You are on page 1of 34

Konsep Teori Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)

1.1.1. Definisi.
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) merupakan penyakit multisistem yang kronik,
penyakit autoimun dari jaringan ikat dan pembuluh darah yang ditandai dengan adanya
inflamasi pada jaringan tubuh (Hockenberry & Wilson, 2009). SLE juga dikatakan sebagai
penyakit autoimun menahun yang menyerang daya tahan tubuh dan peradangan seperi pada
kulit dan persendian (Puskom, 2011).
SLE adalah penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi
terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem imun,
menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh. Perjalanan penyakitnya bersifat episodik
(berulang) yang diselingi periode sembuh. Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai
jaringan dan organ yang berbeda (Mok & Lau, 2013).
1.1.2. Klasifikasi
Penyakit ini dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Penyakit Lupus Diskoid
Cutaneus Lupus atau sering disebut dengan discoid, adalah penyakit lupus yang terbatas
pada kulit.Pasien dengan lupus discoid memiliki versi penyakit yang terbatas pada kulit,
ditandai dengan ruam yang muncul pada wajah, leher, dan kulit kepala, tetapi tidak
mempengaruhi organ internal. Penyakit ini biasanya lebih ringan.Sekitar 10-15% yang
berkembang menjadi lupus sistemik.
2. Penyakit Lupus Sistemik (SLE)
SLE merupakan penyakit inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor dan
dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan system
imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan. Merupakan penyakit lupus yang
menyerang kebanyakan sistem di dalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal,
hati, otak, dan sistem saraf.
3. Drug Induced Lupus (DIL)
DIL atau dikenal dengan nama lupus karena pengaruh obat. Jenis lupus ini disebabkan oleh
reaksi terhadap obat resep tertentu dan menyebabkan gejala sangat mirip lupus sistemik.
Obat yang paling sering menimbulkan reaksi lupus adalah obat hipertensi hydralazine dan
obat aritmia jantung procainamide, obat TBC Isoniazid, obat jerawat Minocycline dan
sekitar 400-an obat lain. Gejala penyakit lupus mereda setelah pasien berhenti
mengkonsumsi obat pemicunya.
1.1.3. Epidemiologi
Dalam 30 tahun terakhir, SLE menjadi salah satu penyakit reumatik di
dunia.Prevalensi pada berbagai populasi yang berbeda-beda bervariasi antara 2,9/100.000-
400/100.000. SLE ditemukan pada berbagai usia, tapi paling banyak ditemukan pada usia 15-
40 tahun (masa reproduksi). Kejadian kasus pada wanita lebih besar dibandingkan pada pria,
berkisar antara 9:1.Pada LE yang disebabkan oleh obat (Drug Induced LE), ratio ini lebih
rendah yaitu 3:2.
Insidensi di Yogyakarta antara tahun 1983-1986 ialah 10,1/10.000 perawatan
(Purwanto dkk).Di Medan antara tahun 1984-1986 didapatkan insidensi sebesar 1,4/10.000
perawatan (Tarigan). Selama periode5 tahun (1972-1976), di bagian ilmu penyakit dalam
Fakultas Kedokteran UI/RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, ditemukan 1 kasus SLE dari
setiap 666 kasus yang dirawat.
Prevalensi di berbagai negara sangat bervariasi.Biasanya bangsa Negro lebih sering
terkena danada tendensi familier.Faktor ekonomi dan geografi tidak mempengaruhi distribusi
penyakit.

1.1.4. Etiologi.
Penyebab atau etiologi dari SLE tidak diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor
predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit SLE, yaitu faktor jenis kelamin, hormonal,
dan factor-faktor genetik dapat menjadi predisposisi terjadinya SLE (Mok & Lau, 2013).
Selain faktor diatas, faktor lingkungan yang dapat menjadi relevan dengan kejadian SLE
diantaranya faktor kimia seperti pewarna rambut, sinar ultraviolet, rokok, obat-obatan
(procainamide, hydralazine, chlorpomazine, isoniazid, phenytoin, penicillamine), faktor
makanan (L-canavanine/alfalfa sprouts, dan intake lemak jenuh yang berlebihan, faktor agen
infeksius seperti retrovirus dan endotoksin atau bakterial DNA, faktor hormon (hormonal
replacement therapy, kontrasepsi oral, dan prenatal yang terekspose dengan estrogen) (Mok &
Lau, 2013).
1.1.4.1. Faktor Risiko.
a. Faktor risiko genetic.
Meliputi jenis kelamin (frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering dari pada
pria dewasa), umur (lebih sering pada usia 20-40 tahun), etnik, dan faktor
keturunan (frekuensinya 20 kali lebih sering dalam keluarga di mana terdapat
anggota dengan penyakit tersebut).
b. Faktor risiko hormone.
Estrogen menambah risiko LES, sedang androgen mengurangi risiko ini.
c. Sinar ultraviolet.
Sinar ultraviolet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang efektif,
sehingga LES kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit
mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat
tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran di pebuluh darah.
d. Imunitas.
Pada pasien LES terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T.
e. Obat.
Obat tertentu dalam presentasi kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum
dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus
Erythematosus atau DILE).

1.1.5. Patofisiologi.
Temuan patologis SLE terjadi di seluruh tubuh dan diwujudkan oleh peradangan,
kelainan pembuluh darah yang mencakup baik vasculopathy dan vaskulitis, dan deposisi
kompleks imun. Hasil SLE dari reaksi abnormal terhadap resiko tubuh itu sendiri jaringan,
sel, dan protein serum. Dengan kata lain, sebagai penyakit autoimun, SLE ditandai dengan
penurunan toleransi tubuh terhadap penyakit (Black & Hawks, 2009).

