You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS PARU

I. Pengertian
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan
organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi
hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini
berukuran 0,3 x 2 sampai 4 m, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.

II. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri
atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam
dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil
mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar
kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya
dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan
mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh
mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang
kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post
primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan
ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
III. Patofisiologi
Port de entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi
melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-
kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri
dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran
hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada
dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian
atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak
membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak
ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit
atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju
ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang
dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.

IV. Patogenesis
Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui
udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mendukung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat
masuk utama bagi jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara
sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya limfosit T) adalah sel
imunosupresifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya local, melibatkan makrofag yang
diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya . Respon ini disebut sebagai
reaksi hipersensitivitas.
V. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang mempunyai
banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti
lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan
gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-
hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik, meliputi:


a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta
malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga
timbul menyerupai gejala pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan
ciri-ciri sebagai berikut :

1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi

VI. Pengobatan dan Prinsip-Prinsip Kemoterapi.


Pengobatan tuberculosis terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam
jangka waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya
penyakit klinis pada seorang yang sudah terjangkit infeksi. Agar pengobatan dapat
berjalan efektif obat yang diberikan harus mamapu mengganggu fungsi vital kuman
tuberculosis tanpa membahayakan klien, Stead dan Bates (1983) menekankan bahwa
pilihan terapi harus dipandu oleh prinsip-prinsip yang sudah diakui kebenarannya
adapun prinsip-prinsip tersebut adalah :
1. Obat terpilih harus merupakan obat terhadap mana basil masih peka.
2. Bahkan dalam suatu populasi basil yang umumnya masih peka, perubahan alami
kearah resisten timbul pada setiap 1 dari 100.000 sampai 1juta organisme.
3. Obat-obatan bakterisidal lebih disukai.
4. Jika pengobatan yang diberikan kelihatan gagal maka penambahan satu macam obat
lain hanya akan mengundang datangnya bencana.
5. Terapi harus dilanjutkan cukup lama untuk eradikasi basil dalam tubuh.
6. Semua obat harus diminum sebelum makan pagi dan dalam dosis tunggal agar
dicapai suatu konsentrasi gabungan puncak yang memberikan efek maksimal
terhadap basil.

VII. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan
riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu
faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:

a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:


1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan
positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:


1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.

b. Bekas TB Paru dengan kriteria:


a. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
c. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang
tidak berubah.
d. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

VIII. Test Diagnostik


Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar.
Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan
lain-lain.

IX. Pencegahan dan Pengendalian


Program-program kesehatan masyarakat sengaja dirancang untuk mendeteksi
kasus-kasus dan menemukan sumber infeksi secara dini. Terapi pencegahan TBC
dengan obat antimikroba merupakan sarana yang efektif untuk mengontrol penyakit.
Hal ini merupakan tindakan preventif yang ditujukan baik untuk mereka yang sudah
terinfeksi maupun masyarakat pada umumnya.
Eradikasi TBC dilakukan dengan menggabungkan kemoterapi yang efektif,
identifikasi segera dan tindak lanjut pada orang yang mengalami kontak dengan
penyakit ini , dan terapi kemoprofilaktik pada kelompok-kelompok dalam populasi
yang beresiko tinggi.
II. Asuhan Keperawatan
A. Dasar data pengkajian klien
Data tergantung pada tahap poenyakit dan derajat yang terkena.
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja,
kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari,
menggigil atau berkeringat, mimpi buruk.
Tanda : Takhikardia, takhipnu/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan
sesak (tahap lanjut).
2. Integritas EGO
Gejala : Adanya /factor stress lama, masalah keuangan, rumah, perasaan tdk
berdaya/ tdk ada harapan.
Tanda : Menyangkal, ansietas, ketakutan dan mudah terangsang.
3. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat
badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang
lemak subkutan.
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda : Berhati-hati pada area sakit, perilaku distraksi, gelisah.


