Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
dr. Norman Max
dr. Raja Marudut Simatupang
dr. Frans Tua Rumahorbo
dr. Rafika Maharani
dr. Anggreiny Tumimomor
Pendamping:
dr. Yohannie Irma Hosio
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas segala nikmat, karunia, dan rahmat yang
diberikan Tuhan Yang Maha Esa dalam menempuh Internship di Puskesmas Remu
Kota Sorong. Atas ridho-Nya pula, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas
penulisan Mini Project dengan judul Hubungan Pemberian ASI Eksklusif
terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi di
Puskesmas Remu untuk memenuhi salah satu syarat program Internship di
Puskesmas Remu, Kota Sorong, Papua Barat.
Terima kasih kami ucapkan kepada :
1. H. M. Noor Islam, SE, SKM, MM selaku Kepala Puskesmas Remu
Kota Sorong .
2. Dr. Dewi Ayu Rinjani sebagai dokter pendamping Puskesmas Remu
Kota Sorong .
3. Rekan-rekan paramedis yang telah membantu pengerjaan mini project.
4. Kedua orang tua dengan segala curahan kasih sayang, restu, dan
dukungan kepada penulis.
5. Rekan rekan dokter Internship.
6. Para ibu yang mau menjadi responden mini project ini.
Demikian, agar Mini Project ini bisa bermanfaat bagi yang membacanya.
Penulis
2
ABSTRAK
Hasil penelitian menunjukkan 42% bayi diberikan ASI eksklusif dan 58%
bayi tidak diberikan ASI. Didapatkan kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas
Remu Kota Sorong , sebesar 90% (30% mengalami ISPA sebanyak 2 kali dalam
setahun dan 60% mengalami ISPA 2 kali dalam setahun) sedangkan yang tidak
mengalami ISPA sebesar 10%. Berdasarkan analisis uji Chi square diapatkan nilai
p=0,008 yang menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara pemberian ASI
eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi.
Kata kunci: infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), ASI eksklusif, bayi.
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
ABSTRAK..........................................................................................................................3
DAFTAR ISI.......................................................................................................................4
1. PENDAHULUAN........................................................................................................6
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................6
1.2.Pernyataan Masalah................................................................................................8
1.3.Tujuan.....................................................................................................................8
1.4.Manfaat...................................................................................................................8
2. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................9
A. ISPA.........................................................................................................................9
2.1.Definisi...................................................................................................................9
2.2.Epidemiologi...........................................................................................................9
2.3.Etiologi.................................................................................................................10
2.4.Klasifikasi.............................................................................................................10
2.5.Faktor Risiko.........................................................................................................11
2.6.Manifestasi Klinis.................................................................................................14
2.7.Diagnosis..............................................................................................................15
2.8.Penatalaksanaan....................................................................................................15
2.9.Pencegahan...........................................................................................................17
B. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif................................................................................17
3. METODE....................................................................................................................21
3.1. Desain Penelitian.................................................................................................21
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................................21
3.3. Populasi dan sampel...........................................................................................21
3.4 Metode Pengumpulan Data.................................................................................21
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data...............................................................22
4
4. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................23
4.1.Puskesmas.............................................................................................................23
4.2.Deskripsi Karakteristik Sampel............................................................................28
4.3.Pembahasan..........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
5
BAB I
PENDAHULUAN
Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif mempunyai peranan penting
untuk menunjang pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, dan pemenuhan nutrisi
pada bayi. ASI eksklusif diberikan kepada bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan
6
tanpa diberikan makanan tambahan apapun. Setelah itu, baru kemudian bayi harus
diberi makanan pendamping yang bergizi dan tetap menyusu sampai bayi berusia
dua tahun atau lebih. Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif, baik
bagi ibu maupun bayinya. Bagi ibu, memberikan ASI tidak hanya bermanfaat
untuk menjalin kasih sayang , tetapi juga dapat mengurangi perdarahan setelah
melahirkan, mempercepat pemuihan kesehatan ibu, menunda kehamilan, hingga
mengurangi risiko terkena kanker payudara. ASI sendiri mengandung banyak
faktor kekebalan yang bermanfaat terhadap pencegahan dari berbagai macam
penyakit.4
7
yang berobat karena ISPA pada tahun 2016 sebanyak 5923 orang. Hal ini
menempatkan ISPA sebagai urutan pertama dalam daftar 10 penyakit terbanyak
yang diobati di Puskesmas pada tahun 2015.12 Saat ini belum terdapat penelitian
mengenai faktor apa saja yang menyebabkan tingginya kasus ISPA di Puskesmas
Remu Kota Sorong.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Remu Kota Sorong .