1.1.6. Manifestasi Klinis.


Gambaran klinis dari LES biasanya dapat membingungkan, gejala yang paling sering adalah
sebagai berikut:
1.1.6.1. Poliartralgia (nyeri sendi) dan artiritis (peradangan sendi).
1.1.6.2. Demam akibat peradangan kronik
1.1.6.3. Ruam wajah dalam pola malar (seperti kupu-kupu) di pipi dan hidung.
1.1.6.4. Lesi dan kebiruan di ujung kaki akibat buruknya aliran darah dan hipoksia kronik.
1.1.6.5. Sklerosis (pengencangan atau pengerasan) kulit jari tangan
1.1.6.6. Luka di selaput lendir mulut atau faring (sariawan)
1.1.6.7. Lesi berskuama di kepala, leher dan punggung.
1.1.6.8. Edema mata dan kaki mungkin mencerminkan keterlibatan ginjal dan hipertensi.
1.1.6.9. Anemia, kelelahan kronik, infeksi berulang, dan perdarahan sering terjadi karena
serangan terhadap sel darah merah dan putih serta trombosit (Elizabeth, 2009)

1.1.7. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium yang di lakukan terhadap pasien LES meliputi:
1.1.7.1. ANA (anti nucler antibody). Tes ANA memiliki sensitivitas yang tinggi namun
spesifisitas yang rendah.
1.1.7.2. Anti ds DNA (double stranded). Tes ini sangat spesifik untuk LES, biasanya titernya
akan meningkat sebelum LES kambuh.
1.1.7.3. Antibodi anti-S (Smith). Antibodi spesifik terdapat pada 20-30% pasien.
1.1.7.4. Anti-RNP (ribonukleoprotein), anti-ro/anti SS-A, antikoagulan lupus)/anti-SSB, dan
antibodi antikardiolipin. Titernya tidak terkait dengan kambuhnya LES.
1.1.7.5. Komplemen C3, C4, dan CH50 (komplemen hemolitik)
1.1.7.6. Tes sel LE. Kurang spesifik dan juga positif pada artritis reumatoid, sindrom sjogren,
skleroderna, obat, dan bahan-bahan kimia lain.
1.1.7.7. Anti ssDNA (single stranded)
1.1.7.8. Pasien dengan anti ssDNA positif cenderung menderita nefritis (Arif Mansjoer,
2000).

1.1.8. Komplikasi LES


Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita LES adalah sebagai berikut:
a. Gagal ginjal. Adalah penyebab tersering kematian pada penderita LES. Gagal ginjal dapat
terjadi akibat deposit kompleks antibodi-antigen pada glomerulus disertai pengaktifan
komplemen resultan yang menyebabkan cedera sel, suatu contoh reaksi hipersensitivitas
tipe III.
b. Perikarditis (peradangan kantong perikadium yang mengelilingi jantung).
c. Peradangan membran pleura yang mengelilngi paru dapat membatasi pernapasan. Sering
terjadi bronkhitis.
d. Dapat terjadi vaskulitis (peradangan pada pembuluh darah) di semua pembuluh serebrum
dan perifer.
e. Komplikasi susunan saraf pusat termasuk stroke dan kejang. Perubahan kepribadian,
termasuk psikosis dan depresi dapat terjadi. Perubahan kepribadian mungkin berkaitan
dengan terapi obat atau penyakitnya (Elizabeth, 2009).

1.1.9. Penatalaksanaan LES


1.1.9.1. Penatalaksanaan medis
Terapi dengan obat bagi penderita SLE mencakup pemberian obat-obat:
a. Antiradang nonstreroid (AINS)
AINS dipakai untuk mengatasi arthritis dan artralgia. Aspirin saat ini lebih jarang
dipakai karena memiliki insiden hepatotoksik tertinggi, dan sebagian penderita
SLE juga mengalami gangguan pada hati. Penderita LES juga memiliki risiko
tinggi terhadap efek samping obat-obatan AINS pada kulit, hati, dan ginjal
sehingga pemberian harus dipantau secara seksama.
b. Kortikosteroid
Untuk mengurangi pembengkakan, kemerahan, gatal dan reaksi alergi.
c. Antimalaria
Pemberian antimalaria kadang-kadang dapat efektif apabila AINS tidak dapat
mengendalikan gejala-gejala LES. Biasanya antimalaria mula-mula diberikan
dengan dosis tinggi untuk memperoleh keadaan remisi. Bersihnya lesi kulit
merupakan parameter untuk memantau pemakaian dosis.
d. Imunosupresif
Pemberian imunosupresif (siklofosfamid atau azatioprin) dapat dilakukan untuk
menekan aktivitas autoimun LES.
1.1.9.2. Obat-obatan ini biasanya dipakai ketika:
a. Diagnosis pasti sudah ditegakkan.
b. Adanya gejala-gejala berat yang mengancam jiwa.
c. Kegagalan tindakan-tidakan pengobatan lainnya, misalnya bila pemberian steroid
tidak memberikan respon atau bila dosis steroid harus diturunkan karena adanya
efek samping.
d. Tidak adanya infeksi, kehamilan dan neoplasma (Sylvia dan Lorraine, 1995).
1.1.10. Asuhan keperawatan
1.1.10.1.Pengkajian :
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan
masalah. Pengumpulan data di peroleh dengan cara intervensi, observasi, psikal
assessment.
Pengkajian data menurut (Cyndi smith greenbeng, 2002) adalah :
a. Identitas pasien
b. Riwayat keperawatan
- Keluhan utama : pasien mengeluhkan nyeri pada seluruh sendinya dengan
skala nyeri 7, nyeri sendi yang dirasakan terasa lebih nyeri pada pagi hari saat
bangun tidur, sehingga aktivitas sehari-hari dilakukan di tempat tidur atau
dibantu dengan keluarga, klien mengekspresikan rasa nyeri nya dengan diam
dan kadang-kadang menangis jika neyeri bertambah hebat terutama saat
digerakkan, dan Tampak kemerahan pada pipi (butterfly rash) dan daerah T (T-
face).
- Riwayat sekarang : nyeri pada seluruh sendi dengan skala nyeri 7, dan tampak
kemerahan pada pipi (butterfly) dan daerah T (T- face).
- Riwayat masa lalu :
Riwayat penyakit yang di derita, riwayat pemberian imunisasi.
c. Pemeriksaan fisik :
- Kulit : Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
- Kardiovaskuler : Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan
efusi pleura. Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis
menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan.
- Sistem Muskuloskeletal : Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri
ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
- Sistem integument : Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk
kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat
mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
- Sistem pernafasan : Pleuritis atau efusi pleura.
- Sistem vaskuler : Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi
papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut
nekrosis.
- Sistem Renal : Edema dan hematuria.
- Sistem saraf : Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang,
korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
1.1.10.2.Diagnose keperawatan :
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit,
penumpukan kompleks imun.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan komplikasi sekunder terhadap LES.

1.1.10.3.Intervensi :
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
Tujuan : perbaikan dalam tingkat kenyamanan.
Intervensi :
- Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan (kompres
panas /dingin; masase, perubahan posisi, istirahat; kasur busa, bantal
penyangga, bidai; teknik relaksasi, aktivitas yang mengalihkan perhatian).
- Berikan preparat antiinflamasi, analgesik seperti yang dianjurkan.
- Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap
penatalaksanaan nyeri.
- Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat
kronik penyakitnya.
- Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari bahwa
rasa nyeri sering membawanya kepada metode terapi yang belum terbukti
manfaatnya.
- Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa pasien
untuk memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
- Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit,
penumpukan kompleks imun.
Tujuan : pemeliharaan integritas kulit.
Intervensi :
- Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi.
- Hilangkan kelembaban dari kulit.
- Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya sedera termal akibat
penggunaan kompres hangat yang terlalu panas.
- Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
- Kolaborasi pemberian NSAID dan kortikosteroid.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan komplikasi sekunder terhadap LES
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Intervensi :
- Evaluasi rutinitas harian pasien. Bantu perencanaan jadwal setiap hari untuk
aktivitas yang meliputi periode istirahat sering.
- Anjurkan pasien untuk menggunakan obat yang diresepkan untuk anemia dan
dan menyimpan.
- Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan rentang rentang gerak
sendi aktif/pasif.
- Dorong penggunaan teknik menejemen stres, contoh relaksasi progresif,
visualisasi, bimbingan imajinasi. Berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh
menonton TV, radio, dan membaca.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Z. (2010). Dasar-dasar dokumentasi keperawatan.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; EG
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical surgical nursing; clinical management for possitive
outcome(8 ed., Vol. 2). Singapore: Saunders Elsevier.
Budiarto, E., & Anggraeni, D. (2003). Pengantar epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Chang, Esther, dkk. 2009. Patofisiologi Aplikasi Praktik Keperawatan. Jakarta:EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Gusti Pandi Liputo. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Imunologi
Lupus,

Asuhan Keperawatan
Pada An.I Dengan Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
A. Pengkajian
a. Pengumpulan data :
Nama : An. I
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tgl lahir : Bogor, 30 Januari 2000
Usia : 13 tahun
Nama Ayah/Ibu : Tn. NA/ Ny. M
Pekerjaan Ayah : Buruh
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Bedahan RT.05 RW.02, Sawangan, Depok, Ja-Bar
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Tgl msk RS :05/06/2013
Tgl pengkajian :06/06/2013
b. RIWAYAT KESEHATAN
a. Kesehatan pasien
1) Keluhan utama saat dikaji
Saat pengkajian pasien mengeluhkan nyeri pada seluruh sendinya dengan skala nyeri 7.
2) Keluhan tambahan
Butterfly rash, ruam seperti bulan sabit di seluruh kulit, tidak tahan dengan sinar
matahari kulit terasa terbakar, mudah lelah, rambut rontok berlebihan.
3) Alasan utama masuk Rumah Sakit
Nyeri pada sendi, terdapat butterfly rash
4) Riwayat Penyakit Sekarang
An. I, umur 15 tahun, dirawat di rumah sakit A. berdasarkan hasil pengkajian
didapatkan seluruh sendi bengkak dan px mengatakan tiba-tiba sendi suka terasa nyeri.
Skala nyeri pasien 7. Nyeri sendi yang dirasakan terasa lebih nyeri pada pagi hari saat
bangun tidur, sehingga aktivitas sehari-hari dilakukan di tempat tidur atau dibantu
dengan keluarga. Nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk. Klien mengekspresikan
rasa nyeri dengan diam dan kadang-kadang menangis jika nyeri bertambah hebat
terutama saat digerakkan. Terdapat ruam/bercak kemerahan pada kulit seluruh tubuh
pasien. Terdapat bercak kemerahan di pipi dan T-face (butterfly rash). Tidak tahan sinar
matahari, kulit terasa terbakar. Suhu tubuh klien kurang stabil, kadang turun dan kadang
naik, sekarang masih terjadi peningkatan suhu tubuh 38C. Rambut rontok berlebihan.
5) Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak ada alergi terhadap makanan dan obat.
6) Imunisasi
Px melakukan imunisasi lengkap
7) Obat-obatan yang digunakan
Obat yang biasa digunakan jika sakit adalah paracetamol untuk menurunkan panas jika
demam. Sebelum masuk RS pasien telah Berobat ke RSUD Depok dan diberikan obat
Na. Diclofenact 3 x 0.5 tablet, ranitidin 2 x 1 tablet, dan paracetamol 3 x 1 tablet.
b. Riwayat kesehatan keluarga
Px mengatakan bahwa keluarganya tidak ada riwayat penyakit yang sejenis dengan px,
atau penyakit gangguan tiroid, jantung, asma, dan hipertensi.
Genogram.

