Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Annisa Mardhiyah
(1113103000054)
Pembimbing:
dr. Elza Febria Sari Sp.PD
Bismillahirrohmanirrohiim,
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan referat ''Sirosis
Hepatis dan Etiologi'' ini. Shalawat serta salam saya curahkan kepada junjungan
Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat serta pengikutnya,
semoga kita senantiasa menjadi pengikutnya hingga akhir zaman.
Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Elza
Febriasari, SpPD selaku pembimbing saya yang telah memberikan arahan,
bimbingan, pengetahuan serta saran, sehingga referan ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami yang
sedang menempuh kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam dan bagi para peserta
pendidikan selanjutnya.
Bekasi, 20 Juli 2017
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar .......................................................................................................... 2
Daftar Isi.................................................................................................................... 3
BAB I Pendahuluan................................................................................................... 4
BAB II. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 5
BAB III. Kesimpulan ................................................................................................ 33
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 34
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hati merupakan organ intestinal terbasar dengan berat sekitar 1,2 - 1,8 kg
atau kurang lebih sekitar 25% berat badan orang dewasa. Hati terletak di bawah
diafragma di dalam rongga abdomen dan menempati hampir seluruh regio
hiopokondrium dekstra dan regio epigastrium.1,2
5
Fungsi metabolisme, hati berperan dalam metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak setelah zat-zat tersebut diserap dari saluran cerna.
Detoksifikasi atau penguraian zat sisa tubuh dan hormon serta obat dan zat
asing lainnya.
Fungsi sintesis : hati mensintesis berbagai protein plasma, termasuk
protein yang dibutuhkan dalam proses pembekuan darah dan protein yang
berperan dalam mengangkut hormon steroid serta kolesterol dalam darah.
Fungsi penyimpanan : hati berperan sebagai tempat penyimpanan
glikogen, lemak, besi, tembaga, dan berbagai vitamin lainnya.
Aktivasi vitamin D bersama dengan kulit dan ginjal.
Fagositosis : Menguraikan bakteri dan sel-sel darah yang sudah tua.
Fungsi ekskresi : mengekskresikan kolesterol dan bilirubin. bilirubin
merupakan produk penguraian yang berasal dari destruksi sel darah merah
yang sudah tua.1,2,3
6
struktur kompleks yang disebut hepatic laminae. Pada kedua sisi hepatic
laminae tersebut terdapat sinusoid. Di antara hepatosit yang berdekatan
terdapat kanalikuli tempat dimana garam empedu disekresikan.2,3
2. Sinusoid hepatik: Sinusoid merupakan pembuluh darah kapiler yang
sangat permeabel yang terdapat diantara susunan hepatosit. Darah dari
cabang arteri hepatika dan vena porta mengalir ke sinusoid dan dan
dibawa ke vena sentralis, kemudian dari vena sentralis darah akan
mengalir ke vena hepatik dan menuju ke vena kafa inferior. Di dalam
sinusoid juga terdapat sel-sel fagosit yang disebut sel stelata atau
makrofag hepatik, yang berperan dalam menghancurkan sel darah merah
dan putih yang sudah rusak, bakteri, dan zat-zat asing lainnya. Cabang
duktus biliaris, cabang arteri hepatik, dan cabang vena hepatik bersamaan
disebut dengan trias porta.2,3
3. Kanalikuli biliaris : merupakan saluran kecil diantara sel-sel hepatosit
yang berperann untuk mengumpulkan garam empedu yang diproduksi
hepatosit. Melalui kanalikuli, garam empedu dibawa ke duktus biliaris,
menuju duktus hepatik dekstra dan sinistra yang kemudian bergabung
membentuk duktus hepatik komunis dan meninggalkan hati. Duktus
hepatik komunis tersebut bergabung dengan duktus sistikus dari kandung
empedu dan membentuk duktus biliaris komunis. Melalui duktus biliaris
komunis, garam empedu masuk ke duodenum untuk membantu proses
pencernaan.2,3
7
Hepatosit, duktus biliaris, dan sinusoid hepatik tersusun secara anatomi dan
fungsional dalam tiga bentuk yang berbeda, yaitu:
1. Lobulus hepatik : berdasarkan model ini, hati tersusun menjadi unit
fungsional yang dikenal sebai lobulus, yaitu susunan jaringan berbentuk
heksagonal yang mengelilingi satu vena sentralis. Di setiap sudut lobulus
tersebut terdapat trias porta.2,3
2. Lobulus porta : model ini mengutamakan fungsi eksokrin hati, yaitu
sekresi garam empedu dengan duktus biliaris yang merupakan bagian dari
trias porta sebagai sentral. Lobulus portal ini berbentuk segitiga dan
digambarkan dengan tiga garis imajiner yang menghubungakan ketiga
vena sentralis yang terletak paling dekat dengan trias porta. 2
3. Hepatik asinus : Hepatik asinus tersusun dari dua lobulus hepatik yang
terletak bersebelahan. Hepatik asinus berbentuk oval dengan aksis pendek
dibentuk oleh dua trias porta yang berdekatan dan aksis panjang yang
dibentuk oleh dua vena sentralis yang paling dekat dengan aksis pendek.
