You are on page 1of 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu

penyebab utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia. PEB

diklasifikasikan kedalam penyakit hypertensi yang disebabkan karena

kehamilan. PEB ditandai oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan

proteinuria yang masif. Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti,

namun suatu keadaan patologis yang dapat diterima adalah adanya iskemia

uteroplacentol.

Diagnosis dini dan penanganan adekuat dapat mencegah

perkembangan buruk PER kearah PEB atau bahkan eklampsia

penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka

kematian ibu (AKI) dan anak. Semua kasus PEB harus dirujuk ke rumah sakit

yang dilengkapi dengan fasilitas penanganan intensif maternal dan neonatal,

untuk mendapatkan terapi definitif dan pengawasan terhadap timbulnya

komplikasi-komplikasi.

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda

preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat,

di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain

Preeklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara

langsung disebabkan oleh kehamilan. Pre-eklampsia adalah hipertensi


disertai proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20

minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20

minggu bila terjadi. Preeklampsia hampir secara eksklusif merupakan

penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan

umur ekstrem yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang

berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai

pada keadaan-keadaan berikut :

1) Kehamilan multifetal dan hidrops fetalis.

2) Penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes

mellitus.

3) Penyakit ginjal.

1.2 Tujuan

A. Tujuan Umum

Menganalisa hubungan antara beberapa faktor risiko terhadap terjadinya pre-

eklampsia pada saat kehamilan

B. Tujuan Khusus

a. Mengukur besar risiko faktor umur ibu hamil terhadap terjadinya

preeklampsia berat

b. Mengukur besar risiko paritas terhadap terjadinya preeklampsia berat.

c. Mengukur besar risiko jarak kehamilan terhadap terjadinya preeklampsia

berat
d. Mengukur besar risiko kehamilan ganda terhadap terjadinya preeklampsia

berat.

1.3 Manfaat

Presentasi ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak yang

berkepentingan. Adapun pihak-pihak yang kiranya dapat menggunakan hasil

presentasi ini, yaitu:

1. Bagi instansi pelayanan kesehatan

Dapat digunakan sebagai tambahan referensi dalam memberikan

pendidikan kesehatan pada ibu dengan preeklampsia berat sehingga dapat

mengurangi dan mencegah terjadinya tekanan darah tinggi, edema, dan

proteinuria.

2. Bagi institusi pendidikan kesehatan

Dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan asuhan keperawatan

pada ibu dengan preeklampsia berat yang selanjutnya.

3. Bagi masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya ibu dengan

preeklampsia berat tentang pentingnya pencegahan peningkatan tekanan

darah dan meningkatkan kesehatan khususnya tentang pencegahan

proteinuria, bahaya janin, dan edema.

4. Bagi penulis
Meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dalam melakukan asuhan

keperawatan pada ibu dengan preeklampsia berat serta menambah

wawasan dalam pembuatan laporan praktek.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan yang dipakai dalam penulisan makalah presentasi

ini adalah:

1. Studi Kepustakaan, dengan mempelajari buku-buku yang berhubungan

dengan kasus pada ibu preeklampsia berat.

2. Studi Kasus, dengan pengamatan langsung pada ibu dengan

preeklampsia berat di RS.Khusus Ibu dan Anak Astana Anyar Kota

Bandung.

3. Studi dokumenter dengan menggunakan kartu pasien.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi

yang bisa dialami oleh setiap wanita hamil. Preeklampsia adalah kumpulan

gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri

dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema.

Pengertian preelamsia menurut beberapa referensi :

a. Preeklampsia adalah perkembangan hipertensi, protein pada urin dan

pembengkakan, dibarengi dengan perubahan pada refleks (Curtis, 1999).

b. Preeklampsia adalah suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak

sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria

(Bobak, dkk., 2005).

c. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan

disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).

d. Preeklampsia adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema

akibat kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan

(Mansjoer dkk, 2000).

E. Pre eklamsi merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi

terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan

darah normal.
2.2 Etiologi

Etiologi penyakit preeklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan

pasti. Banyak teori teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba

menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut penyakit teori namun

belum ada memberikan jawaban yang memuaskan.

Preeklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan

manusia. Tanda dan gejala timbul hanya selama hamil dan menghilang

dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Tidak ada profil tertentu yang

mengidentifikasi wanita yang akan menderita preeklampsia.

Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali,

kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor

resiko yang lain adalah :

Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis

Riwayat tekanan darah tinggi yang khronis sebelum kehamilan.

Kegemukan.

Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.

Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.

Mengandung lean alirbih dari satu orang bayi.

Gizi buruk

Gangguan aliran darah ke rahim.

Akan tetapi, ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan

dengan perkembangan penyakit: primigravida, grand multigravida, janin

besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid obesitas.


Kira-kira 85% preeklampsia terjadi pada kehamilan pertama.

Preeklampsia terjadi pada 14% sampai 20% kehamilan dengan janin lebih

dari satu dan 30% pasien mengalami anomali rahim yang berat. Pada ibu

yang mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden dapat

mencapai 25%. Preeklampsia ialah suatu penyakit yang tidak terpisahkan

dari preeklampsia ringan sampai berat, sindrom HELLP, atau eklampsia

(Bobak, dkk., 2005).

2.3 Manifestasi Klinis

Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga

gejala, yaitu :

- Edema

- Hipertensi

- Proteinuria

Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu

beberapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan,

pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Tekanan darah 140/90 mmHg

atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolik > 15

mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan

diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai

sebagai bakat preeklamsia. Proteiuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l

dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2;


atau kadar protein 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau

urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.

Disebut preeklamsia berat bila ditemukan gejala :

- Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg.

- Proteinuria + 5 g/24 jam atau 3 pada tes celup.

- Oliguria (<400 ml dalam 24 jam). - Sakit kepala hebat atau gangguan

penglihatan. - Nyeri epigastrum dan ikterus. - Trombositopenia. -

Pertumbuhan janin terhambat. - Mual muntah - Nyeri epigastrium - Pusing -

Penurunan visus (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3)

2.4 Patofisiologi

Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan

retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola

glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya

sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua

arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik

sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan

dapat dicukupi.

kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan

air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya,

mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh

spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis

Obstetri, Jilid I, Halaman 199).


Patofisiologi pre eklamsi-eklamsi setidaknya berkaitan dengan

perubahan fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan

meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi penurunan resistensi

vaskular sistemik (systemic vascular resistance[SVRI]), peningkatan curah

jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid.

Pada preeklamsia volume plasma yang beredar menurun sehingga

terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini

membuat organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-

uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ

dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen

maternal menurun.

Vasospasme merupakan akibat peningkatan sensifitas terhadap

tekanan peredaran darah, seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu

ketidakseimbagan antara prostasiklin prostaglandin dan tromboksan A2.

Selain kerusakan endotelial vasospasme arterial menyebabkan

peningkatan permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan

lebih lanjut menurunkan volume intravaskular, mempredisposisi pasien yang

mengalami pre eklamsi mudah mengalami edema paru.

Hubungan sistem imun dengan pre eklamsi menunjukkan bahwa

faktor-faktor imunologi memainkan peran penting dalam pre eklamsi.

Keberadaan protein asing, plasenta, atau janin bisa membangkitkan respon

imunologis lanjut. Teori ini didukung oleh peningkatan insiden pre eklamsi
pada ibu baru dan ibu hamil dari pasangan baru (materi genetik yang

berbeda).

Predisposisi genetik dapat merupakan faktor imunologi lain. Frekuensi

pre eklamsi dan eklamsi pada anak dan cucu wanita yang memiliki riwayat

eklamsi, yang menunjukkan suatu gen resesif autoso yang mengatur respon

imun maternal.

Patofisiologi preeklampsia mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP)

dengan menginduksi edema otak dan meningkatkan resistensi otak.

Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, dan gangguan penglihatan

(skotoma) atau perubahan keadaan mental dan tingkat kesadaran.

Komplikasi yang mengancam jiwa ialah eklampsia atau timbul kejang (Bobak,

dkk., 2005).

2.5 Patologi

Berbagai teori mengenai asal preeklampsia telah diajukan, tetapi baru-

baru ini tidak terdapat penjelasan yang lengkap tentang penyebab gangguan

ini. Respons imun abnormal, gangguan endokrin, predisposisi genetik,

kelebihan atau kekurangan nutrisi, dan gangguan ginjal semua diajukan

sebagai berperan pada terjadinya preeklampsia.

Banyak sumber menyetujui bahwa penyebab preeklampsia adalah

multifaktor antara lain nulipara, usia maternal lebih dari 35 tahun, usia ibu

kurang dari 18 tahun, riwayat keluarga hipertensi akibat kehamilan (HAK),

dan riwayat HAK pada kehamilan sebelumnya.


Vasospasme paling mungkin sebagai penyebab proses penyakit.

Ketika vasospasme berlanjut, terjadi kerusakan pada dinding pembuluh

darah, yang mengakibatkan mengalirnya trombosit dan fibrin ke dalam

lapisan subendotel dinding pembuluh darah. Hal ini diketahui bahwa ibu yang

mengalami preeklampsia mempunyai sensivitas pada angiotensin II, yang

dianggap menjadi kontributor utama untuk proses vasospasme.

Vasokonstriksi juga berperan pada kerusakan sel darah merah ketika

melewati diameter pembuluh darah yang bgerkurang ukurannya.

Vasospasme akhirnya menimbulkan hipoksia jaringan lokal pada berbagai

sistem organ, termasuk plasenta, hati, paru, otak, dan retina. Vasospasme

serebral berperan pada gejala sakit kepala dan gangguan penglihatan serta

dapat berlanjut menjadi stroke.