Ket :

: laki- laki : garis keturunan

: perempuan : px

: garis perkawinan : tinggal serumah


c. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pengukuran TB : 153 cm
b. Pengukuran BB : 41 kg
c. Pengukuran tanda vital
1. TD : 110/80 mmHg
2. Nadi : 84x/mnt, reguler, diukur di nadiradialis, kualitas normal.
3. Suhu : 38o C, diukur di aksila.
4. RR : 20 x/mnt, reguler, tipe pernapasan torakalis abdominal.
5. Nyeri :
- P : pasien tidak mengetahui penyebab nyeri yang dialaminya
- Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
- R : nyeri dirasakan diseluruh persendian
- S : skala nyeri 7
- T : nyeri dirasakan semakin berat ketika bangun tidur
d. Keadaan umum:
1. Kualitatif : Compos mentis.
2. Kuantitatif dengan Glassgow Coma Skala, GCS = E: 4, V: 5, M: 6.
e. Pemeriksaan Fisik:
1. Kepala
I : Tidak ada massa, edema (-), rambut rontok berlebihan.
P : nyeri tekan (-).

2. Mata
I : Mata tampak simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, gangguan
penglihatan (-), edema (-).

3. Hidung
I : Simetris, deformitas (-), tidak ada keluhan, butterfly rash (+).

4. Mulut
I : Bersih, candida (-), stomatitis (-).

5. Telinga
I : Simetris, serumen relatif normal, keluhan nyeri (-), dan gangguan pendengaran (-).

6. Tengkuk/leher
I : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

7. Dada
I : Simetris, penggunaan otot bantu pernafasan (-), massa (-).
P : nyeri tekan (-), pembesaran jantung (-).
P : murmur (-)
A: BJ 1 dn BJ 2 reguler, gallop (-), bunyi paru vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-).

8. Abdomen
I : lesi (-), soefl striae (-), datar.
A : supel, bising usus 8x/menit.
P : edema (-), limpe normal, ginjal normal.
P : timpani

9. Punggung
I : Tampak bercak kemerahan pada punggung,
P : punggung agak lembab dan berkeringat, nyeri tekan (-).
10. Ekstremitas
(atas)
I : Akral teraba hangat, CRT < 2 detik.
P : nyeri tekan (-), edema (-), lesi (-).
(bawah)
I : Akral teraba hangat, CRT < 2 detik.
P : nyeri tekan (-), edema (-), massa (-).

11. Integumen
I : terdapat bercak merah di punggung, hidung dan pipi, mukosa bibir kering.
P : turgor kulit elastis.

d. POLA FUNGSI KESEHATAN

a. Pola nutrisi-Metabolik
RM:

Selera : baik, 1 porsi sedang habis.


Alat makan yang dipakai : piring dan sendok
Pola makan/jam : 3x/hari, 1 porsi habis.
RS:

Selera : baik, namun porsi tidak terlalu banyak


Alat makan yang dipakai : piring & sendok
Pola makan/jam : 2-3x/hari, porsi tidak terlalu banyak
b. Pola Eliminasi
a) Buang air besar (BAB)
RM:
BAB teratur, warna kuning kecoklatan.
RS:
Pasien mengatakan BAB tidak teratur. Warna feses kuning kecoklatan dengan posisi
jongkok, tanpa penghantar untuk BAB. Pasien tidak menggunakan obat pencahar.

b) Buang air kecil (BAK)


RM:
BAK 4-5x/hari, warna urine kekuningan, bau khas urine dan tidak ada nyeri saat
berkemih.
RS:
Pasien mengatakan BAK setiap 4-5x/hari. Sebanyak 200cc-300 cc setiap BAK. Warna
urine kekuningan, bau khas urine dan tidak ada nyeri saat BAK.

c. Pola Aktifitas istirahat-tidur


a) Keadaan aktifitas
RM:
Pasien jarang berolahraga, tidak banyak main, lebih banyak di rumah.
RS:

AKTIFITAS 0 1 2 3 4

Mandi

Berpakaian/berdanda
n

Eliminasi

Mobilisasi di tempat
tidur

Ambulasi

Ket. 0 = mandiri
1 = dibantu sebagian
2 = perlu bantuan orang lain
3 = perlu bantuan orang lain dan alat
4 = tergantung total

b) Kebutuhan tidur
RM:
Pasien mengatakan pasien tidur 1x dalam sehari pada waktu malam hari. Tidur siang
kadang-kadang saja dilakukan. Tidak ada penghantar tidur dan tidak ada keluhan.
Pasien menggunakan selimut dan bantal.
RS:
Pasien mengatakan lebih banyak berbaring dan tidur 2x sehari malam dan siang, tetapi
terganggu akibat penyakit yang diderita.

c) Kebutuhan istirahat
RM:
Pasien mengatakan beristirahat setelah pulang sekolah.
RS:
Semenjak sakit, pasien lebih banyak beristirahat, karena hanya bisa berbaring di tempat
tidur

d. Pola Kebersihan Diri


1) Kebersihan kulit
RM:
Pasien mandi 2x dalam sehari. Mandi pada pagi dan mandi pada sore hari. Mandi
menggunakan sabun.
RS:
Semenjak sakit, pasien mandi 1x sehari kadang di seka dan perlu bantuan orang lain
untuk mandi.

2) Kebersihan rambut
RM:
Pasien mencuci rambut 1x dalam sehari, menggunakan shampo.
RS:
Pasien dibantu mencuci rambut 3 hari sekali, menggunakan shampo.

3) Kebersihan telinga
RM:
Pasien membersihkan telinga setiap hari setelah mandi.
RS:
Pasien dibantu membersihkan telinga saat mandi.

4) Kebersihan mata
RM:
Pasien membersihkan mata setiap hari saat mandi.
RS:
Pasien dibantu membersihkan matanya setiap hari saat mandi.

