingga
perhatian yang kita berikan tidak cukup memberikan hasil yang memuaskan di mata
pasien.
Nyeri sesunggguhnya tidak hanya melibatkan persepsi dari suatu sensasi, tetapi
berkaitan juga dengan respon fisiologis, psikologis, sosial, kognitif, emosi dan perilaku,
sehingga dalam penangananyapun memerlukan perhatian yang serius dari semua unsur
yang terlibat di dalam pelayanan kesehatan, untuk itu pemahaman tentang nyeri dan
penanganannya sudah menjadi keharusan bagi setiap tenaga kesehatan, terutama
perawat yang dalam rentang waktu 24 jam sehari berinteraksi dengan pasien.
Keluhan nyeri merupakan keluahan yang paling umum kita temukan/dapatkan
ketika kita sedang melakukan tugas kita sebagai bagian dari tim kesehatan, baik itu di
tataran pelayanan rawat jalan maupun rawat inap, yang karena seringnya keluhan itu
kita temukan kadang kala kita sering menganggap hal itu sebagai hal yang biasa
sehingga perhatian yang kita berikan tidak cukup memberikan hasil yang memuaskan di
mata pasien.
Nyeri sesunggguhnya tidak hanya melibatkan persepsi dari suatu sensasi, tetapi
berkaitan juga dengan respon fisiologis, psikologis, sosial, kognitif, emosi dan perilaku,
sehingga dalam penangananyapun memerlukan perhatian yang serius dari semua unsur
yang terlibat di dalam pelayanan kesehatan, untuk itu pemahaman tentang nyeri dan
penanganannya sudah menjadi keharusan bagi setiap tenaga kesehatan, terutama
perawat yang dalam rentang waktu 24 jam sehari berinteraksi dengan pasien.
DEFINISI
Nyeri merupakan Perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat.yang hanya dapat
dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang lain, mencakup pola
fikir, aktifitas seseorang secara langsung, dan perubahan hidup seseorang. Nyeri
merupakan tanda dan gejala penting yang dapat menunjukkan telah terjadinya gangguan
fisiologikal.
Menurut beberapa tokoh atau sumber :
IASP 1979 (International Association for the Study of Pain) nyeri adalah suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan
kerusakan jaringan , dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri
bersifat subyektif dimana individu mempelajari apa itu nyeri, melalui pengalaman
yang langsung berhubungan dengan luka (injuri), yang dimulai dari awal masa
kehidupannya.
Pada tahun 1999, the Veterans Health Administration mengeluarkan kebijakan
untuk memasukan nyeri sebagai tanda vital ke lima, jadi perawat tidak hanya
mengkaji suhu tubuh, nadi, tekanan darah dan respirasi tetapi juga harus mengkaji
tentang nyeri.
Sternbach (1968) mengatakan nyeri sebagai konsep yang abstrak yang merujuk
kepada sensasi pribadi tentang sakit, suatu stimulus berbahaya yang
menggambarkan akan terjadinya kerusakan jaringan, suatu pola respon untuk
melindungi organisme dari bahaya.
McCaffery (1979) mengatakan nyeri sebagai penjelasan pribadi tentang nyeri
ketika dia mengatakan tentang nyeri apapun yang dikatakan tentang nyeri dan ada
dimanapun ketika dia mengatakan hal itu ada .
Tamsuri (2007) Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
TIPE NYERI
Pada tahun 1986, the National Institutes of Health Consensus Conference on Pain
mengkategorisasikan nyeri menjadi tiga tipe yaitu Nyeri akut merupakan hasil dari
injuri akut, penyakit atau pembedahan, Nyeri kronik non keganasan dihubungkan
dengan kerusakan jaringan yang dalam masa penyembuhan atau tidak progresif dan
Nyeri kronik keganasan adalah nyeri yang dihubungkan dengan kanker atau proses
penyakit lain yang progresif.

RESPON TERHADAP NYERI


Respon terhadap nyeri meliputi respon fisiologis dan respon perilaku. Untuk nyeri akut
repon fisiologisnya adalah adanya peningkatan tekanan darah (awal), peningkatan
denyut nadi, peningkatan pernapasan, dilatasi pupil, dan keringat dingin, respon
perilakunya adalah gelisah, ketidakmampuan berkonsentrasi, ketakutan dan disstress.
Sedangkan pada nyeri kronis respon fisiologisnya adalah tekanan darah normal, denyut
nadi normal, respirasi normal, pupil normal, kulit kering, dan respon perilakunya berupa
imobilisasi atau ketidak aktifan fisik, menarik diri, dan putus asa, karena tidak
ditemukan gejala dan tanda yang mencolok dari nyeri kronis ini maka tugas tim
kesehatan, perawat khususnya menjadi tidak mudah untuk dapat mengidentifikasinya..

KARAKTERISTIK NYERI
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri
tersebut. Klien sering kali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan,
sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien.
Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
a. Lokasi
Pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi :
Tingkat nyeri, nyeri dalam atau superficial
Posisi atau lokasi nyeri
Nyeri superfisial biasanya dapat secara akurat ditunjukkan oleh klien; sedangkan
nyeri yang timbul dari bagian dalam (viscera) lebih dirasakan secara umum. Nyeri
dapat pula dijelaskan menjadi empat kategori, yang berhubungan dengan lokasi
Nyeri terlokalisir : nyeri dapat jelas terlihat pada area asalnya
Nyeri Terproyeksi : nyeri sepanjang saraf atau serabut saraf spesifik
Nyeri Radiasi : penyebaran nyeri sepanjang area asal yang tidak dapat dilokalisir
Reffered Pain (Nyeri alih) : nyeri dipersepsikan pada area yang jauh dari area
rangsang nyeri.
b. Intensitas
Beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri : Distraksi atau konsentrasi dari klien pada
suatu kejadian Status kesadaran klien
Nyeri dapat berupa : ringan, sedang, berat atau tak tertahankan. Perubahan dari
intensitas nyeri dapat menandakan adanya perubahan kondisi patologis dari klien.
c. Waktu dan Lama (Time & Duration)
Perawat perlu mengetahui/mencatat kapan nyeri mulai timbul; berapa lama; bagaimana
timbulnya dan juga interval tanpa nyeri dan kapan nyeri terakhir timbul.
d. Kualitas
Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dari nyeri. Anjurkan pasien
menggunakan bahasa yang dia ketahui: nyeri kepala mungkin dikatakan ada yang
membentur kepalanya, nyeri abdominal dikatakan seperti teriris pisau.
e. Perilaku Non Verbal
Beberapa perilaku nonverbal yang dapat kita amati antara lain : ekspresi wajah,
gemeretak gigi, menggigit bibir bawah dan lain-lain.
f. Faktor Presipitasi
Beberapa faktor presipitasi yang akan meningkatkan nyeri : lingkungan, suhu ekstrim,
kegiatan yang tiba-tiba, stressor fisik dan emosi.
g. Alat Pengukur Nyeri
PENYEBAB NYERI
1. Trauma
a. Mekanik
Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan,
misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
b. Thermis
Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas,
dingin, misal karena api dan air.
c. Khemis
Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa kuat
d. Elektrik
Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri
yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
2. Neoplasma
a. Jinak
b. Ganas
3. Peradangan
Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan
atau terjepit oleh pembengkakan. Misalnya : abses
4. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
5. Trauma psikologis
G. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON NYERI
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri
pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,
karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka
takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam
merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki
mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri
misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang
harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika
ada nyeri.
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan bagaimana
mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri
yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi
nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang
cemas.
7. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang
sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang
mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola
koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau
teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan
INTENSITAS NYERI
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu,
pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri
dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh
dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

1) skala intensitas nyeri deskritif

2) Skala identitas nyeri numerik

3) Skala analog visual


4) Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan
baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

KLASIFIKASI NYERI
1) Menurut Tempat
a. Periferal Pain
1. Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)
2. Deep Pain (Nyeri Dalam)
3. Reffered Pain (Nyeri Alihan)
nyeri yang dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber nyerinya.
b. Central Pain
Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord, batang otak dll
c. Psychogenic Pain
Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari trauma psikologis.
d. Phantom Pain
Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada lagi,
contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari stimulasi dendrit yang
berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang
tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat.
e. Radiating Pain
Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar.

