You are on page 1of 19

BAGIAN

ILMU PENYAKIT ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2015

UNIV. MUHAMMADIYAH MAKASSAR


BRACHIAL PALSY

OLEH :

FAHAD

PEMBIMBING :

dr. Hj. A. Tenri Sanna, Sp. A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MAKASSAR

2015

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Fahad, S.Ked

NIM : 10542 0282 11

Judul : Brachial Palsy

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus dalam rangka kepaniteraan klinik


Bagian Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar.

Makassar, September 2015

Pembimbing Mahasiswa

dr. Hj. A. Tenri Sanna Sp. A Fahad

2
DAFTAR ISI
JUDUL ................................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1. Latar Belakang.......................................................................................... 1

BAB II : ANALISA KASUS................................................................................ 2

1. Anamnesis................................................................................................. 2

2. Pemeriksaan Fisik................................................................................... 3

3. Perjalanan Penyakit................................................................................ 4

4. Diagnosa.................................................................................................. 5

BAB III : TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6

A. Definisi..................................................................................................... 6

B. Insidensi................................................................................................... 7

C. Etiologi..................................................................................................... 7

D. Diagnosis..................... ................ 9

E. Pemeriksaan Penunjang............................................................................. 10

F. Penanganan................................................................................................ 10

G. Prognosis................................................................................................... 12

BAB IV : PEMBAHASAN .................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Insiden cedera lahir telah menurun secara dramatis dalam 50 tahun terakhir. Hal
ini disebabkan karena persalinan yang lama dan terhambat, serta persalinan dengan
bantuan alat yang sulit dilakukan dapat dihindari dengan cara seksio sesarea. Namun
demikian, cedera lahir tetap terjadi terutama pada bayi dengan persalinan yang
menggunakan alat, distosia bahu, malpresentasi atau bayi patern. Bayi bayi ini biasanya
dikelompokkan sesuai lokasi anatomik cederanya1.

Paralisis plexus brakialis merupakan suatu paralisis yang diakibatkan oleh cedera
pada sebagian atau seluruh pleksus brakialis. Brachial plexus palsy pada bayi baru lahir
disebabkan oleh cedera akibat proses persalinan bayi dan sering disebut sebagai
obstetrical brachial plexus palsy (OBPP). Kasus pertama cedera plexus brakialis
dilaporkan oleh William Smellie tahun 1768 dan William Erb tahun 1877.

Obstetrical brachial plexus palsy dapat terjadi akibat teregangnya satu atau lebih
komponen plexus brachialis oleh karena penarikan pada saat lahir. Seringkali
diakibatkan oleh adanya distosia bahu. Cedera dapat berupa neurapraxia, axonotmesis,
maupun neurotmesis. Beberapa faktor resiko antara lain distosia bahu (45-53.4%) dan
berat badan lahir yang tinggi. Brachial plexus injury sebanyak 94-97% yang terjadi pada
presentasi normal. 1-2% presentasi bokong dan 1% sectio cesaria. Ibu dengan usia lebih
dari 35 tahun lebih sering melahirkan bayi dengan brachial plexus palsy dibandingkan
dengan usia yang kurang dari 35 tahun. Bayi laki-laki dan perempuan memiliki frekuensi
yang hampir sama. Hampir semua bayi lahir diawali spontan tanpa induksi. Sumber lain
melaporkan beberapa faktor risiko; berat bayi >4000g, partus presipitatus persalinan
kala II lama dan ekstraksi vakum.

4
BAB II

ANALISA KASUS

1. Anamnesis
Seorangwanitadengan G3P2A0, Umur 30 tahun.Hamil 38 minggu.Datangke RSUD
Syekh Yusuf
dengankeluhanutamasakitperuttembuskebelakang.Gerakanjanindirasakanaktif.Dari
pemeriksaan yang dilakukan, didapatkantanda-tanda vital dalambatas
normal.Pemeriksaanfisikdalambatas normal.Didapatkan, Tinggi fundus 34 cm, Lingkar
perut 41 cm,Situs memanjang,Punggung kiri, Bagian terbawah kepala,XDJJ
148x/menit,Gerakan janin (+),Taksiran berat janin 3044 gr dan His dalam batas normal.
Pasienmelahirkanbayilaki-laki secaraspontandenganberatbadan3485 gr,panjang
badan 50 cm, Apgar Score 4/8, dandistosiabahu.
Nama : Ny A
No RM : 406279
Tanggal Lahir : 05/07/2015
Umur : 0 hr
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : JL. tamacina

Riwayat Kelahiran
Lahir : Rumah Sakit
Ditolong oleh : Dokter
Persalinan : Biasa
Berat Badan : 3845 gr
Lama kala II : 12 jam 40 menit
Distosia Bahu : Manuver McRobert



5
2. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
HR : 132 kali/menit
RR : 48 kali/menit
Suhu : 37,1 oC
Berat badan : 3845 gr
Panjang badan : 50 cm

Kepala KesanNormocephal
Muka Simetriskiridankanan
Mata Cekung (-)
Telinga Otorea (-)
Hidung Rinorea (-)
Tenggorokan Hiperemis (-)
Bibir Bibirkering (-)
Thoraks Inspeksi :tampaksimetriskanandankiri
Auskultasi:bunyipernafasanbronchovesicular, ronkhi -/-
wheezing -/-
bunyijantung I/II murni regular
Abdomen Inspeksi:datar ikutgerakannafas
Auskultasi:peristaltik (+)
Palpasi:hepartidakteraba, lien tidakteraba
Perkusi: timpani
Anggota Gerak Humerus dextra adduksi, rotasi internal dan siku ekstensi







6
3. Perjalanan Penyakit

Tanggal Perjalananpenyakit Instruksidokter


05/07/2015 Telah lahir bayi laki-laki Rawat Infant Warmer,
secara spontan dengan distosia Rawat tali pusat, Observasi
HR : 132x/menit bahu, tidak segera menangis, A/S tanda vital per 3 jam, ASI
RR : 48x/menit 4/8
SB : 37,1oC Caput Succaedenum (-)
BBL: 3485gr Cephal Hematom (-)
PBL: 50cm Paru: bronchovesicular RH -
/- WH -/-
Jantung : BJ I/II murni
regular
Abdomen : peristaltic (+),
Tali pusat basah, radang (-), bau
(-)

06/07/2015 Demam (-) kejang (-)sesak Fiksasi bahu kanan,
(-) sianosis (-) hipotermi (-) ASI, Observasi tanda vital
HR : 150x/menit muntah (-) R. Moro -/+ per 3 jam, imobilisasi lengan
RR : 58x/menit Pemeriksaanfisis kanan
SB : 36,5oC Paru: bronchovesicular RH -
BBL: 3485gr /- WH -/-
BBS: 3485gr Jantung : BJ I/II murni
regular
Abdomen : peristaltic (+),
Tali pusat basah, radang (-), bau
(-)
Brachial Palsy (+)
07/07/2015 Demam (-) kejang (-)sesak(- ASI, Boleh Pulang,
) sianosis (-) hipotermi (+) Kontrol di Poli Anak
HR : 140x/menit muntah (-) R. Moro (-/+) R. Hisap

7
RR : 54x/menit (+) R.Telan (+)
SB : 36,4oC Pemeriksaanfisis
BBL: 3485gr Soft tissue swelling
BBS: 3400gr Paru: bronchovesicular RH -
/- WH -/-
Jantung : BJ I/II murni
regular
Abdomen : peristaltic (+),
Tali pusat basah, radang (-), bau
(-)

22/07/2015 Paralisis N. Brachialis, Vitamin B1, B6, B12
BB: 4kg lengan kanan sulit digerakkan 1x1 tab
Umur: 14 hari IRR, Massage therapy

23/07/2015 Lengan kanan sulit IRR
digerakkan Massage Therapy

27/07/2015 Lengan kanan sudah dapat IRR
digerakkan Massage Therapy

4. DIAGNOSA : Brachial Palsy Dextra

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Trauma Pleksus Brakialis ( Brachial Palsy)
Kelainan ini dibagi atas:
Paralisis Erb, yaitu kelumpuhan bagian-bagian tubuh yang disarafi oleh cabang-
cabang C5 dan C6 dari pleksus brakialis.
Paralisis Klumpke, yaitu kelumpuhan bagian-bagian tubuh yang disarafi oleh
cabang-cabang C8-T1 dari pleksus brakialis.
Trauma pleksus brakialis umumnya terjadi pada bayi besar. Kelainan ini timbul akibat
tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi sehingga terjadi kerusakan
pada pleksus brakialis. Biasanya ditemukan pada persalinan letak sungsang bila
dilakukan traksi yang kuat saat melahirkan kepala bayi. Pada persalinan letak kepala,
kelainan ini dapat terjadi pada kasusu distosia bahu. Pada kasus tersebut kadang-
kadang dilakukan tarikan pada kepala yang agak kuat ke belakang untuk melahirkan
bahu depan2.
Paralisis Erb (C5-C6) paling sering terjadi dan berhubungan dengan terbatasnya
gerakan bahu. Anggota gerak yang terkena akan berada dalam posisi adduksi, pronasi
dan rotasi internal. Refleks Moro, Biseps dan radialis pada sisi yang terkena akan
menghilang. Refleks menggenggam biasanya masih ada. Pada 5% kasus disertai paresis
nervus frenikus ipsilateral.
Paralisis Klumpke (C8-T1) jarang terjadi dan mengakibatkan kelemahan pada otot-
otot intrinsik tangan sehingga bayi kehilangan refleks menggenggam. Bila serabut
simpatis servikal pada spina torakal pertama terlibat, maka akan dijumpai sindrom
Horner. Jejas ini akan menyebabkan tangan paralisis, ptosis (kelopak mata jatuh) serta
miosis ipsilateral.


B. Insidensi
Insidensi paralisis pleksus brakialis ialah 0,5-2,0 per 1000 kelahiran hidup.
Kebanyakan kasus merupakan paralisis Erb. Erb palsy merupakan cedera paling umum

9
dan tersering, 73-90% dari kasus neonatal dengan angka 1-4 per 1000 kelahiran. Lesi
tersering melibatkan C5-C6 dan terkadang C-7 dengan faktor resiko besar masa
kehamilan, gestasional diabetes dan riwayat melahirkan anak dengan brakial palsi.
Klumpke palsy jarang didapatkan dengan presentasi 2% dari kasus neonatal. Lesi
traumatik yang berhubungan dengan paralisis pleksus brakialis antara lain fraktur
klavikula (10%), fraktur humerus (10%), subluksasi cervical spine (5%), trauma cervical
cord (5-10%) dan paralisis nervus fasialis (10-20%).2

C.Etiologi
Distosia bahu
Presentasi abnormal
Persalinan terhambat
Makrosomia









10

Jejas pada pleksus brakialis dapat menyebabkan paralisis lengan atas dengan atau
tanpa paralisis lengan bawah atau tangan, atau lebih lazim paralisis seuruh lengan. Jejas
ini terjadi pada bayi makrosomik, dan bila penarikan lateral dipaksakan pada kepala dan
leher selama persalinan bahu pada presentasi verteks, bila lengan diekstensikan
berlebihan di atas kepala pada presentasi bokong, atau bila ada penarikan berlebihan
pada bahu. Kira-kira, 45% dihubungkan dengan distosia bahu.
Pada paralisis Erb jejas terbatas pada saraf servikalis ke-5 dan ke-6. Bayi kehilangan
kekuatan untuk mengabduksi lengan dari bahu, merotasi lengan keluar dan melakukan
supinasi lengan bawah. Posisi yang khas terdiri atas aduksi dan rotasi interna dari lengan,
dengan lengan bawah dalam posisi pronasi. Kekuatan ekstensi lengan bawah
dipertahankan, tetapi refleks bisep tidak ada dan tidak didapatkan refleks moro pada sisi
yang terkena. Mungkin ada beberapa gangguan sensoris pada sisi luar lengan. Kekuatan
pada lengan bawah dan genggaman tangan tetap dipertahankan, kecuali bila bagian
bawah pleksus juga terkena jejas. Adanya gangguan menggenggam pada tangan
merupakan tanda prognosis yang baik.
Paralisis Klumpke adalah bentuk palsi brakialis yang lebih jarang, jejas terjadi pada
saraf servikalis ke-7 dan ke-8 serta saraf torakalis pertama. Jejas ini menyebabkan tangan
paralisis, siku dalam keadaan fleksi dan tangan dalam keadaan terlempang jari-jari
mencengkram (crawler hand).3

11
D. Diagnosis
Anamnesa;
1. Riwayat kehamilan dan persalinan ibu, berat badan lahir bayi
2. Trauma
3. Riwayat anak sebelumnya mengalam brakial palsi
Pemeriksaan fisik
a. Erb palsy;
lengan adduksi & internal rotasi
posisi pronasi pada lengan bawah
siku ekstensi
waiters tip posture
refleks moro asimetris

b. Klumpke palsy;
tangan terlempang dan mencengkram
posisi supinasi pada lengan bawah
siku fleksi
crawler hand
ptosis dan miosis (jika lesi sampai pada T1)

c.Gejala klinik yang bisa ditemukan pada brachial palsy:
Tabel 2.1.Komplikasi Perinatal
Komplikasi Perinatal
Trauma persendian:
Leher: dislokasi,
frakturtulangleher
Bahu
:dislokasipersendianbahu,
frakturtulanghumerus