5) Kebersihan mulut
RM:
Pasien menggosok gigi 2x dalam sehari saat mandi, dan menggunakan pasta gigi.
RS:
Pasien dibantu menggosok gigi 1x dalam sehari saat mandi, dan menggunakan pasta
gigi.
6) Kebersihan kuku
RM:
Pasien memotong kuku 1 minggu sekali.
RS:
Pasien dibantu memotong kuku saat kuku sudah panjang.
e. Pola Managemen Kesehatan - Persepsi Kesehatan
1) Pasien mengatakan sehat adalah ketika pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
seperti biasa.
2) Promosi kesehatan: tidak terkaji.
3) Perlindungan kesehatan
Pasien mengatakan pasien jarang berolahraga.
4) Pengetahuan tentang pemeriksaan diri sendiri: tidak terkaji.
5) Riwayat medis, hospitalisasi, riwayat medis keluarga:
Sebelum masuk RS pasien telah berobat di Puskesmas dan diberikan obat Na.
Diclofenact 3 x 0,5 tablet, ranitidin 2 x 1 tablet, dan paracetamol 3 x 1 tablet.
6) Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan, diit, latihan dan olah raga, pengobatan,
terapi: tidak terkaji.
7) Intelektual
- Pengetahuan tentang penyakit yang diderita:
Pasien tidak mengetahui tentang penyakit yang dideritanya.
- Pengetahuan tentang perawatan, pencegahan penyakit yang
diderita:
Pasien tidak mengetahui tentang perawatan & pencegahan penyakit yang dideritanya.
8) Gaya hidup yang berhubungan dengan kesehatan:
a) Penggunaan tembakau
Pasien tidak merokok.

b) Penggunaan NAPZA
Pasien mengatakan tidak menggunakan NAPZA.

c) Alkohol
Pasien mengatakan tidak mengonsumsi alkohol.

d) Kopi
Pasien mengatakan tidak mengonsumsi kopi.
f. Pola reproduksi-seksualitas
Tidak terkaji
g. Pola kognitif - persepsi/sensori
1) Keadaan mental
Pasien sadar penuh dan takut dengan sakit yang dihadapinya.

2) Tingkat ansietas
Pasien mengatakan cemas dengan penyakitnya, karena pasien takut tidak dapat
melakukan aktifitas sehari-hari seperti sebelumnya.

3) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan pasien SMP.
4) Kemampuan mengambil keputusan
Pasien mengatakan dalam mengambil keputusan pasien selalu berdiskusi dengan orang
tuanya.
5) Persepsi Ketidaknyamanan
Pasien mengatakan tidak nyaman dengan sakit yang dihadapinya.
6) Upaya yang dilakukan untuk mengatasi ketidaknyamanan
Pasien mengatakan tidak melakukan apapun untuk mengatasi ketidaknyamanannya.

h. Pola Konsep Diri Persepsi Diri


1) Pola Konsep diri
a) Gambaran diri
Pasien mengatakan nama pasien adalah An. I. Tempat tinggal di Malang bersama
orang tua dan 3 saudaranya. An.I adalah seorang pelajar SMP.
b) Ideal diri
Pasien mengatakan ingin beraktifitas dan bersekolah seperti biasa lagi. Dapat
melakukan segala sesuatu secara mandiri.
c) Harga diri
Pasien mengatakan pasien yakin dapat sembuh dan beraktifitas seperti sebelum sakit.
d) Identitas diri
Pasien sadar pasien harus cepat sembuh supaya dapat menjalankan tugasnya sebagai
pelajar sebagaimana mestinya, dan sebagai anak dia tidak mau terus menerus
merepotkan orang tuanya.
2) Identitas personal
Pasien mengatakan nama pasien adalah An. I tinggal serumah dengan orang tua dan 3
saudaranya.

3) Riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologis


Pasien tidak pernah mengalami masalah fisik dan psikologis.
i. Pola Mekanisme Koping
1) Pengambilan keputusan :
Dalam mengambil segala keputusan pasien selalu berdiskusi dengan orang tuanya.
2) Hal-hal yang dilakukan jika mempunyai masalah
Jika pasien dalam masalah, pasien cenderung diam.
j. Pola Peran - berhubungan
1) Gambaran tentang peran berkaitan dengan keluarga, teman, rekan kerja:
Pasien mengatakan pasien berperan sebagai anak bungsu dalam keluarganya. An. I
merasa sudah menjalankan peran sebagai seorang anak dengan baik.

2) Hubungan dengan orang lain


a) Pasien berkecimpung dalam kelompok masyarakat: tidak terkaji.
b) Sistem pendukung
Orang tua dan saudara selalu menjenguk dan mendukung pasien agar cepat sembuh.
3) Selama sakit
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga dan masyarakat tetap baik selama pasien
sakit.

k. Pola Nilai dan keyakinan


1) Sebelum sakit
Pasien beragama Islam dan selalu menjalankan shalat 5 waktu dalam sehari.

2) Selama sakit
Pasien tidak menjalankan shalat selama di rumah sakit karena keadaan pasien tidak
memungkinkan.

e. Pemeriksaan neurologi :
- N I : (bifactorius) px dapat membedakan bau.
- N II : (opticus) px dapat melihat dengan baik dan bisa membaca nama di baju.
- N III: (okulomotoris) pupil bereaksi terhadap cahaya/mengecil terkena cahaya.
- N IV: (trok larosis) pupil isokor.
- N V : (triguminus) px dapat merasakan sentuhan.
- N VI : (aduson) px dapat merasakan jari tangan / arah yang baik
- N VII: (facialis) px dapat merasakan mukosa bibirnya dan dapat tersenyum.
- N VIII: (vertibulo coclars) px dapat mendengar dengan baik.
- N IX : (vagus) px dapat menelan dengan baik.
- N X : (gloso faringeus) px dapat membedakan rasa.
- N XI: (asesorius) px dapat mengerakan kaki dan bahu.
- N XII: (hypoglosus) px dapat menggerakan lidah dengan baik.

f. DIAGNOSTIK TEST
1. Hasil Laboratorium pada 10 April 2015
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
Rujukan

HEMATOLOGI
Hemoglobin 9,9 g/dl 11,7-15,5
Hematokrit 30 % 33-45
Leukosit 13,7 ribu/ul 4,5-13,5
Trombosit 166 ribu/ul 184-488
Eritrosit 3,88 juta/ul 3,80-5,20
LED 44,0 mm 0,0-20,0

VER/HER/KHER/RDW
VER 77,8 fl 80,0-100,0
HER 25,7 pg 26,0-30,0
KHER 33,0 g/dl
RDW 16,0 %