Vasospasme pada sistem ginjal berperan pada penurunan aliran

darah ginjal. Sistem ginjal mengalami pembengkakan sel endotel glomerulus,

lumen kapiler glomerulus berkonstriksi, dan filtrasi glomerulus dan

selanjutnya menurun. Karena penurunan filtrasi, nitrogen urea darah serum,

kreatinin, dan natrium meningkat; dan haluaran urin menurun. Retensi

natrium selanjutnya sensivitas terhadap angiotensi II dan peningkatan volume

cairan ektra seluler. Pada kasus berat, vasospasme dan pembentukan

trombus arterial dapat menimbulkan nekrosis korteks renal.

Terjadinya edema umum karena kerusakan dinding pembuluh darah

dan retensi cairan sekunder akibat penurunan filtrasi glomerulus. Ketika

cairan bergeser dari ruang intravaskular ke ektravaskular terjadi hipovolemia


dan hemokonsentrasi. Hal ini pada gilirannya menempatkan kebutuhan pada

jantung sebagai presoreseptor pada organ mayor memberi umpan balik

untuk meningkatkan curah jantung. Riset tentang curah jantung pada

preeklampsia masih menjadi konflik.

Beberapa penelitian telah menetapkan penurunan curah jantung yang

dikaitkan dengan peningkatan tahanan vaskular perifer, sedangkan penilitian

lain menemukan bahwa beberapa ibu dengan preeklampsia secara nyata

mengalami peningkatan curah jantung dan penurunan tahanan perifer

sampai penyakit menjadi berat.

Disfungsi hati pada preeklampsia dapat direntang dari perubahan

enzim ringan sampai edema hepatik, edema subkapsular, atau hemoragi.

Perubahan berat dapat terjadi sebagai nyeri kuadran kanan atas. Bila edema

hepatik mewakili derajat edema umum yang mencakup edema serebral, nyeri

kuadran kanan atas sering dikaitkan dengan derajat edema serebral yang

mengakibatkan aktivitas kejang (eklampsia).

Kerusakan dinding pembuluh darah, dan kebocoran produk darah ke

dalam ruang ektravaskular akhirnya menimbulkan koagulopati konsumtif

serupa dengan koagulasi intravaskular diseminata. Mekanisme

trombositopenia yang tampak pada preeklampsia tidak dipahami dengan

baik. Satu teori adalah bahwa kerusakan endotel dikaitkan dengan agregasi

dan destruksi tombosit. Gangguan mekanisme pembekuan normal dapat

menimbulkan hemoragi dan kematian.


Beberapa ibu yang mengalami preeklampsia berlanjut mengalami

sindrom HELLP, yang dikaitkan dengan progresi cepat proses patologis dan

mengakibatkan hasil janin dan maternal sebaliknya. Ibu yang mengalami

sindrom HELLP kemungkinan menunjukkan subset individual yang

mengalami disfungsi endotel lebih berat, dan dianggap bahwa predisposisi ini

mungkin bersifat genetik.

Disamping efek tidak langsung penurunan perfusi maternal pada janin,

proses vasospasme juga secara langsung mempengaruhi plasenta. Lesi

plasenta yang adalah akibat infrak selanjutnya menurunkan perfusi ke janin,

yang menimbulkan intrauterine growth restriction (IUGR) dan hipoksia.

Komplikasi yang dikaitkan dengan preeklampsia berat meliputi gangguan

plasenta, gagal ginjal akut, abrupsio retina, gagal jantung, hemoragi serebral,

IUGR, dan kematian maternal dan janin (Walsh, 2008).

2.6 Penatalaksanaan

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala

preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :

a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah

pengobatan medisinal.

1. Perawatan aktif

Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan

pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG). Indikasi :

a. Ibu
Usia kehamilan 37 minggu atau lebih

Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi

konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan

darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo

(tidak ada perbaikan)

b. Janin

Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG)

Adanya tanda IUGR (janin terhambat)

c. Laboratorium

Adanya HELLP Syndrome (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,

trombositopenia)

2. Pengobatan mediastinal

Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia berat adalah :

a. Segera masuk rumah sakit.

b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30

menit, refleks patella setiap jam.

c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL

(60-125 cc/jam) 500 cc.

d. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

e. Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4).

1. Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit

kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera

4 gram di pantat kiri dan 4 gr di pantat kanan (40% dalam 10 cc) dengan
jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan

xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.

2. Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal

lalu dosis ulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4

tidak melebihi 2-3 hari.

3. Syarat-syarat pemberian MgSO4

Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10% dalam

10 cc) diberikan IV dalam 3 menit.

Refleks patella positif kuat.

Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit.

Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam) 4.

MgSO4 dihentikan bila :

Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis

menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan

selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot

pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah

4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar

12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan > 15 mEq/liter

terjadi kematian jantung.

Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :

- Hentikan pemberian MgSO4

- Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam

waktu 3 menit
- Berikan oksigen

- Lakukan pernapasan buatan

MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sedah terjadi

perbaikan (normotensi).

f. Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah

jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg

IM.

g. Anti hipertensi diberikan bila :

1. Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih

125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg

(bukan < 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.

2. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.

3. Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan

obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis

yang dapat dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan

dengan tekanan darah.

4. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet

antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali.

Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai

diberikan secara oral (syakib bakri,1997)

b. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah

pengobatan medisinal.
1. Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-

tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.

2. Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada

pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup

intramuskular saja dimana gram pada pantat kiri dan 4 gram pada pantat

kanan.

3. Pengobatan obstetri :

a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti

perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia

ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.

c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan

medisinal gagal dan harus diterminasi.

d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu

MgSO4 20% 2 gr IV.

4. Penderita dipulangkan bila :

a. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda preeklampsia ringan dan

telah dirawat selama 3 hari.

b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan :

penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan

(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).


2.7 Diagnosis

Diagnosis preeklampsia dilakukan pada setiap kali pemeriksaan

prenatal dengan mengukur tekanan darah ibu dan menguji protein urine.

Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi

disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu

(Prawirohardjo, 2008).

a. Hipertensi : sistolik/diastolik 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik

30 mmHg dan kenaikan diastolik 15 mmHg tidak dipakai lagi

sebagai kriteria preeklampsia.

b. Proteinuria : 300 mg/24 jam atau 1+ dipstik.

c. Edema :edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria

preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka, dan perut,

edema generalisata.

Prawirohardjo (2008) menjelaskan bahwa diagnosis preeklampsia

ditegakkan berdasar kriteria preeklampsia berat sebagaimana tercantum

dibawah ini. Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan

satu atau lebih gejala sebagai berikut :

1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110

mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat

dirumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.

2. Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.

3. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.

4. Kenaikan kadar kreatinin plasma.


5. Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala,

skotoma dan pandangan kabur.

6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat

teregangnya kapsula Glisson).

7. Edema paru-paru dan sianosis.

8. Hemolisis mikroangiopatik.

9. Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit

dengan cepat.

10. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin

dan aspartate aminotransferase.

11. Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.

2.8 Pencegahan

Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang

berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Pencegahan yang dimaksud

ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklampsia pada perempuan hamil

yang berisiko terjadinya preeklampsia (Prawirohardjo, 2008). Oleh karena itu,

pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi angka kejadian dan

menurunkan angka kesakitan dan kematian.

Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil

yang teratur dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan

darah, dan pemeriksaan urin untuk menetukan proteinuria. Untuk mencegah


kejadian preeklampsia ringan dapat dilakukan nasehat tentang dan berkaitan

dengan preeklampsia :

a. Diet makanan. Makanan tinggi protein, rendah karbohidrat, cukup vitamin,

rendah lemak. Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna.

b. Cukup istirahat. Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti

bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak

duduk atau berbaring kea rah punggung janin sehingga aliran darah menuju

plasenta tidak mengalami gangguan.

c. Pengawasan antenatal. Bila terjadi perubahan peraan dan gerak janin dalam

rahim segera datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan

perhatian :

1. Uji kemungkinan preeklampsia :

a). Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya

b). Pemeriksaan tinggi fundus uteri

c). Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema

d). Pemeriksaan protein dalam urine

e). Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran

darah umum, dan pemeriksaa retina mata.

2. Penilaian kondisi janin dalam rahim

a). Pemeriksaan tinggi fundus uteri

b). Pemeriksaan janin : gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin,

pemantauan air ketuban

c). Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi (Curtis, 2001).


2.9 Penanganan

Upaya pengobatan ditujukan untuk mencegah kejang, memulihkan

organ vital pada keadaan normal, dan melahirkan bayi dengan trauma

sekecil-kecilnya pada ibu dan bayi.

Segera rawat pasien di rumah sakit. Berikan MgSO4 , dalam infuse

Dextrosa 5% dengan kecepatan 15-20 tetes per menit. Dosis awal MgSO4 2

g intravena dalam 10 menit selanjutnya 2 g/jam dalam drip infuse sampai

tekanan darah stabil 140-150/90-100 mmHg. Ini diberikan sampai 24 jam

pasca persalinan atau dihentikan 6 jam pasca persalinan ada perbaikan

nyata ataupun tampak tanda-tanda intoksikasi. Sebelum memberikan MgSO4

perhatikan reflek patella, pernapasan 16 kali/menit. Selama pemberian

parhatikan tekanan darah, suhu, perasaan panas, serta wajah merah.

Berikan nefidipine 3-4 x 10 mg oral (dosis maksimum 80 mg/hari), tujuannya

adalah untuk penurunan tekanan darah 20% dalam 6 jam. Periksa tekanan

darah, nadi, pernapasan tiap jam. Pasang kateter kantong urin setiap 6 jam.

PE Berat memerlukan antikonvulsi dan antihipertensi serta dilanjutkan

dengan terminasi kehamilan.

Tujuan terapi pada PE:

1. Mencegah kejang dan mencegah perdarahan intrakranial

2. Mengendalikan tekanan darah

3. Mencegah kerusakan berat pada organ vital

4. Melahirkan janin yang sehat


Terminasi kehamilan adalah terapi defintif pada kehamilan > 36

minggu atau bila terbukti sudah adanya maturasi paru atau terdapat gawat

janin.

Penatalaksanaan kasus PEB pada kehamilan preterm merupakan

bahan kontroversi.Pertimbangan untuk melakukan terminasi kehamilan pada

PEBerat pada kehamilan 32 34 minggu setelah diberikan glukokortikoid

untuk pematangan paru.