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Penulis
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan penulis
lebih mendalam tentang hubungan faktor risiko ISPA terhadap kejadian
ISPA khususnya pemberian ASI eksklusif.
8
Sorong yang bisa meningkatkan angka frekuensi pemberian ASI eksklusif
pada bayi, sehingga dapat menurunkan angka kejadian ISPA.
1.4.2 Manfaat bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya bagi ibu-ibu
tentang ISPA dan manfaat pemberian ASI eksklusif pada bayi, dan
menambah pengetahuan masyarakat tentang hubungan pemberian ASI
eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
10
2.3 Etiologi
ISPA merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Etiologi ISPA meliputi lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.
Bakteri penyebab ISPA terbanyak dari genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella, dan Corinebacterium. Virus
penyebab ISPA antara lain dari golongan Myxovirus, Adenovirus,
Coronavirus, Picornavirus, dan lain-lain. Kebanyakan ISPA disebabkan oleh
virus. 1,16
2.4. Klasifikasi
Berasarkan lokasi anatomi terkena infeksi, ISPA dibagi menjadi:
11
- Pneumonia berat, apabila terdapat gejala batuk dan/atau sukar
bernapas disertai adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam (chest indrawing).
12
napas yang relatif sempit.17
b. Jenis kelamin
Suatu studi menyebutkan laki-laki lebih banyak mengalami ISPA
daripada perempuan.18 Tetapi dalam Riskesdas disebutkan tidak terdapat
perbedaan angka kejadian ISPA pada laki-laki maupun perempuan. 1
Terdapat sedikit perbedaan anatomi saluran napas antara anak laki-laki
maupun perempuan, namun hal ini tidak mempengaruhi kejadian
ISPA.17
c. Berat lahir
ISPA cenderung terjadi pada balita dengan riwayat berat badan lahir
rendah (BBLR) dibandingkan dengan balita tanpa riwayat BBLR. 22
Bayi BBLR memiliki sistem pertahanan tubuh yang belum sempurna
yang mengakibatkan bayi BBLR memiliki daya tahan tubuh yang
rendah. Selain itu, bayi BBLR juga memiliki pusat pengaturan
pernapasan yang belum sempurna, surfaktan paru yang masih kurang
jumlahnya, otot-otot pernapasan dan tulang iga yang masih lemah. Bayi
BBLR juga mudah mengalami infeksi paru dan gagal napas.19
d. Status gizi
Status gizi menggambarkan baik atau buruknya konsumsi zat gizi
seseorang. Zat gizi diperlukan untuk pembentukan sistem kekebalan
tubuh seperti antibodi. Semakin baik status gizi seseorang, maka
semakin baik sistem kekebalan tubuhnya. Infeksi saluran pernapasan
akut yang disebabkan virus sangat dipengaruhi oleh sistem kekebalan
tubuh. Bila sistem kekebalan tubuh baik, maka seseorang akan kebal
terhadap serangan virus. Selain itu, kesembuhan dari penyakit akibat
serangan virus juga akan lebih cepat. Anak dengan malnutrisi juga lebih
sering mengalami ISPA dibandingkan dengan anak dengan gizi yang
baik.17
e. Status Imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap cenderung
lebih sering mengalami ISPA. Kebanyakan kasus ISPA pada anak
13
terjadi akibat komplikasi dari campak yang merupakan faktor risiko
yang dapat dicegah dengan imunisasi. Namun, kemampuan tubuh untuk
menangkal suatu penyit masih dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
lain seperti faktor genetik dan kualitas vaksin.18
f. Pendidikan
Kurangnya pengetahuan di masyarakat akan gejala dan upaya
penanggulangan ISPA dan bagaimana pencegahan agar tidak mudah
terserang penyakit ISPA menyebabkan masih banyak kasus ISPA yang
dapat ke sarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat.20
g. Pemberian ASI eksklusif
Pemberian ASI secara eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan merupakan
langkah yang efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan gizi dan
memberikan perlindungan bagi bayi dari serangan infeksi khususnya
ISPA.21 ASI mengandung banyak faktor kekebalan dan bermanfaat
terhadap pencegahan ISPA terutama sejak pemberian ASI di awal
kehidupan bayi hingga bayi berusia 6 bulan, salah satunya adalah
