You are on page 1of 12

[CITATION FMP03 \l 1033 ]ANALISA KADAR GIZI PADA FERMENTASI ANGKAK

(Monascus Purpureus)

Rindang Anggit Laksono1, Putri Prajna Paramitha1, dan Lucia Yustitia Kippuw1
1
Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

ABSTRAK mbak kippu


Telah dilakukan penelitian tentang analisis kadar gizi pada fermentasi Angkak (Monascus
purpureus). Penelitian ini untuk menentukan hasil analisa karbohidrat, protein, kadar abu, kadar
serat, dan kadar lemak pada sampel angkak (Monascus purpureus) baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Jenis penelitian adalah eksperimen laboratorium dengan subjek penelitian berupa
sampel angkak. Metode analisis terbagi menjadi dua bentuk, yaitu analisis kualitatif dan
kuantitatif untuk menganalisa karbohidrat, protein, dan lemak. Selain itu juga dilakukan uji
Kadar Abu dan Kadar Serat.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kadar gizi pada fermentasi Angkak
(Monascus purpureus) mengandung karbohidrat 3,4%, kadar protein 2,14% mengunakan metode
Kjehdahl dan 0,45% (tanpa pengenceran); 1,09% (pengenceran 2x) menggunakan metode
Lowry, kadar abu 0,8 %, kadar serat 67,44 %, kadar lemak 3,65%. Pada uji kualitatif karbohidrat
pada angkak diperoleh hasil positif pada Uji Benedict, Uji Molisch, Uji Barfoed, dan Tes Pati
yang menggunakan HCl sebagai pelarutnya. Pada uji kualitatif protein diperoleh sampel angkak
memberikan hasil positif terhadap uji xantoprotein.
Kata kunci : ekstrak angkak, Monascus purpureus, kadar gizi

ABSTRACT
A research that has been conducted about the analysis of nutrient contents in the
fermentation Red Yeast Rice (Monascus purpureus). This study aimed to obtain the
results of the analysis of carbohydrates, protein, ash content, fiber content and lipid
content in the samples of red yeast rice (Monascus purpureus) both qualitatively
and quantitatively. The study was a laboratory experiment with the subject of
research in the form of red yeast rice samples. The method of analysis is divided
into two forms, namely the qualitative and quantitative analysis to analyze
carbohydrates, protein, and fat. It also tested the levels of ash and fiber levels.
The result showed that the levels of nutrients in the fermentation Red Yeast
Rice (Monascus purpureus) containing 3.4% carbohydrate, protein content using the
Kjehdahl method 2.14% and 0.45% (without dilution); 1.09% (2times dilution) using
the Lowry method, ash content of 0.8%, 67.44% fiber content, fat content 3.65%. In
the qualitative test carbohydrate on angkak obtained positive results in Test
Benedict, Molisch Test, Barfoed Tests, and Pati Tests that use HCl as solvent. In the
qualitative test sample obtained Red Yeast Rice protein gave a positive result to the
xantoprotein test.
Keywords: red yeast rice extract, Monascus purpureus, nutrient contents
PENDAHULUAN
Angkak adalah beras yang difermentasi dengan ragi Monascus Purpureus. Monascus
Purpureus merupakan bagian dari kelas Ascomycetes dan suku Monascaceae. Namun biasanya
ragi ini dikenal oleh masyarakat dengan sebutan angkak saja. Pada umumnya angkak digunakan
untuk obat penurun kolesterol, obat demam berdarah (menaikkan trombosit), sebagai bahan
tambahan dalam proses pembuatan minuman rice wine, sebagai pewarna dan pembangkit rasa
dalam makanan, serta pengawet makanan. Angkak dibuat dengan cara mencampur beras dan air
dengan perbandingan 2 : 1. Proses pencampuran dibiarkan selama 1 hari agar kelembaban
meningkat sehingga saat dicampur dengan ragi, bakteri dapat bekerja dengan baik. Kemudian
ditiriskan dan dimasukkan kedalam botol selai, dan ditutup dengan kertas roti. Angkak dapat
diperoleh dari proses fermentasi dengan bakteri Monascus Purpureus, namun karena prosesnya
yang lama dapat juga dibeli di penjual bahan pokok. Beberapa produk dari angkak terdapat
senyawa monacolin k sebagai hasil dari fermentasi angkak. Senyawa tersebut memiliki peranan
dalam menurunkan kolesterol dalam tubuh dengan cara mengurangi produksi kolesterol pada
hati.[ CITATION Red13 \l 1033 ]. Pada penelitian ini bertujuan untuk menentukan senyawa dari
karbohidrat dan protein, serta kadar dari karbohidrat, protein, abu, serat dan lemak.

