Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan di masyarakat yang dapat menyebabkan kematian
terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil. Selain itu malaria secara
langsung juga menyebabkan anemia sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja.
Pada tahun 2015, malaria menyebakan sekitar 212 juta kasus dan 429.000 kematian di seluruh
dunia, kebanyakan anak kecil di Sub-Sahara Afrika. Dari tahun 2000 sampai 2015, peningkatan
masif intervensi pencegahan dan pengobatan malaria telah menyelamatkan sekitar 6,8 juta jiwa di
seluruh dunia, dan kematian akibat malaria di afrika bekurang separuhnya.1 Sedangkan menurut
Badan Kesehatan Dunia - WHO, telah terjadi penurunan 18% kasus malaria di seluruh dunia dari
sebelumnya 262 juta kasus di tahun 2000 menjadi 214 juta kasus di tahun 2015.2
Di Indonesia, pada tahun 2010 terdapat 465.764 kasus positif malaria dan angka ini menurun pada
tahun 2015 menjadi 209.413 kasus. Sampai dengan 2015, cakupan penduduk berisiko tinggi
malaria yang mendapat perlindungan kelambu anti nyamuk di daerah endemis telah mencapa 87%.
Lebih dari 80% kebupaten/kota di wilayah Jawa, Bali, dan Sumatera Barat telah mencapai eliminasi
malaria, artinya sekitar 74% penduduk Indonesia telah hidup di daerah Bebas Penularan Malaria
(Kemenkes RI, 2016).3
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan
berkembang biak di dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui
gigitan nyamuk Anopheles betina. Spesies Plasmodium pada manusia adalah Plamodium
falciparum, P. vivax, P. ovale dan P. malariae. Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di
Indonesia adalah P. falciparum dan P. vivax, sedangkan P. malariae dapat ditemukan di beberapa
provinsi antara lain: Lampung, Nusa Tenggara Timur dan papua. P. ovale pernah ditemukan di
Nusa Tenggara Timur dan Papua.4
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk
anopheles betina. Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang
berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang setengah
jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati yang kemudian
berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10-30 ribu merozoit hati. Merosoit yang berasal
dari skizon hati akan pecah dan masuk ke peredaran darah kemudian menginfeksi sel darah merah.
Patogenesis Malaria4
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang
ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium. Pada P.
falciparum 9-14 hari, P. vivax 12-17 hari, P. ovale 16-18 hari, dan P. malariae 18-40 hari.
Demam mulai timbul bersama dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam-
macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit atau limfosit yang
megeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (tumor nekrosis factor). TNF akan dibawa
aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam.
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. P.
falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi
akut dan kronis. P. vivax dan P. ovale hanya meginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya
hanya 2 persen dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan P. malariae menginfeksi sel darah
merah tua yang jumlahnya hanya 1 persen dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang
disebabkan oleh P. vivax, P. ovale dan P. malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis.
Spelnomegali terjadi karena plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit yang
menyebabkan penambahan sel-sel radang sehingga limpa membesar. Limpa merupakan organ
retikuloendhotelial.
Pada kasus malaria berat akibat P. falciparum, eritrosit yang terinfeksi akan mengalami proses
sekuestrasi yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain
itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen P.
falciparum. Pada saat terjadi sitoadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel
endotel kapiler. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi dalam pembuluh kapiler yang
menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Pada proses sitoadherensi ini diduga juga terjadi proses
imunologik yaitu terbentuk mediator-mediator antara lain sitokin, di mana mediator tersebut
mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu.
Penegakkan Diagnosis5
Penegakkan diagnosis dimulai dari anamnesis. Pada anamnesis akan didapatkan keluhan utama
berupa demam. Demam dideskripsikan oleh pasien dengan pola hilang timbul. Pada saat demam
hilang disertai dengan menggigil, berkeringat, dapat disertai dengan sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nafsu makan menurun, sakit perut, mual, muntah, dan diare.
Setelah anamnesis, dilakukan pemerikaan fisik. Pada pemeriksaan fisik akan ditemui tanda
patognominis berupa :
a. pada periode demam akan ditemui:
kulit terlihat memerah, teraba panas, suhu tubuh meningkat dapat sampai di atas 40oC dan kulit
kering
pasien dapat juga terlihat pucat
nadi teraba cepat
pernapasan cepat
b. pada periode dingin dan berkeringat akan ditemui:
kulit teraba dingin dan berkeringat
nadi teraba cepat dan lemah
pada kondisi tertentu bisa ditemukan penurunan kesadaran
Pada pemeriksaan kepala dapat ditemukan konjungtiva anemis, skelra ikterik, bibir sianosis. Pada
malaria serebral dapat ditemukan kaku kuduk. Pada pemeriksaan torak hanya terluhat pernapasan
cepat. Pada abdomen akan teraba pembesaran hepar dan limpa, dapat juga ditemukan asites. Pada
ginjal bisa ditemukan urin berwarna coklat kehitaman, oligouria atau anuria. Sedangkan pada
ekstrimitas akan ditemukan akral teraba dingin yang merupakan tanda-tanda syok.
Sangat disarankan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan hapusan darah
tebal dan tipis untuk menemukan parasit plasmodium. Jika memiliki Rapid Diagnosis Test (RDT)
dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis.
Jika belum melakukan pemeriksaan penunjang, diagnosis dapat ditegakkan dengan diagnosis
banding antara lain demam dengue, demam tifoid, leptospirosis, atau infeksi virus akut lainnya.
Penatalaksanaan Malaria5
Pengobatan pada Malaria falsiparum yaitu :
1. Lini pertama: dengan fixed dose combination (FDC) yang terdiri dari Dihydroartemisin (DHA)
40mg + Piperakuin (DHP) 320mg. Dosis DHA 2-4 mg/kkBB (dosis tunggal), DHP 16-32
mg/kgBB (dosis tunggal), primakuin 0,75 mg/kgBB (dosis tunggal).
2. Lini kedua (pengobatan m. falciparum yang tidak respon terhadap pengobatan DHP) diberikan
Kina + Doksisiklin/Tetrasiklin + Primakuin. Dosis Kina 10 mg/kkBB/kali (3x/hari selama 7
hari), Doksisiklin untuk Dewasa 3,5 mg/kgBB/hari (2x/hari selama 7 hari) sedangkan 8-14
tahun diberikan dosis 2,2 mg/kgBB/hari (2x/hari selama 7 hari), Tetrasiklin 4-5 mg/kgBB/kali
(4x/hari selama 7 hari).
Pengobatan infeksi campuran antara Malaria falsiparum dengan Malaria vivax/ Malaria ovale
dengan DHP. Pada penderita dengan infeksi campuran diberikan DHP 1 kali per hari selama 3 hari,
serta DHP 1 kali per hari selama 3 hari serta Primakuin dosis 0,25 mg/kgBB selama 14 hari.
Referensi
1. CD and Malaria. https://www.cdc.gov/malaria/resources/pdf/fsp/cdc_malaria_program_508.pdf
Diakses pada tanggal 1 Mei 2017
2. World Malaria Report 2015. WHO Global Malaria Programme.
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/200018/1/9789241565158_eng.pdf Diakses pada
tanggal 1 Mei 2017
3. Inilah Fakta Keberhasilan Pengendalian Malaria. Kementerian Kesehatan RI.
http://www.depkes.go.id/article/print/16050200003/inilah-fakta-keberhasilan-pengendalian-
malaria.html Diakses pada tanggal 1 Mei 2017
4. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan RI. 2008.
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor HK. 02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan
PraktikKlinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama