You are on page 1of 16

Aplikasi geomorfologi untuk eksplorasi endapan mineral

Sebelum pelaksanaan kegiatan (survei) lapangan, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu


pengenalan bentang alam (landform) melalui analisis foto udara atau analisis peta topografi
(berdasarkan pola kontur). Kegiatan ini akan sangat membantu untuk memberikan gambaran
(interpretasi awal) tentang sejarah geologi, struktur, dan litologi regional daerah yang akan
diobservasi.

McKinstry (1948) dalam tulisannya membahas tentang penggunaan petunjuk geomorfik


dalam pekerjaan eksplorasi, dan mengelompokkan tiga petunjuk dalam pencarian endapan
mineral, yaitu :
1. Beberapa endapan mineral akan memperlihatkan suatu bentuk topografi yang khas.
2. Topografi suatu daerah dapat memberikan suatu struktur geologi dimana suatu endapan
mineral dapat terakumulasi.
3. Dengan mempelajari sejarah geomorfik suatu daerah memungkinkan untuk dapat
memperkirakan kondisi-kondisi fisik dimana mineral-mineral terakumulasi atau terkayakan.

Tidak semua tubuh bijih mempunyai ekspresi permukaan (topografi) yang khas, namun ada
beberapa diantaranya dapat diprediksikan dari kenampakan permukaan (topografi) seperti
singkapan bijih, gossan, atau mineral-mineral residual, serta kenampakan struktur geologi
seperti fractures, sesar, dan zona-zona breksiasi. Sebagai contoh : sebaran Pb-Zn di Broken
Hill Australia membentuk suatu punggungan yang menyolok, urat-urat kuarsa masif di Santa
Barbara Meksiko memperlihatkan bentuk yang menyolok karena cenderung lebih resistan
terhadap pelapukan dari batuan-batuan di sekitarnya. Menurut Schmitt (1939), ekspresi
topografi merupakan suatu akibat dari laju oksidasi, termasuk daya tahannya terhadap
pelapukan dan erosi.

Pada endapan residual, konsep-konsep geomorfologi yang dapat diterapkan antara lain :
1. Pelapukan dan erosi merupakan proses yang mutlak dan selalu terjadi di muka bumi.
2. Hasil pelapukan suatu batuan mungkin dapat menghasilkan suatu konsentrasi endapan
mineral ekonomis.
3. Produk dari tahap akhir siklus morfologi pada umumnya tertinggal membentuk suatu
endapan residual yang insitu.
4. Tahapan-tahapan awal dari siklus geomorfik pada umumnya bersifat mengikis, mengerosi,
tertransport, dan terendapkan pada suatu tempat.

Sedangkan pada endapan placers (residual, kolovial, eluvial, aluvial, dan endapan pantai),
konep-konsep geomorfologi yang dapat diterapkan antara lain ; masing-masing tipe endapan
placers merupakan hasil dari siklus geomorfik yang terbatas, dan diendapkan pada kondisi
topografi tertentu, dan mempunyai ekspresi topografi yang khas.

Genesa endapan mineral

Adapun menurut M Bateman maka proses pembentukan mineral dapat dibagi atas beberapa
proses yang menghasilkan jenis mineral tertentu baik yang bernilai ekonomis maupun mineral
yang hanya bersifat sebagai gangue mineral :

1) Proses Magmatis. Proses ini sebagian besar berasal dari magma primer yang bersifat
ultra basa lalu mengalami pendinginan dan pembekuan membentuk mineral-mineral silikat
dan bijih. Pada temperatur tinggi > 600oC stadium likwido magmatis mulai membentuk
mineral-mineral baik logam maupun non logam. Asosiasi mineral yang terbentuk sesuai
dengan temperatur pendinginan pada saat itu.

