You are on page 1of 21

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA KLIEN Ny.

P
DENGAN OPERASI STRUMECTOMY INDIKASI STRUMA
NODUSA DI RUANG ICU RSUD KABUPATEN
BANTAENG

Disusun oleh:
FAISAL

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BANTAENG


2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada keadaan normal kelenjar tiroid demikian kecil, hingga tidak mempengaruhi bentuk
leher. Adakalanya terjadi pembesaran dari kelenjar tiroid yang disebut dengan struma. Apabila
pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul maka pembesaran ini disebut struma nodosa.
Struma mudah ditemukan, karena segera terlihat dan dapat diraba (68% oleh penderita
dan 90% oleh pemeriksa), tetapi justru sulit ditetapkan penyebabnya dan tidak bermaknanya
kelainan anatomi (struma) dengan perubahan fungsi yang terjadi. Suatu penelitian di Boston,
pada 8% dari 2585 autopsi rutin, ditemukan nodul tiroid. Di RS. Hasan Sadikin Bandung
menemukan diantara 696 pasien struma, sebanyak 415 (60%) menderita struma nodosa dan
hanya 31 diantaranya yang bersifat toksik. Penelitian Lukitho di RS. Hasan Sadikin Bandung
didapatkan dari 325 kasus struma nodosa perbandingan pria dan wanita adalah 1 : 4,2 sedangkan
penelitian di Jakarta oleh Hamzah dari tahun 1986-1995 perbandingan penderita struma nodosa
antara pria dan wanita adalah 1 : 5,6.
Bertitik tolak dari masalah diatas, maka penulis menulis karya ilmiah ini dengan judul
Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Klien Ny. P Dengan Operasi Strumectomy Indikasi
Struma Nodusa Di Ruang ICU RSUD Kabupaten Bantaeng.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah pada pembahasan makalah
ini adalah bagaimana pengelolaan pasien dengan operasi strumectomy indikasi struma nodusa
ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
C. Ruang lingkup
Ruang lingkup pada pembahasan makalah ini adalah pengelolaan pasien selama
preoperasi, intraoperasi dan postoperasi.
D. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran dan pengalaman nyata dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
pada klien dengan operasi strumectomy indikasi struma noduler ditinjau dari asuhan
keperawatan perioperatif.
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh pengalaman nyata dalam pengkajian analisis data dan perumusan diagnosa
keperawatan pada klien dengan strumectomy indikasi struma nodusa ditinjau dari asuhan
keperawatan perioperatif.
b. Memperoleh pengalaman nyata dalam menetapkan perencanaan keperawatan pada klien dengan
strumectomy indikasi struma nodusa ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
c. Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan rencana keperawatan pada klien dengan
strumectomy indikasi struma nodusa ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
d. Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan
pada klien dengan strumectomy indikasi struma nodusa ditinjau dari asuhan keperawatan
perioperatif.
e. Memperoleh pengalaman nyata dalam mendokumentasikan pelaksanaan asuhan keperawatan
pada klien dengan strumectomy indikasi struma nodusa ditinjau dari asuhan keperawatan
perioperatif.
E. Manfaat
1. Manfaat bagi Institusi
Sebagai bahan ilmiah dan sumber informasi bagi institusi dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan pada masa yang akan datang.
2. Manfaat bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada dirumah sakit dalam
mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dalam rangka meningkatkan pelayanan keperawatan
pada klien dengan mastectomy segmental indikasi tumor mamae.
3. Manfaat Bagi Penulis
Sebagai bahan evaluasi tentang penetapan konsep perawatan yang didapatkan selama pendidikan
ke dalam praktek keperawatan secara nyata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi


Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua bagian
lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk lonjong berukuran panjang
2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid sangat penting
untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh.
Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan
hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom
yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang
tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis.
Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4 yang diperoleh dari makanan dan
minuman yang mengandung yodium.4 Gambar anatomi tiroid dapat dilihat di bawah ini.

Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan metabolisme
energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan pematangan jaringan tubuh dan
energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan reaksi metabolik, menambah sintesis asam
ribonukleat (RNA), menambah produksi panas, absorpsi intestinal terhadap glukosa,merangsang
pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak
adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan kematangan neurologik timbul pada
saat lahir dan bayi.
B. Definisi
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid
terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea,
esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan
berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila
pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak,
jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia (Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal.
461, FKUI, 2006).
C. Tanda dan gejala
Secara klinis pemeriksaan klinis struma dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
1. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik.
Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma
diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis
sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih
benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam
darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter),
bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan
penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi
yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan
menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung
menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon
tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi
bukan mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan
mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa
khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan
dapat meninggal.
2. Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non
toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium
yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang
sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen
yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid
teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai
tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya
tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi
D. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormone tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk kedalam sirkulasi darah
dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi
bentuk yang aktif yang distimuter oleh tiroid stimulating hormone kemudian disatukan menjadi
molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul
diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4)
menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari seksesi tiroid stimulating hormone dan
bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan hormone metabolic tidak
aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme
tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif
meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran
kelenjar tiroid.
E. Pemeriksaan Penunjang

1. Tes Fungsi Hormon


Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk
mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur
dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang
secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik. Kadar
TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien
hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun
(hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki
penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan
kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.
2. Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat trakea (jalan
nafas).
3. Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG
dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak
terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG
antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
4. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m dan
yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah
suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop
adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.
5. Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak
nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini
dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi
kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah
intrepertasi oleh ahli sitologi.
F. Terapi
Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara lain sebagai berikut
:
1. Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan
yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau
mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid.
Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah
atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal
(suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin
banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga
dapat diketahui keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar
tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat
sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin
tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium
untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.
2. Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga
menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium
radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam
kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini
tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetic. Yodium radioaktif diberikan
dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya
diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.5
3. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan
sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah
mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang
terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan
saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
G. Fokus Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan secara keseluruhan
guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk menentukan masalah kesehatan yang
dihadapi pasien melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik meliputi :
1. Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
2. Eliminasi : urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
3. Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
4. Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan
banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid, goiter.
5. Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.
6. Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis
tirotoksikosis).
7. Keamanan : tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium
(mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,4 C, diaforesis, kulit halus,
hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada
konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat
parah.
8. Seksualitas : libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi
BAB III
TINJAUN KASUS
1. Pengkajian
Hari/tanggal : Sabtu, 4 November 2016
Tempat : Ruang IBS RSUD BANTAENG
Jam : 09.00 WIB
Metode : Observasi dan anamnesa
Sumber : Pasien dan Rekam medik
A. Identitas pasien
1. Nama : Ny. P
2. Umur : 45 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Alamat : Sadang wetan 4/1, Kebumen
5. Pekerjaan : IRT
6. Status : Menikah
7. No. RM : 249744
8. Tgl. Masuk : 2 November 2016
B. Penanggung Jawab
1. Nama : Tn. S
2. Umur : 50 tahun
3. Alamat : jl. Pahlawan
4. Hubungan dengan pasien : Suami
C. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada benjolan dilehernya
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh nyeri dirasakan 2 bulan yang lalu,nyeri dirasakan hilang timbul, dan teraba
benjolan dileher.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah menjalani operasi pada daerah leher
4. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak ada satupun keluarganya yang mengalami penyakit yang diderita
pasien.
D. Fokus pengkajian fungsional menurut Virnia Handersoon
1. Kebutuhan bernafas dengan normal
Baik sebelum dan selama di rumah sakit pasien dapat bernafas spontan, sesak nafas (-).
2. Kebutuhan nutrisi
Pasien mengatakan sebelum dan selama di rumah sakit nafsu makannya baik, dan tidak ada
anoreksia maupun vomitus, frekuensi makan teratur.
3. Kebutuhan eliminasi
Pasien mengatakan baik BAB/BAK selama dirumah maupun dirumah sakit tidak ada keluhan
4. Kebutuhan istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sering terbangun tidurnya apabila merasakan nyeri pada lehernya
5. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan dan perubahan pada lehernya membuat cemas terhadap
kondisi fisik tubuhnya.
E. Keadaan umum
1. Suhu : 36,5 C
2. Nadi : 105 kali/menit
3. Tekanan darah : 170/100 mmHg
4. RR : 20 kali/menit
5. Berat badan : 65 kg
F. Pemeriksaan fisik
1. KU : cukup
2. Kesadaran : Compos mentis (E4,V5,M6)
3. Cepalo caudal :
a. Kepala : mesochepal, konjungtiva ananemis, skelera anikterik,
b. Leher : tidak terdapat pembesaaran kelenjar getah bening, tidak terdapat peningkatan
JVP, terdapat benjolan diameter 7 cm, benjolan teraba lunak dan mobile.
c. Thoraks:
Auskultasi : vesicular semua lapang paru. BJ 1-2 murni.
d. Abdomen:
1) Inspeksi : tak tampak kelainan
2) Auskultasi : peristaltic (+) 15 x/m
3) Palpasi : tidak terdapat pembesaran hepar maupun limpa
4) Perkusi : timpani (+).
e. Inguinalis: tidak ada pembesaran inguinalis.
f. Ekstremitas (kulit dan kekuatan)
g. Turgor kulit baik, acral hangat, pengisian kapiler < 3 detik, terpasang IV line di lengan sebelah
kiri, tidak ada edema maupun varises, kekuatan keempat ekstremitas baik.

F. Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorim tanggal 1 November 2016
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Darah
- Hb 11,5 g/dl 11,7-15,5
- Leukosit 8,7 /ul 3,6-11
- HT 35 35-47
- Eritrosit /ul 3,3-5,2
4,6
- Trombosit /ul 150-400
- BT 260 Menit 1-3
3
- CT Menit 3-6
3
Kimia klinik
- GDS 104 mg/dl 70-120
- Ureum 25 mg/dl 15-50
- Kreatinin 0,49 mg/dl 0,4-0,9
- SGOT 17 u/l 0-35
- SGPT 18 u/l 0-35

G. Asuhan Keperawatan Pre Operasi


1. Analisa Data
No Hari/ tgl/jam Data Masalah Etiologi
1 Sabtu, 4 Ds : Nyeri akut Agen injuri biologis
November - P: pasien mengatakan nyeri pada
2016 payudara kirinya
- Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk
- R: regio mamae sinistra pars superior
- S: skala nyeri 5
- T: hilang timbul
Do:
- Pasien tampak sesekali mengerutkan
dahi ketika menahan nyerinya
- Pasien tampak sesekali memegangi
benjolan pada lehernya
- HR : 105 kali/menit

2. Rumusan Diagnosa Keperawatan


Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
3. Rencana Pre Operasi
Dx Tujuan Intervensi Rasional
Setelah diberikan tindakan a. Tentukan pengalaman klien
a. Data-data mengenai pengalaman
keperawatan selama 1x 5 sebelumnya terhadap penyakit klien sebelumnya akan memberikan
menit diharapkan cemas yang dideritanya. dasar untuk penyuluhan dan
berkurang dengan criteria b. Berikan informasi tentang menghindari adanya duplikasi.
hasil : prognosis secara akurat. b. Pemberian informasi dapat membantu
- Klien dapat mengurangi c. Beri kesempatan pada klien klien dalam memahami proses
rasa cemasnya untuk mengekspresikan rasa penyakitnya.
- Rileks dan dapat melihat marah, takut, konfrontasi. Beri
c. Dapat menurunkan kecemasan klien.
dirinya secara obyektif. informasi dengan emosi wajar
d. Membantu klien dalam memahami
- Menunjukkan koping yang dan ekspresi yang sesuai. kebutuhan untuk pengobatan dan efek
efektif serta mampu d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan sampingnya.
berpartisipasi dalam efek samping. Bantu klien
e. Mengetahui dan menggali pola
pengobatan. mempersiapkan diri dalam koping klien serta
pengobatan. mengatasinya/memberikan solusi
e. Catat koping yang tidak efektif dalam upaya meningkatkan kekuatan
seperti kurang interaksi sosial, dalam mengatasi kecemasan.
ketidak berdayaan dll. f. Agar klien memperoleh dukungan
f. Anjurkan untuk mengembangkan dari orang yang terdekat/keluarga.
interaksi dengan support system.g. Klien mendapatkan kepercayaan diri
g. Pertahankan kontak dengan dan keyakinan bahwa dia benar-benar
klien, bicara dan sentuhlah ditolong
dengan wajar.

4. Pelaksanaan Dan Evaluasi Preoperasi


Dx Tanggal/jam Implementasi Evaluasi
04/01/2014, a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan
a. Nyeri masih dirasakan hilang timbul pada
jam 09.00 intensitas daerah benjolan
b. Berikan pengalihan seperti reposisi dan
b. Pasien mampu merespon ketika ditanya,
aktivitas menyenangkan seperti berkomunikasi terbuka menceritakan
mendengarkan musik atau berkomunikasi kondisi kesakitanya
c. Menganjurkan tehnik penanganan stress
c. Pasien mampu melakukan tekhnik
(tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), relaksasi secara mandiri, nyeri masih
gembira, dan berikan sentuhan therapeutik hilang timbul

