You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Anatomi Fisiologi Tulang Panggul

Tulang panggul (os sakrum) terdiri atas kiri dan kanan yang melekat satu sama
lain di garis medianus persambungan tulang rawan disebut simpisis oseum
pubis sehingga terbentuk gelang panggul yang disebut singulum ekstremitas
inferior.

Os sakrum dibentuk oleh os ileum (tulang usus), os pubis (tulang kemaluan),


dan os iskii (tulang duduk). Di dalam os ileum terdapat lekuk besar yang
disebut fossa iliaka, di depan krisna iliaka terdapat tonjolan spina iliaka
anterior superior dan di belakang spina iliaka posterior superior. Os iskii
terdiri atas korpus ossis iskii, di belakang asetabulum korpus ossis iskii
mempunyai taju yang tajam disebut spina iskiadika yang terdapat insisura
iskiadika mayor dan dibawahnya spina iskiadika minor. Os pubis terdiri dari
pubis kanan dan kiri yang terdapat tulang rawan disebut simpisis pubis.
(Syaifuddin, 2007).
1.1.1 Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra
sacrum 1, linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata
diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke promontorium,
Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan
jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh
permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan
tulang. Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di
vagina diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan
jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium
sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang
konjugata diagonalis 1,3 cm. Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir
atas simfisis ke promontorium yang dihitung dengan mengurangi
konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm.
Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu
jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium,
Selisih antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit
sekali.

1.1.2 Panggul Tengah (Pelvic Cavity)


Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran
klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat
penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada
distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang
biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil
yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina
isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara
sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.

1.1.3 Pintu Bawah Panggul


Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari
dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan
tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat
diperoleh melalui pengukuran klinis adalah jarak antara kedua
tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung
sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis
posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung
sacrum (11,5 cm).

1.2 Konsep CPD


1.2.1 Definisi

Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah suatu bentuk


ketidaksesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu.
(Reader, 1997).

Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah disproporsi antara ukuran


janin dan ukuran pelvis, yakni ukuran pelvis tertentu tidak cukup besar
untuk mengakomodasi keluarnya janin tertentu melalui pelvis sampai
terjadi kelahiran pervagina (Varney, 2007).

Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidak


sesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak
dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh
panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.

1.2.2 Etiologi
Menurut Hamilton (1999) CPD disebabkan oleh panggul ibu yang
sempit, ukuran janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.

1.2.3 Tanda dan gejala


1.2.3.1 Persalinan lebih lama dari biasa
1.2.3.2 Janin belum masuk PAP pada usia kehamilan 36 minggu
(primipara), 38 minggu (multipara).

1.2.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya penyakit ini berhubungan erat dengan
penyebabkan CPD itu sendiri, yaitu kapasitas panggul atau ukuran
panggul yang sempit dan ukuran janin terlalu besar.

Klien atas indikasi Cephalopelvic disproportion (CPD) dengan CV <


8 perlu di lakukan pembedahan yang biasa disebut dengan setio
caesaria. Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu
histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Dari sini pasien
akan beradaptasi dengan keadaan akibat post anastesi dan luka post
SC.

Post anastesi dapat merdampak pada penurunan medulla oblongata


sehingga menyebabkan penurunan refleks batuk yang akan berdampak
pada akumulasi secret, pada keadaan ini pasien kemungkinan akan
mengalami bersihan jalan napas tidak efektif. Post anastesi juga dapat
berdampak pada Penurunan kerja pons yang dapat mengakibatkan
penurunan kerja otot eliminasi dan penurunan perostaltik usus
sehingga mengakibatkan konstipasi.

Luka post SC dapat mengakibatkan terputusnya jaringan sehingga


akan terjadi rangsangan pada area sensori yang akan berdampak pada
gangguan rasa nyaman berupa nyeri. Luka post SC dapat
mengakibatkan terbukanya jaringan sehingga berisiko tinggi terjadi
infeksi yang disebabkan oleh kurangnya proteksi terhadap invasi
bakteri.

Sedangkan untuk pasien yang memiliki CV > 8 -10 cm, dapat


dilakukan persalinan percobaan, jika persalinan berhasil maka pasien
akang mengalami preode post partum atau nifas. Pada preode ini dapat
terjadi distensi kabtung kemih yang dapat mengakibatkan udem dan
memar di uretra. Keadaan ini mengakibatkan penurunan sensitivitas &
sensasi kantung kemih dan pasien dapat mengalami gangguan
eliminasi urin. Namun, jika persalinan percobaan gagal maka
penanganan selanjutnya adalah dilakukannya SC.