1. Early magmatis yang terbagi atas :

a) Disseminated, contoh endapannya Intan

b) Segregasi, contoh endapan chromit

c) Injeksi, contoh magmatik Kiruna

2. Late magmatis yang terbagi atas :

a) Residual liquid segregation, contohnya Magmatis Taberg

b) Residual liquid injection ,contohnya magmatik Adirondack

c) Immiscible liquid segregation, contohnya sulfida Insizwa

d) Immiscible liquid injection, contohnya Vlackfontein, Afrika Selatan.

2) Pegmatisme, Setelah proses pembentukan magmatisme, larutan sisa magma (larutan


pegmatisme) yang terdiri dari cairan dan gas. Stadium endapan ini 600-450 oC berupa
larutan magma sisa. Asosiasi batuan umumnya berupa granit.

3) Pneumatolisis,Setelah temperatur mulai turun 550 450 oC akumulasi gas mulai


membentuk mineral sampai pada temperatur 450oC volume unsur volatilnya makin menurun
karena membentuk jebakan pneumatolitis dan tinngal larutan sisa magma yang makin encer.
Unsur volatil akan bergerak menerobos batuan beku yang telah ada dan batuan samping
disekitarnya kemudian akan membentuk mineral baik karena proses sublimasi maupun karena
reaksi unsur volatile tersebut dengan batuan yang diterobosnya sehingga terbentuk endapan
mineral yang disebut endapan pneumatolitis.

4) Proses hydrotermal, merupakn proses pembentukan mineral yang terjadi oleh pengaruh
temperatut dan tekanan yang santa rendah ,dan larutan magma yang terbentuk ini merupakan
unsur volatil yang sangat encer yang terbentuk setelah tiga tahapan sebelumnya.Secara garis
besar endapan hidrotermal dapat dibagi atas
Aplikasi geomorfologi dalam kebencanaan

Longsor
Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena
pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan
atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu
faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang
memengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang
menyebabkan bergeraknya material tersebut. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah
gravitasi yang mempengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor lainnya
yang turut berpengaruh, diantaranya adalah :

Erosi yang disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungai-sungai atau gelombang
laut yang menggerus kaki lereng-lereng bertambah curam.

