Professional Documents
Culture Documents
KEJANG DEMAM
A. Pengertian
1) Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di
atas 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997: 229)
2) Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara (Hudak and Gallo,1996)
3) Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan
demam (Walley and Wongs edisi III,1996)
4) Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu tubuh
rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk.
2000: 434)
5) Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan
oleh kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)
6) Kejang demam adalah gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang ditandai
dengan demam (Wong, D.T. 1999: 182)
7) Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan
suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and
Gallo,1996)
8) Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam
(Walley and Wongs edisi III,1996)
9) Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut
kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada
infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 38o C yang sering di jumpai pada usia anak
dibawah lima tahun.
B. Etiologi
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley and Wong (1995:
1929)
a. Demam itu sendiri yaitu demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada
suhu yang tinggi.
b. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
c. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
d. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati
toksik sepintas.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang
demam cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam
C.Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat
dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses ini adalah oksidasi
dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sestem kardiovaskuler.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali
ion klorida (Cl-). Akibatnya konentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di
luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan
potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp ase yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang
ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan
metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion
kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh
sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut neurotransmitter dan terjadi
kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38o C dan
anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih, kejang yang
berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur
dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229)
D. Manifestasi Klinik
Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-
klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun
untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa
adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang
unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todds hemiplegia) yang berlangsung
beberapa jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang
menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43)
E. Klasifikasi
yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa
kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan
kelainan.
2. Kejang kompleks
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone.
Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai dengan kejang yang
berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak
sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam
riwayat keluarga.
F. Komplikasi
Menurut Lumban tobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-
850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat
yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk
ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Komite Medik RSUP Dr. sardjito ( 2000:193) dan Lumbantobing dan Ismail (1989 :43),
pemeriksaannya adalah :
1) EEG-->Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan
likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan kejang demam
kompleks.
2) Lumbal Pungsi
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor.
Tes ini dapaat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak.
o Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan lumbal pungsi
o Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
H. Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah (1997: 232-235) dan Hassan & Alatas (195: 850-854) ada 4 faktor yang perlu
dikerjakan
a. Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila
terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 - 4 ml/kg BB secara intravena
dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 - 80 ml/kg
secara intravena. Pemberian Ca - glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung
karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai
kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak
10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
b. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg
SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 6 ml.
Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant
dapat muncul.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang
pada BBL dengan alasan efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang
berikutnya. Disamping itu pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi
pusat pernafasan karena zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat
menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah
I. Pencegahan
Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan kekambuhan berulang
dan penegahan segera saat kejang berlangsung.
1. Pencegahan berulang
b. Penkes tentang
KEJANG DEMAM
1. Pengkajian
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya
dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda
misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot
lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.
2) Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan
penurunan nadi dan pernafasan
3) Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan, peka rangsangan.
5) Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
6) Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra
2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi
otot.
2) Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular
3) Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
4) Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
5) Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Diagnosa 1
Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi
otot.
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan umum, sebelum,
selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi.
Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari trauma
atau kejang.
Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti
compulsan
Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular
Tujuan
Kriteria hasil
Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam
batas normal
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan
penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi
Diagnosa 3
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres dingin pda daerah
dahi dan ketiak.
Diagnosa 4
Tujuan
Kriteria hasil
Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
Intervensi
Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien dalam
pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.
Diagnosa 5
Tujuan
Kriteria hasil
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi
tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan
pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan pada
keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam setiap
tindakan pada klien.
RSU Dr.M.HAULUSSY
AMBON
A. Pengkajian
I. Identitas Pasien
Nama : a/ A
Umur : 5 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Soabali
III. Data
a. Pemeriksaan fisik
K/U : Lemah
Tonus otot : Lemah
Tremor : Ada gerakan abnormal
Airway : Tidak ada sumbatan jalan napas
Breatihing : Pola napas baik
Circulation : Nadi lemah, TD menurun (90/60 mmHg)
Disability : Dilirium
Exposure : Tidak Ada memar,fraktur,luka dan bengkak
Full Vital Sign :
TD : 90/60 mmHg
Suhu : 38,60C
Nadi : 95 x / menit
Pernapasan : 20 x / menit
Data Subjektif
Keluarga Mengatakan :
Anaknya :
Data Objektif
o KU lemah
o Kesadaran Dilirium
o TTV
TD : 90/60 mmHg
Suhu : 38,60C
Nadi : 95 x / menit
Pernapasan : 20 x / menit
o Perubahan tonus otot
o Gerakan Abnormal
a. Diagnosa Keperawatan
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat mobilisasi,tingkat kerusakan 1. Mengetahui tingkat
mobilsasi serta latih klien dalam mobilisasi,kerusakan
mobilisasi sesuai kemampuan klien dan mobilisasi,serta dapat membantu
libatkan keluarga dalam pemenuhan klien dalam pemenuhan kebutuhan
kebutuhan klien sehari-hari
c. Tujuan Tindakan
1) Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
2) Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan
keamanan lingkungan
3) Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
e. Evaluasi diri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka evaluasi hasil yang di harapkan adalah :
1. Depkes RI. 1989. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan.
5. Sataf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2000. Buku Kuliah Dua Ilmu Kesehatan
7. Hidayat, aziz alimun. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba