Professional Documents
Culture Documents
BRACHIAL
PALSY
OLEH :
FAHAD
PEMBIMBING :
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing Mahasiswa
2
DAFTAR
ISI
JUDUL
................................................................................................................
i
1. Latar Belakang.......................................................................................... 1
1. Anamnesis................................................................................................. 2
2. Pemeriksaan Fisik................................................................................... 3
3. Perjalanan Penyakit................................................................................ 4
4. Diagnosa.................................................................................................. 5
A. Definisi..................................................................................................... 6
B. Insidensi................................................................................................... 7
C. Etiologi..................................................................................................... 7
D. Diagnosis..................... ................ 9
E. Pemeriksaan Penunjang............................................................................. 10
F. Penanganan................................................................................................ 10
G. Prognosis................................................................................................... 12
3
BAB
I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Insiden
cedera
lahir
telah
menurun
secara
dramatis
dalam
50
tahun
terakhir.
Hal
ini
disebabkan
karena
persalinan
yang
lama
dan
terhambat,
serta
persalinan
dengan
bantuan
alat
yang
sulit
dilakukan
dapat
dihindari
dengan
cara
seksio
sesarea.
Namun
demikian,
cedera
lahir
tetap
terjadi
terutama
pada
bayi
dengan
persalinan
yang
menggunakan
alat,
distosia
bahu,
malpresentasi
atau
bayi
patern.
Bayi
bayi
ini
biasanya
dikelompokkan
sesuai
lokasi
anatomik
cederanya1.
Paralisis
plexus
brakialis
merupakan
suatu
paralisis
yang
diakibatkan
oleh
cedera
pada
sebagian
atau
seluruh
pleksus
brakialis.
Brachial
plexus
palsy
pada
bayi
baru
lahir
disebabkan
oleh
cedera
akibat
proses
persalinan
bayi
dan
sering
disebut
sebagai
obstetrical
brachial
plexus
palsy
(OBPP).
Kasus
pertama
cedera
plexus
brakialis
dilaporkan
oleh
William
Smellie
tahun
1768
dan
William
Erb
tahun
1877.
Obstetrical
brachial
plexus
palsy
dapat
terjadi
akibat
teregangnya
satu
atau
lebih
komponen
plexus
brachialis
oleh
karena
penarikan
pada
saat
lahir.
Seringkali
diakibatkan
oleh
adanya
distosia
bahu.
Cedera
dapat
berupa
neurapraxia,
axonotmesis,
maupun
neurotmesis.
Beberapa
faktor
resiko
antara
lain
distosia
bahu
(45-53.4%)
dan
berat
badan
lahir
yang
tinggi.
Brachial
plexus
injury
sebanyak
94-97%
yang
terjadi
pada
presentasi
normal.
1-2%
presentasi
bokong
dan
1%
sectio
cesaria.
Ibu
dengan
usia
lebih
dari
35
tahun
lebih
sering
melahirkan
bayi
dengan
brachial
plexus
palsy
dibandingkan
dengan
usia
yang
kurang
dari
35
tahun.
Bayi
laki-laki
dan
perempuan
memiliki
frekuensi
yang
hampir
sama.
Hampir
semua
bayi
lahir
diawali
spontan
tanpa
induksi.
Sumber
lain
melaporkan
beberapa
faktor
risiko;
berat
bayi
>4000g,
partus
presipitatus
persalinan
kala
II
lama
dan
ekstraksi
vakum.
4
BAB
II
ANALISA
KASUS
1.
Anamnesis
Seorangwanitadengan
G3P2A0,
Umur
30
tahun.Hamil
38
minggu.Datangke
RSUD
Syekh
Yusuf
dengankeluhanutamasakitperuttembuskebelakang.Gerakanjanindirasakanaktif.Dari
pemeriksaan
yang
dilakukan,
didapatkantanda-tanda
vital
dalambatas
normal.Pemeriksaanfisikdalambatas
normal.Didapatkan,
Tinggi
fundus
34
cm,
Lingkar
perut
41
cm,Situs
memanjang,Punggung
kiri,
Bagian
terbawah
kepala,XDJJ
148x/menit,Gerakan
janin
(+),Taksiran
berat
janin
3044
gr
dan
His
dalam
batas
normal.