imunoglobulin. Imunoglobulin yang banyak ditemukan pada saluran
cerna dan saluran napas adalah imunoglobulin A (IgA). 21 Selama
minggu pertama kehidupan (4-6 hari) payudara ibu akan menghasilkan
kolostrum, yaitu ASI awal yang banyak mengandung zat-zat kekebalan
tubuh (imunoglobulin, komplemen, lisozim, laktoferin, dan sel-sel
leukosit) yang sangat penting untuk melindungi bayi dari serangan
infeksi.21
Bayi yang diberi ASI eksklusif cenderung tidak pernah mengalami ISPA
sedangkan bayi yang mendapatkan ASI non-eksklusif cenderung lebih
sering mengalami ISPA.21 Risiko anak yang diberi ASI tidak secara
eksklusif lebih besar dibandingkan dengan anak yang diberi ASI secara
eksklusif.21 Kematian akibat penyakit saluran pernapasan 2-6 kali lebih
banyak pada bayi yang diberi susu formula dibandingkan dengan bayi
yang mendapat ASI.21
14
3. Faktor lingkungan
Keadaan fisik sekita rmanusia berpengaruh terhadap kesehatan manusia,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada beberapa faktor dari
lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan, meliputi udara,
kelembapan, air, dan pencemaran udara. ISPA termasuk air-borne disease
yang merupakan penyakit yang penularannya melalui udara yang tercemar
dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan.22 Karena itu,
secara epidemiologi, udara mempunyai peranan yang besar pada transmisi
penyakit infeksi saluran pernapasan. Selain itu, faktor dari lingkungan
yang meningkatkan risiko terjadinya kejadian ISPA adalah asap yang
dihasilkan pabrik, asap kendaraan bermotor, asap dari perokok, asap dari
bahan bakar yang digunakan untuk memasak, kurangnya ventilasi di
rumah, suhu ruangan rumah di bawah 18C atau di atas 30C, kepadatan
hunian rumah, penggunaan antinyamuk, dan partikel debu di sekitar
tempat tinggal.22
15
umur 2 - <12 bulan dengan frekuensi napas 50 kali per menit atau
lebih, dan pada kelompok umur 12 bulan - <5 tahun dengan frekuensi
napas 40 kali per menit atau lebih.
b. Suhu badan lebih dari 39C
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Telinga sakit atau mengeluarkan cairan dari lubang telinga
e. Pernapasan berbunyi seperti mengorok / mendengkur
3. Gejala ISPA Berat
4. Seorang bayi/balita dinyatakan menderita ISPA berat jika ditemukan
gejala ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut:
a. Bibir atau kulit membiru
b. Kesadaran anak menurun
c. Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
d. Sela iga tertarik ke dalam saat bernapas
e. Nadi lebih cepat dari 160 kali per menit atau tidak teraba
f. Pernapasan cuping hidung 22
2.7. Diagnosis
Diagnosis etiologi ISPA pada bayi/balita cukup sulit ditegkkan karena
pengambilan dahak sulit dilakukan. Prosedur pemeriksaan imunologi pun
belum bisa memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan penyebab
ISPA. Pemeriksaan darah dan pembiakan spesimen fungsi atau aspirasi paru
bisa dilakukan untuk diagnosis penyebab ISPA. Cara ini cukup efektif untuk
menentukan etiologi ISPA. Namun cara ini dianggap prosedur yang
berbahaya dan bertentangan dengan etika. Dengan pertimbangan ini,
diagnosis etiologi penyebab ISPA di Indonesia didasarkan pada hasil
penelitian asing (melalui publikasi WHO) bahwa Streptococcus pneumoniae
dan Haemophylus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada
penelitian etiologi di negara berkembang, sedangkan di negar amaju
seringkali disebabkan oleh virus. Diagnosis ISPA ditegakkan berdasarkan
gejala yang timbul pada bayi/balita seperti yang telah dijelaskan pada uraian
16
manifestasi klinis di atas.22
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISPA dikembangkan melalui suatu Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS). Melalui MTBS ini msemua penderita ISPA
langsung ditangani di unit yang menemukan. Namun, bila kondisi bayi/balita
sudah berada dalam pneumonia berat, sedangkan peralatan tidak mencukupi
maka penderita langsung dirujuk ke unit dengan fasilitas yang lebih lengkap.