Hepatik asinus terbagi menjadi tiga zona.
Zona 1 terletak paling dekat dengan trias porta dan paling pertama
menerima oksigen, nutrien, serta toksin dari darah, sehinga paling cepat
mengalami perubahan morfologi jika terjadi obstruksi duktus biliaris dan
paparan terhadap zat toksin, tetapi sel-sel di zona ini mengalami kematian
paling lama ketika terjadi gangguan sirkulasi. Sedangkan sel-sel di zona 3
terletak paling jauh dari trias porta, sehingga paling cepat mengalami
kerusakan ketika terjadi gangguan sirkulasi.2
8
Gambar 2.4 lobulus hepatik
Sumber : Tortora, 2014
2.2.2 Epidemiologi
Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit
kardiovaskular dan kanker pada penderita usia 45 - 46 tahun. Di seluruh dunia
sirosis hati menempati urutan ketujuh penyebab kematian dengan rasio lebih
tinggi pada laki-laki (1,6 : 1). Usia rata-rata penderita terbanyak adalah golongan
usia 30-59 tahun dengan puncak usia 40 - 49 tahun.1
Insiden Sirosis hati di Amerika diperkirakan 360 per-100.000 penduduk.
Penyeybab sirosis hati sebagian besar adalah penyakit hati alkoholik dan non
alkiholik steatohepatitis serta hepatitis C. Di Indonesia belum ada data prevalensi
penderita sirosis hati secara keseluruhan. Di Asia tenggara, penyebab utama
sirosis adalah hepatitis B dan C. Angka kejadian sirosis hati di Indonesia akibat
hepatitis B berkisar antara 21,2% - 46,9% dan hepatitis C berkisar 38,7% -
73,9%.1
9
2.2.3 Etiologi
Seluruh penyakit hati yang bersifat kronis dapat menyebabkan sirosis hati.
Penyeybab tersering di negara barat ialah konsumsi alkohol. Sementara di
Indonesia, sirosis terutama disebabkan oleh hepatitis B atau C kronik.6
Pengklasifikasian pasien berdasarkan penyebab penyakit hati cukup
bermakna, pasien dikelompokkan menjadi sirosis alkoholik, sirosis akibat
hepatitis kronik, sirosis biliaris, dan penyebab yang lebih jarang seperti sirosis
kardiak, sirosis kriptogenik, dan penyebab lainnya.6
10
9. Infeksi parasit tertentu (Schistosomiasis)
10. Sirosis Kriptogenik
Sumber : Sudoyo, 2011
1. Sirosis Alkoholik
Konsumsi alkohol berlebihan dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan kerusakan hati akibat efek langsungnya sebagai hepatotoksin.
Alkohol berperan dalam menyebabkan berbagai macam penyakit hati kronik,
mulai dari perlemakan hati (steatosis), perlemakan hati yang disertai peradangan
(steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), sampai ke sirosis.5,7
Konsumsi alkohol yang berlebihan juga berperan dalam kerusakan hati
yang lebih lanjut pada pasien dengan penyakit hati lain seperti hepatitis C,
hemokromatosis, dan pasien dengan perlemakan hati yang berkaitan dengan
obesitas.6
Konsumsi alkohol kronik dapat memicu terjadinya nekrosis tanpa adanya
proses inflamasi dan nekrosis. Fibrosis dapat berbentuk sentrilobular, periselular,
atau periportal. Ketika fibrosis sudah mencapai derajat tertentu, maka akan terjadi
perubahan arsitektur hati dan sel-sel hati akan digantikan oleh nodul-nodul
degeneratif. Pada sirosis alkoholik, nodul biasanya berukuran <3mm, sirosis
bentuk ini disebut juga deengan mikronodular, pada penghentian penggunaan
alkohol dapat terbentuk nodul yang berukuran lebih besar sehingga terbentuk
mikronodular dan makronodular.6
11
Perubahan histologi yang terjadi merupakan penyebab dari paparan
alkohol yang terus menerus. Proses tersebut terutama diperankan oleh asetaldehid
yang merupakan hasil metabolit utama dari degradasi alkohol.
Alkohol (etil alkohol atau etanol) diabsorpsi melalui saluran
gastrointestinal terutama melalui usus dan dalam jumlah yang lebih kecil melalui
lambung. Metabolisme alkohol (etil alkohol atau etanol) berlangsung secara
simultan melalui dua jalur yang alkohol dehidrogenase (ADH) yang terjadi di
sitoplasma hepatosit, dan microsomal ethanol-oidizing system (MEOS) yang
terjadi di retikulum endoplasma. Kedua jalur tersebut berperan dalam terjadinya
gangguan metabolisme dan timbulnya efek toksik. Selain itu terdapat satu jalur
lagi yang hanya berperan kecil, yaitu jalur katalase yang berlokasi di
peroksisom.9,10
Jalur utama metabolisme etanol melibatkan enzim ADH yang
mengkatalisasi perubahan alkohol menjadi asetaldehid, yang merupakan metabolit
toksik yang sangat reaktif. Proses oksidasi alkohol yang dimediasi ADH tersebut
akan menghasilkan asetaldehid dan ion hidrogen. Ion hidrogen yang terbentuk
tersebut akan ditransfer ke NAD membentuk NADH. Kemudian asetaldehid akan
dimetabolisme menjadi asetat, yang nantinya akan dilepaskan ke aliran darah.
Akibat dari metabolisme etanol tersebut terbentuk NADH yang berlebihan, yang
akan menghambat oksidasi asam lemak dan menyebabkan peningkatan
esterifikasi asam lemak membentuk triasilgliserol, yang menyebabkan akumulasi
lemak di dalam hati, sehingga terjadi steatosis.9,10
12
membentuk asetaldehid, CYP2E1 juga berperan dalam pembentukan reactive
oksigen spesies (ROS) seperti anion superoksida dan hidrogen peroksida yang
menyebabkan kerusakan oksidatif pada sel-sel hepatosit. Aktivitas Hepatik
CYP2E1 pada manusia sudah dapat meningkat dengan konsumsi hanya 40 g
etanol per hari selama satu minggu.6,9,10
2. Hepatitis kronis
Hepatitis kronik merupakan inflamasi pada hati yang berlangsung lebih
dari 6 bulan. Hepatitis kronis ditandai oleh peningkatan serum aminotransferase
yang persisten dan temuan histologi melalui biopsi hati. Dari beberapa jenis virus
hepatotropik penyebab hepatitis, diketahui hanya tiga yang dapat menyebabkan
hepatitis kronis, yaitu HBV, HCV, dan HDV. Hepatitis B lebih banyak
mengalami progresi menjadi hepatitis kronik dibanding hepatitis C. Hepatitis B
kronik ditandai dengan adanya DNA HBV yang menetap dan HBeAg di serum,
yang menandakan replikasi virus yang aktif. Proses inflamasi yang progresif dan
berlangsung lama pada hepatitis kronis menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati
dan pada akhirnya dapat menyebabkan fibrosis dan sirosis.5,6
13
3. Hepatitis Autoimun
4. Nonalkoholik steatohepatitis
Keton dan asam lemak bebas menginduksi enzim CYP P450 pada jalur
MEOS seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sehingga terjadi peningkatan
radikal bebas yang menyebabkan kerusakan sel hati.9
14
Hemokromatosis
Penyakit Wilson
6. Sirosis Biliaris
15
yang sama. Penyakit hati kolestasis dapat terjadi akibat proses nekroinflamasi,
proses kongenital atau metabolik, ataupun karena adanya kompresi duktus biliaris
dari luar. Terdapat dua kategori yang menunjukkan letak kelainan yaitu
intrahepatik dan ekstrahepatik.
Penyebab sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pasca hepatik yang ditandai
dengan statis empedu yang menyebabkan penumpukan empedu di dalam hati dan
kerusakan sel-sel hati
PBC merupakan penyakit hati yang lebih banyak terjadi pada wanita.
Penyebab PBC tidak diketahui, penyakit ini ditandai dengan adanya inflamasi dan
kerusakan dari saluran kecil empedu dalam hati. Pada PBC, kerusakkan dari
pembuluh-pembuluh kecil empedu menghalangi aliran yang normal dari empedu
kedalam usus. Peradangan yang terjadi terus menerus menyebabkan kerusakan
lebih lanjut pada pembuluh-pembuluh empedu dan menyebabkan kerusakan sel-
sel hati yang berdekatan. Kerusakan yang terjadi memicu pembentukan jaringan
parut yang akan menyebar keseluruh area kerusakan. Proses peradangan yang
progresif, fibrosis, dan efek-efek keracunan dari akumulasi produk-produk
tersebut dapat berlanjut dan menyebabkan sirosis.5
Seperti PBC, penyebab dari PSC juga tidak diketahui. Pada PSC, terjadi
peradangan pada saluran empedu besar diluar hati. Proses inflamasi tersebut
menyebabkan penyempitan dan obstruksi saluran, sehingga terjadi kolestasis
kronik. Obsruksi aliran empedu dapat menyebabkan infeksi dan jaundice, yang
pada akhirnya dapat menyebabkan sirosis.5
16
Defisiensi 1AT
disekresikan dari hati. Proses terjadinya penyakit hati akibat protein tersebut di
dalam hati belum diketahui. Diagnosis ditegakkan berdasarkan fenotip dan kadar
1AT. Penatalaksanaan yang efekti adalah dengan transplantasi hati.5
7. Penyebab lainnya
Zat hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati secara akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak sedangkan kerusakan hati kronik dapat
menyebabkan sirosis hepatis. Apabila obat-obatan yang bersifat hepatotoksik
digunakan secara berulang maka akan menyebabkan kerusakan setempat yang
kemudian dapat meluas dan akhirnya menyebabkan sirosis hepatis (Glenda,
2002).
Sirosis Kardiak
Pasien dengan gagal jantung kongestif sisi kanan dapat mengalami cedera
hati kronik dan sirosis kardiak. Sirosis kardiak merupakan kondisi yang jarang
terjadi.
Pada gagal jantung kanan berkepanjangan terjadi peningkatan tekanan
vena yang akan ditransmisikan melalui vena kava inferior dan vena hepatik ke
17
dalam sinusoid, sehingga terjadi dilatasi sinusoid. Hati menjadi besar dan
mengalami pembengkakan. Selain itu kegagalan jantung menyebabkan penurunan
sirkulasi, sehingga terjadi iskemia yang dapat menyebabkan nekrosis sentrilobular
dan fibrosis perisentral. Proses fibrosis dapat meluas dan pada akhirnya dapat
menyebabkan sirosis.5
8. Sirosis Kriptogenik
Sirosis kriptogenik adalah sirosis yang tidak diketahui penyebabnya.
2.2.4 Patogenesis
Terlepas dari etiologi yang mendasarinya, gambaran patologi sirosis terdiri
dari perkembangan fibrosis sampai adanya distorsi arsitektur hati yang disertai
pembentukan nodul degeneratif. Perubahan ini mengakibatkan penurunan massa
hepatoselular beserta fungsinya, dan menyebabkan perubahan aliran darah.6
Kerusakan yang terjadi pada sel hati tersebut dapat disebabkan berbagai
faktor antara lain infeksi, obat, toksin, penyakit keturunan dan metabolik. Semua
18
faktor tersebut dapat menyebabkan jejas dan inflamasi pada organ hepar yang
akan mengaktivasi sel stelata.1,6
Sel stelata merupakan sel utama penghasil matriks ekstraselular (ECM)
setelah terjadi cedera pada hepar. Pada keadaan normal sel stelata bersifat diam,
namun ketika terdapat faktor pencetus, sel stelata akan menjadi aktif dan
berproliferasi untuk membentuk kolagen dan berubah menjadi sel miofibroblas
yang dapat berkontraksi. Proses ini menyebabkan terbentuknya jaringan parut
pada organ hati.1,6
Deposit ECM di space of Disse (ruang perisinusoid) juga menyebabkan
perubahan mikrovaskular hati yang ditandai dengan remodelling sinusoid,
kapilarisasi pembuluh darah, dan disfungsi endotel. Kapilarisasi sinusoid
kemudian mengubah pertukaran normal aliran vena porta dengan hepatosit,
sehingga material yang seharusnya dimetabolisme oleh hepatosit akan langsung
masuk ke aliran darah sistemik dan menghambat material yang diproduksi hati
masuk ke darah. Proses ini akan menimbulkan hipertensi porta dan penurunan
fungsi hepatoselular.1,6
2.2.5 Patofisiologi
Pada awal terjadinya inflamasi akan terjadi pembengkakan pada hepar
yang menyebabkan peregangan kapsula glissoni dan membuat gejala nyeri pada
region kanan atas abdomen dan regio epigastrium. Setelah terjadi inflamasi
berulang maka akan terbentuk jaringan parut, sehingga dalam pemeriksaan fisik
didapatkan permukaan hati yang berbenjol-benjol.
Adanya perubahan struktur parenkim hati karena proses fibrosis tersebut
menyebabkan terhambatnya aliran darah sistem porta yang membawa darah dari
sistem pencernaan, sehingga darah akan kembali menuju ke limpa dan traktus
gastrointestinal menyebabkan splenomegali. Selain itu arteri juga berdilatasi dan
terbentuk aliran darah kolateral. Bentuk dari dilatasi arteri superficial yaitu
tampak sebagai jarring jarring telangiektasis pada wajah dan tubuh atau yang
lebih dikenal dengan spider nevi. Bentuk dari pembuluh darah kolateral yaitu
distensi pembuluh darah abdomen berupa caput medusa dan distensi pembuluh
19
darah esophagus berupa varises esophagus. Pembuluh darah kolateral yang
terbentuk akibat hipertensi portal tersebut rupture dan menyebabkan perdarahan.
2.2.6 Klasifikasi
Secara klinis sirosis hati dibagi atas: 1. Sirosis hati kompensata dan 2.
Sirosis hati dekompensata, disertai dengan tanda-tanda kegagalan hepatoselular
dan hipertensi portal.1
20
Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hypothenar telapak
tangan. Hal ini berhubungan dengan perubahan metabolisme hormone estrogen.
Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis
rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan
dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan
akibat hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik.
Jari gada (clubbing finger) lebih sering ditemukan pada sirosis bilier.
Osteoartropati hipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fascia palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik
berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes
mellitus, distrofi reflex simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi
alkohol.
Pada pasien sirosis juga terjadi gangguan metabolisme estrogen yang
menyebabkan hiperestrogenemia pada laki-laki dan bermanifestasi sebagai palmar
eritema (gambaran vasodilatasi lokal) dan angioma pada kulit, hipogonadisme,
dan ginekomastia.4
21
Asites merupakan penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat
hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa- juga sebagai akibat
hipertensi porta.
Fetor hepatikum merupakan bau napas yang khas pada pasien sirosis
disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik
yang berat.
Pada fase dekompensata dapat muncul komplikasi seperti hipertensi porta,
perdarahan akibat varises esofagus, ensefalopati hepatik dan infeksi bakteri akibat
disfungsi barrier mukosa dan sel kupffer.4,6
Hipertensi portal merupakan gambaran komplikasi yang signifikan pada
sirosis dekompensata dan berperan dalam terjadinya asites dan perdarahan akibat
varises esofagogastrik.6
22
Asterksis.flapping tremor Ensefalopati hepatikum
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi utama pada sirosis hepatis adalah hipertensi portal, asites,
peritonitis bakterial spontan, perarahan esofagus, sindroma hepatorenal,
ensefalopati hepatikum, dan kanker hati.1
Hipertensi porta
23
vasodilatasi arteri splanknik, dan NO merupakan yang paling signifikan.4
Asites
24
beberapa mekanisme berikut:
Kolateral portosistemik
25
portal karena adanya tahanan yang tinggi dan peningkatan aliran vena porta.4
Varises dapat terbentuk jika perbedaan tekanan antara sirkulasi porta dan
sistemik (hepatic venous pressure gradient, HVPG) mencapai 1012 mmHg. Bila
tekanan pada dinding vaskuler sangat tinggi dapat terjadi pecahnya varises dan
menyebabkan perdarahan.
26
masif dan dapat berakibat fatal. Pada dinding abdomen dapat ditemukan
gambaran caput medusae yang merupakan dilatasi vena periumbilikus.1,4
Splenomegali
Ensefalopati Hepatik
Sindrom hepatorenal
27
ditandai dengan gangguan perogresif fungsi ginjal dan penurunan klirens kreatinin
secara bermakna dalam 1-2 mingguu, sedangkan tipe 2 ditandai dengan
penurunan filtrasi glomerulus dengan peningkatan serum kreatinin.1
2.2.9 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada stadium kompensata sempurna, terkadang sulit
menegakkan diagnosis sirosis karena biasanya asimtomatis. Pada proses lebih
lanjut, stadium kompensata dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan klinis
yang cermat, laboratorium biokimia/serologi dan pemeriksan pencitraan lainnya.
Pada stadium dekompensata diagnosis tidak terlalu sulit untuk ditegakkan karena
gejala dan tanda klinis biasanya sudah tampak dengan adanya komplikasi. Pada
pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan abnormalitas sebagai berikut:
Tabel 2.3 Pemeriksaan laboratorium pada sirosis
Pemeriksaan Hasil
Aminotrasferase; ALT dan AST Normal atau sedikit meningkat
Alkali fosfatase (ALP) Sedikit meningkat
Gamma glutamil transferase Korelasi dengan ALP, spesifik khas
akibat alkohol sangat meningkat
Bilirubin Meningkat pada SH lanjut, prediksi
penting mortalitas
Albumin Menurun pada SH lanjut
Globulin Meningkat terutama IgG
Waktu protrombin Meningkat/penurunan produksi faktor
V/VII dari hati
Natrium darah Menurun akibat peningkatan ADH
dan aldosteron
Trombosit Menurun (hipersplenisme)
Leukosit dan neutrofil Menurun (hipersplenisme)
Anemia Makrositik, normositik, & mikrositik
Sumber: Sudoyo, 2011
28
- HCV: Anti HCV, HCV-RNA
Auto antibodi (ANA, ASM, Anti-LKM) untuk autoimun hepatitis
Saturasi transferin dan feritin untuk hemokromatosis
Ceruloplasmin dan copper untuk penyakit wilson
Alpha 1-antitrypsin
AMA untuk sirosis bilier primer
Antibodi ANCA untuk kolangitis sklerosis primer
Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mendeteksi SH kurang sensitf,
tetapi cukup spesifik bila penyebabnya jelas. Gambaran USG memperlihatkan
peningkatan ekodensitas hati dengan ekostruktur kasar homogen atau heterogen
pada sisi superfisial, sedangkan pada sisi profunda ekodensitas menurun. Selain
itu dapat dijumpai pembesaran lobus kaudatus, splenomegali, dan gambaran vena
hepatika terputus-putus. Asites tampak sebagai area beabs gema (eksolusen)
antara organ intra abdominal dengan dinding abdomen.
MRI dan CT scan konvensional bisa digunakan untuk menentukan derajat
SH, misal dengan menilai ukuran lien, asites, dan kolateral vaskular.1
Endoskopi
Gastroskopi dilakukan untuk memeriksa adanya varises esofagus dan
gaster pada penderita sirosis. Selain untuk diagnostik, juga dapat dilakukan untuk
pencegahan serta terapi perdarahan varises.1
Baku emas untuk diagnosis sirosis hati adalah biopsi hati melalui perkutan,
transjugular, laparoskopi, atau dengan biopri jarum halus. Pemeriksaan biopsi
tidak perlu dilakukan jika secara klinis, pemeriksaan laboratorium, dan radiologi
menunjukkan kecenderungan terhapdap sirosis.
2.2.10 Tatalaksana
Penanganan sirosis hati secara klinis fungsional dibagi atas :
1. Sirosis hati kompensata
29
2. Sirosis hati dekompensata, disertai dengan tanda-tanda kegagalan hepatoselular
dan hipertensi portal.1
2. Terapi non-medikamentosa:
Diet seimbang 35-40 kkal/KgBB ideal dengan protein 1,2-1,5gr/KgBB
Aktivitas fisik untuk mencegah inaktivasi dari atrofi otot, sesuaikan dengan
toleransi pasien
Stop konsumsi alkohol dan merokok
Pembatasan obat-obatan hepatotoksik dan nefrotoksik
Surveilans komplikasi sirosis hepatis:
- Monitor kadar albumin, bilirubin, INR, serta penilaian fungsi
kardiovaskular dan ginjal
- Deteksi varises dengan esofago-gastroduodenoskopi (EGD)
- Deteksi retensi cairan dan pemantauan fungsi ginjal
30
- Deteksi ensefalopati
- Deteksi karsinoma hepatoselular
- Vaksinasi hepatitis A dan hepatitis B bila perlu
Pada sirosis dekompensata, tatalaksana bertujuan untuk mengatasi
kegawatdaruratan dan mengembalikan ke kondisi kompensata.1
Komplikasi Terapi
Asites - Tirah baring
- Diet rendah garam
- Obat anti diuretik; diawali
spironolakton, bila tidak adekuat
dikombinasi furosemid
- Parasintesis jika asites sangat
besar; 4-6 liter & disertai
pemberian albumin
- Resetriksi cairan
Varises esofagus - Propanolol
- Isosorbid dinitrat
- Saat perdarahan akut -->
somatostatin atau okreotid
diteruskan skleroterapi atau ligasi
endoskopi
Ensefalopati hepatikum Laktulosa
Neomisin
Peritonitis bakterial spontan Pasien asites dengan jumlah sel
PMN>250mm3 mendapat profilaksis
untuk mencegah PBS dengan sefotaksim
dan albumin
Albumin
Norfloksasin
Trimetoprin/sulfametoksazol
Sindrom hepatorenal Transjugular intrahepatic portosystemic shunt
(TIPS) efektif menurunkan hipertensi portal
dan SHR, serta menurunkan perdarahan
gastrointestinal. Bila terapi medis gagal,
dipertimbangkan untuk dilakukan
transplantasi hati.
31
2.2.11 Prognosis
Perjalanan sirosis hati bergantung pada etiologi penyakit dan
penanganannya. Beberapa sistem skoring dapat digunakan untuk menilai
keparahan sirosis dan menentukan prognosisnya. Sistem skoring ini antara lain
Child-Turcotte-Pugh (CTP) untuk menilai prognosis pasien dan Model end liver
disease (MELD) untuk evaluasi pasien dengan rencana transplantasi hati.1
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiawati S, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing, 2014.
2. Tortora, J Gerard. Principles of Anatomy and Physiology. 14th edition.
USA: John Wiley and Sons. Inc. 2014.
3. Sherwood L. Harper - Illustrated Biochemistry, 28ed. Jakarta: EGC, 2011
4. Kumar V, Abbas AK, et al. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease 9th Edition. Philadelphia: Elsevier. 2014
5. Kasper DL, Hauser SL, et al. Harrison's Principles of Internal Medicine
19th edition. 2011, McGraw-Hill education
6. Longo DL, Fauci As, et al. Harrisons Gastroenterology and Hepatology.
USA: McGraw-Hill, 2013
7. Orman ES, Odena G, et al. Alcoholic liver disease: Pathogenesis,
management, and novel targets for therapy. Journal of Gastroenterology
and Hepatology 2013; 28 (Suppl. 1): 778
8. Stickel F, Dastz G, et al. Pathophysiology and Management of Alcoholic
Liver Disease: Update 2016. Gut and Liver, Vol. 11, No. 2, March 2017
9. Grossman S, Porth CM, et al. Porth's Pathophysiology 9th. Lippincot
William & Wilkins, 2014
10. Murray RK, Bender DA, et al. Harper 'sIllustrated Biochemistry, 28th
edition. McGraw-Hill, 2013
11. Netiana, Juniati SH. Varises Esosfagus. Departemen Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher FK Universitas
Airlangga
33