H. Asuhan Keperawatan Intra Bedah


1. Analisa data intra operasi
No Hari/ tgl/jam Data Masalah Etiologi
1 Selasa, 4 Ds : -
November Do: Resiko kekurangan Kehilangan cairan
2016 - Input : volume cairan aktif
Makan : puasa
Minum :puasa
Infuse : 400 cc
AM : 5 ml/Kgbb/hari, jadi 325
cc/hari = 14 ml/jam, 2 jam = 28
ml/jam.
- Output
Urin : 0,5-1ml/Kgbb/jam, jadi
32,5-65 cc/jam, 2 jam = 110 cc
Perdarahan : 100 cc
Iwl : 15ml/kgbb/hari, jadi 975
ml/hari = 40,5 ml/jam, 2 jam 90 cc.
- Bc : intake output
: 425- 250
: + 175
Kebutuhan cairan : 30-40 ml/kg
bb/hari = 1950-2600 ml/hari = 162
216 cc/2jam

2. Rumusan Diagnosa Keperawatan


Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan kenilangan cairan aktif
3. Rencana intra operasi
Dx Tujuan Intervensi Rasional
Setelah diberikan tindakan - Monitor status hidrasi - Mengetahui tanda-tanda syok
keperawatan diharapkan - Monitor status hemodinamik hipovolemik
tidak terjadi perdarahan pasien - Mengetahui respon organ vital akibat
berlebih dengan kriteria - Monitor balance cairan kehilangan cairan aktif
hasil: - Monitor pemberian cairan
- Mempertahankan keseimbangan
- Urin output dalam rentang melalui intra vena cairan normal
normal - Monitor perdarahan selama
- Memenuhi kebutuhan cairan
- Status hemodinamik dalam operasi elektrolit tubuh
rentang normal - Bernanfaat untuk terapi resusitasi
- Tidak terdapat tanda-tanda cairan
syok hipovolemik

4. Pelaksanaan Dan Evaluasi Intra Operasi


Dx Tanggal/jam Implementasi Evaluasi
04/01/2016, - Memonitor status hidrasi - Tak tampak tanda-tanda syok hipovolenik
jam 11.00 WIB- Memonitor status hemodinamik pasien - Tekanan darah : 130/80 mmHg, nadi 75
- Memonitor balance cairan x/menit, RR :20 kali/menit, SpO2 : 98 %.
- Memonitor pemberian cairan melalui
- Status cairan adekuat,
intra vena - Bc : intake output
- Memonitor perdarahan selama operasi : 425- 250
: + 175
Kebutuhan cairan : 30-40 ml/kg bb/hari =
1950-2600 ml/hari = 162 216 cc/2jam
- Cairan Rl 400 ml, masuk via intra vena
selama operasi
- Perdarahan aktif selama operasi (-)
I. Asuhan Keperawatan Paska Operasi
1. Analisa Data Pasca Operasi
No Hari/ tgl/jam Data Masalah Etiologi
1 Selasa, 4 Ds : - Gangguan pertukaran Efek samping
Januari 2016 Do: gas penggunaan obat
- Respirasi rate : 22 kali/menit anastesi
- SpO2 : 95%
- Pucat
- Nafas spontan
- Nadi : 74 x/menit
- Tekanan darah : 150/90 mmHg
- Akral hangat
- RT <2 detik
- Stewart score 3
- Terpasang mayo

2. Rumusan Diagnosa Keperawatan


Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping penggunaan obat anastesi
3. Rencana Pasca Operasi
Dx Tujuan Intervensi Rasional
Setelah diberikan tindakan - Pertahankan jalan nafas pasien
- Mencegah obstruksi jalan nafs dan
keperawatan 1 kali 15 menit adekuat dengan memringkan mencegah aspirasi
diharapkan pertukaran gas kepala atau hiperekstensi rahang- Memaksimalkan ventilasi paru
adekuat dengan kriteria - Letakan klien pada posisi yang bagian bawah dan menurunkan
hasil: sesuai, tergantung pada kekuatan tekanan pada diafragma
- Tanda-tanda vital dalam pernafasan dan jenis
- Mengidentifikasi adanya tanda-tanda
rentang normal pembedahanya hipoksi
- Tidak terdapat sianosis - Pantau tanda-tanda vital - Meningkatkan sirkulasi
- Tidak terdapat hipoksia - Menstimulasi pasien untuk
- Memenuhi kebutuhan oksigen tubuh
melakukan mobilisasi dini - Mengevaluasi sejauh mana intervensi
- Berikan oksigen sesuai indikasi yang dibeikan
- Monitor status kesadaran pasien