2) Menurut Sifat
a. Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang
b. Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama
c. Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya
menetal 10 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali.
d. Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh
pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat
dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.
3) Menurut Berat Ringannya
a. Nyeri ringan : dalam intensitas rendah
b. Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis
c. Nyeri Berat : dalam intensitas tinggi
4) Menurut Waktu Serangan
Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan tipe nyeri. Pada tahun 1986, The
National Institutes of Health Concencus Conference of Pain mengkategorikan nyeri
menurut penyebabnya. Partisipan dari konferensi tersebut mengidentifikasi 3 (tiga) tipe
dari nyeri : akut, Kronik Malignan dan Kronik Nonmalignan. Nyeri akut timbul akibat
dari cedera akut, penyakit atau pembedahan. Nyeri Kronik Nonmalignan diasosiasikan
dengan cedera jaringan yang tidak progresif atau yang menyembuh. Nyeri yang
berhubungan dengan kanker atau penyakit progresif disebut Chronic Malignant Pain.
Meskipun demikian, perawat biasanya berpegangan terhadap dua tipe nyeri dalam
prakteknya yaitu akut dan kronis :
1. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada fraktur. Klien
yang mengalami nyeri akut baisanya menunjukkan gejala-gejala antara lain : perspirasi
meningkat, Denyut jantung dan Tekanan darah meningkat, dan pallor
2. Nyeri Kronis
Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama dan klien
sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan.

HAMBATAN DALAM MEMBERIKAN MANAJEMEN NYERI YANG TEPAT


Menurut Blumenfield (2003), secara garis besar ada 2 hambatan dalam manajemen
nyeri yaitu :
1. Ketakutan akan timbulnya adiksi
Seringkali pasien, keluarga, bahkan tenaga kesehatanpun mempunyai asumsi akan
terjadinya adiksi terhadap penggunaan analgetik bagi pasien yang mengalami nyeri,
adiksi sering persepsikan sama dengan pengertian toleransi dan ketergantungan fisik.
Ketergantungan fisik adalah munculnya sindrom putus zat akibat penurunan dosis zat
psikoaktif atau penghentian zat psikoaktif secara mendadak. Toleransi adalah kebutuhan
untuk terus meningkatkan dosis zat psikoaktif guna mendapatkan efek yang sama,
sedangkan adiksi adalah suatu perilaku yang merujuk kepada penggunaan yang
berulang dari suatu zat psikoaktif, meskipun telah diketahui adanya efek yang
merugikan.
Ketakutan tersebut akan lebih nyata pada pasien atau keluarga dengan riwayat
penyalahgunaan alkohol atau zat psikoaktif lainnya, mereka biasanya takut untuk
mendapatkan pengobatan nyeri dengan menggunakan analgetik apalagi bila obat itu
merupakan golongan narkotika. Hal ini salah satunya disebabkan oleh minimnya
informasi yang mereka dapatkan mengenai hal itu, sebagai bagian dari tim yang terlibat
dalam pelayanan kesehatan perawat semestinya mempunyai kapasitas yang cukup hal
tersebut diatas.
2. Pengetahuan yang tidak adekuat dalam manajemen nyeri
Pengetahuan yang tidak memadai tentang manajemen nyeri merupakan alasan yang
paling umum yang memicu terjadinya manjemen nyeri yang tidak memadai tersebut,
untuk itu perbaikan kualitas pendidikan sangat diperlukan sehingga tercipta tenaga
kesehatan yang handal, salah satu terobosan yang sudah dilakukan adalah dengan
masuknya topik nyeri dalam modul PBL dalam pendidikan keperawatan, hal ini
diharapkan dapat menjadi percepatan dalam pendidikan profesi keperawatan menuju
kepada perawat yang profesional.
Dalam penanganan nyeri, pengkajian merupakan hal yang mendasar yang menentukan
dalam kualitas penanganan nyeri, pengkajian yang terus menerus harus dilakukan baik
pada saat awal mulai teridentifikasi nyeri sampai saat setelah intervensi, mengingat
nyeri adalah suatu proses yang bersifat dinamik, sehingga perlu dinilai secara berulang-
ulang dan berkesinambungan. Ada beberapa perangkat yang dapat digunakan untuk
menilai nyeri yaitu Simple Descriptive Pain Distress Scale, Visual Analog Scale (VAS),
Pain Relief Visual Analog Scale, Percent Relief Scale serta 0 10 Numeric Pain
Distress Scale , diantara kelima metode tersebut diatas 0 10 Numeric Pain Distress
Scale yang paling sering digunakan, dimana pasien diminta untuk merating rasa nyeri
tersebut berdasarkan skala penilaian numerik mulai angka 0 yang berarti tidak da nyeri
sampai angka 10 yang berarti puncak dari rasa nyeri, sedangkan 5 adalah nyeri yang
dirasakan sudah bertaraf sedang.