Sutikno, dkk. (2002) mengatakan bahwa tanah longsor adalah proses perpindahan massa
tanah atau batuan dengan arah miring dari kedudukan semula akibat adanya gaya gravitasi
(terpisah dari massa aslinya yang relatif mantap). Beberapa wilayah di Indonesia mempunyai
tingkat kejadian longsor yang sangat tinggi dibandingkan dengan wilayahwilayah negara-
negara di Asia Tenggara, dengan upaya pencegahan dan penanggulangannya yang relatif
masih rendah.
Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan yang mempunyai
kecepatan gerak bervariasi dari lambat hingga sangat cepat. Tanah longsor dengan gerakan
lambat dikenal dengan rayapan (creep), gerakannya sangat lambat hingga kadang-kadang sulit
dikenali, kecuali melalui pengaruh dari gerakan tanah tersebut terhadap bentukan-bentukan
artifisial dan vegetasi di permukaan. Tanah longsor dengan kecepatan gerak sedang hingga
sangat cepat dibedakan menjadi 3 bagian utama, yaitu jatuhan (fall), longsoran tanah/batuan
(slide), dan nendatan (slump). 17
Dwikorita Karnawati (2001) menyebutkan, gerakan massa yang terjadi pada suatu wilayah
dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan fisik dan tataguna lahan daerah tersebut. Faktor
lingkungan fisik yang mempengaruhi gerakan massa tanah atau batuan antara lain kemiringan
lereng, kondisi geologi (jenis batuan, sesar, kekar, dan tingkat pelapukan batuan), tekstur dan
permeabilitas tanah, indeks plastisitas, iklim (curah hujan dan suhu), dan tata air. Kecepatan
pergerakan tanah dan batuan pada lereng itu sangat bervariasi yang tergantung pada besarnya
kemiringan lereng dan posisi lereng yang longsor. Secara umum gerakan tanah pada lereng
lereng dengan kemiringan lebih curam 30 (kemiringan lebih 60%) berlangsung sangat cepat
sehingga para penghuni lereng tersebut tidak sempat untuk menyelamatkan diri. Lereng
lereng tersebut umumnya terletak di bagian atas atau bagian tengah lereng bukit atau gunung.
Sedangkan pada lereng dengan kemiringan 20 (kemiringan lereng 40%) atau lebih landai,
umumnya hanya gerakan yang berupa rayapan. Lereng-lereng ini umumnya terletak pada
bagian bawah atau bagian kaki bukit. Kejadian gerakan tanah baik yang berlangsung sangat
cepat ataupun lambat, selalu diawali dengan gejala atau tanda-tanda. Gejala awal yang sering
muncul adalah terjadinya retakan-retakan 18
pada tanah berbentuk lengkung memanjang (biasanya berbentuk tapal kuda) di sepanjang
lereng yang akan longsor, retaknya fondasi, lantai dan tembok bangunan, miringnya pohon-
pohon dan tiang-tiang listrik pada lereng, dan munculnya rembesan-rembesan air pada lereng
setelah hujan.
Pada dasarnya ada dua tipe hujan pemicu terjadinya longsoran, yaitu hujan deras yang
mencapai 70 mm hingga 100 mm per hari dan hujan kurang deras namun berlangsung terus
menerus selama beberapa jam hingga beberapa hari yang kemudian disusul hujan (Brand,
1964 dalam Dwikorita Karnawati, 2001). Longsoran tidak selalu turun saat hujan deras saja,
namun saat sudah reda (tinggal gerimis) selama beberapa jam longsoran baru terjadi. Hal
tersebut perlu diperhatikan bagi penduduk dalam upaya evakuasi agar terhindar dari bahaya
tanah longsor.
Lebih lanjut Dwikorita Karnawati (2001) menjelaskan bahwa penanaman pada lereng juga
harus memperhatikan jarak dan pola tanam yang tepat. Penanaman tanaman budidaya yang
berjarak terlalu rapat dan lebat dapat berakibat menambah pembebanan pada lereng sehingga