12
E. Pemeriksaan penunjang;
1. X-Ray daerah bahu dan lengan atas: untuk identifikasi subluksasi pada bahu,
fraktur pada humerus atau klavikula. Foto Thorax harus dikerjakan untuk
menyingkirkan kemungkinan paresis nervus frenikus.
2. MRI akan memperlihatkan adanya robekan pada akar saraf atau avulsi dan dapat
mengetahui adanya meningokel dan membedakan antara akar saraf yang utuh
dengan pseudomeningokel (kemungkinan avulsi komplit).
3. EMG (Electromyography) untuk menentukan letak lesi dan menentukan apakah
axon juga mengalami jejas.7


F. Penanganan

Kelemahanringanakan sembuhdalam banyak kasustanpaperlakuan khusus.

Untuk cedera berat yang disertai dengan flaksid pada bahu;
Bayi dengan fraktur disertai nyeri yang signifikan akibat pergerakan bahu anggota
tubuh harus diistirahatkan selama 2-3 minggu untuk melewati fase akut nyeri.
Modifikasi pakaian pada bayi agar bisa dilakukan pembidaian yang sejajar dengan
umbilikus.
Pengasuh harus diinstuksikan mengenai tehnik posisi dalam mengangkat bayi
untuk mengurangi tekanan pada daerah axilla.
Pasif Range Of Motion (PROM) setelah 3 minggu, imobilisasi harus dihentikan dan
dilanjutkan dengan peningkatan pergerakan pasif dibawah pengawasan ahli terapi
(fraktur atau subluksasi bahu harus disingkirkan sebelum memulai PROM)
Electrical Muscle Stimulation (Stimulasi otot elektrik), terapi ini tidak dilakukan
rutin dan data yang menunjang untuk dilakukan terapi ini terbatas. Tidak ada
keadaan khusus pada pasien yang diwajibkan untuk dilakukan terapi ini.
Kunjunganteraturke ahli terapi atau ahli fisioterapi7

13
Pengobatan terdiri atas imobilisasi parsial dan penempatan posisi secara tepat
untuk mencegah perkembangan kontraktur. Pada paralisis lengan atas, lengan harus
diabduksi 90 derajat dengan rotasi eksterna pada bahu dan supinasi penuh lengan
bawah dan sedikit ekstensi pada pergelangan dengan telapak tangan diputar ke arah
wajah. Hal ini dapat dilakukan dengan penahan atau bidai selama 1-2 minggu pertama.
Imobilisasi harus intermitten dalam sehari saat bayi tidur dan antara makan. Pada
paralisis lengan bawah atau tangan, pergelangan tangan harus dibidai pada posisi netral
dan bantalan ditempatkan dalam genggaman. Bila seluruh lengan paralisis, prinsip
pengobatan yang sama harus diikuti. Pemijatan dan latihan gerakan dalam jangkauan
tertentu yang dilakukan secara lembut dapat dimulai pada umur 7-10 hari. Terapi harus
diikuti secara ketat dengan latihan korektif aktif dan pasif.3
Ada atau tidaknya fungsi motorik pada 2 sampai 6 bulan pertama merupakana
cuan dibutuhkannya penanganan bedah. Graft bedah mikrou ntuk komponen utama
pleksus brachialis dapat dilakukan pada kasus-kasus avulse saraf atau ruptur yang tidak
mengalami perbaikan. Pertimbangkan intervensi bedah di umur 3-6 bulan jika deltoid
/bisep tetap lembek dan antara 6-12 bulan, Perbaikan primer saraf pernah
menghasilkan pemulihan fungsional penuh. Hasil bedah terbaik jika dilakukan umur 6-
12 bulan dan mungkin tidak berguna jika dilakukan setelah 24 bulan. Operasi sekunder
biasanya setelah usia 2 tahun, sering diperlukan untuk mengatasi pelepasan kontraktur,
transfer tendon, dan displasia glenohumeral. Penanganan sekunder dapat dilakukan
pada pasien bayi sampai orang dewasa. Prosedur ini lebih umum dilakukan daripada
bedah mikro dan dapat juga dilakukan sebagai kelanjutan bedah mikro. Penanganan
bedah ini meliputi soft-tissue release, osteotomi, dan transfer tendo. Semua graft saraf
yang dibuat pada operasi diimobilisasi selama 2 sampai 6 minggu. Rehabilitasi
sempurna diharapkan mulai setelah 6 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan fisoterapi
setelah 6 minggu dan follow up setiap 3 bulan.6