METODE PENELITIAN
Uji Kualitatif Karbohidrat

Dibuat larutan yang akan diuji dan disiapkan 5 buah tabung reaksi. Uji yang dilakukan
adalah Uji Molisch, Uji Benedict, Uji Seliwanoff, Uji Barfoed, dan Tes Pati.

Uji Kuantitatif Karbohidrat

Dibuat pereaksi Anthrone 0,1% dan larutan glukosa standar. Diambil larutan glukosa
standar masing-masing 0 mL; 0,2 mL; 0,4 mL; 0,8 mL; dan 1 mL. Masing-masing larutan
digenapkan dengan akuades hingga volume 1 mL. Kemudian masing-masing larutan
ditambahkan 5 mL pereaksi Anthrone. Lalu ditempatkan pada waterbath 80oC selama 10 menit.
Setelah itu, dinginkan dengan menggunakan air mengalir. Larutan dipindahkan dalam cuvet dan
dimasukkan ke dalam spertrometer UV-VIS. Diukur absorbansinya menggunakan spektrofoto-
meter UV-VIS pada panjang 630 nm.

Untuk penetapan sampel, disiapkan 2 tabung reaksi. 1 mL larutan sampel dimasukkan


kedalam tabung reaksi yang pertama dan larutan sampel yang telah diencerkan 6 kali
dimasukkan pada tabung reaksi yang kedua. Ditambahkan 2,5 mL pereaksi Anthrone pada
masing-masing tabung reaksi dan ditempatkan pada waterbath 80oC selama 10 menit. Diukur
absorbansinya menggunakan spektrofoto-meter UV-VIS pada panjang 630 nm.
Uji Kualitatif Protein

Ditimbang tepung angkak sebanyak 5 g dan dilarutkan pada akuades dengan volume 50
mL. Disiapkan 4 tabung reaksi untuk masing-masing uji yang diisi dengan 1 mL larutan angkak.
Dilakukan Uji Millon, Uji Ninhidrin, Uji Biuret dan Uji Xantoprotein.

Uji Kuantitatif Protein Metode Kjedahl

Ditimbang sampel dan Na2SO4 dan dimasukkan ke dalam labu destruksi, setelah itu
ditambahkan H2SO4 pkt sebanyak 10 mL dan batu didih kedalam labu dan dilakukan proses
destruksi hingga warna larutan dalam labu menjadi biru bening. Setelah itu didistilasi dengan
larutan asam borat jenuh dan beberapa tetes metilen biru. Distilat dititrasi dengan 0,01 M HCl
kadar protein diketahui dari kadar N total dengan rumus

v HCl [ HCl]
kadar N total= 14,008 FK
massalarutan contoh

Uji Kuantitatif Protein Lowry

Disiapkan reagen yang dibutuhkan yaitu reagen Lowry A yang terdiri dari asam
fosfotungstat dan asam fosfomolibdat dengan perbandingan 1:1, serta reagen Lowry B yang
terdiri dari Na2CO3 2% dalam 100 mL NaOH 0,1 N, 1 mL CuSO 4 1% dan 1 mL kalium natrium
tartat 2%. Ditimbang albumin sebanyak 1 gram dan dilarutkan dengan akuades 100 mL didalam
gelas kimia. Diambil larutan tersebut sebanyak 0,1 mL ; 0,2 mL ; 0,4 mL ; 0,6 mL ; 0,8 mL dan
dimasukkan kedalam tabung reaksi serta ditambahkan akuades hingga volumenya menjadi 4 mL.
ditambahkan 0,5 mL pereaksi lowry A dikocok dan didiamkan selama 15 menit, setelah itu
ditambahkan 5,5 mL pereaksi lowry B dan dikocok dengan cepat. Disiapkan blanko untuk
pengukuran spektrofotometer. Diukur blanko dan ditekan tombol auto zero pada alat. Setelah itu
diukur larutan standar protein dan sampel dengan dimasukkan blanko dan larutan standar
tengah.. Diukur dan dicatat absorbansi setiap konsentrasi standar dan dan dibuat kurva standar
dari hasil pengukuran tersebut dan diukur serta dicatat absorbansi sampel tepung angkak. Untuk
pembuatan sampel tepung angkak ditimbang sebanyak 1 g dan dilarutkan dengan 100 mL
akuades lalu disaring dan diambil filtratnya. Diambil 0,5 mL larutan sampel tersebut dan
ditambahkan akuades hingga volume totalnya menjadi 4 mL. lalu ditambahkan 0,5 mL pereaksi
lowry a, dikocok dan didiamkan 15 menit dan ditambahkan 5,5 mL pereaksi lowry b dan dikocok
dengan cepat. Didiamkan selama 30 menit hingga muncul warna biru.

Uji Kadar Abu

Ditimbang cawan petri dan ditambahkan 1 gram sampel. Lalu dipanaskan dalam furnace
yang bersuhu 600oC selama 4 jam. Kemudian ditimbang massa akhir dan dihitung kadar abu dari
sampel.[CITATION FMP03 \l 1033 ]
Uji Kadar Serat

Tepung angkak ditimbang 0,5 gram dan dilakukan ekstraksi menggunakan Soxhlet
dengan heksan sebanyak 3 kali, setelah itu sampel dikeringkan dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 mL. Ditambahkan ke dalam erlenmeyer 50 mL H 2SO4 1,25% lalu didiamkan
selama 30 menit, setelah itu ditambahkan juga 50 mL NaOH 3,25% dan didiamkan selama 30
menit. Larutan disaring dengan corong Buchner dengan kertas saring whatman 54, 41, atau 541.
Endapan yang didapat dicuci dengan H2SO4 1,25% panas, air panas, dan etanol 96%. Endapan
tersebut dikeringkan pada suhu 105C.

Uji Kuantitatif Lipid

Tepung angkak ditimbang 20 gram dan diletakkan di oven beserta labu lemak dengan
suhu 105C selama 1 jam. Lalu sampel dibungkus dengan kertas saring, sementara itu labu
didesikator selama 15 menit. Labu yang sudah steril ditimbang sebagai w 2. Dilakukan ekstraksi
Soxhlet dengan penambahan pelarut heksana 1,5 siklus dan ditunggu selama 1,5 jam. Larutan
heksana dipisahkan dari lemak dengan cara didistilasi. Setelah itu labu lemak diletakkan pada
desikator selama 5 menit. Setelah itu labu lemak ditimbang sebagai w1

HASIL DAN PEMBAHASAN


Uji Kualitatif Karbohidrat

Tabel 1 : Hasil Uji Kualitatif Karbohidrat

Uji Hasil
Benedict +
Seliwanoff -
Molisch +
Barfoed +
Akuade
-
s
Tes Pati
HCl +
NaOH -
Pada uji kualitatif karbohidrat pada angkak diperoleh hasil positif pada Uji Benedict, Uji
Molisch, Uji Barfoed, dan Indikator Pati yang menggunakan HCl sebagai pelarutnya. Sedangkan
pada Uji Seliwanoff dan Indikator Pati yang menggunakan Akuades maupun NaOH diperoleh
hasil negatif.

Uji Benedict digunakan untuk menguji gula pereduksi yang ada pada sampel yang
ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna merah bata seperti hasil yang didapat pada
percobaan ini. Hal ini menandakan bahwa sampel mengandung gula pereduksi. Gula pereduksi
meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan maltosa. Uji
Seliwanoff digunakan untuk membedakan gula (karbohidrat) yang diuji masuk ke kategori
ketosa atau aldose. Gula aldosa memiliki gugus aldehida dan ketosa memiliki gugus keton.
Pengujian akan memberikan hasil potif apabila warna larutan sampel menjadi warna merah, yang
berarti sampel termasuk pada kategori gula ketosa, sedangkan pengujian akan memberikan hasil
negatif apabila tidak terjadi perubahan warna pada larutan sampel, yang berarti sampel termasuk
gula aldosa. Pada percobaan ini, tidak terjadi perubahan warna pada larutan sampel. Hal ini
menandakan hasil uji seliwanoff negatif, yang berarti sampel termasuk kedalam kategori gula
aldosa. Uji Molisch digunakan untuk mengetahui adanya karbohidrat pada suatu sampel. Uji ini
didasari oleh reaksi dehidrasi karbohidrat oleh asam sulfat membentuk cincin furfural berwarna
ungu. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya cincin ungu di permukaan antara lapisan asam
dan lapisan sampel, seperti halnya yang terjadi pada percobaan kali ini. Hal ini menandakan
bahwa pada sampel mengandung karbohidrat. Uji Barfoed digunakan untuk membedakan antara
monosakarida dan disakarida. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata
yang berarti bahwa suatu sampel termasuk kedalam jenis monosakarida. Sedangkan jika tidak
terbentuk endapan merah bata maka dapat dikatakan bahwa hasilnya negatif dan sampel tersebut
termasuk kedalam disakarida. Pada percobaan ini, terbentuk endapan merah bata pada sampel.
Hal ini menunjukkan reaksi positif dan berarti bahwa sampel termasuk kedalam jenis
monosakarida. Tes pati digunakan untuk mengidentifikasi polisakarida. Reagen yang digunakan
adalah larutan iodine. Reaksi antara polisakarida dengan iodin membentuk rantai poliiodida.
Polisakarida umumnya membentuk rantai heliks (melingkar), sehingga dapat berikatan dengan
iodin, sedangkan karbohidrat berantai pendek seperti disakarida dan monosakarida tidak
membentuk struktur heliks sehingga tidak dapat berikatan dengan iodin. Pada percobaan ini, saat
digunakan akuades sebagai pelarut, tidak terjadi perubahan apapun pada larutan. Hal ini
dikarenakan akuades bersifat netral sehingga tidak dapat menghidrolisa glukosa walaupun
disertai pemanasan. Akuades hanya berfungsi sebagai pelarut. Akuades bukanlah reagen, dan
akuades memiliki pH netral, tidak asam serta tidak basa. Sehingga pencampuran akuades tidak
akan menghambat reaksi hidrolisis pati. Kemudian saat digunakan HCl sebagai pelarut, terjadi
reaksi positif. Hal ini ditandai dengan perubahan warna pada larutan menjadi ungu pada saat
sebelum dipanaskan dan setelah pemanasan warna larutan berubah menjadi merah yang
kemudian kembali menjadi warna ungu setelah pendinginan. Hal ini dikarenakan penambahan
HCl pada pengujian karbohidrat memiliki memiliki fungsi yang sama dengan pereaksi lainnya
seperti, H2SO4. Keduanya berfungsi untuk menghidrolisis polisakarida menjadi monosakarida
penyusunnya. Amilum yang telah ditambah dengan asam klorida ketika diuji dengan larutan
iodium, menunjukkan hasil yang positif, maka dapat disimpulkan bahwa amilum belum
terhidrolisis dengan sempurna. Sedangkan pada saat penggunaan NaOH sebagai pelarut, tidak
terjadi perubahan warna pada pelarut. Hal ini dikarenakan penambahan NaOH adalah untuk
memberikan suasana basa pada uji iodin. Pada pengujian larutan amilum dan iod NaOH
menghalangi terjadinya reaksi antara amilum dengan iod. Hal ini disebabkan karena iod bereaksi
dengan basa sehingga tidak mengalami reaksi dengan amilum. Keadaan ini terjadi karena NaOH
yang sudah ada dalam larutan lebih dulu bereaksi dengan iod membentuk senyawa NaI dan
NaOI sehingga pada uji dengan penambahan NaOH tidak terjadi perubahan pada larutan
amilum.
Uji Kuantitatif Karbohidrat

Grafik 1 : Perbandingan Konsentrasi terhadap Absorban

Dari Grafik 1 diperoleh persamaan kurva y = 7,5956x + 0,0481 dengan R 2 = 0,9945. Sehingga
dapat dihitung kadar karbohidrat pada sampel dengan perhitungan :

y = sampel yang diencerkan

y = 7,5956x + 0,0481

0,4870,0481
x=
7,5956

= 0,05%

Karena pengenceran 6 kali maka :

0,05 6 1000 = 346,70 ppm

Konsentrasi Angkak :

0,5 g dalam 50 mL = 500 mg/0,05mL

= 10000 mg/l (ppm)

346,70 ppm
% kadar = 100 = 3,4 %
10000 ppm

Sehingga dapat dikatakan bahwa kadar karbohidrat pada sampel adalah sebesar 3,4%. Nilai
kadar pada sampel angkak lebih besar dibandingkan dengan literatur kadar karbohidrat tepung
beras. Sehingga dapat disimpulkan bahwa angkak dapat dijadikana sebagai bahan pangan.

Uji Kualitatif Protein

Tabel : Hasil uji kualitatif protein


Uji Hasi
l
Millon -
Ninhidrin -
Biuret -
Xantoprotei +
n
Pada uji millon, sampel direaksikan dengan reagen millon yang terdiri dari ion merkuro
dalam asam nitrat dan asam nitrit. Jika direaksikan dengan suatu protein yang mengandung inti
fenol, maka hasil dari reaksi tersebut membentuk garam merkuri. Garam ini memberikan warna
spesifik yaitu warna merah. Pada uji ninhidrin bertujuan untuk mendeteksi adanya asam amino
pada suatu protein. Ninhidrin akan memberikan warna biru atau ungu jika bereaksi dengan
protein yang mengandung asam amino. Untuk uji biuret bertujuan untuk mendeteksi adanya dua
atau lebih ikatan peptida. Pereaksi biuret terdiri dari ion Cu 2+ dan membentuk warna ungu jika
bereaksi dengan protein yang memiliki dua atau lebih ikatan peptida. Untuk uji xantoprotein
bertujuan untuk mendeteksi adanya protein yang memiliki cincin aromatis. Cincin tersebut akan
mengalami nitrasi dan memberikan warna kuning. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
sampel angkak memberikan hasil positif terhadap uji xantoprotein, namun memberikan hasil
negatif terhadap uji millon, ninhidrin, dan biuret. Karena uji xantoprotein menunjukkan hasil
positif maka sampel tepung angkak memiliki suatu protein yang memiliki cincin aromatis.
Namun sampel tepung angkak tidak memiliki inti fenol yang ditunjukkan dengan uji millon.
karena uji millon bereaksi dengan gugus alkohol pada inti fenol sehingga membentuk garam
merkuri[ CITATION AJM \l 1033 ], dan tidak memiliki dua atau lebih ikatan peptida yang
ditunjukkan dari hasil negatif uji biuret, serta tidak memiliki asam amino yang ditunjukkan dari
hasil negatif uji ninhidrin. Dalam hasil ini dapat diperkirakan protein tersebut hanya memiliki 1
ikatan peptida dan memiliki cincin aromatis, yaitu phenylalanine.[ CITATION AJM \l 1033 ]

Uji Kuantitatif Protein Kjehdahl (mbak kipu)

Metode kjeldahl merupakan metode untuk menentukan kadar nitrogen total. Prinsipnya
penentuan jumlah Nitrogen yang terkandung dalam bahan dengan cara mendegradasi protein
bahan organik menggunakan asam sulfat pekat untuk menghasilkan amonia, jumLah nitrogen
yang terlepas sebagai amonia lalu mengkonversikan ke dalam kadar protein dengan
mengalikannya dengan konstanta tertentu. Analisa protein dengan metode kjeldahl pada dasarnya
dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.

Destruksi : Sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi penguraian
sampel menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan P. Asam sulfat yang bersifat
oksidator kuat akan mendestruksi sampel menjadi unsur-unsurnya. Unsur N dalam protein ini
dipakai untuk menentukan kandungan protein dalam suatu bahan. Hasil destruksi adalah ion
NH4+ yang menunjukkan keberadaan protein. Ion ammonium bereaksi dengan ion sufat dari
asam sulfat membentuk ammonium sulfat. Reaksi di katalisis dengan adanya garam kjeldahl.
Garam kjeldahl berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan menaikkan titik didih
asam sulfat saat dilakukan penambahan H2SO4 pekat, serta mempercepat kenaikan suhu asam
sulfat, sehingga destruksi berjalan lebih cepat dan lebih sempurna. Garam kjeldahl tersebut
terdiri dari campuran Na2SO4 anhidrad dan CuSO4. Ion logam Cu akan menaikkan titik didih
H2SO4 sedangkan Na2SO4 anhidrad akan menarik air yang terdapat pada sampel. Karena titik
didih menjadi lebih tinggi, maka asam sulfat akan membutuhkan waktu yang lama untuk
menguap. Karena hal ini, kontak asam sulfat dengan sampel akan lebih lama sehingga proses
destruksi akan berjalan lebih efektif.

Destilasi : Destilasi memecah amonium sulfat menjadi amonia (NH 3) dengan menambah
beberapa mL NaOH hingga tepat basa, kemudian dipanaskan. Fungsi penambahan NaOH adalah
untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam.
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH 3) dengan penambahan
NaOH sampai alkalis dan dipanaskan oleh pemanas dalam alat destilasi melalui steam. Selain itu
sifat NaOH yang apabila ditambah dengan aquadest menghasilkan panas, meski energinya tidak
terlalu besar jika dibandingkan pemanasan dari alat destilasi, ikut memberikan masukan energi
pada proses destilasi. Panas tinggi yang dihasilkan alat destilasi juga berasal dari reaksi antara
NaOH dengan (NH4)2SO4 yang merupakan reaksi yang sangat eksoterm sehingga energinya
sangat tinggi. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar.
Asam standar yang dipakai dalam percobaan ini adalah asam borat. Asam borat (H 3BO3)
berfungsi sebagai penangkap NH3 sebagai destilat berupa gas yang bersifat basa. Supaya
ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya ujung alat destilasi ini tercelup
semua ke dalam larutan asam standar sehingga dapat ditentukan jumLah protein sesuai dengan
kadar protein bahan. Selama proses destilasi lama-kelamaan larutan asam borat akan berubah
warna menjadi hijau kebiruan, hal ini karena larutan menangkap adanya ammonia dalam bahan
yang bersifat basa sehingga mengubah warna ungu muda menjadi hijau.

Titrasi : Titrasi asam-basa digunakan untuk menentukan kadar protein dimana NH 3 yang
terbentuk adalah asam lemah, digunakan HCl baku 0,1N untuk menitrasi asam borat yang sudah
menangkap ammonia hasil destilasi. Hasil akhir yang ditunjukan adalah perubahan warna hijau
menjadi ungu muda.

Perhitungan kadar protein dari suatu bahan pangan yaitu tepung angkak :

volume HCl N HCl


kadar N total= 14,008 Fk
massa sampel

24,45 ml 0,01 M mg
14,008 6,25
1000 mg ml

mg
0,0214
ml
N =0,0214 100

2,14

Dari metoda yang dilakukan diperoleh kadar protein angkak sebesar 2,14%.

Uji Kuantitatif Protein Lowry

Protein dalam bahan pangan dapat ditentukan kadarnya dengan menggunakan


spektrofotometer sinar tampak. Adanya ikatan peptida dalam protein akan menyebabkan sampel
yang mengandung protein akan berwarna biru bila ditambahkan Cu 2+ ke dalamnya akibat
terjadinya redukti asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan yang
merupakan residu protein. Asam fosfotungstat, fospomolibdat dan Cu 2+ terdapat pada reagen
folin-ciocalteu yang ditambahkan pada sejumLah tertentu sampel.

Pada metode lowry ini, Cu2+ pada suasana basa akan tereduksi menjadi Cu+.
Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat
phosphotungstat, menghasilkan heteropoly-molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus
aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang menghasilkan warna biru. Warna biru
yang di hasilkan bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Sehingga
pengukuran kadar sampel dapat dilakukan dengan pengukuran absorbansi sampel pada panjang
gelombang maksimal pada panjang gelombang 670nm. Metode ini sangat sensitif pada kadar
protein yang kecil, limit deteksinya kurang lebih 2 ppm.

Dari pengukuran deret standar protein yang diperoleh kurva kalibrasi dengan
persamaan y = 0,027x 0,029 denga R2 =0,998. Sedangkan serapan sampel angkak tanpa
pengenceran dan pengenceran 2x pada panjang gelombang 670nm berturut-turut sebesar 0,076,
dan 0,086 dengan factor koreksi 0,003. Sehingga didapatkan kadar protein sampel
sebesar 363,63 ppm dan 181,82 ppm, sehingga diperoleh kadar protein phenylalanine.pada
sampel angkak mengunakan metode lowry sebesar 0,45% (tanpa pengenceran) dan 1,09%
(pengenceran 2x).

Uji Kadar Abu

Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Pengabuan
merupakan suatu proses pemanasan bahan dengan suhu sangat tinggi selama beberapa waktu
sehingga bahan akan habis terbakar dan hanya tersisa zat anorganik berwarna putih keabu-abuan
yang disebut abu. Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara
pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam
bahan tersebut. Pengabuan dilakukan untuk menentukan jumLah mineral yang terkandung dalam
bahan. Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit sehingga perlu dilakukan
dengan menentukan sisa hasil pembakaran atas garam mineral bahan tersebut. Pengabuan dapat
menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik sehingga terjadi perubahan radikal
organik dan segera terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-
ion negatif. Penentuan abu total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu
proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi
bahan makanan. Dari hasil percobaan diperoleh kadar abu sebesar 0,8 %.

Uji Kadar Serat

Pada penelitian kadar serat dari tepung angkak didapatkan massa residu sebesar 0,3521 g
dalam sampel 0,5211 g. sehingga didapatkan % serat dari sampel tepung beras yaitu
( 43,318643,3152 )
100 =0,68 . .
0,5221

Uji Kuantitatif Lipid

Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah metode Soxhletasi. Metode ini
dilakukan dengan cara melarutkan sampel dalam pelarut organik yang kemudian dipanaskan,
dimana metode ini dilakukan secara berulang ulang dan menjaga jumlah pelarut relatif konstan
dengan menggunakan alat Soxhlet. Dari hasil percobaan didapatkan bahwa kandungan lemak
pada angkak sebesar 3,65 %. Kandungan lemak dalam angkak dinilai cukup banyak
dibandingkan dengan kadar lemak tepung beras yaitu sebesar 0,1% sehingga angkak dapat
digunakan sebagai bahan pangan.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan :

Pada uji kualitatif karbohidrat pada angkak diperoleh hasil positif pada Uji Benedict, Uji
Molisch, Uji Barfoed, dan Tes Pati yang menggunakan HCl sebagai pelarutnya. Sedangkan
pada Uji Seliwanoff dan Tes Pati yang menggunakan Akuades maupun NaOH diperoleh
hasil negatif.
Pada uji kuantitatif karbohidrat diperoleh kadar karbohidrat pada sampel adalah sebesar
3,4%.
Pada uji kualitatif protein diperoleh sampel angkak memberikan hasil positif terhadap uji
xantoprotein, namun memberikan hasil negatif terhadap uji millon, ninhidrin, dan biuret.
Pada uji kuantitatif protein diperoleh kadar protein pada sampel angkak sebesar 2,14%
(metode Kjehdahl) dan sebesar 0,45% (tanpa pengenceran) serta 1,09% (pengenceran 2x)
(metode Lowry).
Pada uji kadar abu diperoleh kadar abu sampel angkak sebesar 0,8 %.
Pada uji kadar serat diperoleh kadar serat sampel angkak sebesar 67,44 %.
Pada uji kuantitatif lipid diperoleh kadar lemak 3,65%

DAFTAR PUSTAKA
Red Yeast Rice : An Introduction. (2013). National Institute of Health, 2.
AJM. (n.d.). Qualitative Analysis of Amino Acids and Proteins. Applied BioChem, 1-6.

David Heber, I. Y. (1999). Cholesterol-lowering effects of a proprietary Chinese red-yeastrice.


231-236.

Dulekgurgen, E. (2004). Protein (Lowry) Protocol. 1-5.

FMP. (2003). Standard Test Method Ash Content - Organic Materials. 1.

Held, P. (2006). Determination of Total Protein by the Lowry Method Using the BioTek
Instruments' ELx808 Microplate Reader. BioTek.

You might also like