Pada PEBerat yang terjadi antara minggu ke 23 32 perlu

pertimbangan untuk menunda persalinan guna menurunkan angka morbiditas

dan mortalitas perinatal.

Terapi pada pasien ini adalah :

1. Dirawat di RS rujukan utama (perawatan tersier)

2. MgSO4

3. Antihipertensi

4. Kortiskosteroid

5. Observasi ketat melalui pemeriksaan laboratorium

6. mengakhiri kehamilan bila terdapat indikasi

Terminasi kehamilan sedapat mungkin pervaginam dengan induksi

persalinan yang agresif. Persalinan pervaginam sebaiknya berakhir sebelum

24 jam. Bila persalinan pervaginam dengan induksi persalinan diperkirakan

melebihi 24jam, kehamilan sebaiknya diakhiri dengan SC


2.10 Pemeriksaan Penunjang Preeklampsia

1. Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk menyingkirkan

kemungkinan infeksi urin.

2. Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar ureum

darah (untuk menilai kerusakan pada ginjal) dan kadar hemoglobin.

3. Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh

darah retina.

4. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di

dalam plasma serta urin untuk menilai faal unit fetoplasenta (Helen

Farier : 1999)

5. Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran

ventrikel dan kardiomegali.


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT

PREEKLAMSIA BERAT

A. PENGKAJIAN DATA

ANAMNESA

I. Identitas klien

Nama : Ny.M

Umur : 31 tahun

Status : Menikah

Alamat : Sayuti Hilir RT 02/ RW 15, Margahayu Bandung

Pendidikan terkahir : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Tanggal dirawat : 19 Oktober 2012

Dokter penanggung jawab: dr. Fery

Diagnosa Medis : P1A1 + PEB

II. identitas penanggung jawab

Nama : Tn.S

Umur : 34 th

Jenis kelamin : laki laki

Agama : Islam
Pendidikan : SMP

Pekerjaan : swasta

Suku bangsa : Indonesia

Alamat : Sayuti Hilir RT 02/ RW 15, Margahayu Bandung

Hubungan dengan klien : suami

2. Riwayat Kesehatan.

a. Keluhan utama: mengeluh sesak nafas, sesak bertambah saat ibu merasa

ada kontraksi pada janin dan mulai berkurang saat ibu tarik nafas dalam,

sesak mengakibatkan ibu tidak nafsu makan dan nyeri pada abdomen.

b. Riwayat kesehatan sekarang: klien mengeluh sesak di dada kemudian di

bawa ke RS untuk menjalani perawatan medis

c. Riwayat kesehatan dahulu: hamil sebelumnya juga dulu pasien pernah

mengalami tekanan darah yang tinggi sama seperti saat ini dan ibu abortus.

d. Riwayat Ginekologi

HPHT: 10 Januari 2012

Estimate Date of Confinement (EDC): 14 Oktober 2012

Usia Menarche: 10 Januari 2012

Lamanya haid : 5 hari

Perkiraan Jumlah darah ( berapa jumlah pembalut yang digunakan dalam 24

jam pada saat hari deras) : 4

d. Riwayat kesehatan keluarga: ibu klien mengatakan dalam keluarga tidak ada

yang mengalami penyakit yang sama dengan klien.


e. Riwayat alergi obat dan makanan: tidak ada alergi obat dan makanan

3. Pemeriksaan fisik

Keadaan Umum

a. Tingkat Kesadaran

Keadaan Umum : Baik

Kualitatif : Compos Mentis

Kuantitatif : 15 (E:4,V:5, M:6)

b. Tanda Tanda Vital

BP : 150/100 mm.Hg

P : 88 x /mnt

R : 25 x /mnt

T : 36,8 C

c. Keadaan Gizi

BB : 48 Kg

TB : 151 cm

1. Data Pemeriksaan Fisik (Head to Toe), Metode : Inspeksi, Palpasi,

Perkusi, Auskultasi.

a. Kepala dan Rambut

Inspeksi : Bentuk kepala simetris warna rambut putih beruban,

rambut pendek, distribusi rambut merata, tidak ada

ketombe, tidak ada lesi.


Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

b. Muka

Inspeksi : Bentuk muka simetris, tidak tampak odema, otot muka

dan rahang kekuatan normal, sianosis tidak ada.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

c. Mata

Inspeksi : Bentuk mata kanan dan kiri simetris, alis mata, kelopak

mata normal, konjuktiva anemis (-/-), pupil isokor, sklera

putih, reflek cahaya positif. Pergerakan bola mata baik

dapat digerakkan keatas, bawah, samping kanan dan

kiri. Tajam penglihatan menurun (Klien tidak dapat

membaca nama perawat dengan jarak 50 cm).

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

d. Hidung

Inspeksi : Posisi septum di tengah, tidak ada secret, tidak ada

polip, tidak ada pernapasan cuping hidung, penciuman

klien baik terbukti dapat mencium bau minyak kayu

putih.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.


e. Telinga

Inspeksi : Bentuk telinga kanan dan kiri simetris, kelainan daun

telinga tidak ada kelainan, letak sejajar pinna, tampak

serumen pada kedua telinga.