HITUNG JENIS
Basofil 0 % 0,0-1,0
Eosinofil 4 % 2,0-4,0
Netrofil 58 %
Limfosit 30 % 25,0-40,0
Monosit 4 % 2,0-8,0
Luc 3 %

FUNGSI HATI
SGOT 95 u/l
SGPT 42 u/l
Protein total 6,10 g/dl
Albumin 3,20 g/dl
Globulin 2,90 g/dl

FUNGSI GINJAL
Ureum 11 mg/dl
Creatinin 0,2 mg/dl
Protein urine kuantitatif 229 mg/24jam

URINALISA
Urobilinogen 1,0 < 1,0
Protein urine Negative negatif
Berat jenis 1,005 1,005-1,030
Bilirubin negatif negatif
Keton trace negatif
Nitrit negatif negatif
pH 7,0 4,8-7,4
Lekosit negatif negatiif
Darah/Hb negatif negatif
Glukosa urin/reduksi negatif negatif
Warna kuning kuning
Kejernihan jernih jernih

SEDIMEN URINE
Epitel positif
Leukosit 0-1
Eritrosit 0-1
Silinder negatif
Kristal negatif
Bakteri negatif
Lain-lain negatif

IMUNOLOGI
DS-DNA positif

2. Pemeriksaan Penunjang
- ANA Test : (+)
f. PROGRAM PENGOBATAN
Infus Kaen I B 20 tetes/menit = 60 ml/jam
Ibuprofen 3x400 mg (P.O)
Omeprazole 1x40 mg (P.O)
Lactulax syrup 3x5 ml (P.O)
Meptin syrup 2x5 ml(P.O)
Sunblock SPF 30
Diit nasi lunak
g. PROGRAM TINDAKAN
1. Infus Kaen I B 20 tetes/menit = 60ml/jam

1.1.5. Pathway SLE


-
Neuroendokrin Jenis kelamin dan
Factor lingkungan Factor -gen
sistem hormonal

Merusak mekanisme -
pertahanan Disregulasi imun
-

Hiperaktif sel Autoantibodi


DNA, apoptosis sel
- B

APC (antigen Pemeriksaan


- Heperaktif sel
presenting cell T laboratorium anti
double stranded-
DNA)atau DS-DNA
menunjukan positive
-
Aktivitas
komplemen imun
kompleks Resiko infeksi
dan
penyebaran
hipertermia Kerusakan jaringan

inflamasi Pemeriksaan laboratorium


LED meningkat, leukopenia,
anemia hemolitik.
Nyeri akut
Glomerulonephritis fotosensitivity->skin
rush nervous system disease, Pericarditis,
pleuritis

Gangguan
Intoleransi
integritas kilit
aktivittas

ANALISIS DATA
NO. PENGELOMPOKAN DATA MASALAH PENYEBAB

1. DS : Nyeri akut Agens cedera


Pasien mengatakan nyeri pada biologis
sendi-sendi masih dirasakan,
terutama pada pagi hari saat Sistem imun
bangun tidur. menurun

P : pasien tidak mengetahui


Peradangan pd
penyebab nyeri yang dialaminya
sendi
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : nyeri dirasakan diseluruh
Infeksi pd sendi
persendian
S : skala nyeri 7
Nyeri akut
T : nyeri dirasakan semakin berat
ketika bangun tidur
DO :
Pasien meringis kesakitan
Pasien sangat berhati-hati saat
menggerakkan tubuhnya
Sendi bengkak
Skala nyeri 7
2. DS: Hipertermia Respon
Pasien mengeluh badanya panas. inflamasi
Pasien mengatakan seluruh
sendinya terasa sakit. Sel kulit
DO: mengeluarkan
Keadaan umum sakit sedang, sitokin +
kesadaran compos mentis prostaglandin

Kulit teraba hangat


Mukosa bibir kering Hipertermia

Suhu tubuh: 38C


Leukosit: 13.7 ribu/ul
3. DS : Kerusakan Penurunan
Pasien mengatakan terdapat bercak
integritas kulit imunologis
merah di punggung, pipi dan
hidungnya.
Buruknya aliran
DO :
darah
Terdapat butterfly rash
Terdapat bercak kemerahan pada
Peradangan pd
punggung
kulit
Kulit punggung tampak lembab
karena keringat
Kemerahan pada
DS-DNA (+)
kulit

4. DS: Resiko Luka di selaput


Klien mengatakan suhu penyebaran lendir
tubuhnya turun naik. infeksi
Klien merasakan saat ini tubuh
Perdarahan
nya panas.
DO: sering
Suhu tubuh 38C
LED: 44 mm, DS-DNA: +
Leukosit: 13.700 Anemia
Infeksi berulang

Resiko
penyebaran
infeksi

3. PRIORITAS DIAGNOSIS KEPERAWATAN


N DIAGNOSIS KEPERAWATAN
O

1. Nyeri akut b.d. agens cedera biologis

2. Hipertermi b.d. proses inflamasi

3. Kerusakan integritas kulit b.d.

4. Resiko penyebaran infeksi


4. RENCANA KEPERAWATAN

Namapasien : An. I
No. RM :4920XX
Ruangan : Teratai
Tanggal : 10 April 2015

DIAGNOSIS KEPERAWATAN Intervensi Keperawatan RASIONAL

Tujuan dan criteria hasil Intervensi

10 April 2015/ 14.30 WIB 10 April 2015/ 14.30 WIB 10 April 2015/ 14.30 WIB 10 April 2015/ 14.30 WIB
Setelah dilakukan tindakan
1. Nyeri akut b.d. agens cedera 1. Pantau skala nyeri klien setiap 1. Untuk mengetahui
keperawatan selama 2x24
biologis. 8 jam sekali (setiap shift). perubahan skala nyeri
jam diharapkan nyeri 2. Lakukan pengkajian nyeri
pasien.
berkurang, dengan criteria (PQRST) 2. Mengetahui
3. Ajarkan teknik nafas dalam.
hasil : keberhasilan intervensi
4. Kolaborasi pemberian
Klien mengungkapkan yang dilakukan dengan
analgetik, ibuprofen 3x400 mg
nyeri berkurang pengkajian nyeri.
Penurunan intensitas nyeri 3. Relaksasi nafas dalam
dengan skala nyeri merupakan teknik
menurun dari 7/10 distraksi dengan
menjadi 3/10 menstimulasi
Pasien tidak gelisah baroreseptor pada sinus
Pasien tidak merintih
carotid
kesakitan 4. Intervensi farmakologi
untuk mengurangi rasa
nyeri.