Pasienmelahirkanbayilaki-laki
secaraspontandenganberatbadan3485
gr,panjang
badan
50
cm,
Apgar
Score
4/8,
dandistosiabahu.
Nama
:
Ny
A
No
RM
:
406279
Tanggal
Lahir
:
05/07/2015
Umur
:
0
hr
Jenis
Kelamin
:
Laki-laki
Alamat
:
JL.
tamacina
Riwayat
Kelahiran
Lahir
:
Rumah
Sakit
Ditolong
oleh
:
Dokter
Persalinan
:
Biasa
Berat
Badan
:
3845
gr
Lama
kala
II
:
12
jam
40
menit
Distosia
Bahu
:
Manuver
McRobert
5
2. Pemeriksaan
Fisik
Tanda
Vital
HR
:
132
kali/menit
RR
:
48
kali/menit
Suhu
:
37,1
oC
Berat
badan
:
3845
gr
Panjang
badan
:
50
cm
Kepala
KesanNormocephal
Muka
Simetriskiridankanan
Mata
Cekung
(-)
Telinga
Otorea
(-)
Hidung
Rinorea
(-)
Tenggorokan
Hiperemis
(-)
Bibir
Bibirkering
(-)
Thoraks
Inspeksi
:tampaksimetriskanandankiri
Auskultasi:bunyipernafasanbronchovesicular,
ronkhi
-/-
wheezing
-/-
bunyijantung
I/II
murni
regular
Abdomen
Inspeksi:datar
ikutgerakannafas
Auskultasi:peristaltik
(+)
Palpasi:hepartidakteraba,
lien
tidakteraba
Perkusi:
timpani
Anggota
Gerak
Humerus
dextra
adduksi,
rotasi
internal
dan
siku
ekstensi
6
3. Perjalanan
Penyakit
7
RR
:
54x/menit
(+)
R.Telan
(+)
SB
:
36,4oC
Pemeriksaanfisis
BBL:
3485gr
Soft
tissue
swelling
BBS:
3400gr
Paru:
bronchovesicular
RH
-
/-
WH
-/-
Jantung
:
BJ
I/II
murni
regular
Abdomen
:
peristaltic
(+),
Tali
pusat
basah,
radang
(-),
bau
(-)
22/07/2015
Paralisis
N.
Brachialis,
Vitamin
B1,
B6,
B12
BB:
4kg
lengan
kanan
sulit
digerakkan
1x1
tab
Umur:
14
hari
IRR,
Massage
therapy
23/07/2015
Lengan
kanan
sulit
IRR
digerakkan
Massage
Therapy
27/07/2015
Lengan
kanan
sudah
dapat
IRR
digerakkan
Massage
Therapy
4. DIAGNOSA
:
Brachial
Palsy
Dextra
8
BAB
III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Trauma
Pleksus
Brakialis
(
Brachial
Palsy)
Kelainan
ini
dibagi
atas:
Paralisis
Erb,
yaitu
kelumpuhan
bagian-bagian
tubuh
yang
disarafi
oleh
cabang-
cabang
C5
dan
C6
dari
pleksus
brakialis.
Paralisis
Klumpke,
yaitu
kelumpuhan
bagian-bagian
tubuh
yang
disarafi
oleh
cabang-cabang
C8-T1
dari
pleksus
brakialis.
Trauma
pleksus
brakialis
umumnya
terjadi
pada
bayi
besar.
Kelainan
ini
timbul
akibat
tarikan
yang
kuat
pada
daerah
leher
saat
melahirkan
bayi
sehingga
terjadi
kerusakan
pada
pleksus
brakialis.
Biasanya
ditemukan
pada
persalinan
letak
sungsang
bila
dilakukan
traksi
yang
kuat
saat
melahirkan
kepala
bayi.
Pada
persalinan
letak
kepala,
kelainan
ini
dapat
terjadi
pada
kasusu
distosia
bahu.
Pada
kasus
tersebut
kadang-
kadang
dilakukan
tarikan
pada
kepala
yang
agak
kuat
ke
belakang
untuk
melahirkan
bahu
depan2.
Paralisis
Erb
(C5-C6)
paling
sering
terjadi
dan
berhubungan
dengan
terbatasnya
gerakan
bahu.
Anggota
gerak
yang
terkena
akan
berada
dalam
posisi
adduksi,
pronasi
dan
rotasi
internal.
Refleks
Moro,
Biseps
dan
radialis
pada
sisi
yang
terkena
akan
menghilang.
Refleks
menggenggam
biasanya
masih
ada.
Pada
5%
kasus
disertai
paresis
nervus
frenikus
ipsilateral.
Paralisis
Klumpke
(C8-T1)
jarang
terjadi
dan
mengakibatkan
kelemahan
pada
otot-
otot
intrinsik
tangan
sehingga
bayi
kehilangan
refleks
menggenggam.
Bila
serabut
simpatis
servikal
pada
spina
torakal
pertama
terlibat,
maka
akan
dijumpai
sindrom
Horner.
Jejas
ini
akan
menyebabkan
tangan
paralisis,
ptosis
(kelopak
mata
jatuh)
serta
miosis
ipsilateral.
B. Insidensi
Insidensi
paralisis
pleksus
brakialis
ialah
0,5-2,0
per
1000
kelahiran
hidup.
Kebanyakan
kasus
merupakan
paralisis
Erb.
Erb
palsy
merupakan
cedera
paling
umum
9
dan
tersering,
73-90%
dari
kasus
neonatal
dengan
angka
1-4
per
1000
kelahiran.
Lesi
tersering
melibatkan
C5-C6
dan
terkadang
C-7
dengan
faktor
resiko
besar
masa
kehamilan,
gestasional
diabetes
dan
riwayat
melahirkan
anak
dengan
brakial
palsi.
Klumpke
palsy
jarang
didapatkan
dengan
presentasi
2%
dari
kasus
neonatal.
Lesi
traumatik
yang
berhubungan
dengan
paralisis
pleksus
brakialis
antara
lain
fraktur
klavikula
(10%),
fraktur
humerus
(10%),
subluksasi
cervical
spine
(5%),
trauma
cervical
cord
(5-10%)
dan
paralisis
nervus
fasialis
(10-20%).2
C.Etiologi
Distosia
bahu
Presentasi
abnormal
Persalinan
terhambat
Makrosomia
10
Jejas
pada
pleksus
brakialis
dapat
menyebabkan
paralisis
lengan
atas
dengan
atau
tanpa
paralisis
lengan
bawah
atau
tangan,
atau
lebih
lazim
paralisis
seuruh
lengan.
Jejas
ini
terjadi
pada
bayi
makrosomik,
dan
bila
penarikan
lateral
dipaksakan
pada
kepala
dan
leher
selama
persalinan
bahu
pada
presentasi
verteks,
bila
lengan
diekstensikan
berlebihan
di
atas
kepala
pada
presentasi
bokong,
atau
bila
ada
penarikan
berlebihan
pada
bahu.
Kira-kira,
45%
dihubungkan
dengan
distosia
bahu.
Pada
paralisis
Erb
jejas
terbatas
pada
saraf
servikalis
ke-5
dan
ke-6.
Bayi
kehilangan
kekuatan
untuk
mengabduksi
lengan
dari
bahu,
merotasi
lengan
keluar
dan
melakukan
supinasi
lengan
bawah.
Posisi
yang
khas
terdiri
atas
aduksi
dan
rotasi
interna
dari
lengan,
dengan
lengan
bawah
dalam
posisi
pronasi.
Kekuatan
ekstensi
lengan
bawah
dipertahankan,
tetapi
refleks
bisep
tidak
ada
dan
tidak
didapatkan
refleks
moro
pada
sisi
yang
terkena.
Mungkin
ada
beberapa
gangguan
sensoris
pada
sisi
luar
lengan.
Kekuatan
pada
lengan
bawah
dan
genggaman
tangan
tetap
dipertahankan,
kecuali
bila
bagian
bawah
pleksus
juga
terkena
jejas.
Adanya
gangguan
menggenggam
pada
tangan
merupakan
tanda
prognosis
yang
baik.
Paralisis
Klumpke
adalah
bentuk
palsi
brakialis
yang
lebih
jarang,
jejas
terjadi
pada
saraf
servikalis
ke-7
dan
ke-8
serta
saraf
torakalis
pertama.
Jejas
ini
menyebabkan
tangan
paralisis,
siku
dalam
keadaan
fleksi
dan
tangan
dalam
keadaan
terlempang
jari-jari
mencengkram
(crawler
hand).3
11
D. Diagnosis
Anamnesa;
1. Riwayat
kehamilan
dan
persalinan
ibu,
berat
badan
lahir
bayi
2. Trauma
3. Riwayat
anak
sebelumnya
mengalam
brakial
palsi
Pemeriksaan
fisik
a. Erb
palsy;
lengan
adduksi
&
internal
rotasi
posisi
pronasi
pada
lengan
bawah
siku
ekstensi
waiters
tip
posture
refleks
moro
asimetris
b.
Klumpke
palsy;
tangan
terlempang
dan
mencengkram
posisi
supinasi
pada
lengan
bawah
siku
fleksi
crawler
hand
ptosis
dan
miosis
(jika
lesi
sampai
pada
T1)
c.Gejala
klinik
yang
bisa
ditemukan
pada
brachial
palsy:
Tabel
2.1.Komplikasi
Perinatal
Komplikasi
Perinatal
Trauma
persendian:
Leher:
dislokasi,
frakturtulangleher
Bahu
:dislokasipersendianbahu,
frakturtulanghumerus
12
E. Pemeriksaan
penunjang;
1. X-Ray
daerah
bahu
dan
lengan
atas:
untuk
identifikasi
subluksasi
pada
bahu,
fraktur
pada
humerus
atau
klavikula.
Foto
Thorax
harus
dikerjakan
untuk
menyingkirkan
kemungkinan
paresis
nervus
frenikus.
2. MRI
akan
memperlihatkan
adanya
robekan
pada
akar
saraf
atau
avulsi
dan
dapat
mengetahui
adanya
meningokel
dan
membedakan
antara
akar
saraf
yang
utuh
dengan
pseudomeningokel
(kemungkinan
avulsi
komplit).
3. EMG
(Electromyography)
untuk
menentukan
letak
lesi
dan
menentukan
apakah
axon
juga
mengalami
jejas.7
F. Penanganan
Kelemahanringanakan
sembuhdalam
banyak
kasustanpaperlakuan
khusus.
Untuk
cedera
berat
yang
disertai
dengan
flaksid
pada
bahu;
Bayi
dengan
fraktur
disertai
nyeri
yang
signifikan
akibat
pergerakan
bahu
anggota
tubuh
harus
diistirahatkan
selama
2-3
minggu
untuk
melewati
fase
akut
nyeri.
Modifikasi
pakaian
pada
bayi
agar
bisa
dilakukan
pembidaian
yang
sejajar
dengan
umbilikus.
Pengasuh
harus
diinstuksikan
mengenai
tehnik
posisi
dalam
mengangkat
bayi
untuk
mengurangi
tekanan
pada
daerah
axilla.
Pasif
Range
Of
Motion
(PROM)
setelah
3
minggu,
imobilisasi
harus
dihentikan
dan
dilanjutkan
dengan
peningkatan
pergerakan
pasif
dibawah
pengawasan
ahli
terapi
(fraktur
atau
subluksasi
bahu
harus
disingkirkan
sebelum
memulai
PROM)
Electrical
Muscle
Stimulation
(Stimulasi
otot
elektrik),
terapi
ini
tidak
dilakukan
rutin
dan
data
yang
menunjang
untuk
dilakukan
terapi
ini
terbatas.
Tidak
ada
keadaan
khusus
pada
pasien
yang
diwajibkan
untuk
dilakukan
terapi
ini.
Kunjunganteraturke
ahli
terapi
atau
ahli
fisioterapi7
13
Pengobatan
terdiri
atas
imobilisasi
parsial
dan
penempatan
posisi
secara
tepat
untuk
mencegah
perkembangan
kontraktur.
Pada
paralisis
lengan
atas,
lengan
harus
diabduksi
90
derajat
dengan
rotasi
eksterna
pada
bahu
dan
supinasi
penuh
lengan
bawah
dan
sedikit
ekstensi
pada
pergelangan
dengan
telapak
tangan
diputar
ke
arah
wajah.
Hal
ini
dapat
dilakukan
dengan
penahan
atau
bidai
selama
1-2
minggu
pertama.
Imobilisasi
harus
intermitten
dalam
sehari
saat
bayi
tidur
dan
antara
makan.
Pada
paralisis
lengan
bawah
atau
tangan,
pergelangan
tangan
harus
dibidai
pada
posisi
netral
dan
bantalan
ditempatkan
dalam
genggaman.
Bila
seluruh
lengan
paralisis,
prinsip
pengobatan
yang
sama
harus
diikuti.
Pemijatan
dan
latihan
gerakan
dalam
jangkauan
tertentu
yang
dilakukan
secara
lembut
dapat
dimulai
pada
umur
7-10
hari.
Terapi
harus
diikuti
secara
ketat
dengan
latihan
korektif
aktif
dan
pasif.3
Ada
atau
tidaknya
fungsi
motorik
pada
2
sampai
6
bulan
pertama
merupakana
cuan
dibutuhkannya
penanganan
bedah.
Graft
bedah
mikrou
ntuk
komponen
utama
pleksus
brachialis
dapat
dilakukan
pada
kasus-kasus
avulse
saraf
atau
ruptur
yang
tidak
mengalami
perbaikan.
Pertimbangkan
intervensi
bedah
di
umur
3-6
bulan
jika
deltoid
/bisep
tetap
lembek
dan
antara
6-12
bulan,
Perbaikan
primer
saraf
pernah
menghasilkan
pemulihan
fungsional
penuh.
Hasil
bedah
terbaik
jika
dilakukan
umur
6-
12
bulan
dan
mungkin
tidak
berguna
jika
dilakukan
setelah
24
bulan.
Operasi
sekunder
biasanya
setelah
usia
2
tahun,
sering
diperlukan
untuk
mengatasi
pelepasan
kontraktur,
transfer
tendon,
dan
displasia
glenohumeral.
Penanganan
sekunder
dapat
dilakukan
pada
pasien
bayi
sampai
orang
dewasa.
Prosedur
ini
lebih
umum
dilakukan
daripada
bedah
mikro
dan
dapat
juga
dilakukan
sebagai
kelanjutan
bedah
mikro.
Penanganan
bedah
ini
meliputi
soft-tissue
release,
osteotomi,
dan
transfer
tendo.
Semua
graft
saraf
yang
dibuat
pada
operasi
diimobilisasi
selama
2
sampai
6
minggu.
Rehabilitasi
sempurna
diharapkan
mulai
setelah
6
minggu.
Kemudian
dilanjutkan
dengan
fisoterapi
setelah
6
minggu
dan
follow
up
setiap
3
bulan.6
14
G. Prognosis
Prognosis
bergantung
pada
keadaan
saraf
yang
mengalami
jejas
atau
luka
lecet,
jika
paralisis
disebabkan
karena
edema
dan
perdarahan
di
sekitar
serabut
saraf,
maka
akan
terjadi
pengembalian
fungsi
dalam
beberapa
bulan.
Jika
disebabkan
oleh
luka
lecet,
dapat
mengakibatkan
cedera
yang
permanen,
keterlibatan
deltoid
biasanya
merupakan
masalah
yang
paling
serius
dan
dapat
mengakibatkan
kelumpuhan
bahu
akibat
atrofi
otot.
Umumnya
paralisis
lengan
atas
mempunyai
prognosis
yang
lebih
daripada
paralisis
lengan
bawah.3
15
BAB
IV
PEMBAHASAN
Nama
:
Ny
A
No
RM
:
406279
Tanggal
Lahir
:
05/07/2015
Umur
:
0
hr
Jenis
Kelamin
:
Laki-laki
Alamat
:
JL.
tamacina
Riwayat
Kelahiran
Lahir
:
Rumah
Sakit
Ditolong
oleh
:
Dokter
Persalinan
:
Biasa
Berat
Badan
:
3845
gr
Lama
kala
II
:
12
jam
40
menit
Distosia
Bahu
:
Manuver
McRobert
Pasien
melahirkan
bayi
laki-laki
secara
spontan
dengan
berat
badan
3485
gr,panjang
badan
50
cm,
Apgar
Score
4/8,
dan
distosia
bahu.
Pemeriksaan Fisik
Tanda
Vital
HR
:
132
kali/menit
RR
:
48
kali/menit
Suhu
:
37,1
oC
Berat
badan
:
3845
gr
Panjang
badan
:
50
cm
16
Kepala
KesanNormocephal
Muka
Simetriskiridankanan
Mata
Cekung
(-)
Telinga
Otorea
(-)
Hidung
Rinorea
(-)
Tenggorokan
Hiperemis
(-)
Bibir
Bibirkering
(-)
Thoraks
Inspeksi
:tampaksimetriskanandankiri
Auskultasi:bunyipernafasanbronchovesicular,
ronkhi
-/-
wheezing
-/-
bunyijantung
I/II
murni
regular
Abdomen
Inspeksi:datar
ikutgerakannafas
Auskultasi:peristaltik
(+)
Palpasi:hepartidakteraba,
lien
tidakteraba
Perkusi:
timpani
Anggota
Gerak
Humerus
dextra
adduksi,
rotasi
internal
dan
siku
ekstensi
Dari
hasil
evaluasi
pada
riwayat
persalinan
pada
pasien
ini
didapatkan
beberapa
temuan,
yaitu;
Dari
pemeriksaan
fisik
didapatkan
kelumpuhan
pada
anggota
gerak
lengan
atas
kanan,
Humerus
dextra
adduksi,
rotasi
internal,
siku
ekstensi
(waiters
tip
posture)
dan
reflex
moro
asimetris
-/+.
Pada
pasien
ini
tidak
dilakukan
pemeriksaan
penunjang
foto
radiologi,
karena
cukup
dengan
riwayat
persalinan
dan
temuan-temuan
pada
pemeriksaan
fisik
kita
bisa
menarik
diagnosis.
Sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
pasien
ini
mengalami
jejas
saraf
perifer
yaitu
brakial
palsy
tipe
Erb.
Terapi
pada
pasien
ini
berupa
imobilisasi
lengan
kanan
atas
dan
fiksasi
pada
bahu
yang
kemudian
dilanjutkan
dengan
kontrol
rutin
di
ahli
pediatri,
dari
riwayat
kunjungan
poli
pasien
mendapatkan
terapi
pemberian
vitamin
B1,B6
dan
B12
serta
Infra
Red
Rays
untuk
merelaksasikan
otot-otot
dan
pembuluh
darah
dan
juga
terapi
massage.
Setelah
2
minggu
terapi,
pasien
menunjukkan
perbaikan
dengan
adanya
perkembangan
pada
17
pergerakan
lengan
kanan.
Ini
membuktikan
bahwa
sebagian
besar
anak
dengan
brachial
palsy
tanpa
tindakan
khusus
(grafting)
menunjukkan
perbaikan.
18
DAFTAR
PUSTAKA
1. Lissauer
T.
And
Fanarroff
A.2008.
At
a
glance
neonatologi.jakarta:Erlangga.(Bab
Cedera
Lahir
Hal
4
)
2. Prawirohardjo
S.2010.
ilmu
kebidanan
ed
ke
4.
Jakarta
:
Yayasan
Bina
Pustaka
Sarwono
Prawirohardjo.(Bab
Distosia
Bahu
Hal
59
)
3. Royal
College
of
Obstetricians
and
Gynaecologists.
2010.
Shoulder
dystocia.Guideline
No.42.London:RCOG.
www.rcog.org.uk/globalassets/documents/guidelines/gtg42_25112013.pdf
(diakses
pada
tanggal
5
sepetember
2015)
4. Cuningham,
F
Gary.
2009.
Bab
19
Distosia:
kelaianan
presentasi,
posisi,
dan
perkembangan
janin.
Dalam:
Obstetri
William
Edisi
21
Vol
1.
Jakarta
:
EGC:
506-10
5. www.acog.org/-/media/district/II/PDFs/Optimazing-Protocols-in-OB-htn-series-3.pdf
(diakses
pada
tanggal
5
september
2015)
6. Behrman
Kliegman.
Nelson
Ilmu
Kesehatan
Anak.2012.
Jakarta
:
EGC
(Bab
Jejas
Saraf
Perifer
Hal
579)
7. William
S.
The
5
Minute
Pediatric
Consult.2012.Wolter
Kluwer:Philadelpia.(Bab
Bachial
Plexus
palsy
Hal
600)
19