Palpasi : Tidak nyeri tekan pada tulang mastoid, fungsi

pendengaran menurun (klien mampu mendengar ketika

perawat menyapa nama klien dgn jarak 1 m setelah

diulang 2 kali).

f. Mulut

Inspeksi : Mukosa bibir klien lembab, jumlah gigi 0. Tidak ada

stomatitis, tidak ada lesi, fungsi pengecapan baik,

Tidak terdapat peradangan dan pembesaran pada

tonsil, lidahnya tampak kotor.

0000 0000

0000 0000

g. Integumen

Inspeksi : Tidak ada lesi. Tampak keriput. Ada hiperpigmentasi

pada kulit tangan.

Palpasi : Terasa kasar dan kering.

h. Leher
Inspeksi : Klien dapat mengerakkan leher ke kanan dan kiri

belakang dan depan.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan. Tidak ada pembesaran kelenjar

tiroid, tidak ada peningkatan vena jugularis, tidak ada

lesi, dan trachea letak sentral.

i. Dada dan Punggung

Inspeksi : Bentuk dada simetris, pengembangan dada kanan dan

kiri sama, punggung sedikit membungkuk.

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas. Jantung

tidak teraba.

Perkusi : Terdengar suara paru sonor. Vocal premitus dalam

batas normal.

Auskultasi : Suara pernapasan bersih dan teratur. Bunyi jantung

normal dan tidak terdapat bunyi nafas tambahan

seperti wheezing, ronchi.

j. Abdomen

Inspeksi : Bentuk datar, tidak ada benjolan, ada luka post SC

Palpasi : ada nyeri tekan pada semua kuadran abdomen, hepar

teraba, tidak terdapat pembesaran hepar.

Perkusi : Terdengar suara timpani pada daerah gaster dan suara

dullness pada daerah hepar.

Auskultasi : Bising usus 11 x / menit.

k. Genitalia
Pada saat dikaji klien mengatakan tidak ada gangguan BAK.

Tidak merasa gatal pada alat kelamin, perineal dan sekitarnya.

l. Anus

Pada saat dikaji klien mengatakan tidak sakit pada bagian anus

dan tidak merasa nyeri saat BAB.

m. Ekstermitas

Atas

Inpeksi : Bentuk kedua tangan sama panjang, pada tangan

kanan dan tangan kiri terdapat hiperpigmentasi. Kuku

tangan bersih.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan kekuatan otot 4/4 , akral

hangat.

Perkusi : Refleks bisep dan trisep (+)

Bawah

Inspeksi : Bentuk kedua kaki sama panjang, pergerakan kaki

bebas dan terdapat udem.

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan. Akral hangat, kekuatan otot

4/4.

Perkusi : Refleks patella (+), refleks babinski (+).

n. Sistem cardiovaskuler

Inspeksi : tidak tampak ictus cordis

Palpasi :tidak teraba ictus cordis,tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Redup
Auskultasi : terdengar bunyi S1 dan S2 dan bunyi jantung murni

tan terdengar suara tambahan seperti gallop.

o. Sistem pernafasan :

Inspeksi : Tidak ada retraksi intercosta,pergerakan dada simetris

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, taktil fremitus(+)

Perkusi : resonance

Auskultasi : Bronkovesikuler

p. Sistem gastointestinal

Inspeksi :tampak tonus otot berlipat dan tidak ada perubahan

warna

Auskultasi : 8x/menit

Palpasi : tidak ada nyeri tekan di keempat kuadaran.

Perkusi : lambung : tympani hati : dulness (8 cm)

q. Sistem perkemihan : tidak ada nyeri saat berkamih,sering berkemih

tapi sedikit.

1. Riwayat Psikososial

a. Psikologi : Persepsi klien terhadap penyakit: Ny. M percaya

bahwa setiap penyakit pasti bisa sembuh dengan sendirinya dan

pasti ada obatnya

b. Emosi : Ny. M sulit menahan amarah.

c. Kemampuan adaptasi : Ny. M mampu bersosialisasi dengan

beberapa anggota rumah sakit lainnya.


d. Mekanisme pertahanan diri: Jika ada masalah Ny.M tidak pernah

menceritakan kepada siapa-siapa dia akan memecahkan masalah

dengan sendiri.

B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Darah

WBC 5000 5000 - 11.000

Hemoglobin 13,0 12.5 - 16.0

Platelet 220.000 150.000 - 440.000

Hematocrit 39.6 37.0 - 47.0

2. Urin

Colour Yellow Yellow

Glucose Negatif Negatif

PH 6.0 6.0 -7.0

Protein +2 +1 (30), +2(100), +3

(300), +4(>2000)

C. DATA FOKUS

Data subyektif:

klien mengatakan mengalami nyeri hebat pada daerah perut

P: nyeri berkurang setelah minum obat Q: nyeri berat R: nyeri pada daerah

perut
S: skala 3 T: nyeri terasa selama 3menit sekali

klien mengatakan susah makan karena sering mual muntah

klien mengatakan sering merasa haus

Data obyektif:

klien tampak pucat, dehidrasi

klien tampak kurus, anoreksia, konjungtiva pucat

klien tampak lemah, bedrest

D ANALISA DATA

NO SYMPTOM PROBLEM ETIOLOGI

1. DS: klien mengatakan Vasospasme Gangguan rasa

anaknya mengalami Lumen Arteriole nyaman: nyeri

nyeri pada Peningkatan


hebat b/d Putusnya
tekanan darah
daerah perut P: nyeri kontunuitas
Ibu di SC
berkurang setelah jaringan
Kontinuitas
minum obat Q: nyeri jaringan

berat R: nyeri pada Nyeri

daerah perut S: skala

4 T: nyeri terasa

selama 3 menit sekali

DO: klien tampak

menahan nyeri
2. - Pasien selalu merasa Vasospasme Gangguan

ingin BAK (anyang- Perubahan keseimbangan

anyangan) permeabilitas cairan: Odem

- Pasien merasa nyeri Perubahan b/d vasospasme

saat awal setelah Glomerulus pada pembuluh

BAK Odem darah

- Dipermukaan saluran

kencing bawah

(orifisium uretra)

merah (eritematus)

dan membengkak

(oedema)

Diagnosa keperawatan dan prioritas masalah

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b/d putusnya kontunuitas jaringan

2. Gangguan Keseimbangan cairan: Odem b/d Vasospasme pada

pembuluh darah
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

4.1 Riwayat Preeklampsia Keluarga

Setelah melihat dari tinjauan teori dan hasil penelitian bahwa riwayat

preeklampsia keluarga bukan termasuk penyebab preeklampsia pada Ny. M.


Didalam teori dijelaskan bahwa riwayat preeklampsia adalah suatu

penyakit yang diderita oleh keluarga yang ditandai dengan adanya kenaikan

tekanan darah adanya oedema dan ditemukannya proteinuria

Ternyata riwayat preeklampsia keluarga bukan menjadi faktor

penyebab terhadap Ny. M, karena Ny. M dan keluarga tidak mempunyai

riwayat preeklampsia.

4.2 Wanita dengan Obesitas

Setelah melihat dari tinjauan teori dan hasil penelitian bahwa wanita

dengan obesitas bukan termasuk penyebab preeklapsia pada Ny. M.

BB Ideal = (TB 100%) 10% (TB 100)

Batas ambang yang diperbolehkan adalah + 10%, bila > 10% sudah

kegemukan. Dan bila diatas 20% terjadi obetasi.

Wanita dengan obesitas bisa menjadi faktor penyebab preeklampsia

tetapi pada Ny. M obesitas bukan menjadi faktor penyebab karena Ny.M tidak

mengalami obesitas.

4.3 Wanita yang Mengalami Kehamilan Ganda

Dalam teori menjelaskan bahwa wanita yang mengalami kehamilan

ganda yaitu bila proses fertilasi menghasikan janin lebih dari satu dan setelah

dilakuan Palpasi : uterus teraba besar, teraba tiga bagian, teraba 2 bagian,

dan 2 punggung, teraba bagian-bagian kecil yang banyak. Kemudian

dilakukan Infeksi : perut yang lebih besar, dan membuncit kadang-kadang


terlihat dikaki dibeberapa tempat dan dilakukan pemeriksaan Auskultasi :

DDJ terdengar di dua tempat.

Setelah melaihat dari tinjauan teori dan hasil penelitian ternyata ibu

tidak mengalami kehamilan ganda. Jadi faktor wanita yang mengalami

kehamilan ganda bukan menjadi faktor penyebab terjadinya preeklampsia

pada Ny. M.

4.4 Molahidatidosa

Setelah melihat dari tinjauan teori dan hasil penelitian ternyata ibu

tidak mengalami kehamilan dengan molahidatidosa, jadi molahidatidosa

bukan menjadi faktor penyabab preeklamsia pada Ny. M.

Didalam teori dijelaskan bahwa molahidatidosa adalah suatu

kehamilan yang tidak berkembang secra wajar dimana tidak ditemukan janin

yang hampir seluruh villikorialis mengalami peruhan hidrofil, dan setelah

dilakukan pemeriksaan auskultasi hanya ada bising usus, molahidatidosa

bukan menjadi faktor penyebab pada Ny. M, karena Ny. M tidak mengalami

kehamilan dengan molahidatidosa.

4.5 Faktor Nutrisi

Setelah melihat tinjauan teori dan hasil penelitian bahwa faktor nutrisi

Ny. M kurang baik sehingga nutrisi yang menyebabkan terjadinya pre

eklampsia ringan pada Ny. M.


Didalam teori dijelaskan bahwa sejumlah besar garam yang masuk

kedalam darah dapat menyebabkan volume darah bertambah. Akibatnya,

jantung bekerja lebih kaut dan tekanan darah pun meningkat. Jadi aturlah

menu makanan dengan kecukupan gizi seimbang dan protein tinggi.