10 April 2015/ 14.30 10 April 2015/ 14.30 10 April 2015/14.30 10 April 2015/ 14.30
Setelah dilakukan tindakan
2. Hipertermi b.d. proses inflamasi 1. Pantau tanda-tanda vital 1. Untuk mengetahui data
DS : keperawatan selama 2x24 2. Pantau suhu tubuh minimal
dasar parameter
Ibu pasien mengatakan sampai
jam suhu tubuh stabil dengan setiap 2 jam, sesuai dengan
hemodinamik
saat ini demam masih naik kriteria hasil : kebutuhan dan pantau 2. Untuk mengetahui
turun.
Suhu tubuh dalam batas adanya diaporesis yang perkembangan suhu
Ibu mengatakan An.I malas
normal (36,5C-37C) berlebihan tubuh.
minum. 3. Lakukan dan ajarkan 3. Untuk mempercepat
HR: 80-100x/menit
DO : RR: 16-24x/menit keluarga untuk melakukan penurunan suhu tubuh
Turgor kulit baik
Keadaan umum sakit sedang, TWS melalui proses
Mukosa bibir lembab
kesadaran compos mentis Keluarga dapat 4. Motivasi asupan minum per
evaporasi dan konduksi
Suhu tubuh: 37,9C oral dan pastikan tetesan 4. Untuk menjaga
Kulit teraba hangat melakukan TWS (Tapid
Turgor kulit elastis Water Sponge) infus sesuai dengan yang keseimbangan cairan
Mukosa bibir kurang lembab dianjurkan. tubuh saat penguapan
Urin cukup 5. Kolaborasi pemberian
karena peningkatan
Tanda-tanda dehidrasi tidak antipiretik, paracetamol
suhu tubuh.
ada 3x400 mg 5. Intervensi farmakologi
TTV: TD 110/80 mmHg, HR
untuk menurunkan
84x/menit, RR 20x/menit
suhu tubuh.
10 April 2015/ 14.30 WIB 10 April 2015/ 14.30 WIB 10 April 2015/ 14.30 WIB 10 April 2015/ 14.30 WIB
Setelah dilakukan tindakan
3. Kerusakan integritas kulit b.d. 1. Pertahankan kebersihan, 1. Untuk
keperawatan selama 2x24
penurunan imunologis kekeringan, dan kelembaban menjaga keutuhan kulit
jam diharapkan gangguan 2. Untuk
DS : kulit, gunakan air hangat saat
Pasien mengatakan terdapat integritas kulit membaik dan meningkatkan
mandi
bercak merah di seluruh tubuhnya tidak terjadi perburukan, 2. Pastikan intake nutrisi adekuat penyembuhan lesi dan
DO : 3. Edukasi pasien dan keluarga,
dengan criteria hasil : mencegah infeksi
Terdapat butterfly rash untuk menjaga pasien 3. Untuk
Bercak kemerahan pada
Terdapat bercak kemerahan terhindar dari bahan kimia menghindari iritasi
kulit tubuh pasien
pada seluruh tubuh seperti detergen dan tidak kulit, karena alkohol
DS-DNA (+) berkurang
Butterfly rash pada wajah menggunakan sabun serta dapat menyebabkan
menipis pelembab kulit yang kekeringan pada kulit
mengandung alkohol yang dapat
4. Hindari terpapar sinar
memperburuk keadaan.
matahari secara langsung 4. Untuk
5. Kolaborasi pemberian
mencegah eksaserbasi,
sunblock cream SPF 30 &
karena rash yang ada
obat NSAID
dapat terangsang
karena sinar matahari
5. Dapat
mengurangi paparan
langsung sinar
matahari ke kulit.
h. Implementasi.
Hari,Tanggal / No Dx Implementasi
waktu
7 juni 2013 1. 1. Mengobservasi suhu tubuh klien secara berkala.
2. Mengajarkan keluarga melakukan TWS.
3. Memotivasi klien untuk minum yang cukup.
4. Memastikan tetesan infus paten sesuai indikasi.
8 juni 2013 1. Mengobservasi suhu tubuh klien secara berkala.
2. Memotivasi klien untuk minum yang cukup dan.
3. Memastikan tetesan infus paten sesuai indikasi.
7 juni 2013 2. 1. Mengkaji skala nyeri klien.
2. Melakukan pengkajian nyeri meliputi lokasi,
karakteristik nyeri, awitan, dan durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor
presipitasinya.
3. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
8 juni 2013 1. Mengkaji skala nyeri klien.
2. Melakukan pengkajian nyeri.
3. Memberikan edukasi persipaan pulang mengenai
obat nyeri yang dikonsumsi klien.
7 juni 2013 3. 1. Menjelaskan kepada keluarga mengapa harus
menghindari paparan langsung sinar matahari.
2. Mengingatkan klien dan keluarga untuk
mempertahankan kekeringan dan kelembaban kulit
An.I.
3. Mengingatkan keluarga untuk membantu
menggunakan sunblock cream pada An.I.
8 juni 2013 1. Menjelaskan kepada keluarga mengapa harus
menghindari paparan langsung sinar matahari.
2. Mengingatkan klien dan keluarga untuk
mempertahankan kekeringan dan kelembaban kulit
An.I.
3. Mengingatkan keluarga untuk membantu
menggunakan sunblock cream pada An.I
7 juni 2013 4. 1. Mengobservasi area pemasangan infus klien.
2. Melakukan edukasi kepada keluarga mengenai cuci
tangan.
8 juni 2013 1. Mengobservasi area pemasangan infus klien.
2. Melakukan edukasi ulang kepada kleuarga kepada
keluarga mengenai hand hygiene dan perawatan
klien dengan SLE di rumah.