PENANGANAN NYERI
1. Manajemen nyeri non farmakologik.
Pendekatan non farmakologik biasanya menggunakan terapi perilaku (hipnotis,
biofeedback), pelemas otot/relaksasi,akupuntur, terapi kognitif (distraksi),
restrukturisasi kognisi, imajinasi dan terapi fisik.
Nyeri bukan hanya unik karena sangat berbeda satu dengan yang lainnya mengingat
sifatnya yang individual, termasuk dalam penanganannya pun kita seringkali
menemukan keunikan tersebut, baik itu yang memang dapat kita terima dengan kajian
logika maupun yang sama sekali tidak bisa kita nalar walaupun kita telah berusaha
memaksakan untuk menalarkannya.
Sebuah kasus ; pernah suatu ketika saya dinas di ruang perawatan penyakit kanker pada
sistem reproduksi/DDS, dimana pasien dengan ca serviks stadium IIIa merasa nyeri
pada kuadran kiri bawah abdomennya, dan dia merasa nyerinya berkurang hanya
dengan menggenggam erat-erat sebuah kerikil warna kelabu !!.
Hal tersebut jelas menggambarkan bahwa kadang-kadang, nyeri itu dapat diselesaikan
tanpa dengan medikasi sama sekali, berikut ini adalah faktor-faktor yang mungkin dapat
menerangkan mengapa nyeri tidak mendapatkan medikasi sama sekali:
a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan staf medis
Petugas kesehatan (dokter, perawat, dsb) seringkali cenderung berpikiran bahwa pasien
seharusnya dapat menahan terlebih dahulu nyerinya selama yang mereka bisa, sebelum
meminta obat atau penangannya, hal ini mungkin dapat dibenarkan ketika kita telah
mengetahui dengan pasti bahwa nyeri itu adalah nyeri ringan, dan itupun harus kita
evaluasi secara komprehensif, karena bisa saja nyeri itu menjadi nyeri sedang atau
bahkan nyeri yang berat, apakah kondisi seperti ini dapat terus dibiarkan tanpa
penanganan? Apakah ketakutan untuk terjadinya adiksi apabila mendapatkan analgetik
dapat menyelesaikan masalah ?
b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien
Pasien adalah manusia yang mempunyai kemampuan adaptif, yang dipengaruhi oleh
faktor biologis, psikologis, sosial, kultural dan spiritual.
Ketika pasien masuk ke dunia rumah sakit sebenarnya ia telah siap untuk menerima
aturan dan konsekuensi di dunia tersebut, sehingga kadang-kadang, karena takut
dianggap tidak menyenangkan oleh petugas atau biar dapat menyenangkan dimata
petugas maka ia akan menahan informasi yang menyatakan bahwa ia sekarang
sedang mengalami nyeri, atau karena kondisi fisiknya yang menyebabkan ia tidak
mampu untuk mengatakan bahwa ia nyeri, pada kondisi CKB misalnya.
Pada beberapa kasus seringkali nyeri ini juga merupakan suatu cara agar ia
mendapatkan perhatian yang lebih dari petugas kesehatan, apalagi apabila ia merasa
sudah melakukan apa yang menjadi kewajibannya sebagai seorang pasien, pada kondisi
ini mungkin ada perbedaan yang mencolok antara pasien kelas III dengan pasien yang
di rawat di VVIP pada kondisi jeis nyeri yang sama.
c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sistem
Sebagian pasien di rumah sakit adalah pasien dengan asuransi, yang telah mempunyai
standart tertentu di dalam paket pelayanan mereka, terkadang pasien membutuhkan obat
yang tidak termasuk dalam paket yang telah ditentukan, sehingga ia harus mengeluarkan
dana ekstra untuk itu, ceritanya menjadi lain ketika ia tidak mempunyai dana ekstra
yang dibutuhkan.

