Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
dr. Radhiyana Putri
Pendamping:
dr. Dedi Handoko
BALIKPAPAN
April 2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
o Manfaat bagi penulis
Mendapatkan pengalaman tentang senam vitalisasi otak dan dapat
melakukan senam vitalisasi otak bagi lansia di wilayah kerja Puskesmas
Kariangau
o Manfaat bagi puskesmas
Sebagai bentuk implementasi promosi kesehatan dari program lansia
puskesmas dan tmeningkatkan kesehatan lansia di wilayah kerja PKM
Kariangau
o Manfaat bagi masyarakat
Peningkatan pengetahuan tentang senam vitalisasi otak dan kesehatan
lansia di wilayah Kariangau, sehingga diharapkan menurunkan angka
kejadian gangguan fungsi kognitif dan penyakit lainnya pada lansia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1 Taman Kanak-kanak 3
2 Sekolah Dasar/ MI 3
3 SLTP/ Sederajat 2
4 SLTA/ Sederajat 0
5 Perguruan Tinggi 0
6 Lembaga Pendidikan Agama 2
7 Tempat Penitipan Anak 0
Jumlah 10
Sumber : Kantor Kelurahan Kariangau Tahun 2014
0,03
Kariangau 170.146 1 4.336 1.360 3,19 Jiwa/ KK
Jiwa/Km2
Tabel 2.6 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Kelompok Umur, Rasio
Beban Tanggungan, Rasio Jenis Kelamin
Jumlah Penduduk
Jumlah Rasio Beban Rasio Jenis
Jenis Kelamin Kelompok Umur
RT Tanggungan Kelamin
Jumlah
L P <1 1-4 5 14 15 44 45 64 65
Tabel 2.7 Persentase Penduduk Berusia 10 Tahun ke Atas Dirinci Menurut Tingkat
PendidikanTertinggi Yang Ditamatkan
Laki - laki & Perempuan
Jumlah 1.698
Sumber : Kantor Kelurahan Kariangau Tahun 2014
2.2 Lansia
2.2.1 Definisi lansia
Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia, ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN
1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami
proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya
tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur
dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ (Zulsita A, 2010). Secara ekonomi,
penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber
daya. (Zulsita A, 2010). Aspek sosial penduduk lanjut usia merupakan satu
kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata
sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap
sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputusan serta luasnya
hubungan sosial yang semakin menurun, tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia
menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda
(Zulsita A, 2010).
2.2.2 Klasifikasi Lansia
WHO (1989) menetapkan batasan usia lanjut menjadi (Bandiah, 2009) :
1. Kelompok usia 45-59 tahun sebagai usia pertengahan ( middle/young
elderly )
2. Orang dengan usia 60-74 tahun disebut lansia (ederly)
3. Umur 75-90 tahun disebut tua (old)
4. Umur di atas 90 tahun disebut sangat tua (very old).
Undang-undang RI No.4 tahun 1965 menjelaskan bahwa seseorang
dikatakan sebagai lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun
ke atas, tidak mampu mencari nafkah (Bandiah, 2009).
Menurut pasal 1 ayat 2,3,4 UU no. 13 tahun 1998 tentang kesehatan
dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun (Bandiah,2009)
Ahli Gerontology membagi usia tua menjadi 2 kelompok yakni (Kaplan,
Sadock, Grebb, 2010):
1. Usia tua yang muda (young old) berusia 65-74 tahun.
2. Usia tua yang tua (old-old) berusia 75 tahun dan lebih.
2.2.3` Perubahan pada Proses menua
Semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan strktural dan
fisiologis, begitu pula organ otak. Dalam hal perubahan fisiologis sampai
patologis telah dikenal tingkatan proses menua yang menggunakan istilah
senescence, senility dan demensia. Senescence menandakan perubahan penuaan
normal dan senility menandakan penuaan yang abnormal, tetapi batasnya masih
tidak jelas. Senility juga dipakai sebagai indikasi gangguan mental yang ringan
pada usia lanjut yang tidak mengalami demensia (Cummings, Benson, 1992).
Selama manusia hidup, akan terjadi suatu perubahan fungsi dan struktur sel
tubuh manusia. maturitas akan terjadi pada sekitar usia 20 atau 25 tahun.
pertumbuhan akan berhenti, dan proses penuaan akan mulai nampak usia 30 tahun
(Aswin S, 2003). Proses penuaan ditandai oleh menurunnya kemampuan tubuh
untuk beradaptasi atau pulih dari suatu rangsangan. Begitu pula orang tua akan
berkurang kemampuannya dalam melaksanakan kegiatan fisik. Penuaan dapat
terjadi secara fisiologis dan patologis. Bila seseorang mengalami penuaan
fisiologis (fisiological aging), maka mereka tua dalam keadaan sehat (healthy
aging).
Penuaan dibagi menjadi 2, yaitu (1) penuaan sesuai kronologis usia
(penuaan primer) yang dipengaruhi oleh faktor endogen, dimana perubahan
dimulai dari sel, jaringan, organ dan sistem pada tubuh, (2) penuaan sekunder
yang dipengaruhi oleh faktor eksogen, yaitu lingkungan, sosial budaya/gaya hidup
dan lingkungan. Faktor eksogen dapat juga mempengaruhi faktor endogen,
sehingga dikenal faktor risiko. Faktor risiko tersebut yang menyebabkan penuaan
patologis (pathological aging) (Pudjiastuti, Utomo, 2003).
Healthy aging akan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu endogenic dan
exogenic factor (Darmojo B, 2009). Endogenic factor yang dimulai dengan
cellular aging, melalui jaringan dan anatomical aging ke arah proses menuanya
organ tubuh. Proses ini seperti jam yang terus berputar. Sedangkan Exogenic
factor, yang dapat dibagi dalam sebab lingkungan (environment) dan faktor
sosiobudaya atau gaya hidup ( life style ).
Menuju healthy aging (menua sehat) dapat dengan jalan 4P yaitu
peningkatan mutu (promotion), pencegahan penyakit (prevention), pengobatan
penyakit (curative), dan pemulihan (rehabilitation), sehingga keadaan patologik
pun dicoba untuk disembuhkan karena proses patologik akan mempercepat
terjadinya proses penuaan, endogenic dan exogenic factors ini seringkali sulit
untuk dipisah-pisahkan karena saling mempengaruhi dengan erat maka bila
faktor-faktor tersebut tidak dapat dicegah terjadinya maka orang tersebut akan
lebih cepat meninggal (Darmojo B, 2009).
Faktor risiko dan penyakit degeneratif seringkali bersamaan sehingga
memungkinkan terjadinya banyak penyakit pada satu penderita (multi patologi)
maka faktor risiko tadi haruslah dicegah dan dikendalikan. Adapun faktor
endogen dan eksogen tersebut adalah :
1. Faktor internal
Pengaruh faktor-faktor internal seperti terjadinya penurunan anatomik,
fisiologik dan perubahan psikososial pada proses menua makin besar, penurunan
ini akan menyebabkan lebih mudah timbulnya penyakit (Darmojo, Martono,
2000). Penurunan anatomik dan fisiologik meliputi sistem otak dan syaraf otak,
sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem metabolisme, sistem ekskresi
dan sistem muskuloskeletal serta penyakit-penyakit degeneratif, Proses menua
tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan
menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi disusunan saraf
pusat. Penurunan anatomik dan fisiologik dapat meliputi:
A. Sistem saraf pusat (otak) dan saraf otak
Berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10%-12% selama hidup,
perbandingan substansi kelabu : substansi putih pada umur 20 = 1,28 : 1, pada
umur 50 = 1,13 : 1 dan pada umur 100 = 1,55:1 (Tilarso, 1988). Disamping itu
meningen menebal, girus dan sulcus otak berkurang kedalamannya, kelainan ini
tidak menyebabkan gangguan patologi yang berarti. Pada pembuluh darah terjadi
penebalan intima akibat proses aterosklerosis dan tunika media berakibat terjadi
gangguan vaskularisasi otak yang dapat menyebabkan stroke dan demensia
vaskuler sedangkan pada daerah hipotalamus menyebabkan terjadinya gangguan
saraf otak akibat pengaruh berkurangnya berbagai neurotransmitter (Martono,
Pranarka, 2009 ).
Penurunan aliran darah pada umur 17-18 = 79,3 cc/menit/100gr jaringan
otak, umur 57-99 = 47,7cc/100gr jaringan otak (Tilarso, 1988). Pada beberapa
penderita tua terjadi penurunan daya ingat dan gangguan psikomotor yang masih
wajar, disebut sebagai sifat pelupa benigna akibat penuaan keadaan ini tidak
menyebabkan gangguan pada aktifitas hidup sehari-hari, biasanya dikenali oleh
keluarga atau teman karena sering mengulang pertanyaan yang sama atau lupa
kejadian yang baru terjadi.
B. Sistem kardiovaskuler
Dinding ventrikel kiri sampai usia 80 tahun menjadi 25% lebih tebal dari
usia 30 tahun, cardiac output (COP) turun 40% atau kira-kira kurang dari 1% per
tahun, denyut jantung maksimal pada dewasa muda 195x/menit, pada 65 tahun
170x/menit, tekanan darah rata-rata umur 20-24 tahun pada wanita 116/70 dan
pada pria 122/76 dan pada umur 60-64 tahun wanita 142/85 dan pria 140/85
(Tilarso, 1988). Walaupun tanpa adanya penyakit pada usia lanjut jantung sudah
menunjukkan penurunan kekuatan kontraksi, kecepatan kontraksi dan isi
sekuncup. Terjadi pula penurunan yang signifikan dari cadangan jantung dan
kemampuan untuk meningkatkan kekuatan curah jantung (Martono, Pranarka,
2009).
C. Sistem pernapasan/sistem respirasi
Sistem respirasi sudah mencapai kematangan pertumbuhan pada usia 20-25
tahun, setelah itu mulai menurun fungsinya, elastisitas paru menurun, kekakuan
dinding dada meningkat, kekuatan otot dada menurun. Semua ini berakibat
menurunnya rasio ventilasi-perfusi di bagian paru yang tak bebas dan pelebaran
gradient alveolar arteri untuk oksigen, disamping itu ada penurunan gerak silia di
dinding sistem pernapasan, penurunan reflek batuk yang dapat menyebabkan
terjadinya infeksi akut pada saluran pernapasan (Martono, Pranarka, 2009).
Menurut Tilarso (1988), volume residual akan meningkat pada dekade ke 3
sampai dengan 9, kapasitas vital turun 17-22 cc/tahun, pemakaian oksigen
maksimal pada keadaan stress turun 50% pada usia 80 tahun.
D. Sistem metabolisme
Pada sekitar 50% usia lanjut menunjukkan intoleransi glukosa dengan
kadar glukosa darah puasa yang normal, frekuensi hipertiroid tinggi pada usia
lanjut (25%) sekitar 75% nya mempunyai gejala/tanda klasik. Hipotiroid
merupakan penyakit yang terutama terjadi antara usia 50-70 tahun dengan gejala
yang tidak mencolok sehingga sering tidak terdiagnosis (Martono, Pranarka,
2009).
E. Sistem ekskresi
Berat ginjal pada usia 60 tahun 250 gr, umur 70 tahun 230 gr, umur 80
tahun 190 gr. Sedangkan jumlah glomeruli per ginjal pada kelahiran sampai 40
tahun 500.000 1.000.000, pada dekade 7 kurang dari 1/3-1/2 (Tilarso, 1988).
Pada usia lanjut ginjal mengalami perubahan yaitu terjadi penebalan kapsula
Bowman dan gangguan permeabilitas terhadap zat yang akan difiltrasi, nefron
secara keseluruhan mengalami penurunan dan mulai terlihat atropi, aliran darah di
ginjal pada usia 75 tahun tinggal sekitar 50% dibanding usia muda tetapi fungsi
ginjal dalam keadaan istirahat tidak terlihat menurun, barulah apabila terjadi stress
fisik ginjal tidak dapat mengatasi peningkatan kebutuhan tersebut dan mudah
terjadi gagal ginjal (Martono, Pranarka, 2009).
F. Sistem muskuloskeletal
Menurut Tilarso (1988), jumlah sel-sel lurik akan turun 50% pada usia 80
tahun, berat otot lurik pada 21 tahun 45% dari berat badan dan pada 70 tahun
27% dari berat badan sedangkan pada tulang kecepatan kehilangan massa
tulang/decade pria 3% dan wanita 8%, rata-rata kehilangan tinggi pada umur 65-
74 1,5 inch (3,7 cm), umur 85-94 3 inch (7,5 cm).
Otot-otot mengalami atrofi disamping sebagai akibat berkurangnya
aktifitas juga akibat gangguan metabolik atau denervasi saraf, hal ini dapat diatasi
dengan memperbaiki pola hidup (olahraga atau aktifitas yang terprogram).
Dengan bertambahnya usia, proses perusakan dan pembentukan tulang melambat
terutama pembentukkannya hal ini akibat menurunnya aktifitas tubuh juga akibat
menurunnya hormon estrogen pada wanita, vitamin D dan beberapa hormon
lainnya (parahormon dan kalsitonin), trabekula tulang menjadi lebih berongga
berakibat sering mudah patah tulang akibat benturan ringan atau spontan
(Martono, Pranarka, 2009).
G. Psikososial dan fungsi kognitif
Kondisi psikososial meliputi perubahan kepribadian yang menjadi faktor
predisposisi yaitu gangguan memori, cemas dan gangguan tidur yang dapat
mempengaruhi depresi pada lansia. Depresi pada lansia merupakan interaksi
faktor biologi, psikologik dan sosial, lansia mengalami kehilangan dan kerusakan
banyak sel-sel saraf pada lobus frontal dan lobus temporal yang berfungsi dalam
intelektual maupun zat neurotransmiter. Lansia menjadi lebih mudah tersinggung,
marah atau pendiam. Gangguan memori pada depresi sangat berhubungan dengan
cognitif impairment yang terjadi pada lansia. Gangguan tidur dapat terjadi sebagai
sebab atau akibat pada depresi Faktor predisposisi dapat diperberat dengan
perasaan kurang percaya diri, merasa diri menjadi beban orang lain, merasa
rendah diri, putus asa dan dukungan sosial yang kurang. Faktor sosial meliputi
perceraian, kematian, berkabung, kemiskinan, berkurangnya interaksi sosial
dalam kelompok lansia mempengaruhi terjadinya depresi. Respon perilaku
seseorang mempunyai hubungan dengan kontrol sosial yang berkaitan dengan
kesehatan (Tucker, Orlando, Elliot, Klein, 2006). Penelitian menyebutkan adanya
hubungan aktifitas interpersonal yang kurang dengan timbulnya stress,
Mekanisme stress dapat mempengaruhi proses neurodegeneratif khususnya di
hipokampus dan memegang peranan penting dalam proses memori diotak.
Hipokampus mengatur respon stress dan bekerja menghambat aksi stress.
Kegiatan sosial adalah kegiatan pendekatan sosial yang dilaksanakan untuk
meningkatkan keterampilan berinteraksi dengan lingkungan. Mengadakan diskusi,
tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok
seperti pengajian, kesenian, kursus, olahraga dan lainnya merupakan
implementasi dari pendekatan ini agar lansia bersangkutan dapat berinteraksi
dengan sesama lansia maupun dengan petugas kesehatan. Semakin berkurangnya
kegiatan sosial maka semakin tidak berkembang dan kecil kesempatan lansia
untuk mengaktualisasikan diri (Hurlock,1996).
Frekuensi kontak sosial dan tingginya integrasi sosial dan keterikatan sosial
dapat mengurangi atau memperberat efek stress pada hipotalamus dan sistim saraf
pusat. Hubungan sosial ini dapat mengurangi kerusakan otak dan efek penuaan
(Zunzunegui, Alvarado, Del Ser, Otero 2003). Makin banyaknya jumlah jaringan
sosial pada usia 25 lanjut mempunyai hubungan dengan fungsi kognitif atau
mengurangi rata-rata penurunan kognitif 39% (Barnes et al, 2004 )
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang berpengaruh pada percepatan proses menua antara
lain gaya hidup/life style, faktor lingkungan dan pekerjaan. Budaya gaya hidup
yang mempercepat proses penuaan adalah jarang beraktifitas fisik, perokok,
kurang tidur dan nutrisi yang tidak teratur. Hal tersebut dapat diatasi dengan
strategi pencegahan yang diterapkan secara individual pada usia lanjut yaitu
dengan menghentikan merokok. Penelitian yang dilakukan oleh Harrington et al
(2000) menemukan bahwa ada hubungan hipertensi dengan penurunan fungsi
kognitif selama 4 tahun follow up, karena hipertensi dengan banyaknya infark
kecil diotak seperti pencetus timbulnya dimensia. Faktor lingkungan, dimana
lansia manjalani kehidupannya merupakan faktor yang secara langsung dapat
berpengaruh pada proses menua karena penurunan kemampuan sel, faktor-faktor
ini antara lain zat-zat radikal bebas seperti asap kendaraan, asap rokok
meningkatkan risiko penuaan dini, sinar ultraviolet mengakibatkan perubahan
pigmen dan kolagen sehingga kulit tampak lebih tua (Hardywinoto, Setiabudhi,
2005).
Pengaruh dari zat-zat pengawet makanan, zat-zat ini sifatnya
beracun/karsinogenik yang dalam jangka waktu tertentu dapat memperpendek
usia walaupun ada penangkalnya seperti enzim katalase, vitamin C,A,E, namun
demikian radikal bebas ini tetap lolos dan sangat reaktif serta cepat bereaksi
terhadap protein, DNA, dan lemak tak jenuh menyebabkan kanker, semakin usia
lanjut radikal bebas semakin terbentuk yang mempercepat proses menua. Radikal
bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil mempunyai satu elektron
atau lebih yang tidak berpasangan diorbit luarnya, molekul ini sangat reaktif
mencari pasangan elektronnya, jika terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi
reaksi berantai yang menghasilkan radikal bebas baru dan terus bertambah.
dengan semakin banyaknya sel-sel yang rusak yang pada akhirnya sel tersebut
mati, adanya radikal bebas sel-sel tidak dapat regenerasi.Reaksi antara radikal
bebas dan molekul itu berujung pada timbulnya suat penyakit-penyakit
degeneratif seperti kardiovaskuler parkinson, alzheimer dan penuaan
(Hardywinoto, Setiabudhi, 2005)
Faktor pekerjaan dapat mempercepat proses menua yaitu pada pekerja
keras/over working, seperti pada buruh kasar/petani. Pekerjaan orang dapat
mempengaruhi fungsi kognitifnya, dimana pekerjaan yang terus-menerus melatih
kapasitas otak dapat membantu mencegah terjadinya penurunan fungsi kognitif
dan mencegah dimensia (Sidiarto, Kusumoputro, 1999).
B. Komponen MoCa
Komponen penilaian MoCa mencakup beberapa domain kognitif,
yaitu (Nasreddine Z et al, 2005):
1. Memori jangka pendek: menyebutkan 5 kata benda (5 poin)
dan menyebutkan kembali setelah 5 menit (5 poin).
2. Visuospasial : dinilai dengan clock drawing task (3 poin) dan
mengambar kubus tiga dimensi (1 poin).
3. Fungsi eksekutif : dinilai dengan trail-making B (1 poin),
phonemic fluency task (1 poin), dan two item verbal
abstraction (2 poin).
4. Atensi : penilaian kewaspadaan (1 poin), pengurangan
berurutan (3 poin), digits forward and backward (1 poin
masing-masing).
5. Bahasa : menyebut 3 nama binatang (singa, unta, badak; 3
poin), mengulang dua kalimat (2 poin) dan kelancaran
berbahasa (1 poin).
C. Keuntungan
Penelitian Nasreddine Z et al (2005) yang melakukan studi
validasi untuk mendeteksi penderita Mild Cognitive Impairment (MCI)
dan Early Alzheimers disease dengan mengunakan tes MoCA dan
MMSE (Mini-Mental State Examination). Dari penelitian tersebut
dengan mengunakan nilai cutt of point 26 didapatkan hasil untuk
mendeteksi MCI dengan MoCA mempunyai sensitivitas 90% dan
spesifisitas 87% dengan subyek 94 orang, sedangkan MMSE
mempunyai sensitivitas 18% dan spesifisitas 100%. Pada tes MoCA
jika subyek mendapat nilai 26 maka dianggap normal (Nasreddin Z et
al, 2005; Husein N, 2010).
Pada kelompok dengan penyakit Alzheimer, MoCa mempunyai
sensitivitas 100% dan spesifisitas 87%, sedangkan MMSE mempunyai
sensitivitas 78% dan spesifisitas 100%. MoCa lebih menekankan pada
komponen fungsi eksekutif dan atensi dari MMSE , yang mungkin
membuatnya lebih sensitif dalam mendeteksi gangguan kognitif
(Smith, Gildeh, Holmes, 2007) . Perbedaan antara kelompok MCI dan
penyakit Alzheimer jauh lebih terasa menggunakan MoCA dari pada
MMSE . Skor rata-rata peserta MCI yang berada dalam kisaran normal
pada MMSE tetapi berada pada kisaran abnormal dalam MoCa
(Nasreddine et al, 2005). Mayoritas peserta MCI dan beberapa peserta
Alzheimer memiliki skor MMSE dalam kisaran normal. Namun, hanya
sedikit Peserta MCI dan tidak ada peserta Alzheimer yang mendapat
skor normal pada MoCA.
Dalam penelitian terbaru, Larner (2012) Moca dinilai dan
dibandingkan dengan MMSE di klinik pengaturan memori. Standar
Kriteria diagnostik klinis ( DSM - IV ) digunakan untuk mendiagnosa
demensia dan MCI. Moca ditemukan lebih sensitif dibandingkan
dengan MMSE , 97% berbanding 65% masing-masing, tetapi kurang
spesifik 60% berbanding 89% masing-masing (Larner, 2012). Moca
memiliki akurasi diagnostik yang lebih baik dari MMSE dengan luas
di bawah kurva 0,91 dibandingkan 0,83 (Larner, 2012).
D. Kelemahan
Dalam sebuah penelitian terbaru oleh Rossetti, Lacritz, Cullum,
Weiner (2011), Data normatif MoCa dikelompokkan berdasarkan
umur dan pendidikan di (n=2653), etis beragam sampel berdasarkan
populasi besar. Seperti yang diharapkan, mereka menemukan bahwa
peserta dengan pendidikan lebih memiliki skor yang lebih tinggi dalam
tes Moca. Skor Moca hanya menurun sedikit pada mereka yang lama
pendidikannya lebih dari 12 tahun dan menurun lebih banyak pada
mereka dengan lama pendidikan kurang dari 12 tahun. Bahkan dengan
peningkatan pendidikan satu titik, mayoritas skor peserta di bawah
cutoff, kurang dari 26, menunjukkan bahwa cutoff ini dan kenaikan
satu titik mungkin tidak tepat. Tingkat kegagalan yang tinggi terlihat
pada item tertentu seperti menggambar kubus, mengulangi kalimat,
menempatkan jam tangan, abstraksi dan kefasihan lisan. Selain itu,
secara keseluruhan rata-rata total skor lebih rendah dari data normatif
yang diterbitkan sebelumnya (mean = 23.36, SD = 3,99). Hal ini
menunjukkan hati-hati ketika menafsirkan skor Moca dan faktor
demografi seperti usia serta pendidikan juga perlu dipertimbangkan
(Rossetti, Lacritz, Cullum, Weiner, 2011).
2.3 Senam Vitalisasi Otak (SVO)
Populasi penelitian
Sampel Penelitian
SVO 4x
Balikpapa
n
,
2
0
1
7
T
t
d
,
(.......................................)