i. Evaluasi.
Hari,tanggal/ No Dx Evaluasi
waktu
7 juni 2013 1. S : - Klien mengatakan minum sedikit.
- Ibu klien mengatakan, hari ini
demamnya masih naik turun, tetapi
lebih baik dari hari sebelumnya.
O : -Keadaan umum sakit sedang, kesadaran
compos mentis.
- Suhu tubuh pada observasi pertama
38C setelah dilakukan TWS berangsur
turun sampai dengan 37.2C.
- Turgor kulit elastis, mukosa bibir mulai
lembab.
- Kejang tidak ada.
- Kaen IB diberikan 20 tetes/mnt, paten,
dan lancer.
- Keluarga dapat melakukan TWS secara
madiri.
- TTV stabil : TD 100/70 mmHg, HR
88x/mnt, RR: 22 x/mnt.
A : - Hipertermia teratasi
P : - Pertahankan hidrasi yang adekuat.
- Motivasi klien untuk minum sedikit-
sedikit tap sering sesuai dngan indikasi.
- Kolaborasi pemberian antipiretik jika
suhu meningkat.
8 juni 2013 S : - Ibu klien mengatakan, hari ini An.I
tidak demam
O : - Keadaan umum sakit sedang,
kesadaran compos mentis.
- Suhu tubuh 36.7C.
- Turgor kulit elastis, mukosa bibir
lembab.
- Kaen IB diberikan 20 tetes/mnt, paten,
dan lancer.
- Tidak ada tanda-tand aphlebitis pada
area pemasangan infus
A : - Hipertermia teratasi
P : - Pertahankan hidrasi yang adekuat.
- Motivasi klien untuk minum sedikit-
sedikit tap sering sesuai dngan indikasi.
- Kolaborasi pemberian antipiretik jika
suhu meningkat.
7 juni 2013 2. S : - Klien mengatakan nyeri berkurang
dibanding hari kemarin.
- Klien mengatakan nyeri lebih terasa
pada bagian kaki dan badan.
- Klien mengatakan nyerinya terus-
terusan dirasakan, terlebih ketika pagi
hari saat bangun tidur
O : - Keadaan umum sedang, compos
mentis, afebris.
- Skala nyeri 5/10
- Klien masih tampak berhati-hati saat
mobilisasi.
- Klien dibantu keluarga dalam
melakukan aktivitas toileting.
- Ibuprofen 400 mg peroral sudah
diminum Pk.07.00 WIB
A : - Nyeri belum teratasi
P : - Lakukan pengkajian nyeri secara
berkala.
- Ingatkan kembali cara relaksasi nafas
dalam.
- Edukasi keluarga penyebab nyeri yang
dirasakan oleh An.I
8 juni 2013 S : - Klien mengatakan nyeri berkurang.
- Klien mengatakan semalam tidurnya
nyenyak.
- Ibu klien mengatakan ibuprofen obat
untuk nyeri sendinya
O : - Keadaan umum, composmentis,
afebris.
- Skala nyeri 2/10.
- Klien tampak mulai lebih berani untuk
mobilisasi
A : - Nyeri teratasi
P : - Ingatkan kembali cara relaksasi nafas
dalam, jika tiba-tiba dirumah
merasakan nyeri melebihi hari ini.
7 juni 2013 3. S : - Klien mengatakan kulitnya tidak gatal.
- Ibu klien mengatakan sunblock
creamnya sudah rutin digunakan.
O : - Tampak bercak kemerahan pada kulit
lengan, kaki, abdomen, dada, dan
punggung.
- Tampak butterfly rash pada wajah.
- Tidak tampak kondisi yang perburukan
dari sebelumnya.
- Pada beberapa tempat kemerahan
mulai berubah warna kearah kering
A : - Gangguan integritas kulit belum
teratasi
P : - Edukasi keluarga untuk menghindari
kontak dengan detergen, sabun yang
mengandung alcohol.
- Edukasi keluarga alasan untuk
menghindari secara langsung terpapa.
8 juni 2013 S : - Ibu klien mengatakan sunblock
creamnya sudah rutin digunakan.
- Ibu mengatakan sunblock cream sudah
diresepkan kembali untuk pulang
O : - Tampak bercak kemerahan pada
punggung mulai hilang.
- Kemerahan kulit pada lengan, kaki,
abdomen, dada, mulai mongering.
- Tampak butterfly rash pada wajah
masih ada, namun sudah menipis.
- Tidak tampak kondisi yang perburukan
dari sebelumnya.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
A : - Gangguan integritas kulit teratasi
sebagian
P : - Edukasi keluarga untuk menghindari
kontak dengan detergen, sabun yang
mengandung alcohol.
-Edukasi keluarga alasan untuk
menghindari secara langsung terpapar
sinar matahari.
7 juni 2013 4. S : - Ibu klien mengatakan sudah pernah
diajari cara cuci tangan, namun
urutannya tidak hapal
O : - Tidak ada keluhan nyeri berkemih.
- Ibu klien dapat mendemonstrasikan
cara cuci tangan.
- Area pemasangan infus paten, tidak
ada tanda-tanda infeksi phlebitis.
A : - Penyebaran infeksi tidak terjadi
P : - Evaluasi cara hand hygiene keluarga.
- Batasi jumlah pengunjung bergantian.
- Edukasi keluarga untuk menjaga.
- kebersihan area tempat tidur klien.
8 juni 2013 S : - Ibu klien mengatakan sudah bisa cara
cuci tangan
O : - Ibu klien dapat mendemonstrasikan
cara cuci tangan.
-Infus diaff karena rencana pulang,
phlebitis tidak ada
A : - infeksi tidak terjadi
P : - Evaluasi cara hand hygiene keluarga.
- Edukasi keluarga untuk menjaga
kebersihan dirumah dan bagaimana
perawatan klien dengan SLE dirumah.

You might also like