4. Pelaksanaan Dan Evaluasi Pasca Operasi


Dx Tanggal/jam Implementasi Evaluasi
04/1/2016, jam- mertahankan jalan nafas pasien adekuat
- nafas spontan, posisi kepala ekstensi,
10.15 WIB dengan memringkan kepala atau mampu menelan ludah
hiperekstensi rahang - posisi pasien supinasi dengan diganjal
- meletakan klien pada posisi yang sesuai, bantal dibawah bahu, jalan nafas lebih
tergantung pada kekuatan pernafasan dan adekuat , SpO2 98%
jenis pembedahanya - Tekanan darah : 150/900 mmHg, nadi 80
- memantau tanda-tanda vital kali/menit, RR 20 kali/menit
- menstimulasi pasien untuk melakukan
- Pasien masih lemah, respon gerak
mobilisasi dini minimal
- memberikan oksigen sesuai indikasi - Oksigen 3 LPM masuk via kanul,
- memonitor status kesadaran pasien kesadaran meningkat
- Nilai stewart score 4
2.
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan studi kasus yang dilakukan pada hari Sabtu, 4 Januari 2016 dapat dievaluasi
dari hasil tindakan keperawatan yang diberikan berdasarkan diagnos keperawatan yang diangkat
diantaranya :
1. Pada diagnosa pertama, masalah nyeri dianggap teratasi sebagian pada tahap preoperasi dari
proses keperawatan yang dilakukan. Hal ini tampak pasien mampu melakukan tekhnik nafas
dalam dengan mandiri dengan begitu klien tanpak lebih tenang.
2. Pada diagnosa ke-2, masalah keperawatan resiko kekurangan cairan pada tahap intra operasi
teratasi. Hal ini nampak dari hasil pengkajian dan perhitungan balance cairan didapatkan hasil
sebagai berikut :
Bc : intake output
: 425- 250
: + 175 cc
Kebutuhan cairan : 30-40 ml/kg bb/hari = 1950-2600 ml/hari = 162 216 cc/2jam, artinya dalam
waktu 2 jam apabila terjadi perdarahan lebih dari 216 cc maka dinyatakan kekurangan volume
cairan, pada kasus ini kebutuhan cairan pasien terpenuhi karena masih dalam rentang 162-216
cc/2jam.
3. Pada diagnosa ke-3, masalah keperawatan yang muncul pada tahap paska operasi sebagian
teratasi, hal ini dibuktikan nafas spontan, mampu menelan ludah, jalan nafas lebih adekuat ,
SpO2 98%, tekanan darah : 150/900 mmHg, nadi 80 kali/menit, RR 20 kali/menit, nilai stewart
score meningkat dari 3 menjadi 4.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme. Penyebab paling banyak dari
struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma
yang sporadis, penyebabnya belum diketahui namun salah satu penyebabnya adalah kekurangan
yodium dan kelebihan yodium. Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan
karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme namun kebanyakan penderita struma nodusa
non toxic banyak diderita pada wanita usia lanjut
b. Saran
1. Sebaiknya klien segera memeriksakan kelenjar tiroid apabila merasa ada yang berbeda pada
daerah sekitar leher karena pada struma nodusa non toxic tidak mengalami keluhan yang hebat
sehingga dampaknya sangat membahayakan apabila klien sudah terjangkit pada struma nodusa
non toxic sebaiknya memeriksakan ke dokter.
2. Selama operasi baik pada tahap preoperasi, intraoperasi, maupun postoperasi harus tetap
memegang prinsip steril agar tidak terjadi komplikasi akibat tindakan pembedahan.
3. Selalu memonitor kebutuhan cairan selama tindakan operasi, dengan menghitung balance cairan
sehingga dengan kebutuhan cairan yang adekuat dapat mencegah syok hipovolemik karena pada
tindakan bedah banyak cairan aktif yang hilang.
DAFTAR PUSTAKA
Pearce, Evelyn C. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama
Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.

Junadi, Purnawan,(2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, penerbit FKUI, Jakarta.

Doenges Marilynn, E, dkk, (1999) Rencana Asuhan Keperawatan, edisi III, penerbit EGC.
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/26/askep-struma/. Rabu, 8 november 2016. Pukul 11.30 WIB
http://imrannito.wordpress.com/2007/10/08/struma-pembesaran-kelenjar-gondok/. Rabu, 8 november
2016,. Pukul 11.30 WIB

You might also like