Pengobatan ISPA dilaksanakan berdasarkan klasifikasi ISPA sebagaimana
diuraikan secara ringkas pada bagan berikut.
17
Gambar 2. Tatalaksana ISPA pada bayi/balita usia 2 bulan - <5 tahun
2.9. Pencegahan
1. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana melalui kegiatan ini
diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-
hal yang dapat meningkatkan faktor risiko ISPA. Penyuluhan dapat
berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI eksklusif, penyuluhan
imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan
18
kesehatan lingkungan rumah, atau penyuluhan bahaya rokok.
2. Imunisasi lengkap
3. Usaha di bidang gizi dengan tujuan mengurangi malnutrisi.
4. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi BBLR.
5. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani
masalah polusi di dalam maupun di luar rumah.22
19
a. Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh
kelenjar mammae, mengandung tissue debris dan residual material yang
terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar mammae. Kolostrum
mulai disekresikan dari hari ke-1 sampai hari ke-4 setelah melahirkan.
Kolostrum bersifat viscous dengan warna kekuning-kuningan, lebih
kuning daripada ASI matur. Kolostrum juga merupakan pencahar yang
ideal untuk membersihkan mekonium dari usus bayi yang baru lahir dan
mempersiapkan saluran pencernaan bayi terhadap makanan yang akan
datang.4
Kolostrum mengandung lebih banyak protein serta antibodi
(untuk memberikan perlindungan pada bayi sampai umur 6 bulan)
daripada ASI matur, kadar karbohidrat dan lemak yang lebih rendah
daripada ASI matur. Mineral, terutama natrium, kalium dan klorida lebih
tinggi daripada ASI matur. Total energi yang lebih rendah daripada ASI
matur, yaitu hanya 58 Kal / 100 mL. Vitamin yang larut dalam lemak
lebih tinggi dan vitamin yang larut dalam air lebih rendah daripada ASI
matur. ASI yang mengandung kolostrum akan menggumpal jika
dipanaskan serta pH lebih alkalis daripada ASI matur. Kolostrum
mengandung tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis protein dalam usus
bayi menjadi kurang sempurna agar kadar antibodi lebih banyak pada
bayi. Volumenya berkisar 150-300 mL / 24 jam.4
b. ASI masa peralihan
ASI ini merupakan peralihan dari kolostrum sampai menjadi
ASI matur yang disekresikan dari hari ke-4 sampai hari ke-10 pada masa
laktasi. Kadar protein makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan
lemak makin tinggi. Volume ASI pada masa peralihan semakin
meningkat.4
c. ASI matur
ASI matur merupakan ASI yang disekresikan pada hari ke-10
dan seterusnya. Komposisinya relatif konstan. Ibu yang sehat dengan
20
produksi ASI cukup dapat memberikan ASI sebagai satu-satunya
makanan yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai usia 6 bulan.
ASI matur berwarna putih kekuning-kuningan karena mengandung
garam Ca-caseinat, riboflavin, dan karoten. ASI matur tidak
menggumpal jika dipanaskan dan mengandung antimikrobial lain,
seperti:
- Antibodi terhadap bakteri dan virus
- Komplemen
- Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan adanya
faktor bifidus.4
d. Hormon-hormon
Laktoferin merupakan suatu iron binding protein yang bersifat
bakteriostatik kuat terhadap Escherichia coli serta Candida Albicans.