menambah gaya penggerak tanah pada lereng. Perlindungan sistem hidrologi kawasan untuk
menghindari air banyak meresap masuk dan terkumpul pada lereng yang rawan longsor.
Upaya penanaman kembali lereng yang gundul dengan jenis tanaman yang tepat pada daerah
hulu atau daerah resapan juga berperan penting dalam memulihkan sistehidrologi yang telah
terganggu. Penanaman vegetasi yang tepat sangat penting dalam mengendalikan laju air yang
mengalir ke arah hilir atau ke arah lereng bawah.
Tanah gembur yang menyusun lereng dengan tipologi pertama umumnya tebal, dapat
mencapai ketebalan lebih dari 4 m, dan mudah meloloskan air. Tanah ini umumnya
merupakan tanah-tanah residual (tanah hasil pelapukan batuan yang belum tertransport dari
tempat terbentuknya) atau tanah kolovial yang berukuran butir lempungan, lanauan atau
lempung pasiran. Tanah tersebut bersifat lengket apabila basah tetapi berubah menjadi retak-
retak dan getas apabila kering. Umumnya pada bagian bawah dari lapisan tanah tersebut
terdapat perlapisan tanah atau batuan yang bersifat lebih kompak dan kedap air. Oleh karena
itu saat hujan turun air hujan hanya terakumulasi pada tanah, karena sulit untuk menembus
batuan yang mengalasi tanah tersebut. Akhirnya tanah pada lereng bergerak dengan bidang
luncur lengkung (nendatan) atau bidang luncur lurus (luncuran), apabila kekuatan air yang
terakumulasi dalam tanah menekan/merenggangkan ikatan antar butiran-butiran tanah
melampaui kemampuan tanah untuk 19
tetap bertahan stabil pada lereng. Bidang kontak antara batuan yang lebih kompak dan kedap
air dengan tanah residual yang lemah dan sensitif untuk bergerak apabila ada tekanan air.
Lereng yang tersusun oleh perlapisan batuan yang miring searah kemiringan lereng umumnya
merupakan batuan Miosen yang telah berumur sekitar dua puluh juta tahun, dapat berupa batu
lempung, batulanau, serpih dan tuf. Pada lereng dengan tipologi ini sering terjadi luncuran
batuan atau luncuran bahan rombakan dengan kecepatan tinggi. Luncuran tersebut terjadi di
sepanjang bidang-bidang perlapisan batuan yang merupakan bidang yang lemah, terutama
apabila terjadi tekanan oleh air yang meresap melalui bidang-bidang tersebut.
Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan banyak terjadi pada jalur-jalur patahan batuan.
Jalur patahan batuan ini dicirikan dengan adanya tebing curam dan relatif memanjang dan
sering muncul mata air di sepanjang jalur tersebut. Batuan pada tebing jalur patahan ini
umumnya terpotong-potong oleh kekar-kekar (retakan-retakan) yang berjarak cukup rapat,
sehingga membentuk blok-blok batuan. Bidang-bidang kekar atau retakan batuan yang
membentuk blok-blok batuan tersebut merupakan bidang yang lemah dan sangat rentan untuk
mengalami pergerakan. Apabila hujan atau lereng batuan tersebut dipotong atau digali
sehingga sudut lereng lebih curam daripada sudut gesekan di dalamnya atau lebih curam dari
kemiringan bidang-bidang kekarnya, maka lereng sangat rentan untuk mengalami luncuran
dan jatuhan batuan, yang kadang-kadang diikuti dengan aliran hasil rombakan batuan apabila
lereng sangat jenuh air. Meresapnya air hujan melalui bidang-bidang retakan batuan pada
lereng di daerah tersebut merupakan pemicu terjadinya gerakan. Air yang mengisi retakan-
retakan batuan bersifat menekan dan semakin melemahkan kekuatan batuan untuk tetap stabil,
akhirnya blok-blok batuan bergerak meluncur ke bawah lereng.
.
Cara menghitung lereng,tebal dan jarak (morfometri)