Faktor nitrisi Ny. M kurang baik sehingga timbulnya pre eklampsia

disebabkan oleh pola makanan Ny. M yang mengkonsumsi makanan yang

mengandung kadar garam tinggi terlalu banyak karena setelah dilakukan

anamnesa dan menganjurkan Ny. M untuk mengurangi makan dengan kadar

garam tinggi dan tekanan darah Ny. M menurun.

4.6 Faktor Umur

Setelah melihat tinjauan teori dan hasil penelitian faktor umur Ny. M

dikategorikan beresiko. Dimana ibu berusia 18 tahun, maka hal ini sesuai

dengan teori dimana umur dibawah 20 tahun dikategorika beresiko.

Dimana teori dijelaskan bahwa jika usia ibu < 20 tahun dan > 35 tahun

dikategorikan beresiko.

4.7 Kesehatan Fisik

Setelah melihat dari tinjauan teori hasil penelitian faktor Fisik Ny. M

kurang baik.

Didalam teori dijelaskan bahwa kesehatan fisik ibu hamil dengan pre

eklampsia ringan ditandai dengan kenaikan tekanan darah atau kenaikan


darah 140/90 mmHg atau lebih, odema umum dijari tengah kaki dan muka,

kenaikan berat badan 1 kg ataulebih, protein urine 0,3 gram / liter atau

kualitatif + 1 sampai 2 para urine kateter. Kesehatan fisik Ny. M yang kurang,

karena itu berpantangan dengan tidur siang.

4.8 Kondisi Psikologis

Setelah melihat dari tinjauan teori dan hasil penelitian, bahawa kondisi

psikologi Ny. M mengalami kecemasan ringan.

Didalam teori dijelaskan bahwa untuk mengetahui sejauh mana derajat

kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali.

Menggunkana alat ukur atau instrumen yang dikenal dengan nama Hamilton

Rating Acale For Anxienty (HRS A).

Faktor penyebab yang mempengaruhi terjadinya faktor preeklampsia

biasa mempengaruhi kondisi psikologi terhadap penderita yang mengalami

kehamilan dengan pre eklampsia.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Preeklampsia adalah penyakit pada kehamilan yang ditandai dengan

hipertensi, proteinurne, dan edema yang terjadi setelah kehamilan 20

minggu.

Preeklampsia yang terjadi pada Ny. M adalah preeklampsia ringan

yang terjadi pada trimester ke III, didak ada predisposisi, misalnya

kegemukan pada ibu, dengan demikian sesuai dengan teori bahwa

preekampsia dapate terjadi secara tiba-tiba penyebab yang jelas.

Dengan penatalaksanaan yang dilakukan pad kasus ini yaitu

pemantauan terhadap tanda-tanda preeklampsia berat sehingga persalinan

lancar dan tidak menjadi preeklampsia berat.

Hasil usaha yang diberikan pada Ny. M menunjukkan bahwa ANC

yang teratur merupakan tindakan yang tepat dan dilakukan oleh ibu sehingga

kasus yang tejadi dapat di antisipasi agar tidak terjadi keterlambatan

penemuan kasus. Dan dapat dilakuakn secara intensif.


5.2 Saran

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan

preeklampsia di poli kebidanan Rumahn sakit Ibu dan Anak Kota Bandung,

maka penulis memberikan saran bagi lembaga pendidikan.

1. Berikanlah pengarahan pada pelajar untuk melaksanakan asuhan

keperawatan sesuai teori, sikap dan keterampilan serta temuan-temuan

yang baru untuk keperawatan dan untuk ini peran serta pengajar dan

mahasiswa sangat diperlukan.

2. Berikan pengarahan pada para pelajar untuk memberi motivasi serta

melibatkan klien pada proses keperawatan dan memberi informasi yang

tepat sesuai kebutuhan klien.

Bagi tim kesehatan ada beberapa saran yaitu:

1. Binalah hubungan yang baik dan saling percaya dengan klien serta

keluarga klien.

2. Terapkan asuhan keperawatan serta tindakan keperawatan menurut teori

dan tetap memperhatikan kebutuhan klien secara holistik (utuh).

3. Berikan informasi dengan tepat tentang penyakit, cara mengurangi resiko

preeklampsia dan pencegahan, khususnya tentang pentingnya diet

rendah garam dan pentingnya menjaga daya tahan tubuh melalui pola

hidup yang sehat baik dalam makanan dan istirahat yang cukup . Dengan

demikian klien dapat memperoleh kesejahteraannya seperti semula.


DAFTAR PUSTAKA

M.DIANE,FRASER MARGARET.A,COOPER.2009.BUKU SAKU PRAKTIK KLINIK


KEBIDANAN,JAKARTA : EGC MEDIKAL PUBLISHER

Chapman,Vicky .2006. ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN DAN KELAHIRAN, Jakarta :


EGC.

http://eprints.ums.ac.id/30772/9/NASKAHPUBLIKASI.pdf / RATIH SARALANGI J200


110 039/ ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.P KEHAMILAN DENGAN
PEB(PREEKLAMSIA BERAT)DIRUANG MAWAR I RUMAH SAKIT
Dr.MOEWARD/HASILPENILITIAN

You might also like