1.2.5 pathway ukuran panggul yang sempit


ukuran janin terlalu besar.
Komplikasi keduanya

CPD

SC CV < 8
CV > 8 -10

Persalinan percobaan

Berrhasil Gagal
Post anastesi Luka post SC

Jaringan Jaringan
terputus terbuka
Post partum nifas
Penurunan Penurunan
medulla kerja pons
Merangsang Proteksi
Distensi kabtung kemih oblongata
area sensori kurang
Penurunan
Udem dan memar di Penurunan kerja otot
eliminasi Gangguan Invasi bakteri
uretra refleks batuk
rasa nyaman

Penurunan sensitivitas & Penurunan Risiko


sensasi kantung kemih Akumulasi perostaltik
sekret Nyeri infeksi
usus

Gangguan eliminasi urin


konstipasi

Bersihan jalan napas tidak efektif


1.2.6 Komplikasi
1.2.6.1 Ibu
a. Partus lama dengan KPD, menimbulkan dehidrasi dan
infeksi intrapartum.
b. Ruptur uteri.
c. Tekanan kepala janin yang lama pada jalan lahir akan
menimbulkan gangguan sirkulasi setempat sehingga
timbul ischaemia, kemudian timbul nekrosis dan beberapa
hari kemudian akan timbul fistula vesiko-vaginal atau
recto-vaginal.
d. Ruptur simfisis.
1.2.6.2 Bayi
a. Kematian perinatal akibat infeksi intra partum
b. Prolaps tali pusat.
c. Moulage yang berat pada kepala, sehingga menimbulkan
perdarahan intra cranial
d. Perlukaan/fraktur pada tulang kepala bayi.

1.2.7 Prognosis
1.2.7.1 Pada ibu
a. Partus lama yang disertai dengan pecahnya ketuban pada
pembukaan kecil dapat menimbulkan dehidrasi dan
asidosis serta infeksi intrapartum.
b. Dengan his yang kuat, sedangkan kemajuan janin di
jalan lahir tertahan dapat timbul regangan pada segmen
bawah uterus dan pembentukan lingkaran retraksi
patologis (Bandl). Gangguan ini menimbulkan ancaman
rupture uteri jika tidak segera diambil tindakan untuk
mengurangi regangan tersebut.
c. Dengan persalinan yang tidak maju karena CPD, jalan
lahir pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama
antara janin dan tulang panggul. Hal ini dapat
menimbulkan gangguan sirkulasi sehingga terjadi
iskemia kemudian nekrosis pada daerah tersebut.
Beberapa hari postpartum dapat terjadi fistula
vesikoservikalis, fistula vesiukovaginalis, fistula
rektovaginalis.
1.2.7.2 Pada Bayi
a. Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal,
apalagi jika ditambah dengan infeksi intrapartum.
b. Prolapsus funikuli jika terjadi menimbulkan bahaya yang
sangat besar bagi janin sehingga harus segera dilahirkan
apabila janin masih hidup.
c. Tekanan pada promontorium atau oleh simfisis pada
panggul menyebabkan perlukaan pada jaringan di atas
tulang kepala janin, bahkan dapat menimbulkan praktur
pada os parietalis.

1.2.8 Penanganan medis


1.2.8.1 Persalinan Percobaan
Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung
berbagai factor, antara lain : bentuk panggul, ukuran panggul,
pergerakan sendi-sendi panggul, besar kepala janin,
presentasi dan posisi kepala, serta his. Secara pasti, sebelum
persalinan berlangsung hanya dapat ukurang-ukuran panggul.
Oleh karena itu, jika CV < 8 cm dilakukan SC primer,
sedangkan CV > 8 -10 cmdapat dilakukan persalinan
percobaan.

Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang


kepala, tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak
muka, atau kelainan letak lainnya. Ketentuan lainnya adalah
umur kehamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena
kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage
dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan
menjadi penyulit persalinan percobaan.

Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak


akan selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses
kelahiran kepala bayi sudah keluar sedangkan dalam
melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy
medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut
janin dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-
hati dan tentunya dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut
tidak berhasil, dapat dilakukan pemutaran badan bayi di
dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu depan dimana
sebelumnya merupakan bahu belakang dan lahir dibawah
simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil,
penolong memasukkan tangannya kedalam vagina, dan
berusaha melahirkan janin dengan menggerakkan dimuka
dadanya.

Untuk melahirkan lengan kiri, penolong menggunakan tangan


kanannya, dan sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke
diameter miring dari panggul untuk melahirkan bahu depan.
Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour
dan test of labour. Trial of labour serupa dengan persalinan
percobaan di atas, sedangkan test of labour sebenarnya
adalah fase akhir dari trial of labour karena baru dimulai pada
pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian.

Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya


pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan pangul
sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini.
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir
spontan pervaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan
ibu dan anak baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila
pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannya, keadaan
ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandel, setelah
pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk
PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps yang
gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea.
1.2.8.2 Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul
berat dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik
yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan
panggul ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida
tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki. Seksio
sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu)
dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal atau
ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas
mungkin sedangkan syarat persalinan pervaginam belum
dipenuhi.
1.2.8.3 Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan
kanan pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
1.2.8.4 Kraniotomi dan Kleidotomi
Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau
kleidotomi. Apabila panggul sangat sempit sehingga janin
tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio sesarea

1.3 Rencana Asuhan Keperawatan Pasien dengan CPD


1.3.1 Pengkajian
1.3.1.1 Pengkajian
Terdiri dari identitas pasien (nama, tanggal lahir/umur pasien,
suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, diagnosa medis, no RM dan tanggal masuk
rumah sakit). Identitas penanggung jawab/suami (nama,
tanggal lahir/umur pasien, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat).
1.3.1.2 Riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga

a. Riwayat penyakit sekarang


Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha
apa saja yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan
ini.
b. Riwayat penyakit dahulu
1) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak,
siklus haid berapa hari, warna darah haid, HPHT
kapan, terdapat rasa sakit waktu haid atau tidak.

2) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu


Hamil dan persalinan berapa kali, anak hiup atau
mati, usia, sehat atau tidak , penolong siapa, nipas
normal atau tidak.
3) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh
pasien.
c. Riwayat penyakit keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan
rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota
keluarga, fungsi dan hubungan antar anggota keluarga,
kultur dan kepercayaan, prilaku yang dapat
mempengaruhi kesehatan, perepsi keluarga terhadap
penyakit pasien dan lain-lain.
1.3.1.3 Pengkajian fisik
a. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan
sederhana yang harus dijawab oleh klien atau pasien
disuruh untuk melakukan perintah. Variasi tindakan
kesadaran dimulai dari siuman tanpa ngantuk, harus
diobservasi dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Sistem pernapasan
Respirasi bisa meningkat atau menurun. Pernapasan yang
rebut dapat terdengar tanpa stetoskop. Bunyi napas akibat
lidah jatuh ke belakang atau akibat terdapat secret.
c. Sistem perkemihan
Retensi urin paling umum terjadi setelah pembedahan,
pasien yang hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6
sampai 8 jam setelah pembedahan. Jumlah output urin
yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi,
muntah akibat anastesi.
d. Sistem pencernaan
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam
setelah pembedahan, tergantung pada kekuatan efek
narkose pada penekanan intestinal. Ambulatory perlu
diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus.
e. Integritas ego
Dapar menunjukkan labilitas emosional dan kegembiraan
sampai ketakutan, marah atau menarik diri klien/
pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima
pesan dalam pengalaman kelahiran mungkin
mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi
situasi baru.
f. Eliminasi
Kateter urinarius indwelling tidak terpasang, urine jernih,
bau khas amoniak, bising usus tidak ada, samar/jelas
g. Nutrisi
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal
h. Nyeri/ketidaknyaman
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dan berbagai
sumber misalnya trauma bedah/insisi, nyeri penyerta,
distensi kandung kemih/abdomen, efek-efek anestesi,
mulut mungkin kering.
i. Keamanan
1) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering
dan utuh
2) Jalur parenteral bila digunakan, paten dan insisi
bebas eritema, bengkak dan nyeri tekan
j. Seksualitas
1) Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
2) aliran lochea sedang dan bebas, bekuan berlebihan /
banyak.
1.3.1.4 Pemeriksaan penunjang
Jumlah darah lengkap Hb/Ht, mengkaji perubahan dan pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan daerah pada
pembedahan. Urinalisis : kultur urine, darah vagina dan
lochea, pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan
individual

1.3.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

Diagnose 1 : nyeri akut


1.1.1.1 Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan
akibat adanya kerusakan jaringan yang actual dan potensial,
atau digambarkan dengan istilah seperti (Internasional
Association for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba
perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya
kurang dari enam bulan.
1.1.1.2 Batasan karakteristik
Subjektif :
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan
isyarat
Objektif :
a. Perubahan autonomik (misalnya : perubahan TD,
pernapasan atau nadi).
b. Tampak luka operasi pada abdomen
c. Prilaku ksprisif (misalnya : gelisah, merintih, menangis,
kewaspadaan yang berlebihan, peka terhadap rangsangan,
dan menghela napas panjang).
d. Gangguan tidur.
e. Focus menyempit
f. Pucat
1.1.1.3 Faktor yang berhubungan
Agen-agen penyebab nyeri (misalnya : biologis, kimia, fisik
dan psikologis).

Diagnose 2 : konstipasi
1.3.2.1 Definisi
Penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai
pengeluaran feses yang sulit atau tidak lampias atau
pengeluaran feses yang sangat keras dan kering.