Lactobacillus bifidus merupakan koloni kuman yang memetabolisir
laktosa menjadi asam laktat yang menyebabkan rendahnya pH sehingga
pertumbuhan kuman patogen akan terhambat. Imunoglobulin
memberikan mekanisme pertahanan yang efektif terhadap bakteri dan
virus (terutama IgA) dan bila bergabung dengan komplemen dan
lisozim merupakan suatu antibakterial yang langsung terhadap
Escherichia coli. Faktor lisozim dan komplemen ini adalah suatu
antibakterial nonspesifik yang mengatur pertumbuhan flora di usus.4
21
ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan yang akan
melindungi bayi dari serangan virus, bakteri, parasit, dan jamur. Kolostrum
mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari ASI matur. Zat kekebalan
tersebut akan melindungi bayi dari penyakit diare. ASI juga akan menurunkan
kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit
alergi. Bayi yang diberi ASI secara eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit
dibandingkan bayi yang tidak mendapat ASI secara eksklusif.4
22
BAB III
METODE PENELITIAN
23
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.5.1. Pengolahan Data
Semua data dikumpulkan, dicatat, dan dikelompokkan lalu
dimasukkan ke komputer dan selanjutnya diolah dengan menggunakan
program SPSS.
3.5.2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Data yang diperolah dari hasil pengumpulan data disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi, yaitu tabel distribusi frekuensi
ISPA dan tabel distribusi frekuensi pemberian ASI eksklusif.
b. Analisis Bivariat
Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen disajikan dalam bentuk tabel, lalu dianalisis
dengan uji statistik Chi-square. Pengambilan keputusan statistik
dilakukan dengan membandingkan nilai P value dengan nilai
0,05. Bila nilai P value < nilai 0,05 maka terdapat hubungan
bermakna (signifikan) antara variabel independen dan dependen,
sedangkan bila nilai P value > nilai 0,05 maka tidak terdapat
hubungan bermakna (signifikan) antara variabel independen dan
variabel dependen.
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas
1. Keadaan Geogarafi
a. Luas Wilayah dan Letak
Wilayah Puskesmas Remu Kota Sorong Kecamatan Timur mempunyai
luas 47 Km Wialayah ini berbatasan dengan :
- Sebelah Utara : Wilayah Puskesmas Astambul
- Sebelah Selatan : Wilayah Puskesmas Pesayangan
- Sebelah Barat : Wilayah Puskesmas Sungai Rangas
- Sebelah Timur : Wilayah Puskesmas Kota
b. Desa-desa wilayah kerja Puskesmas Remu Kota Sorong
Wilayah Kecamatan Timur terdiri dari 20 Desa, dan semua desa
tersebut menjadi wilayah kerja Puskesmas Remu Kota Sorongyang
merupakan wujud dari OTDA / Otonomi Daerah ( pembagian wilayah
PERDA kab.Banjar No. 13 tahun 2003 ).
Remu Kota
3 624 595
Sorongulu
25
11 Keramat 594 556
2. Data Pendidikan
1 TK 7 buah
2 SDN 17 buah
3 SLTP 2 Buah
7 Ponpes 2 buah
JUMLAH
26
3. Data Sosial Ekonomi dan Budaya
Mata pencarian penduduk pada umumnya adalah bertani, sebagian
pedagang dan kerajinan tangan ( pengrajin ).