Morfometri.
Morfometri merupakan penilaian kuantitatif terhadap bentuk lahan, sebagai aspek
pendukung morfografi dan morfogenetik, sehingga klasifikasi semakin tegas dengan angka
angka yang jelas.
Tabel Pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi USSSM dan USLE

Klasifikasi
Kemiringan Kemiringan Klasifikasi
Keterangan USLE*
lereng () lereng (%) USSSM* (%)
(%)

<1 0-2 Datar hampir datar 0-2 1-2

1-3 3-7 Sangat landai 2-6 2-7

3-6 8 - 13 Landai 6 - 13 7 - 12

6-9 14 - 20 Agak curam 13 - 25 12 - 18

9 - 25 21 - 55 Curam 25 - 55 18 - 24

25 - 26 56 - 140 Sangat curam > 55 > 24

> 65 > 140 Terjal


*USSSM = United Stated Soil System Management
USLE = Universal Soil Loss Equation
Tabel Ukuran panjang lereng

PANJANG LERENG (M) KLASIFIKASI

< 15 Lereng sangat pendek

15 - 50 Lereng pendek

50 - 250 Lereng sedang

250 - 500 Lereng panjang

> 500 Lereng sangat panjang

Terlihat di atas pembagian kemiringan lereng dan bentuk lahan secara kuantitatif,
melalui perhitungan dikelompokkan berdasarkan jumlah persen dan besar sudut lereng, untuk
mengetahui jumlah tersebut melalui perhitungan dari perbandingan perbedaan ketinggian
dengan jarak datar yang terbentuk. Perhitungan ini daat dilihat pada rumus di bawah ini :
Rumus kemiringan lereng dari peta topografi dan foto udara :
S = ( h / D ) X 100 % (sumber Van Djuidam, 1988)
Keterangan:
S = Kemiringan lereng (%)
h = Perbedaan ketinggian (m)
D = Jarak titik tertinggi dengan terendah (m)
Tabel Hubungan ketinggian absolut dengan morfografi
(sumber : Van Zuidam, 1985)