1.3.2.2 Batasan karakteristik


Subjektif :
Nyeri abdomen
Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa resistensi otot
yang dapat dipalpasi
Anoreksia
Perasaan penuh atau tekanan pada rectum
Kelelahan umum
Sakit kepala
Peningkatan tekanan abdomen
Indigesti
Mual
Nyeri saat depikasi
Objektif :
Darah merah segar menyertai pengeluaran feses
Perubahan pada suara abdomen
Perubahan pada pola defekasi
Penurunan frekuensi
Penurunan volume feses
Distensi abdomen
Feses yang kering, keras dan padat
Pengeluaran feses cair
Massa abdomen dapat dipalpasi
Bunyi pekak pada perkusi abdomen
Adanya feses, seperti pasta pada rectum
Flatus berat
Mengejan pada defekasi
Tidak mau mengeluarkan feses
muntah
1.3.2.3 Faktor yang berhubungan
Fungsional
Psikologis
Farmakologis
Mekanis
Fisiologis
1.3.3 Perencanaan
Diagnose 2 : konstifasi
1.3.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan konstipasi menurun,
dengan criteria hasil sebagai berikut :
a. Pola eleminasi dalam rentang yang diharapkan
b. Feses lunak dan berbentuk
c. Mengeluarkan feses tanpa bantuan
1.3.3.2 Intervensi dan rasional

Intervensi Rasional
Pengkajian :
Identifikasi factor yang Pencegahan dini agar tidak
dapat menyebabkan atau memperparah keadaan pasien.
berkontribusi terhadap
konstipasi.
Penyuluhan untuk pasien/ Memberikan pemahaman
keluarga : tentang tindakan yang akan
Jelaskan etiologi masalah
dilakukan
dan rasional tindakan pada
pasien.
Kolaborasi :
a. Konsultasi dengan a. Mengetahui gangguan yang
dokter tentang penuruan mungkin terjadi pada
atau peningkatan pasien.
b. Mengetahui tindakan yang
frekuensi bising usus
b. Sarankan pasien untuk dapat dilakukan mengatasi
berkonsultasi dengan masalah
dokter jika konstifasi
atau imfaksi terjadi
Mandiri :
a. Anjurkan aktivitas yang a. Merangsang eliminasi
optimal defikasi pasien.
b. Berikan privasi dan b. Menambah kenyamanan
keamanan untuk pasien untuk pasien selama
selama eleminasi eleminasi defekasi
defekasi
c. Beri perawatan dalam
sikap yang menerima,
tidak menghakimi.

Diagnose 1 : nyeri akut


1.1.1.4 Tujuan dan criteria hasil (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 1-3 kali 24 jam
nyeri pasien dapat berkurang dengan criteria hasil sebagai
berikut :
a. Keluhan nyeri berkurang
b. Skala berkurang (0-2)
c. Pasien tanpak rileks
1.1.1.5 Intervensi keperawatan dan rasional (NIC)
a. Pengkajian
1) Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensip meliputi
lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan factor
presipitasinya.
Rasional : memberikan informasi untuk membantu
memudahkan tindakan keperawatan.
2) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan,
khususnya pada pasien yang tidak mampu
berkomunikasi efektif.
Rasional : mengetahui tingkat nyeri pasien dari ekspresi
pasien.
b. Penyuluhan pada pasien/keluarga
Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya :
teknik relaksasi dan distraksi, terapi music, kompres hangat
atau dingin, masase dan tindakan pereda nyeri lainnya.
Rasional : membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan
kenyamanan klien.

c. Kolaboratif
1) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat
yang terjadwal (misalnya : setiap 4 jam selama 36 jam)
atau PCA. Rasional : mengurangi nyeri.
2) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri
menjadi lebih berat. Rasional : penanganan dini pada
nyeri yang dirasa pasien.
3) Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil
atau jika keluhan saat ini merupakan perubahan yang
bermakna dari pengalaman nyeri pasien di masa lalu.
Rasional : menentukan tindakan penanganan nyeri lebih
lanjut.
d. Mandiri
1) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan.
Rasional : lingkungan yang panas, gaduh dan
sebagainya dapat mempengaruhi keadaan pasien yang
dapat berdampak pada rasa nyeri.
2) Pastikan pemberian analgesia terapi atau strategi
nonfarmakologi sebelum melakukan prosedur yang
menimbulkan nyeri.
Rasional : mencegah bertambahnya rasa nyeri yang
dirasakan pasien.
Daftar Pustaka
Hamilton, Persis. (1999). Dasar-dasar Keperawatan Maternitas Edisi : 2.
Jakarta : EGC
Reeder. (1997). Keperawatan Maternitas : Kesehatan Wanita, Bayi dan Keluarga.
Jakarta : EGC
Varney, Hellen. (2007). Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC
Wilkinson, J.M. Ahern, N.R., 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9.
Jakarta : EGC

Banjarmasin,31 Juli 2017


Presptor akademik, Preseptor klinik

() ()

You might also like