You are on page 1of 28

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) KEPERAWATAN JIWA

MENGENAL RETARDASI MENTAL

OLEH :

MAHASISWA PRODI D-IV KEPERAWATAN

TINGKAT III,SEMESTER V

I GUSTI AYU INDAH JULIARI

P07120214031

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

2016
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) KEPERAWATAN JIWA
MENGENAL RETARDASI MENTAL

A. LATAR BELAKANG
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah dalam keadaan
bugar dan nyaman seluruh tubuh dan bagian-bagiannya. Jiwa yang sehat sulit
didefinisikan dengan tepat. Meskipun demikian, ada beberapa indikator untuk
menilai kesehatan jiwa. Karl Menninger mendefinisikan orang yang sehat
jiwanya adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri
pada lingkungan, serta berintegrasi dan berinteraksi dengan baik, tepat, dan
bahagia. Michael Kirk Patrick mendefinisikan orang yang sehat jiwa adalah
orang yang bebas dari gejala gangguan psikis, serta dapat berfungsi optimal
sesuai apa yang ada padanya.
Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya
emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca
indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita
dan keluarganya.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada
fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran sosial. Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada
yang bersumber dari berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan
seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak
terbalas, kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-
lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik,
kelainan saraf dan gangguan pada otak. Secara lebih rinci, gangguan jiwa bisa
dimaknai sebagai suatu kondisi medis dimana terdapat gejala atau terjadinya
gangguan patofisiologis yang menganggu kehidupan sosial, akademis dan
pekerjaan.
Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang
sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita
gangguan jiwa bertambah. Berdasarkan data dari World Health Organisasi
(WHO) dalam Yosep (2013), ada sekitar 450 juta orang di dunia yang
mengalami gangguan jiwa. WHO menyatakan setidaknya ada satu dari empat
orang didunia mengalami masalah mental, dan masalah gangguan kesehatan
jiwa yang ada di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius.
Berdasarkan hasil penelitian dari Rudi Maslim dalam Mubarta (2011)
prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia sebesar 6,55%. Angka tersebut
tergolong sedang dibandingkan dengan negara lainnya. Data dari 33 Rumah
Sakit Jiwa (RSJ) yang ada di seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini
jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang. Penderita
gangguan jiwa berat dengan usia di atas 15 tahun di Indonesia mencapai
0,46%. Hal ini berarti terdapat lebih dari 1 juta jiwa di Indonesia yang
menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa
11,6% penduduk Indonesia mengalami masalah gangguan mental emosional
(Riset kesehatan dasar, 2007). Sedangkan pada tahun 2013 jumlah penderita
gangguan jiwa mencapai 1,7 juta (Riskesdas, 2013). Prevalensi gangguan jiwa
berat atau dalam istilah medis disebut psikosis/skizofrenia di daerah pedesaan
ternyata lebih tinggi dibanding daerah perkotaan. Di daerah pedesaan, proporsi
rumah tangga dengan minimal salah satu anggota rumah tangga mengalami
gangguan jiwa berat dan pernah dipasung mencapai 18,2%. Sementara di
daerah perkotaan, proporsinya hanya mencapai 10,7%. Nampaknya, hal ini
memberikan konfirmasi bahwa tekanan hidup yang dialami penduduk pedesaan
lebih berat dibanding penduduk perkotaan. Dan mudah diduga, salah satu
bentuk tekanan hidup itu, meski tidak selalu adalah kesulitan ekonomi. Di Bali
sendiri, penanganan gangguan jiwa masih setengah hati. Suryani Institut for
Mental Health (SIMH) mendata ada 9.000 orang dengan gangguan jiwa
(ODGJ). Parahnya, dari ribuan pengidap skizofrenia ini, 350 di antaranya
dipasung oleh keluarga. Dalam paparannya, SIMH membeberkan data yang
membuat peserta dialog tercengang yang dihadiri oleh pemangku kebijakan,
akademisi, pemerhati kesehatan, mahasiswa dan pelajar. Dari survei yang
dilakukan melalui Layanan Hidup Bahagia (LHB) pada 2008 di Karangasem,
Buleleng dan Kecamatan Denpasar Timur, diperkirakan sebanyak 7.000 orang
mengalami gangguan jiwa berat dan 300 orang dari mereka terpasung. Pada
2010, gangguan jiwa mengalami lonjakan drastis menjadi 9.000 orang dari 2,3
per seribu penduduk di Bali. Diperkirakan angka tersebut terus meningkat
hingga saat ini. Dominan usia 20-39 tahun mengidap gangguan jiwa.
Sementara 73 persen pihak keluarga berupaya mencarikan penyembuhan baik
melalui jalan medis dan nonmedis. Selama ini, kesadaran masyarakat untuk
perhatian dengan pengidap gangguan jiwa lebih-lebih yang dipasung sangat
minim. Kepedulian malah banyak datang dari warga negara asing (WNA) yang
menawarkan bantuan kepada SIMH dalam penanganan gangguan jiwa.
Pemprov Bali maupun pemerintah kabupaten/kota yang diharapkan banyak
berperan untuk mengentaskan pemasungan masih asyik dengan pembangunan
sik. Awalnya, Pemprov Bali sempat mengapresiasi kinerja SIMH dengan