14


G. Prognosis
Prognosis bergantung pada keadaan saraf yang mengalami jejas atau luka lecet,
jika paralisis disebabkan karena edema dan perdarahan di sekitar serabut saraf, maka
akan terjadi pengembalian fungsi dalam beberapa bulan. Jika disebabkan oleh luka
lecet, dapat mengakibatkan cedera yang permanen, keterlibatan deltoid biasanya
merupakan masalah yang paling serius dan dapat mengakibatkan kelumpuhan bahu
akibat atrofi otot. Umumnya paralisis lengan atas mempunyai prognosis yang lebih
daripada paralisis lengan bawah.3


15
BAB IV

PEMBAHASAN

Nama : Ny A
No RM : 406279
Tanggal Lahir : 05/07/2015
Umur : 0 hr
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : JL. tamacina

Riwayat Kelahiran
Lahir : Rumah Sakit
Ditolong oleh : Dokter
Persalinan : Biasa
Berat Badan : 3845 gr
Lama kala II : 12 jam 40 menit
Distosia Bahu : Manuver McRobert

Pasien melahirkan bayi laki-laki secara spontan dengan berat badan 3485 gr,panjang
badan 50 cm, Apgar Score 4/8, dan distosia bahu.

Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital
HR : 132 kali/menit
RR : 48 kali/menit
Suhu : 37,1 oC
Berat badan : 3845 gr
Panjang badan : 50 cm

16
Kepala KesanNormocephal
Muka Simetriskiridankanan
Mata Cekung (-)
Telinga Otorea (-)
Hidung Rinorea (-)
Tenggorokan Hiperemis (-)
Bibir Bibirkering (-)
Thoraks Inspeksi :tampaksimetriskanandankiri
Auskultasi:bunyipernafasanbronchovesicular, ronkhi -/-
wheezing -/-
bunyijantung I/II murni regular
Abdomen Inspeksi:datar ikutgerakannafas
Auskultasi:peristaltik (+)
Palpasi:hepartidakteraba, lien tidakteraba
Perkusi: timpani
Anggota Gerak Humerus dextra adduksi, rotasi internal dan siku ekstensi

Dari hasil evaluasi pada riwayat persalinan pada pasien ini didapatkan beberapa
temuan, yaitu;

Riwayat persalinan kala II lama


Distosia bahu

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kelumpuhan pada anggota gerak lengan atas kanan,
Humerus dextra adduksi, rotasi internal, siku ekstensi (waiters tip posture) dan reflex
moro asimetris -/+.

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang foto radiologi, karena cukup
dengan riwayat persalinan dan temuan-temuan pada pemeriksaan fisik kita bisa
menarik diagnosis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami jejas saraf
perifer yaitu brakial palsy tipe Erb.

Terapi pada pasien ini berupa imobilisasi lengan kanan atas dan fiksasi pada bahu yang
kemudian dilanjutkan dengan kontrol rutin di ahli pediatri, dari riwayat kunjungan poli
pasien mendapatkan terapi pemberian vitamin B1,B6 dan B12 serta Infra Red Rays
untuk merelaksasikan otot-otot dan pembuluh darah dan juga terapi massage. Setelah
2 minggu terapi, pasien menunjukkan perbaikan dengan adanya perkembangan pada

17
pergerakan lengan kanan. Ini membuktikan bahwa sebagian besar anak dengan
brachial palsy tanpa tindakan khusus (grafting) menunjukkan perbaikan.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Lissauer T. And Fanarroff A.2008. At a glance neonatologi.jakarta:Erlangga.(Bab Cedera
Lahir Hal 4 )
2. Prawirohardjo S.2010. ilmu kebidanan ed ke 4. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.(Bab Distosia Bahu Hal 59 )
3. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2010. Shoulder dystocia.Guideline
No.42.London:RCOG.
www.rcog.org.uk/globalassets/documents/guidelines/gtg42_25112013.pdf
(diakses pada tanggal 5 sepetember 2015)
4. Cuningham, F Gary. 2009. Bab 19 Distosia: kelaianan presentasi, posisi, dan
perkembangan janin. Dalam: Obstetri William Edisi 21 Vol 1. Jakarta : EGC: 506-10
5. www.acog.org/-/media/district/II/PDFs/Optimazing-Protocols-in-OB-htn-series-3.pdf
(diakses pada tanggal 5 september 2015)
6. Behrman Kliegman. Nelson Ilmu Kesehatan Anak.2012. Jakarta : EGC (Bab Jejas Saraf
Perifer Hal 579)
7. William S. The 5 Minute Pediatric Consult.2012.Wolter Kluwer:Philadelpia.(Bab Bachial
Plexus palsy Hal 600)

19

You might also like