Peduduk di Wilayah Puskesmas Remu Kota Sorong99,9 % beragama
Islam dengan sarana ibadah yang ada sebagai berikut :
- Jumlah Musolla / Langgar : 37 buah
- Jumlah Mesjid : 8 buah
4. Data tenaga dan sarana
a. Tenaga / Karyawan
- Kepala Puskesmas : 1 orang
- Dokter Umum : 3 orang
- Dokter Gigi : 1 orang
- Tata Usaha : 1 orang
- Sanitarian : 3 orang
- Perawat Gigi : 2 orang
- Petugas Gizi : 1 orang
- Asisten Apoteker : 2 orang
- Pekarya Kesehatan : 4 orang
- Penyuluh Kesehatan : 1 orang
- Perawat Kesehatan : 5 orang
- Petugas Laboratorium : 1 orang
- Bidan Desa : 21 orang
- Bidan Puskesmas : 3 orang
- Kontrak Sewaktu : 3 orang
- Honorer : 2 orang
- TKS : 7 orang
Jumlah : 62 orang
5. Sarana Kesehatan
Di Wilayah Puskesmas Remu Kota Sorongsarana Kesehatan yang ada
adalah sebagai berikut :
Sarana Bangunan
- Puskesmas Induk Remu Kota Sorong
- Puskesmas Pembantu Melayu
- Puskesmas Pembantu Pekauman Dalam
- Puskesmas Pembantu Pekauman
- Puskesmas Pembantu Tambak Anyar
- 31 Posyandu Balita, 10 Posyandu Lansia
27
7. Deskripsi Karakteristik Sampel
Dari tabel tersebut diketahui bahwa jumlah responden pada penelitian ini
sebanyak 50 orang. Kebanyakan responden berjenis kelamin perempuan
sebanya 28 orang (56%), dan kebanyakan responden berusia 0-6 bulan.
Sebagian besar responden tidak diberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak 29
orang (58%), sedangkan yang diberikan ASI eksklusif berjumlah 21 orang
(42%). Responden yang menderita ISPA didapatkan sebanyak 32 orang
(64%), dan kebanyakan menderita ISPA lebih dari 2 kali yaitu sebanyak 30
orang (60%) dari responden.
28
ASI Menderita ISPA Total
Eksklusif Ya Tidak
N % N % n %
Ya 9 42,8 12 57,2 21 100
Tidak 23 79,3 6 20,7 29 100
Tabel 2. Distribusi Kejadian ISPA berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif
Kejadian ISPA P
Ya Tidak
n % n %
ASI Ya 9 42,8 12 57,2 0,008
Eksklusif Tidak 23 79,3 6 20,7
Total 32 100 18 100
Tabel 3. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA
4.4 Pembahasan
29
Jumlah responden pada penelitian ini ada 50 orang. Mayoritas
responden tidak diberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak 29 bayi (58%), dan
79,3% (23bayi) yang tidak diberikan ASI eksklusif tersebut menderita ISPA.
Hal yang sama terjadi pada penelitian Noorhidayah pada tahun 2013 dengan
responden berjumlah 188 bayi, sebanyak 65,4% di antaranya tidak diberikan
ASI eksklusif dan 64,4% dari bayi tersebut pernah menderita ISPA. 23 Begitu
juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Okto pada tahun 2010 dengan
responden 157 bayi, sebanyak 7,4% dari bayi tersebut tidak diberikan ASI
eksklusif dan 79,6% pernah menderita ISPA.3 Dengan demikian, pemberian
ASI eksklusif pada bayi lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak diberi
ASI eksklusif. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi alasan ibu tidak
memberikan ASI eksklusif (diberikan susu formula sebagai pengganti ASI),
antara lain sedikitnya produksi ASI atau ASI tidak ada keluar sama sekali dari
payudara ibu, ibu sibuk bekerja, ibu memiliki kegiatan sosial lain, kurangnya
pengetahuan ibu, faktor makanan, psikologis, dan perawatan payudara oleh
ibu.6
Penelitian ini juga menunjukkan terdapat 60% bayi yang menderita
ISPA hingga lebih dari 2 kali dalam 1 tahun, dan hanya 10% bayi saja yang
tidak pernah mengalami ISPA. Dengan demikian angka kejadian ISPA pada
bayi di wilaya Puskesmas Remu Kota Sorongcukup tinggi. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Karolina dan kawan-kawan di
Denpasar pada tahun 2011 yang mendapatkan prevalensi ISPA pada bayi
sebesar 54,7%.24 Penyebab tingginya kejadian ISPA dipengaruhi oleh banyak
faktor, yaitu pemberian ASI eksklusif, usia anak di bawah 5 tahun, tidak
diberikannya imunisasi, berat badan lahir rendah, malnutrisi, kurangnya
pendidikan orangtua, rendahnya status sosioekonomi, dan lingkungan yang
kurang memadai.25
Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi
diuji dengan uji statistik Chi square didapatkan nilai p=0,008 yang berarti
terdapat hubungan yang bemakna antara pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian ISPA pada bayi. Hasil ini didukung oleh penelitian lainnya, seperti
penelitian pada bayi yang dilakukan Okto pada tahun 2010 juga mendapati
30
adanya hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA (p=0,011).
Demikian pula penelitian pada bayi di RS Sanglah, Denpasar (p=0,001).3
Telah diketahui sebelumnya bahwa ASI mengandung komponen-
komponen bioaktif yang dapat mencegah bayi mengalami ISPA. Beberapa
komponen-komponen tersebut adalah komponen-komponen imun sepert
imunoglobulin A (IgA) dan interferon yang mampu memberikan
perlindungan kepada bayi dari serangan infeksi.8 IgA dapat mengaktifkan
sistem komplemen melalui jalur alternatif dan bersama-sama dengan
makrofag memfagositosis berbagai kuman yang masuk. Selain itu Bronchus
Associated Lymphocyte Tissue (BALT) yang dikandung Asi merupakan
antibodi alami di saluran pernapasan.8
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan signifikan antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi. Penanganan
penurunan prevalensi ISPA tentu tidak hanya dengan upaya kuratif tetapi
perlu ditingkatkan upaya promotif dan preventif termasuk di dalamnya upaya
peningkatan pemberian ASI eksklusif kepada bayi sampai usia 6 bulan.
BAB V
31
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka dapat
ditarik beberapa simpulan sebagai berikut :
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pembuatan leaflet mengenai pentingnya pemberian ASI
eksklusif dan hubungannya dengan ISPA pada bayi untuk menambah
wawasan masyarakat sekitar Puskesmas Remu Kota Sorong , .
2. Perlu dilakukan pembinaan peran serta masyarakat dan kerja sama dengan
kader-kader PKK dan posyandu untuk lebih memotivasi ibu menyusui
dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
3. Perlu digalakkan lagi tentang perilaku hidup bersih sehat (PHBS) melalui
penyuluhan mengenai pencegahan ISPA dan faktor-faktor risiko kejadian
ISPA.
DAFTAR PUSTAKA
32
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2013.
2. World Health Organization (WHO). Penanganan ISPA pada Anak di
Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang. Alih Bahasa: C. Anton Widjaja.
Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC, 2003.
3. Harahap, Okto M F. Riwayat ASI Eksklusif pada Balita ISPA di Puskesmas
Sering. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.
4. Roesli, Utami. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Tubulus Agriwidya, 2001.
5. Fuadi, Mirzal. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Pasca Melahirkan
terhadap Pentingnya Pemberian ASI Eksklusif di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2010. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.
6. Kristiyansari, W. ASI, Menyusui, dan SADARI. Yogyakarta: Nuha Medika,
2009.
7. Elfia, Yunita. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dan ASI Non Eksklusif
dengan Kejadian ISPA pada bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Ngesrep
Semarang. Undergradute Theses from JTPTUNIMUS. Diambil pada
tanggal 10 Januari 2016 dari http://digilib.unimus.ac.id.
8. Ariefuddin, Y., Priyantini, S. dan Desanti, O.L. Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif terhadap Kejadian INFeksi Saluran Pernapasan Akut pada Bayi
0-12 Bulan. Semarang: Universitas Islam Sultan Agung, 2010.
9. Widarini dan Sumasari. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan
Kejadian ISPA pada Bayi. Jurnal Ilmu Gizi (JIG), 1(1): 28-41, 2010.
10. Rustam, Musfardi. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian
ISPA pada Bayi usia 6-12 Bulan di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Jakarta: FKM UI, 2010.
11. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Lingkungan. Pedoman
Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI, 2012.
12. Puskesmas Remu Kota Sorong . Laporan Tahunan Puskesmas. 2015
13. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC, 2003.
14. Muttaqin. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC, 2008.
33
15. Mirshahi, Seema et al. Prevalence of Exclusive Breastfeeding in
Bangladesh and Its Association with Diarrhoea and Acute Respiratory
Infection. J Health Popul Nutr, 25(2): 105-294, 2007.
16. Erlien. Penyakit Saluran Pernapasan. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka,
2008.
17. Elyana, Mei dan Chandra, Ayu. Hubungan Frekuensi ISPA dengan Status
Gizi Balita. Journal of Nutrition and Health, 1(1), 2014.
18. Layuk, R., Noer, N., Wahiduddin. Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian ISPA pada Balita di Lembang Batu Sura. 2013. Diambil pada
tanggal 10 Januari 2016 dari
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4279.
19. Ibrahim, Hartati. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA
pada Anak Balita di Wilayah Puskesmas Botumoito Kabupaten Boalemo
Tahun 2010. Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin,
2011.
20. Dharmage et al. Risk Factors of Acute Lower Respiratory Tract Infections
in Children Under Five Years of Age. Southeast Asian Journal of Trop Med
Public Health, 27(1): 107-110, 2009.
21. Gani, A. Strategi Penurunan Insiden Pneumonia pada anak Balita di
Kecamatan Banyuasin dan Betung Kabupaten Banyuasin Sumatera
Selatan. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2004.
22. Gulo, R.R., Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli
Kabupaten Nias Tahun 2008. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.
23. Noorhidayah, Widya S. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan
Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Pekauman Banjarmasin.
Socioscience, 6(1): 45-50, 2014.
24. Tallo, Karolina T et al. The Effect of Exclusive Breastfeeding on Reducing
Acute Respiratory Infections in Low Birth Weight Infants. Paediatr
Indones, 52(4): 229-232, 2012.
25. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang DKI Jakarta. Bedah ASI.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008.
34
35
LAMPIRAN
36
KUESIONER PENELITIAN
Nomor Responden :
2. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memilih salah satu jawaban yang
dianggap benar dengan memberikan tanda ().
4. Mohon diteliti ulang, agar tidak ada pernyataan yang terlewatkan untuk
dijawab.
5. Mohon jawaban diisi sendiri sesuai dengan apa yang diketahui tanpa ada unsur
paksaan maupun rekayasa, demi tercapainya hasil yang diharapkan.
6. Data yang dikumpulkan semata-mata untuk keperluan ilmiah yang saya jamin
kerahasiaannya.
A. Data Ibu
Nama :
Usia :
Pekerjaan :
Agama :
Pendidikan terakhir :
Alamat :
Nomor HP :
37
B. Data Bayi
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alasan Dibawa ke Puskesmas:
C. Kuesioner penelitian
a. Pemberian ASI Eksklusif
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Jika bayi berusia di atas 6 bulan :
a. Apakah ibu memberikan ASI pada bayi sampai berusia
6 bulan?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan
tambahan atau susu formula sampai berusia 6 bulan?
2 Jika bayi berusia di bawah 6 bulan / berusia 6 bulan :
a. Apakah ibu memberikan ASI kepada bayi?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan
tambahan atau susu formula?
Keterangan:
- Bayi diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1a atau 2a
dijawab Ya dan pertanyaan nomor 1b atau 2b dijawab Tidak.
- Bayi tidak diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1b atau
2b dijawab Ya.
b. Kejadian ISPA
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Apakah bayi ibu pernah sakit batuk dan atau pilek?
2 Apakah kejadian sakit batuk/pilek pada bayi ibu disertai
demam?
3 Apakah kejadian batuk/pilek tersebut berlangsung lebih
dari 14 hari?
4 Apakah bayi ibu mengalami kejadian sakit batuk/pilek
lebih dari 2x dalam kurun waktu satu tahun terakhir?
Keterangan:
Kejadian ISPA ditentukan oleh pertanyaan nomor 1 dan 3.
38
- Bayi menderita ISPA apabila pertanyaan nomr 1 dijawab Ya dan nomor 3
dijawab Tidak.
- Bayi tidak menderita ISPA apabila pertanyaan nomor 1 dijawab Tidak.
39
LEMBAR PENJELASAN
40
Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan dan kesedian Ibu
menjadi partisipan dalam penelitian ini, saya sampaikan terima kasih.
, Januari 2016
41
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
(INFORMED CONSENT)
Nama :
Usia :
Alamat :
Sorong, 2017
42