menggelontorkan anggaran sebesar Rp1 M dalam menangani pasien 326 orang
tahun 2009. Hasilnya, 31% sembuh tanpa obat, 3% tidak ada perbaikan dan
66% sembuh menggunakan obat. Namun, belakangan kemudian dipotong
drastis mencapai 90%.
Penderita gangguan jiwa ringan di Provinsi Bali hingga 6 bulan pertama
tahun 2011 mencapai 305.623 orang. Angka tersebut mengalami kenaikan dari
158.023 pada tahun 2010. Secara keseluruhan, jumlah penderita gangguan jiwa
di Bali mencapai angka 14,2 persen dari jumlah penduduk. Jumlah tersebut
telah melampaui angka nasional sebesar 11,6%.
Retardasi mental merupakan salah satu gangguan yang biasa terjadi pada
masa kanak-kanak dan remaja yang mana adalah keadaan di mana fungsi
intelektual umum di bawah normal (< 70 = IQ), kemampuan kognitif, bahasa,
motorik dan sosial terbatas. Pada usia tertentu kebanyakan anak mulai
mengenal suara orang tua atau mulai belajar berjalan. Panduan untuk perilaku
berdasarkan umur ini tidak bersifat baku, jadi kalau anak Anda berjalan atau
berbicara setelah waktu yang lebih lama atau cepat daripada anak lainnya,
maka ini belum tentu menunjukkan adanya gangguan. Pemeriksaan standar
guna mengevaluasi retardasi mental sebaiknya dilakukan pada saat Anda curiga
adanya penundaan dalam perkembangan anak. Kira-kira 1% anak-anak
mengidap retardasi mental. Banyak anak dengan retardasi mental lahir dengan
abnormalitas fisik, seperti daya pendengaran yang lemah, atau masalah
jantung. Mereka ini beresiko tiga sampai empat kali lebih tinggi untuk
mengidap gangguan mental lainnya seperti ketidakmampuan belajar dan
mengompol daripada populasi umum. Rasio retardasi mental pada laki-laki dan
perempuan adalah 3:2.
Diperkirakan ada 3% dari total populasi di dunia mengalami retardasi
mental, tetapi hanya sekitar 1-1.5% yang terdata. Angka kelahiran bayi dengan
IQ di bawah 50 adalah 3,6 per 1000 kelahiran hidup. Pada 80% kasus retardasi
mental tidak diketahui penyebabnya, tapi sebagian besar anak dengan retardasi
berat sangat mudah diidentifikasi. Penyebab timbulnya retardasi bisa terjadi
pada masa-masa prenatal (sebelum lahir), perinatal (masa kelahiran) maupun
masa postnatal (sesudah lahir).
Retardasi mental oleh masyarakat masih dianggap aneh, karena hanya
sebagian kecil 2% anak yang menderita mengalami retardasi mental dari
setiap seribu anak. Keanehan sikap masyarakat terhadap retardasi mental dapat
dimaklumi karena masih banyak hal yang belum diketahui oleh sebagian besar
masyarakat. Seperti penyebab terjadinya retardasi mental akibat kerusakan
jaringan otak yang hanya diketahui oleh dokter. Orang tua yang memiliki anak
retardasi mental membutuhkan perawatan khusus, butuh pengetahuan,
kesabaran, dan bimbingan yang spesifik. Anak dengan retardasi mental biasa
oleh masyarakat sering disamakan dengan idiot, padahal belum tentu semua
anak retardasi mental adalah idiot. Idiot hanyalah istilah bagi anak retardasi
mental yang sudah dalam taraf sangat berat. Anak retardasi mental memiliki
kemampuan intelektual yang rendah yang membuat anak mengalami
keterbatasan dalam bidang keterampilan, komunikasi, perawatan diri, kegiatan
sehari-hari, kesehatan dan keselamatan, akademis dan occupational. Tanggapan
negatif masyarakat tentang anak retardasi mental menimbulkan berbagai
macam reaksi orang tua yang memiliki anak retardasi mental, seperti orang tua
mengucilkan anak atau tidak mengakui sebagai anak yang retardasi mental.
Anak yang retardasi mental disembunyikan dari masyarakat karena orang tua
merasa malu mempunyai anak keterbelakangan mental. Di sisi lain, ada pula
orang tua yang memberikan perhatian lebih pada anak retardasi mental. Orang
tua yang menyadari memiliki anak retardasi mental berusaha memberikan yang
terbaik pada anaknya dengan meminta bantuan pada ahli yang dapat
menangani anak retardasi mental. Orang tua yang memahami dan menyadari
akan kelemahan anak retardasi mental merupakan faktor utama untuk
membantu perkembangan anak dengan lingkungan. Antara orang tua satu
dengan orang tua lainnya dalam menggunakan pola asuh berbeda. Ada
bermacam-macam pola asuh orang tua. Macam-macam pola asuh dibedakan
atas pola asuh demokratis, otoriter, dan laizes faire (kebebasan). Masing-
masing pola asuh tersebut mempunyai keuntungan dan kerugian. Pola asuh
yang dipilih orang tua dalam membimbing dan mendidik anak retardasi mental
yang berbeda dengan anak yang normal mengharuskan orang tua melakukan
penyesuaian diri dalam mendidiknya sehingga akan membantu perkembangan
anak retardasi mental.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa orang tua mempunyai pengaruh
yang besar bagi perkembangan anak yang mengalami retardasi mental. Orang
tua sebagai orang terdekat dalam kehidupan anak dapat membantu anak
retardasi mental dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sikap yang
penuh cinta kasih dan penerimaan terhadap apapun keadaan anak merupakan
hal yang dibutuhkan oleh anak. Dengan pemberian edukasi yang dilakukan
oleh perawat kepada pasien dan keluarga mengenai retardasi mental diharapkan
pasien dan juga keluarga saling mendukung satu sama lain dan melakukan
yang terbaik untuk proses penyembuhan.

B. TUJUAN
1. Tujuan Intruksional Umum (TIU)
Setelah diberikan penyuluhan selama 40 menit, sasaran mengetahui tentang
retardasi mental.
2. Tujuan Intruksional Khusus (TIK)
Setelah dilakukan penyuluhan selama 1 x 40 menit, sasaran diharapkan
mampu :
a. Menjelaskan pengertian sehat jiwa dengan tepat.
b. Menyebutkan ciri-ciri sehat jiwa dengan benar.
c. Menjelaskan pengertian gangguan jiwa dengan tepat.
d. Menyebutkan ciri-ciri gangguan jiwa dengan benar.
e. Menyebutkan macam-macam gangguan jiwa dengan benar.
f. Menyebutkan penyebab gangguan jiwa dengan benar.
g. Menjelaskan pengertian retardasi mental dengan tepat.
h. Menyebutkan ciri-ciri seseorang yang mengalami retardasi mental
dengan benar.
i. Menyebutkan penyebab retardasi mental dengan benar.
j. Menyebutkan jenis-jenis retardasi mental dengan benar.
k. Menjelaskan penanganan seseorang dengan retardasi mental dengan
tepat.
l. Menyebutkan peran keluarga dalam menghadapi seseorang dengan
retardasi mental dengan benar.

C. MATERI PENYULUHAN
1. Pengertian Kesehatan Jiwa
2. Ciri-ciri Sehat Jiwa
3. Pengertian Gangguan Jiwa
4. Ciri-ciri Gangguan Jiwa
5. Macam-Macam Gangguan Jiwa
6. Penyebab Gangguan Jiwa
7. Pengertian Retardasi Mental
8. Ciri-ciri Seseorang dengan Retardasi Mental
9. Penyebab Retardasi Mental
10. Klasifikasi Retardasi Mental
11. Penanganan Seseorang dengan Retardasi Mental
12. Peran Keluarga dalam Menghadapi Seseorang dengan Retardasi
Mental

D. METODE
Ceramah, diskusi.

E. SASARAN
Keluarga Tn.NS

F. WAKTU DAN TEMPAT


Hari, tanggal : Kamis, 6 Oktober 2016
Jam : Pukul 14.00-14.40 WITA
Tempat : Rumah keluarga Tn.NS di Br. Guliang Kawan, Kabupaten
Bangli

Peserta

(Penyuluh)

G. KEGIATAN

LANGKAH- KEGIATAN KEGIATAN


NO. WAKTU
LANGKAH PENYULUH SASARAN
1. Pendahuluan 2 menit a. Salam Pembukaan a. Sasaran antusias
b. Perkenalan Diri atas kedatangan
c. Penyampaian Tujuan
penyuluh
d. Kontrak Waktu
b. Sasaran menjawab
salam penyuluh
2. Penyajian 30 menit Penyampaian materi : a. Sasaran menyimak
a. Apersepsi
dengan cermat apa
b. Menjelaskan
yang disajikan oleh
pengertian sehat jiwa
c. Menyebutkan ciri-ciri penyuluh
sehat jiwa
d. Menjelaskan
pengertian gangguan
jiwa
e. Menyebutkan ciri-ciri
gangguan jiwa
f. Menyebutkan macam-
macam gangguan jiwa
g. Menyebutkan
penyebab gangguan
jiwa
h. Menjelaskan
pengertian retardasi
mental
i. Menyebutkan ciri-ciri
seseorang dengan
retardasi mental
j. Menyebutkan
penyebab retardasi
mental
k. Menyebutkan jenis-
jenis retardasi mental
l. Menjelaskan
penanganan seseorang
dengan retardasi
mental
m. Menyebutkan peran
keluarga dalam
menghadapi seseorang
dengan retardasi
mental

5. Tanya Jawab dan 5 menit a. Sasaran memberikan a. Memberi respon


Evaluasi pertanyaan mengenai dengan menjawab
hal-hal yang belum pertanyaan
dimengerti penyuluh dengan
b. Penyuluh memberi
antusias.
pertanyaan terkait
materi yang telah
disajikan.
6. Penutup 3 menit a. Menyimpulkan a. Sasaran berterima
penyampaian materi kasih dan
b. Menyampaikan terima
menjawab salam
kasih
penutup dari
c. Mengucapkan salam
penyuluh.
penutup.

H. RENCANA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
Tahap persiapan-awal pelaksanaan :
a. Materi yang diberikan sudah siap 3 hari sebelum kegiatan berlangsung.
b. Melakukan kontrak waktu 2 hari sebelum waktu pelaksanaan.
c. Pemateri sudah siap dalam melakukan penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
a. Proses penyuluhan dapat berlangsung dengan lancar dan peserta
penyuluhan memahami materi penyuluhan yang diberikan.
b. Peserta penyuluhan memperhatikan materi yang diberikan.
c. Selama proses penyuluhan terjadi interaksi antara penyuluh dengan
sasaran.
3. Evaluasi Hasil
Tercapai atau tidaknya TIU dan TIK Penyuluhan
Misalnya :
a. Sasaran mampu menjelaskan kembali pengertian kesehatan jiwa.
b. Sasaran mampu menyebutkan kembaliciri-ciri sehat jiwa.
c. Sasaran mampu menjelaskan kembali pengertian gangguan jiwa.
d. Sasaran mampu menyebutkan ciri-ciri gangguan jiwa.
e. Sasaran mampu menyebutkan macam-macam gangguan jiwa.
f. Sasaran mampu menyebutkan penyebab gangguan jiwa.
g. Sasaran mampu menjelaskan kembali pengertian retardasi mental.
h. Sasaran mampu menyebutkan ciri-ciri seseorang dengan retardasi mental.
i. Sasaran mampu menyebutkan penyebab retardasi mental.
j. Sasaran mampu menyebutkan klasifikasi retardasi mental.
k. Sasaran mampu menjelaskan kembali penanganan seseorang dengan
retardasi mental.
l. Sasaran mampu menyebutkan peran keluarga dalam menghadapi
seseorang dengan retardasi mental.

I. SUMBER
Ah. Yusuf, Rinky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Keliat, Budi Anna; Panjaitan;Helena. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan


Jiwa. Ed.2. Jakarta: EGC.

Raistiyani Utami, Yuniara. 2009. Penyesuaian Diri dan Pola Asuh Orang Tua
yang Memiliki Anak Retardasi Mental. Online (Available) :
http://eprints.ums.ac.id/3599/1/F100030056.pdf. (Diakses pada tanggal 8
September 2016 pukul 15.30 Wita)

Stuart, Gail W.2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.


Lampiran 1

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) KEPERAWATAN JIWA


MENGENAL RETARDASI MENTAL

A. PENGERTIAN KESEHATAN JIWA


Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya serta mempunyai sikap
positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi
sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari hubungan
interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri
yang positif, dan kestabilan emosional.

B. CIRI-CIRI SEHAT JIWA


1. Merasa senang terhadap dirinya serta, mampu menghadapi situasi, mampu
mengatasi kekecewaan dalam hidup, puas dengan kehidupannya sehari-
hari, mempunyai harga diri yang wajar, menilai dirinya secara realistis,
tidak berlebihan dan tidak pula merendahkan.
2. Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain serta mampu mencintai
orang lain, mempunyai hubungan pribadi yang tetap, dapat menghargai
pendapat orang lain yang berbeda, merasa bagian dari suatu kelompok,
tidak "mengakali" orang lain dan juga tidak membiarkan orang lain
"mengakali" dirinya.
3. Mampu memenuhi tuntutan hidup serta, menetapkan tujuan hidup yang
realistis, mampu mengambil keputusan, mampu menerima tanggung jawab,
mampu merancang masa depan, dapat menerima ide dan pengalaman baru,
puas dengan pekerjaannya.
4. Penilaian diri yang positif, seperti menemukan kepuasan dalam hidup,
membina hubungan yang erat dan sehat, menetapkan tujuan dan
mencapainya, menghadapi maju mundurnya kehidupan, mempunyai
keyakinan untuk menyelesaikan masalah.
C. PENGERTIAN GANGGUAN JIWA
Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena
terganggunya emosi, kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana
individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,
masyarakat, dan lingkungan. Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan
penderitaan bagi penderita (dan keluarganya). Singkatnya, gangguan jiwa
adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan yang masuk akal,
berlebihan, berlangsung lama dan menyebabkan hendaya terhadap individu
tersebut atau orang lain.

D. CIRI-CIRI GANGGUAN JIWA


1. Perubahan yang berulang dalam pikiran,
2. Mengalami penurunan daya ingat
3. Perubahan perilaku yang aneh
4. Memiliki labilitas emosional
5. Menarik diri dari interaksi sosial
6. Mengabaikan penampilan dan kebersihan diri
7. Memiliki keengganan melakukan segala hal.
8. Mengalami kesulitan mengorientasikan waktu, orang dan tempat

E. MACAM-MACAM GANGGUAN JIWA


1. Skizofrenia.
Skizofrenia adalah keaadaan dimana pikiran/jiwa
terbelah/terpecah/tergangu. Skizofrenia adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai
dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku
seseorang.
2. Depresi
Merupakan terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada
pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus
asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri. Depresi juga dapat diartikan
sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang
ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup,
perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya. Depresi adalah
suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan.
3. Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang merasa khawatir
dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik.
Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali.
Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai
tingkat berat.
4. Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian adalah suatu bentuk perilaku kebiasaan yang sangat
jauh berbeda dengan kebiasaan seseorang pada umumnya. Perbedaan
bentuk karakter penderita gangguan kepribadian dapat dilihat dari cara
mereka memandang sesuatu, cara mereka berpikir dan cara mereka
berinteraksi dengan orang lain.
5. Gangguan Mental Organik
Gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa yang
dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan
adanya penyakit, cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi
otak. Disfungsi ini dapat primer seperti pada penyakit, cedera, dan ruda
paksa yang langsung atau diduga mengenai otak, atau sekunder, seperti
pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah
satu dari beberapa organ atau sistem tubuh.
6. Gangguan Psikosomatik
Gangguan psikosomatik adalah gangguan atau penyakit yang ditandai oleh
keluhan-keluhan psikis dan somatik yang dapat merupakan kelainan
fungsional suatu organ dengan atau tanpa gejala objektif dan dapat pula
bersamaan dengan kelainan organik atau struktural yang berkaitan erat
dengan stresor atau peristiwa psikososial tertentu. Keadaan psikis yang
terganggu menyebabkan timbulnya gangguan fisik, muncul sebagai gejala
psikosomatik.
7. Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti
atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya
keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada
tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif,
bahasa, motorik dan sosial.
8. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja.
Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai
dengan permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat. Anak
dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran dalam asuhan
dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau
mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya kedua faktor ini saling
memengaruhi.

F. PENYEBAB GANGGUAN JIWA


1. Suasana rumah yang tidak harmonis
2. Pengalaman masa kanak-kanak yang bersifat traumatik
3. Faktor keturunan
4. Perubahan/kerusakan dalam otak, seperti : infeksi, luka, perdarahan,
tumor, gg peredaran darah, keracunan, pemakaian alkohol jangka panjang,
kekurangan vitamin, epilapsi dan keracunan
5. Individu yang tidak mendapat kesempatan dan fasilitas anggota
masyarakat yang dihargai, kemiskinan, pengangguran, ketidakadilan,
ketidakamanan, persaingan yang berat dan diskriminasi sosial

G. PENGERTIAN RETARDASI MENTAL


Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang
terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya keterbatasan
keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua
tingkat inteligensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan
fisik lainnya. Prevalensi dari gangguan jiwa lainnya sekurang-kurangnya tiga
sampai empat lipat pada populasi ini dibanding dengan populasi umum.

H. CIRI-CIRI SESEORANG DENGAN RETARDASI MENTAL


Secara umum anak retardasi mental ringan mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
1. Karakteristik fisik anak tunagrahita ringan nampak seperti anak normal,
hanya sedikit mengalami kelambatan dalam kemampuan sensomotorik.
2. Karakteristik psikis anak tunagrahita ringan meliputi kemampuan berpikir
rendah, perhatian dan ingatannya lemah, sehingga mengalami kesulitan
untuk mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan fungsi mental dan
intelektualnya, kurang memiliki perbendaharaan kata, serta kurang mampu
berpikir abstrak.
3. Karakteristik sosial anak tunagrahita ringan yaitu mampu bergaul,
menyesuaikan diri dilingkungan yang tidak terbatas pada keluarga saja,
namun ada yang mampu mandiri dalam masyarakat, mampu melakukan
pekerjaan yang sederhana dan melakukannya secara penuh sebagai orang
dewasa.
Tingkah laku anak retardasi mental yaitu :
1. Hiperaktivitas seperti meraih obyek tanpa tujuan, tidak bisa diam dan
duduk lama
2. Mengganggu teman (anak lain) dengan memukul, meludahi, mencubit
teman, mengambil milik orang lain dan mengoceh/mengomel
3. Beralih perhatian yaitu sulit memusatkan perhatian pada suatu
kegiatan/pekerjaan dan cepat beralih perhatian atau merespon semua obyek
yang ada di sekitarnya
4. Mudah frustasi yaitu menghentikan aktivitas/pekerjaan jika tidak berhasil
dan disalahkan orang lain (teman, guru)
5. Sering menangis yaitu menangis tanpa sebab yang jelas, menangis jika
merasa terganggu dan tidak terpenuhi keinginannya
6. Merusak benda/barang seperti merobek buku, menggigit pensil/pulpen,
melempar barang, menggigit meja/kursi, mencorat-coret meja, mengotori
dinding, membanting pintu/jendela dan melempar kaca jendela
7. Melukai diri dengan membentur-benturkan kepala, memukul-mukul
pipi/dagu, mengorek-ngorek luka di tangan atau kaki dan menjambak
rambut
8. Meledak-ledak (impulsif) yaitu mudah marah/tersinggung dan tidak
kooperatif
9. Menarik diri yaitu pemalu, tidak ada keberanian dalam komunikasi dan
berhadapan dengan orang lain, menutup wajah dan menundukkan kepala.
Ada beberapa ciri atau tanda-tanda dari disabilitas pada anak-anak.
Tandanya mungkin muncul selama masa kanak-kanak, atau mungkin tidak
terlihat sampai anak mencapai usia sekolah. Hal ini sering tergantung pada
tingkat keparahannya. Beberapa tanda yang paling sering adalah :
1. Keterlambatan dalam berguling, duduk, merangkak, atau berjalan.
2. Lambat atau mengalami masalah dengan berbicara/berbahasa.
3. Keterlambatan dalam menguasai hal-hal seperti toilet training, berpakaian,
dan makan sendiri.
4. Kesulitan untuk mengingat sesuatu.
5. Ketidakmampuan untuk menghubungkan antara tindakan dan
konsekuensinya.
6. Adanya masalah perilaku seperti mengamuk yang meledak-ledak.
7. Kesulitan dengan pemecahan masalah atau berpikir logis.
8. Kurangnya rasa ingin tahu
Pada anak-anak dengan keterbelakangan intelektual berat atau mendalam,
mungkin ada masalah kesehatan lain juga. Masalah-masalah ini mungkin
termasuk kejang, gangguan mental, cacat motorik, masalah penglihatan,
atau masalah pendengaran. Seseorang dengan keadaan seperti ini akan sering
memiliki beberapa masalah perilaku seperti:
1. Sikapnya agresi.
2. Ketergantungan.
3. Penarikan dari kegiatan atau lingkungan sosial.
4. Perilaku mencari perhatian.
5. Depresi selama masa anak dan remaja.
6. Kurangnya kontrol impuls.
7. Pasif.
8. Kecenderungan melukai diri.
9. Sikap keras kepala.
10. Rendah diri.
11. Rendahnya toleransi terhadap frustasi.
12. Gangguan psikotik.
13. Kesulitan dalam perhatian.

I. PENYEBAB RETARDASI MENTAL


a. Infeksi dan atau intoksinas
Infeksi yang terjadi pada masa prenatal dapat berakibat buruk pada
perkembangan janin, yaitu rusaknya jaringan otak. Begitu juga dengan
terjadinya intoksinasi, jaringan otak juga dapat rusak yang pada akhirnya
menimbulkan retardasi mental. Infeksi dapat terjadi karena masuknya
rubella, sifilis, toksoplasma dan yang lainnya ke dalam tubuah ibu yang
sedang mengandung. Begitu pula halnya dengan intoksinasi, karena
masuknya racun atau obat yang semestinya dibutuhkan.
b. Terjadinya rudapaksa dan / atau sebab fisik lain
Rudapaksa sebelum lahir serta trauma lainnya, seperti hiperradiasi, alat
kontrasepsi, dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan
berupa retardasi mental. Pada waktu proses kelahiran (perinatal) kepala
bayi dapat mengalami tekanan sehingga timbul pendarahan di dalam otak.
Mungkin juga karena terjadi kekurangan oksigen yang kemudian
menyebabkan terjadinya degenerasi sel-sel korteks otak yang kelak
mengakibatkan retardasi mental.
c. Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan
metabolisme (misalnya gangguan metabolism karbohidrat dan protein),
gangguan pertumbuhan, dan gizi buruk termasuk dalam kelompok ini.
Gangguan gizi yang berat dan berlangsung lama sebelum anak berusia 4
tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan
retardasi mental. Keadaan seperti itu dapat diperbaiki dengan memberikan
gizi yang mencukupi sebelum anak berusia 6 tahun, sesudah itu biarpun
anak tersebut dibanjiri dengan makanan yang bergizi, inteligensi yang
rendah tersebut sangat sukar untuk ditingkatkan.
d. Penyakit otak yang nyata
Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat beberapa reaksi sel-
sel otak yang nyata, yang dapat bersifat degeneratif, radang, dan yang
lainnya. Penyakit otak yang terjadi sejak lahir atau bayi dapat
menyebabkan penderita mengalami keterbelakangan mental.
e. Penyakit atau pengaruh prenatal
Keadaan ini dapat diketahui sudah ada sejak dalam kandungan, tetapi tidak
diketahui penyebabya.
f. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom mungkin terjadi pada aspek jumlah maupun
bentuknya. Kelainan pada jumlah kromosom menyebabkan sindroma
down yang dulu sering disebut mongoloid. .
g. Prematuritas
Retardasi mental yang termasuk ini termasuk retrdasi mental yang
berhubungan dengan keadaan bayi yang pada waktu lahir berat badannya
kurang dari 2500 gram dan/atau dengan masa kehamilan kurang dari 38
minggu.
h. Akibat gangguan jiwa yang berat
Retardasi mental juga dapat terjadi karena adanya gangguan jiwa yang
berat pada masa kanak-kanak.
i. Deprivasi psikososial
Devripasi artinya tidak terpenuhinya kebutuhan. Tidak terpenuhinya
kebutuhan psikososial awal-awal perkembangan ternyata juga dapat
menyebabkan terjadinya retardasi mental pada anak.

J. KLASIFIKASI RETARDASI MENTAL


1. Retardasi Mental Ringan
Retardasi Mental ringan ini secara kasar setara dengan kelompok retardasi
yang dapat dididik (educable). Kelompok ini membentuk sebagian besar
(sekitar 85%) dari kelompok retardasi mental. Pada usia pra sekolah (0-5
tahun) mereka dapat mengembangkan kecakapan sosial dan komunikatif,
mempunyai sedikit hendaya dalam bidang sensorimotor, dan sering tidak
dapat dibedakan dari anak yang tanpa retardasi mental, sampai usia yang
lebih lanjut. Pada usia remaja, mereka dapat memperoleh kecakapan
akademik sampai setara kira-kira tingkat enam (kelas 6 SD). Sewaktu masa
dewasa, mereka biasanya dapat menguasai kecakapan sosial dan vokasional
cukup sekedar untuk bisa mandiri, namun mungkin membutuhkan
supervisi, bimbingan dan pertolongan, terutama ketika mengalami tekanan
sosial atau tekanan ekonomi.
2. Retardasi Mental Sedang
Retardasi Mental sedang ini secara kasar setara dengan kelompok retardasi
yang dapat dilatih (trainable). Sebaiknya penggunaan terminologi dapat
dilatih ini tidak dapat digunakan, karena memberi kesan mereka dari
kelompok ini tidak dapat dididik (educable). Kelompok ini membentuk
sekitar 10% dari kelompok retardasi mental. Kebanyakan individu dengan
tingkat retardasi ini memperoleh kecakapan komunikasi selama masa anak
dini. Mereka memperoleh manfaat dari latihan vokasional, dan dengan
pengawasan yang sedang dapat mengurus atau merawat diri sendiri.
Mereka juga memperoleh manfaat dari latihan kecakapan sosial dan
okupasional namun mungkin tidak dapat melampaui pendidikan akademik
lebih dari tingkat dua (kelas dua sekolah dasar). Mereka dapat bepergian di
lingkungan yang sudah dikenal. Selama remaja, mereka kesulitan dalam
mengenal norma-norma pergaulan lingkungan sehingga mengganggu
hubungan persaudaraan. Pada masa dewasa sebagian besar dapat
melakukan kerja yang kasar (unskilled) atau setengah kasar (semi skilled)
di bawah pengawasan workshop yang dilindungi. Mereka dapat
menyesuaikan diri pada komunitas lingkungan dengan pengawasan
(supervisi).
3. Retardasi Mental Berat
Kelompok retardasi mental ini membentuk 3-4% dari kelompok retardasi
mental. Selama masa anak, mereka sedikit atau tidak mampu
berkomunikasi. Sewaktu usia sekolah mereka dapat belajar bicara dan
dapat dilatih dalam kecakapan mengurus diri secara sederhana. Mereka
memperoleh jangkauan yang terbatas pada instruksi pelajaran pra-
akademik, seperti mengetahui huruf dan perhitungan yang sederhana, tetapi
bisa menguasai seperti belajar membaca melihat beberapa kata. Sewaktu
usia dewasa mereka dapat melakukan kerja yang sederhana bila diawasi
secara ketat. Kebanyakan dapat menyesuaikan diri pada kehidupan di
masyarakat, bersama keluarganya, jika tidak didapatkan hambatan yang
menyertai yang membutuhkan perawatan khusus.
4. Retardasi Mental Sangat Berat
Kelompok retardasi mental ini membentuk 2% dari kelompok retardasi
mental. Pada sebagian besar individu dengan diagnosis ini dapat
diidentifikasi kelainan neurologik, yang mengakibatkan retardasi
mentalnya. Sewaktu masa anak, mereka menunjukkan gangguan yang berat
dalam bidang sensorimotor. Perkembangan motorik dan mengurus diri dan
kemampuan komunikasi dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan yang
adekuat. Beberapa di antaranya dapat melakukan tugas sederhana di tempat
yang disupervisi dan dilindungi.
5. Retardasi Mental Tidak Tergolongkan
Diagnosis untuk retardasi mental tidak tergolongkan, seharusnya digunakan
ketika ada dugaan kuat retardasi mental tetapi seseorang tidak bisa dites
dengan tes inteligensi standar. Hal ini bisa terjadi saat anak-anak, remaja,
atau dewasa ketika mereka mengalami hendaya yang terlalu berat atau
tidak bisa bekerjasama untuk menjalani tes, atau pada bayi, saat ada
keputusan klinik dari gangguan fungsi intelektual secara signifikan, tetapi
tes yang ada tidak dapat menghasilkan nilai IQ

K. PENANGANAN SESEORANG DENGAN RETARDASI MENTAL


1. Remedial Teaching
Perlu pengulangan secara terus menerus di berbagai situasi dan kesempatan
untuk membantu mereka memahami hal-hal yang baru dipelajari.
2. Pelayanan Pendidikan
Pendidikan merupakan aspek yang paling penting berkaitan dengan cara
penyembuhan pada anak penderita retardasi mental. Pencapaian hasil yang
baik bergantung pada interaksi antara guru dan murid. Program pendidikan
harus berkaitan dengan kebutuhan anak dan mengacu pada kelemahan dan
kelebihan anak. Target pendidikan tidak hanya berkaitan dengan bidang
akademik saja. Secara umum, anak penderita retardasi mental
membutuhkan bantuan dalam memperoleh pendidikan dan keterampilan
untuk mandiri.
3. Kebutuhan-kebutuhan kesenangan dan rekreasi
Idealnya, anak penderita retardasi mental dapat berpartisipasi dalam
aktivitas bermain dan rekreasi. Ketika anak tidak ikut dalam aktivitas
bermain, pada saat remaja akan kesulitan untuk dapat berinteraksi sosial
dengan tepat dan tidak kompetitif dalam aktivitas olahraga. Partisipasi
dalam olahraga memiliki beberapa keuntungan, yaitu pengaturan berat
badan, perkembangan koordinasi fisik, pemeliharaan kesehatan
kardiovaskular, dan peningkatan gambaran diri.
4. Kontrol gangguan tingkah laku
Gangguan tingkah laku dapat dihasilkan dari ekspektasi/harapan orang tua
yang tidak tepat, masalah organik, dan atau kesulitan keluarga.
Kemungkinan lain, gangguan tingkah laku dapat muncul sebagai usaha
anak untuk memperoleh perhatian atau untuk menghindari frustrasi. Dalam
mengukur tingkah laku, kita harus mempertimbangkan apakah tingkah
lakunya tidak sesuai dengan usia mental anak, daripada dengan usia
kronologisnya. Pada beberapa anak, mereka memerlukan teknik
manajemen tingkah laku dan atau penggunaan obat.

5. Mengatasi gangguan
Jika terdapat gangguan lain seperti gangguan visual dan pendengaran,
gangguan epilepsi, gangguan bicara dan gangguan lain dalam bahasa,
tingkah laku dan persepsi maka yang harus dilakukan untuk mencapai hasil
yang optimal adalah diperlukan terapi fisik terus menerus, terapi okupasi,
terapi bicara-bahasa, perlengkapan adaptif seperti kaca mata, alat bantu
dengar, obat anti epilepsi dan lain sebagainya. Perlu diagnosa yang tepat
untuk menetapkan gangguan, diluar hanya masalah taraf intelegensi.
6. Konseling Keluarga
Banyak keluarga yang dapat beradaptasi dengan baik ketika memiliki anak
yang menderita retardasi mental, tetapi ada pula yang tidak. Diantaranya
karena faktor-faktor yang berkaitan dengan kemampuan keluarga dalam
menghadapi masalah perkawinan, usia orang tua, banyaknya saudara
kandung, status sosial ekonomi, tingkat kesulitan, harapan orang tua &
penerimaan diagnosis, dukungan dari anggota keluarga dan tersedianya
program-program dan pelayanan masyarakat.

L. PERAN KELUARGA DALAM MENGHADAPI SESEORANG DENGAN


RETARDASI MENTAL
1. Mengenal adanya penyimpangan awal sedini mungkin
2. Mengambil keputusan dalam mencari pertolongan atau bantuan kesehatan
untuk anggota keluarga
3. Memberi perawatan bagi anggota keluarga yang sakit, cacat, atau
memerlukan bantuan dan menanggulangi keadaan darurat
4. Menciptakan lingkungan keluarga yang sehat
5. Memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat
6. Menciptakan lingkungan yang sehat jiwa bagi anggota keluarga
7. Saling mencintai, menghargai dan mempertcayai antar anggota keluarga
8. Saling membantu dan memberi antar anggota keluarga
9. Saling terbuka dan tidak ada dikriminasi
10. Memberi pujian dan punishment sesuai dengan perilaku
11. Menghadapi ketegangan dengan tenang dan menyelesaikan masalah secara
tuntas
12. Menunjukan empati antar anggota keluarga
13. Membina hunbungan dengan masyarakat
14. Menyediakan waktu untuk kebersamaan, seperti : rekreasi bersama antar
anggota
Yang dibutuhkan anak dengan retardasi mental yaitu :
1. Keikhlasan dan kekompakan orang tua beserta anggota keluarga lainnya
2. Kerja keras orang tua, tidak sekadar menunggu keajaiban anak bisa mandiri
3. Pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial
4. Toilet training
5. Pendekatan perilaku
6. Upaya menumbuhkan kepercayaan diri dan penghargaan atas apa yang
telah dikerjakan
7. Sering konsultasi kepada ahli
8. Nutrisi dan stimulans yang cukup
Lampiran 2

EVALUASI

1. Apa yang dimaksud kesehatan jiwa?


2. Apa yang dimaksud retardasi mental?
3. Apa sajakah ciri-ciri seseorang dengan retardasi mental?
4. Apa penyebab dari retardasi mental?
5. Bagaimanakah peran keluarga dalam menghadapi seseorang dengan
retardasi mental?

Kunci jawaban
1. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya serta mempunyai sikap
positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi
sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari hubungan
interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri
yang positif, dan kestabilan emosional.
2. Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti
atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya keterbatasan
keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua
tingkat inteligensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
3. Ciri ciri seseorang dengan retardasi mental
a. Hiperaktivitas seperti meraih obyek tanpa tujuan, tidak bisa diam dan
duduk lama
b. Mengganggu teman (anak lain) dengan memukul, meludahi, mencubit
teman, mengambil milik orang lain dan mengoceh/mengomel
c. Beralih perhatian yaitu sulit memusatkan perhatian pada suatu
kegiatan/pekerjaan dan cepat beralih perhatian atau merespon semua obyek
yang ada di sekitarnya
d. Mudah frustasi yaitu menghentikan aktivitas/pekerjaan jika tidak berhasil
dan disalahkan orang lain (teman, guru)
e. Sering menangis yaitu menangis tanpa sebab yang jelas, menangis jika
merasa terganggu dan tidak terpenuhi keinginannya
f. Merusak benda/barang seperti merobek buku, menggigit pensil/pulpen,
melempar barang, menggigit meja/kursi, mencorat-coret meja, mengotori
dinding, membanting pintu/jendela dan melempar kaca jendela
g. Melukai diri dengan membentur-benturkan kepala, memukul-mukul
pipi/dagu, mengorek-ngorek luka di tangan atau kaki dan menjambak
rambut
h. Meledak-ledak (impulsif) yaitu mudah marah/tersinggung dan tidak
kooperatif
i. Menarik diri yaitu pemalu, tidak ada keberanian dalam komunikasi dan
berhadapan dengan orang lain, menutup wajah dan menundukkan kepala.
4. Penyebab retardasi mental :
a. Infeksi dan atau intoksinas
b. Terjadinya rudapaksa dan / atau sebab fisik lain
c. Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi
d. Penyakit otak yang nyata
e. Penyakit atau pengaruh prenatal
f. Kelainan kromosom
g. Prematuritas
h. Akibat gangguan jiwa yang berat
i. Deprivasi psikososial
5. Peran keluarga :
a. Mengenal adanya penyimpangan awal sedini mungkin
b. Mengambil keputusan dalam mencari pertolongan atau bantuan kesehatan
untuk anggota keluarga
c. Memberi perawatan bagi anggota keluarga yang sakit, cacat, atau
memerlukan bantuan dan menanggulangi keadaan darurat
d. Menciptakan lingkungan keluarga yang sehat
e. Memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat
f. Menciptakan lingkungan yang sehat jiwa bagi anggota keluarga
g. Saling mencintai, menghargai dan mempertcayai antar anggota keluarga
h. Saling membantu dan memberi antar anggota keluarga
i. Saling terbuka dan tidak ada dikriminasi
j. Memberi pujian dan punishment sesuai dengan perilaku
k. Menghadapi ketegangan dengan tenang dan menyelesaikan masalah secara
tuntas
l. Menunjukan empati antar anggota keluarga
m. Membina hunbungan dengan masyarakat
n. Menyediakan waktu untuk kebersamaan, seperti : rekreasi bersama antar
anggota
Lampiran 3
DOKUMENTASI KEGIATAN

You might also like