5. Pernapasan
Gejala : Batuk produktif atau tidak, nafas pendek, riwayat TBC/terpajan pada
individu terinfeksi.
Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan, pengembangan pernapasan tidak
simetris, perkusi pekak dan penurunan fremitus, karakteristik
sputum (hijau,/purulen, mukoid kuning atau bercak darah),
deviasi tracheal, tdk perhatian, mudah terangsang yang nyata,
perubahan mental (tahap lanjut.
6. Keamanan
Gejala : Adanya kondisi penekanan imun.

Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut.


7. Interaksi social
Gejala : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan pola
biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisikuntuk
melaksanakan peran.
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum/status kesehatan
buruk, gagal untuk membaik, tidak berpartisipasi dalam terapi.

B. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kultur sputum
2. Tes kulit.
3. Elisa/Western Blot
4. Foto thorak
5. Histologi atau kultur jaringan
6. Biopsi jarum pada jaringan paru
7. Elektrosit
8. GDA
9. Pemeriksaan fungsi paru.

C. Diagnosa Keperawatan
1). Risiko tinggi infeksi (penyebaran/aktivasi ulang) berhubungan
dengan:
- Pertahanan primer tdk adequate
- Kerusakan jaringan/ tembahan infeksi
- Penurunan pertahanan/penekanan proses inflamasi
- Malnutrisi
- Terpajan lingkungan
- Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
- Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko
penyebaran infeksi.
- Menunjukkan teknik/melakukan perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :
1. Kaji patologi penyakit
Rasional : membantu klien menyadari/menerima perlunya mematuhi
program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang/komplikasi.
2. Identifikasi orang lain yang beresiko
Rasional : Orang ini perlu program terapi obat untuk mencegah
penyebaran/terjadinya infeksi.
3. Anjurkan klien untuk batuk dan bersin dan mengeluarkan pada
tissue dan menghindari meludah disembarang tempat..
Rasional : Perilaku ini diperlukan untuk mencegah penyebaran
infeksi..
4. Awasi suhu sesuai indikasi
Rasional : Reaksi demam merupakan indicator adanya infeksi
lanjut.
5. Kolaborasi dalam pemberian pengobatan antiinfeksi sesuai
indikasi.
6. dan lain-lain.

2). Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan :


- Sekret kental/darah
- Kelemahan, upaya batuk buruk
- Edema tracheal/faringeal
Ditandai dengan :
- Frekuensi pernapasan, irama, kedalam tidak normal
- Bunyi nafas tidak normal dan dispnea.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
- Mempertahankan jalan nafas klien
- Mengeluarkan secret tanpa bantuan
- Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersihan
jalan nafas
- Berpartisipasi dalam program pengobatan
- Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi :
1. Kaji fungsi pernafasan
Rasional : Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan Atelektasis
dan kelainan bunyi nafas lainnya.
2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif
Rasional : Pengeluaran sulit bila secret sangat tebal. Sputum berdarah
kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronchial
dan dapat memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
3. Berikan klien posisi semi atau Fowler tinggi. Bantu klien untuk
batuk dan latihan nafas dalam.
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan.
4. Kolaborasi dalam pemberian udara lembab/oksigen inspirasi
Rasional : mencegah pengeringan membran mukosa, membantu
pengenceran secret.
5. Kolaborasi dalam pemberian obat mukolitik, bronkhodilator dan
kortikosteroid
Rasional : Mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan
secret paru untuk memudahkan pembersihan.
Bronkhodilator untuk meningkatkan ukuran lumen percabangan
trakheobronkhial dan kortikosteroid berguna pada adanya keterlibatan luas
dengan hipoksemia dan bilarespon inflamasi mengancam hidup.
6. dan lain-lain.

3). Resiko terhadap gangguan pertukaran gas berhubungan dengan


:
- Penurunan permukaan efektif paru, atelektasis
- Kerusakan membran alveolar-kapiler
- Secret kental, tebal dan adanya edema bronchial.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
- Melaporkan tidak adanya/penurunan dispnea
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan
- Bebas dari gejala distress pernapasan.
Intervensi :
1. Kaji adanya gangguan bunyi /pola nafas dan kelemahan
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil
bronchopneumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis, effusi pleura
dan fibrosis luas.
2. Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan Bantu aktivitas
perawatan diri sesuai keperluan.
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode
penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
3. Berikan tambahan oksigen yang sesuai.
Rasional : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi
sekunder terhadap penurunan ventilasi/menurunnya penurunan alveolar
paru.
4. dan lain-lain.

4). Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan :
- Kelemahan
- Sering batuk/produksi sputum
- Anoreksia
- Ketidakcukupan sumber keuangan
Ditandai dengan ;
- Berat badan dibawah 10 20% ideal untuk bentuk tubuh dan berat.
- Melaporkan kurang tertarik pada makanan
- Tonus otot buruk
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
- Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi.
- Melakukan prilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi :
1. Catat status nutrisi klien
Rasional : berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya masalah dan
piliha intervensi yang tepat.
2. Pastikan pola diet biasa klien yang disukai dan yang tidak
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan
khusus.
3. Dorong makan sedikit dan sering dengan diet TPK
Rasional : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang
tidak perlu.
4. Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan
untuk membagi dengan klien kecuali kontra indikasi.
Rasional : Membuat lingkungan social lebih normal selama makan dan
membantu memenuhi kebutuhan personal dan cultural.
5. Kolaborasi dengan ahli diet untuk menentukan komposisi diet
Rasional : Memeberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan
nutrisi adequate untuk kebutuhan metabolic dan diet.
6. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik tepat sesuai indikasi.
Rasional ; Demam meningkatkan kebutuhan metabolic dan juga
konsumsi kalori.
7. dan lain-lain.

5). Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi,


aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan :
- Kurang terpajan pada/salah interpretasi informasi
- Keterbatasan kognitif
- Tidak akurat/tidak lengkap informasi yang ada.
Ditandai dengan :
- Permintaan informasi
- Menunjukkan kesalahan konsep tentang status kesehatan
- Kurang atau tidak akurat mengikuti instruksi/perilaku
- Menunjukkan atau memperlihatkan perasaan terancam.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
- Menyatakan pemahaman prosespenyakit/prognosis dan kebutuhan
pengobatan
- Melakukan prilaku/perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan
umum dan menurunkan resiko pengaktifan ulang TB
- Mengidentifikasi gejala yang membutuhkan evaluasi/intevensi
- Menggambarkan rencana untuk menerima perawatan kesehatan
adequate.

Intevensi :
1. Kaji kemampuan klien untuk belajar
Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik serta
ditingkatkan pada tahapan individu.
2. Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawat
Rasional : Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang
penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
3. Tekankan pentingnya mempertahankan nutrisi dan cairan adekuat
Rasional :Memenuhi kebutuhan metabolic membantu meminimalkan
kelemahan dan meningkatkan penyembuhan. Cairan dapat
mengeluarkan/mengencerkan secret.
4. Dorong untuk tidak merokok
Rasional : Meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TB,
tetapi meningkatkan disfungsi pernapasan/bronchitis.
5. dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jakarta: UI
Crofton John dkk, ( 2008 ). Tuberkolosis Klinis Edisi 2, Widya
Medika, Jakarta

DepKes RI, ( 2008 ) Pedoman Nasional penanggulangan


Tuberkolosis Paru edisi 2, Jakarta

Genis Ginanjar Wahyu, ( 2008 ). Panduan praktis mencegah dan


menangkal TBC pada anak, Dian Rakyat, Jakarta

Laban Yohanes Y, ( 2008 ). Tuberkolosis Paru dan cara


pencegahannya, Penerbit Kanisius, Yokjakarta

Misnadiarly, ( 2006 ),Penyakit TB paru dan Ektra Paru, Mengenal,


Mencegah , Menanggulangi TBC paru pada anak dan kehamilan,
Pustaka Populer Obor, Jakarta

Notoatmodjo Soekidjo, ( 2005 ). Promosi Kesehatan Aplikasi dan


Praktek, Rineka Cipta, Jakarta

You might also like