KETINGGIAN ABSOLUT UNSUR MORFOGRAFI

< 50 meter Dataran rendah

50 meter - 100 meter Dataran rendah pedalaman

100 meter - 200 meter Perbukitan rendah

200 meter - 500 meter Perbukitan

500 meter - 1.500 meter Perbukitan tinggi

1.500 meter - 3.000 meter Pegunungan

> 3.000 meter Pegunungan tinggi

Tabel Hubungan kelas relief - kemiringan lereng dan perbedaan ketinggian.


(sumber: Van Zuidam,1985)

KELAS RELIEF KEMIRINGAN PERBEDAAN


LERENG ( % ) KETINGGIAN (m)

Datar - Hampir datar 0 - 2 <5

Berombak 3 - 7 5 - 50

Berombak - Bergelombang 8 13 25 - 75
Bergelombang - Berbukit 14 - 20 75 - 200

Berbukit - Pegunungan 21 - 55 200 - 500

Pegunungan curam 55 - 140 500 - 1.000

pegunungan sangat curam > 140 > 1.000

Tabel Kerapatan aliran (rata - rata jarak percabangan dengan Ordo pertama
aliran, Van Zuidam, 1985)

JENIS PADA SKALA 1: 25.000 KARAKTERISTIK


KERAPATAN MEMILIKI
KERAPATAN

HALUS Kurang dari 0,5 cm Tingkat limpasan air


permukaan tinggi, batuan
memiliki porositas buruk

SEDANG 0,5 cm - 5 cm Tingkat limpasan air


permukaan sedang, batuan
memiliki porositas sedang

Tingkat limpasan air


KASAR Lebih besar dari 5 cm permukaan rendah, batuan
memiliki porositas baik dan
tahan terhadap erosi.
POLA GARIS KONTUR UNTUK INTERPRETASI LITOLOGI, STRATIGRAFI
TERBATAS DAN SATUAN GEOLOGI
Berdasarkan kenampakan kenamapakan pada peta topografi dapat dilakukan pendekatan
untuk mengetahui :
1. Litologi
Berdasarkan dari pola dan sifat garis kontur, maka dapat digunakan untuk membedakan :
a. Batuan keras ( litilogi resisten )
b. Batuan lunak ( litologi non resisten )
c. Batuan urai ( umumnya berupa endapan vulkanik )
d. Batuan karbonat ( karst topografi )
Adapun cara cara penafsirannya :
a. Kontur rapat ditafsirkan sebagai batuan yang keras atau resisten.
b. Kontur jarang atau renggang ditafsirkan sebagai batuan yang lunak
c. Pola kontur yang melingkar dalam ukuran kecil yang berbeda dengan pola kontur
disekitarnya ditafsirkan sebagai batuan yang keras.
2. Struktur Geologi
Pada dasarnya struktur geologi yang berupa lipatan , sesar, dan kekar, yang dapat ditafsirkan
keberadaannya melalui pola atau garis kontur pada peta topografi.
a. Struktur lipatan
Dapat dikatahui dengan menafsirkan kedudukan perlapisan batuannya.
Kedudukan lapisan batuan / kemiringan batuan pada peta topografi akan berlawanan dengan
kenampakan kerapatan konturnya. Dimana lapisan miring dicirikan oleh adanya gawir-gawir
terjal ( ditunjukkan dengan garis kontur yang rapat ) yang memotong lapisan dan arah
kemiringan batuan tersebut dengan kemiringan landai dari topografinya ( diperlihatkan
dengan punggungan yang landai ) hal ini pada peta topografi ditunjukkan dengan pola garis
kontur yang renggang.
Kemiringan lapisan batuan tersebut dapat mempunyai arah kemiringan satu arah
( berlawanaan ), tiga arah, dan segala arah. Kemiringan satu arah disebut sayap lipatan, dua
arah lipatan disebut sinklin atau antiklin, tiga arah disebut lipatan ( sinklin atau antiklin )
menujam serta kemiringan lapisan segala arah disebut dome.
Lapisan horizontal, dicirikan dengan permukaan yang datar dengan garis kontur yang jarang,
tebing-tebing bisa terjal atau bervariasi atau berundak ( tergantung resistensi
batuannya ) dengan pola kontur menyesuaikan dan relatif sama.

b. Struktur sesar
Ditandai dengan :
Pola kontur yang panjang , lurus, dan rapat
Aliran sungai yang membelok secara tiba-tiba dan mendadak serta menyimpang dari pola
arah umum.
Jajaran triangular facet
Jajaran mata air
Perlengkungan dari perlurusan punggungan serta adanya offset morfologi.
c. Struktur kekar
Ditandai dengan adanya kelurusan gawiwr-gawsir, lembah-lembah, bukit-bukit, dan celah-
celah. Sering pula dengan pola tertentu dan tidak hanya satu arah. Atau dapat pula dilihat dari
pola perkembangannnya.
Dilihat dari genesisnya (kontrol utama pembentuknya ), bentuk lahan dapat dibedakan
menjadi
Bentuk asal structural
Bentuk asal vulkanik
Bentuk asal fluvial
Bnetuk asal marine
Bnetuk asal pelarutan karst
Bnetuk asal Aeolen / Glasial
Bentuk asal denudasional
a) Bentuk Lahan Asal Struktural
Bentuk lahan struktural terbentuk karena adanya proses endogen atau proses tektonik, yang
berupa pengangkatan, perlipatan, dan pensesaran. Gaya (tektonik) ini bersifat konstruktif
(membangun), dan pada awalnya hampir semua bentuk lahan muka bumi ini dibentuk oleh
control struktural. Pada awalnya struktural antiklin akan memberikan kenampakan cekung,
dan structural horizontal nampak datar. Umumnya, suatu bentuk lahan structural masih dapat
dikenali, jika penyebaran structural geologinya dapat dicerminkan dari penyebaran reliefnya.
b) Bentuk Lahan Asal Vulkanik
Volkanisme adalah berbagai fenomena yang berkaitan dengan gerakan magma yang bergerak
naik ke permukaan bumi. Akibat dari proses ini terjadi berbagai bentuk lahan yang
secara umum disebut
INTERPRETASI PETA TOPOGRAFI
Bentuk permukaan tanah umumnya menunjukkan distribusi satuan batuan, yang, pada
gilirannya, dikendalikan oleh geometri struktur geologi. unit yang berbeda mungkin memiliki
ekspresi topografi yang berbeda, dan dengan demikian kontak antara unit dapat dipetakan
dengan mengidentifikasi batas antara dua domain topografi. unit khususnya resisten
(misalnya, kuarsit a) dapat berdiri di lega dan menelusuri struktur. pemetaan geologi
menggunakan peta topografi yang sering dilakukan dalam hubungannya dengan studi
pasangan stereo foto udara. Karakteristik topografi pola berhubungan dengan geometri
struktur tertentu (gambar 2-6). strata horizontal dapat diindikasikan oleh dataran tinggi datar
atau mesa dibatasi oleh escarpments steplike. pada escarpments tersebut, tebing curam
didukung oleh strata tahan, dan lereng lembut yang underlain oleh strata nonresistant. tempat
tidur mencelupkan mengarah pada pembentukan
pegunungan asimetris. jika strata curam mencelupkan, asimetri tidak diucapkan dan bubungan
disebut sebuah barisan gunung yg terjal. jika strata dangkal mencelupkan, punggung bukit
sangat asimetris, dengan satu lereng curam dan satu lereng dangkal, dan memanggil sebuah
Cuesta
Pada punggungan banyak asimetris topografi permukaan tampilan lebih lembut mencelupkan
punggungan sesuai dengan bidang tempat tidur atau foliation. seperti permukaan disebut
kemiringan dip. jika permukaan synclines akan arch atas pegunungan. umumnya,
bagaimanapun, creasts dari anticlines mengikis pergi, sehingga suatu antiklin akan muncul
sebagai dua malah menghadapi pegunungan daripada dipisahkan dari satu sama lain oleh
sebuah lembah. jika flip terjun, punggung bukit akan bergabung dan menentukan punggung
berbentuk U atau V-berbentuk
tunggal, tergantung pada bentuk engsel flip zona. provinsi lembah dan punggung
Pennsylvania berisi contoh-contoh spektakuler dari topografi pasti terjun lipatan (gambar 2-
7).
struktur batuan beku juga dapat tercermin oleh pola topografi. misalnya, susunan batu tanggul
biasanya sangat berbeda dari batu negara daripada diterobos. jika batu tanggul kurang tahan
terhadap pelapukan, itu preferentially akan mengikis dan mendasari palungan. jika batu lebih
tahan, itu akan berdiri sebagai punggung bukit. intrusi granit memiliki ekspresi yang sangat
khas topografi menonjol karena kecenderungan mereka untuk cuaca oleh pengelupasan
Persimpangan bidang dengan topografi (aturan V)
Jejak persimpangan satu pesawat dengan yang lain adalah garis lurus. Sebagai contoh, di
mana kontak planar memotong permukaan tanah sempurna horisontal, jejak dari kontak
adalah garis lurus. Jika kontak tersebut tidak planar (misalnya, begitu dilipat) jejak adalah
garis melengkung. Demikian juga, jika permukaan tanah tidak planar tetapi membungkus
membunuh dan lembah, jejak kontak non-vertikal pada permukaan tanah adalah garis
melengkung bahkan jika kontak yang
ditampilkan pada peta ditentukan baik oleh bentuk kontak dan topografi wilayah peta. Untuk
beberapa visualisasi siswa dari pola yang dihasilkan dari persimpangan dari kontak dengan
permukaan tanah yang alami, tetapi untuk lainnya tidak. Cara termudah untuk
mengembangkan kemampuan untuk memvisualisasikan persimpangan tersebut adalah dengan
menggunakan tangan Anda. Mulailah dengan mencoba memvisualisasikan hasil singkapan tha
pola mana ed imajiner batu pasir melintasi suatu lembah. Biarkan tangan kanan merupakan
tempat tidur dari batu pasir (menyebutnya "tangan tempat tidur" Anda) dan biarkan tangan
kiri Anda merupakan sebuah lembah berbentuk V (menyebutnya "tangan lembah" Anda).
Bayangkan bahwa lantai lembah adalah garis lembut terjun dan sungai mengalir ke bagian
bawah itu (gbr. 2-8). Sebagai tangan Anda untuk menduplikasi situasi dijelaskan.
Angka 2-8 dan 2-9 pola perpotongan beberapa saat antara tempat tidur dan lembah.
Pemogokan tempat tidur tegak lurus akan dukung sumbu lembah. Perhatikan bahwa dalam
beberapa contoh persimpangan adalah V-berbentuk. Sebagai akibatnya, hubungan antara
kemiringan tempat tidur dan terjun lembah-lantai yang disebut sebagai aturan V. jangan
menghafal pola angka-angka seolah-olah mereka adalah aturan, melainkan, praktek visualisasi
geometri persimpangan tempat tidur-lembah
Mulailah dengan memegang tangan Anda horizontal dan memungkinkan untuk memotong
tangan lembah. tangan Anda melacak sa V yang identik dengan jejak garis kontur topografi
(gambar 2-8). Ingat bahwa garis kontur topografi, menurut definisi, merupakan persimpangan
dari bidang
horizontal dengan permukaan tanah. Memutar tangan Anda di sekitar tempat tidur mogok
sehingga dips ke dalam lembah tangan Anda (misalnya, dips di berlawanan arah aliran
sungai). Perhatikan bahwa persimpangan tangan Anda sekarang membentuk hulu-menunjuk V
(gbr. 2-9a). terus berputar tangan tempat tidur Anda sampai vertikal, kemudian melihat
langsung turun di persimpangan. Jejak persimpangan, itu ia lakukan diproyeksikan pada
bidang peta, akan menjadi garis lurus (gbr. 2-9b). pesawat vertikal "abaikan" topografi dan
selalu akan muncul sebagai garis lurus n peta. Lanjutkan memutar tangan tempat tidur Anda
sampai hilir dan dips dips lebih curam bahwa terjun sungai. Perpotongan tempat tidur Anda
dengan tangan lembah Anda adalah V, tapi titik hilir (gbr. 2-9c). jika kemiringan tempat tidur
yang persis sama dengan kemiringan dasar lembah, titik dari V menghilang, dan
persimpangan tempat tidur dengan lembah diwakili oleh dua garis, satu mengalir di setiap sisi
sejajar lembah lantai lembah (gbr. 2-9d). jika kemiringan tempat tidur kurang dari kemiringan
dasar lembah, persimpangan kedua adalah V yang mengarah hulu (gbr. 2-9e). Pola v juga
timbul sebagai konsekuensi dari persimpangan antara lapisan dan punggung bukit. Akibatnya,
punggung bukit dapat divisualisasikan sebagai sebuah lembah interted. Dalam contoh
sebelum pemogokan tempat tidur adalah tegak lurus terhadap bantalan di lantai lembah.
Sebagai konsekuensinya, semua pola V dijelaskan adalah simetris. Jika pemogokan tempat
tidur adalah miring ke melalui lembah, pola persimpangan antara tempat tidur dan lantai
lembah tidak simetris.
Persimpangan lipatan dengan topografi
Tidak ada "aturan" sederhana untuk mengikuti ketika menggambarkan persimpangan lipatan
dengan topografi karena lipatan dapat memiliki berbagai bentuk dan orientasi. Pola peta
lipatan tergantung pada sikap dan panjang gelombang flip, sikap bidang aksial, sudut antara
tangan dan kaki lipatan, variasi ketebalan unit sekitar flip, dan pola topografi. Kami hanya
dapat memberikan beberapa contoh untuk membantu Anda melihat bagaimana memikirkan
intersectionof lipatan dengan topografi (gambar 2-10)
Sebuah nonplunging tegak antiklin yang engsel ignimbrit dan sejajar dengan jejak lantai
memotong lembah lembah sebagai V. Sebuah lipat terjal engsel yang bertepatan
dengan jejak dasar lembah juga mendefinisikan V, tapi arah di mana titik V tergantung
pada besar dan arah terjun. Misalnya, sumbu antiklin terjun yang terjun dalam
berlawanan arah terjun dari lantai lembah akan membentuk V hulu. Jika sumbu
antiklin yang terjun dalam arah yang sama sebagai dasar lembah, maka poin V hilir.
Pola untuk sinklin adalah kebalikan dari daripada suatu antiklin. Sebuah flip asimetris
menentukan V asimetris di sebuah lembah. Sebuah unit mendefinisikan sumbu lipatan
yang tegak lurus terhadap sumbu lembah muncul sebagai dua sabuk singkapan.
Tergantung pada dips dahan, salah satu anggota badan mungkin dari V hulu dan yang
lainnya mungkin dari V hilir. Jika sumbu lipatan adalah miring ke sungai, pola
singkapan mungkin sangat tidak teratur

You might also like