2. Manajemen nyeri dengan pendekatan farmakologik


Umumnya nyeri direduksi dengan cara pemberian terapi farmakologi. Nyeri
ditanggulangi dengan cara memblokade transmisi stimulant nyeri agar terjadi perubahan
persepsi dan dengan mengurangi respon kortikal terhadap nyeri
Adapun obat yang digunakan untuk terapi nyeri adalah :
1. Analgesik Narkotik
Opiat merupakan obat yang paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri pada klien,
untuk nyeri sedang hingga nyeri yang sangat berat. Pengaruhnya sangat bervariasi
tergantung fisiologi klien itu sendiri. Klien yang sangat muda dan sangat tua adalah
yang sensitive terhadap pemberian analgesic ini dan hanya memerlukan dosisi yang
sangat rendah untuk meringankan nyeri (Long,1996).
Narkotik dapat menurunkan tekanan darah dan menimbilkan depresi pada fungsi
fungsi vital lainya, termasuk depresi respiratori, bradikardi dan mengantuk. Sebagian
dari reaksi ini menguntungkan contoh : hemoragi, sedikit penurunan tekanan
darah sangan dibutuhkan. Namun pada pasien hipotensi akan menimbulkan syok akibat
dosis yang berlebihan.
2. Analgesik Lokal
Analgesik bekerja dengan memblokade konduksi saraf saat diberikan langsung ke
serabut saraf.
3. Analgesik yang dikontrol klien
Sistem analgesik yang dikontrol klien terdiri dari Infus yang diisi narkotik menurut
resep, dipasang dengan pengatur pada lubang injeksi intravena. Pengandalian analgesik
oleh klien adalah menekan sejumlah tombol agar masuk sejumlah narkotik. Cara ini
memerlukan alat khusus untuk mencegah masuknya obat pada waktu yang belum
ditentukan. Analgesik yang dikontrol klien ini penggunaanya lebih sedikit dibandingkan
dengan cara yang standar, yaitu secara intramuscular. Penggunaan narkotik yang
dikendalikan klien dipakai pada klien dengan nyeri pasca bedah, nyeri kanker, krisis sel.

4. Obat obat nonsteroid


Obat obat nonsteroid antiinflamasi bekerja terutama terhadap penghambatan sintesa
prostaglandin. Pada dosis rendah obat obat ini bersifat analgesic. Pada dosis tinggi,
obat obat ini bersifat antiinflamatori sebagai tambahan dari khasiat analgesik. Prinsip
kerja obat ini adalah untuk mengendalikan nyeri sedang dari dismenorea, arthritis dan
gangguan musculoskeletal yang lain, nyeri postoperative dan migraine. NSAID
digunakan untuk menyembuhkan nyeri ringan sampai sedang.
3. Prosedur invasif
Prosedur invasif yang biasanya dilakukan adalah dengan memasukan opioid ke dalam
ruang epidural atau subarakhnoid melalui intraspinal, cra ini dapat memberikan efek
analgesik yang kuat tetapi dosisnya lebih sedikit. Prosedur invasif yang lain adalah blok
saraf, stimulasi spinal, pembedahan (rhizotomy,cordotomy) teknik stimulasi, stimulasi
columna dorsalis.
BAB II
RUANG LINGKUP

Dilaksanakan di
1. IGD
2. Rawat inap
3. Rawat jalan
BAB III
TATA LAKSANA

1. Pasien yang datang ke rumah sakit (rawat inap, IGD) diperiksa oleh dokter baik
dokter spesialis menganalisis dan mengobservasi perkembangan penyakit pasien
setelah mendapatkan pelayanan tindakan medis dan obat-obatan
2. Dokter dan perawat akan membantu pasien mengurangi rasa nyeri bahkan
menghilangkannya dengan obat-obatan
3. Terlebih dahulu dokter harus menjelaskan kepada pasien untuk memberikan obat
apa yang dapat menghilangkan rasa nyeri tersebut
4. Bila menolak pasien dan keluarge mengisi informed consent penolakan
5. Bila nyeri tersebut masih ada setelah pemberian obat-obatan dengan sudah
dilakukan observasi maka dokter mengkomunikasikan kembali kepada pasien dan
keluarga untuk lebih baik di rawat inap. Bila nyeri hilang, maka pasien diijinkan
pulang
BAB IV
DOKUMENTASI

DAFTAR PUSTAKA
1. http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/11/manajemen-nyeri/ diakses tanggal 08
januari 2013
2. http://hazrina-indahnyaberbagi.blogspot.com/2012/03/manajemen-nyeri-kdm.html
diakses 08 januari 2013

You might also like