Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing:
Dr. Nova Kurniati, Sp.PD, K-AI, FINASIM
Oleh:
Syarifa Aisyah, S.Ked
Rafiqy Saadiy Faizun, S.Ked
Laporan Kasus
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Hepatitis
induced PTU + Penyakit Grave + DM Tipe 2. Shalawat serta salam selalu
tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai tauladan umat manusia.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Dr. Nova Kurniati, Sp.PD, K-AI, FINASIM selaku pembimbing.
Penulis menyadari banyak kekurangan dari laporan ini. Oleh karena itu,
kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan. Demikian, semoga laporan
ini tetap dapat berkonstribusi untuk kemajuan ilmu kedokteran.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Sampul ........................................................................................................ i
Halaman Pengesahan ................................................................................... ii
Kata Pengantar............................................................................................ iii
Daftar Isi..................................................................................................... iv
BAB I Pendahuluan ..................................................................................... 1
BAB II Status Pasien ................................................................................... 2
BAB III Tinjauan Pustaka ............................................................................ 18
BAB IV Analisis Masalah ............................................................................ 40
Daftar Pustaka ............................................................................................ 42
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
STATUS PASIEN
2.2 Anamnesis
3 tahun smrs, os mengeluh timbul benjolan dileher sebesar telur bebek setelah
melahirkan anak ketiga. Benjolan dirasakan tidak membesar, nyeri (-), gangguan
menelan (-), perubahan suara (-), demam (-), benjolan ditempat lain (-). Os juga
mengeluhkan mudah berkeringat, mudah capek, jantung berdebar-debar (+),
mudah marah (+), lebih senang ditempat dingin (+), nafsu makan meningkat (+),
berat badan relatif tetap, sering haus (+), sering terbangun dimalam hari karena
ingin kencing frekuensi 3-4x/hari, sering merasakan kesemutan. Os juga
mengeluh matanya sedikit menonjol dan sering berair. Os berobat ke dokter dan
dikatakan sakit tiroid. Os merasakan gejala dirasakan berkurang setelah meminum
obat dari dokter. Os lupa nama obat yang diminum. Setelah minum obat selama 2
bulan, os berhenti minum obat.
2
3
dimakan, mual (-), nyeri ulu hati (+) hilang timbul, nyeri dirasakan tiba-tiba dan
hilang ketika dibawa istirahat, perut terasa penuh, nafsu makan menurun (+), berat
badan menurun (+), BAK jarang, frekuensi 3x/hari, warna kuning terang, os juga
mengeluhkan kedua kakinya bengkak, nyeri (-), merah (-), os lalu berobat ke RS
AK Gani dan dirawat selama 5 hari, os merasa keluhan berkurang, os dikatakan
menderita sakit tiroid.
3 hari smrs, os mengeluh badan bertambah lemas, mual (+), muntah (+) muntah
apa yang dimakan, demam (-), nyeri ulu hati (+), os juga mengeluh mata terlihat
kuning, BAB dan BAK tidak ada kelainan, os dibawa ke UGD RSMH dan
dirawat
Riwayat pengobatan
PTU 3x1
Furosemide 1x1
Propanolol 2x1
Neurodex 1x1
Glibenclamid 2x1
Riwayat kebiasaan
Pasien suka makan makanan yang berlemak seperti nasi padang, pasien
makan 3x/hari dan sering mengemil
4
Pasien seorang ibu rumah tangga yang membuka usaha sebagai penjual pempek,
biaya pengobatan ditanggung BPJS
Riwayat obstetri
Vital sign
TD : 130/80
N : 96x/menit, irregular, isi dan tegangan cukup
RR : 22x/menit
T : 36,5o C
Status Gizi
TB : 155 cm
5
BB : 45 kg
BMI : 18,73
Kesan : Normoweight
Keadaan spesifik
Kulit : Warna kuning langsat, turgor kulit turun (-), ikterik (-)
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik (+), exopthalmus (-), pupil bulat,
isokor 3mm
Mulut : Bibir kering (-), bibir pucat (-), sianosis (-), lidah atropi (-)
Leher : JVP 5+0 cmH2 O, pembesaran KGB (-), teraba benjolan di leher bagian
anterior konsistensi padat, bergerak saat menelan, difus, permukaan licin, mobile,
nyeri (-), warna kulit diatas benjolan sama seperti sekitar, ukuran 5x4 cm.
Thorax
Paru
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
Superior Inferior
Capilary refill time <2/<2 <2/<2
Akral dingin - -
Edema - -
Koilenikia - -
7
Urinalisis
Warna Kuning (normal)
Kejernihan Jernih (normal)
Berat jenis 1,010 (normal)
pH 6 (normal)
Protein Negatif (normal)
Glukosa +++ (meningkat)
Keton Negatif (normal)
Darah Negatif (normal)
Bilirubin Negatif (normal)
Urobilinogen 1 (normal)
Nitrit Negatif (normal)
Leukosit esterase Negatif (normal)
Sedimen urin:
Epitel Negatif (normal)
Leukosit 0-1(normal)
Eritrosit 0-1(normal)
Silinder Negatif (normal)
Kristal Negatif (normal)
Bakteri Negatif (normal)
Mukus Negatif (normal)
Hematologi
Jenis pemeriksaan Hasil
Hb 13,9 g/dl (normal)
8
Hematologi
Jenis pemeriksaan Hasil
Hb 12.7g/dl (normal)
9
Hematologi
Jenis pemeriksaan Hasil
Hb 11,9 g/dl (normal)
RBC 4,38 x 106 /mm3 (normal)
WBC 7,2 x 103 /mm3 (normal)
Hematokrit 35% (normal)
PLT 151 x 103 /L (menurun)
Hitung jenis leukosit 0/2/46/41/11
Kimia Klinik
Protein total 6,8 g/dl (normal)
Albumin 3,6 g/dl (normal)
Globulin 3,2 g/dl (normal)
Ureum 12 mg/dl (menurun)
Kreatinin 0,24 mg/dl (menurun)
Elektrolit
Kalsium (Ca) 9,2 mg/dl
Natrium (Na) 141 meq/L
Kalium (K) 4,4 meq/L
10
Imunologi-Serologi
Free T4 7,7 ng/dL (meningkat)
TSHs 0,005 IU/ml (menurun)
E KG
Interpretasi
QRS normal
Grave disease
Ikterus ec cholelithiasis
Ca tiroid
2.8 Prognosis
2.9 Tatalaksana
Non Farmakologi
Istirahat
Diet NB 1700 kalori
Edukasi
Farmakologi
Propanolol 3x10 mg
Thyrozol 1x10 mg
Digoxin 1x 0,25 mg
Inj Novorapid 3x8 IU sc
Inj Levemir 1x10 IU sc
Curcuma 3x1
2.10 Follow Up
O:
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 140/70 mmHg
Nadi 98 x/menit
Pernapasan 22 x/ menit
Temperatur 36,6 o C
Keadaan spesifik
Kepala Konjungtiva palpebra pucat (-/-), Sklera ikterik (+)
Leher JVP (5+0)cm H2O
Struma (+) regio coli anterior, bergerak saat menelan
Pembesaran KGB (-)
Paru Inspeksi: statis dan dinamis simetris kanan=kiri
Palpasi: stem fremitus kanan=kiri
Perkusi:hipersonor di kedua lapang paru
Auskultasi: vesikuler (+/+), ronkhi (-), wheezing (-)
13
Istirahat
Diet NB 1700 kalori
Edukasi
Farmakologis
IVFD NS 0,9% gtt xx/menit
Propanolol 3x 10 mg
Neurodex 1x1
Digoxin 1x0,25 mg
14
Keadaan spesifik
Kepala Konjungtiva palpebra pucat (-/-), Sklera ikterik (+)
Leher JVP (5+0)cm H2O
Struma (+) regio coli anterior, bergerak saat menelan
Pembesaran KGB (-)
Paru Inspeksi: statis dan dinamis simetris kanan=kiri
Palpasi: stem fremitus kanan=kiri
Perkusi:hipersonor di kedua lapang paru
Auskultasi: vesikuler (+/+), ronkhi (-), wheezing (-)
Genitalia
Superior : Palmar pucat (-/-), akral hangat (+), CRT <
2 , clubbing finger (-).
Ekstremitas
Inferior : edema tungkai (-)
A Ikterus ec hepatitis induced PTU
Grave disease
DM type 2 tidak terkontrol
P Non Farmakologis
Istirahat
Diet NB 1700 kalori
Edukasi
Farmakologis
Curcuma 3x1
Keadaan spesifik
Kepala Konjungtiva palpebra pucat (-/-), Sklera ikterik (+)
Leher JVP (5+0)cm H2O
Struma (+) regio coli anterior, bergerak saat menelan
Pembesaran KGB (-)
Paru Inspeksi: statis dan dinamis simetris kanan=kiri
Palpasi: stem fremitus kanan=kiri
Perkusi:sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: vesikuler (+/+), ronkhi (-), wheezing (-)
Ekstremitas Superior : Palmar pucat (-/-), akral hangat (+), CRT <
2 , clubbing finger (-).
Inferior : edema tungkai (-)
A Ikterus ec hepatitis induced PTU
Grave disease
DM type 2 tidak terkontrol
P Non Farmakologis
Istirahat
Diet NB 1700 kalori
Edukasi
Farmakologis
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.1 Definisi
3.1.2 Epidemiologi
Etiologi penyakit grave masih belum diketahui. Tetapi ada faktor risiko yang
berpotensi menyebabkan penyakit grave 1 .
a. Faktor genetik
Adanya peningkatan kejadian penyakit grave pada pasien yang memiliki
keluarga yang mempunyai riwayat penyakit autoimun seperti Hashimoto
tiroiditis, DM type 1, addison disease, penyakit celiac, dll. Ada beberapa
gen yang berhubungan dengan penyakit grave seperti HLA, CTLA4,
PTPN22, CD40, IL2RA, FCRL3, TG, dan TSHR.
b. Stress
Banyak pengalaman klinisi melaporkan adanya peningkatan kejadian
tirotoksitosis pada tawanan di tempat penahanan Nazi, ini menunjukkan
faktor stress memicu kejadian ini. Pada saat stress terjadi penekanan
sistem imun melalui jalur nonspesifik mungkin disebabkan oleh pelepasan
18
19
Manifestasi Presentase
Hipertiroidisme 90-95%
Goiter 50%
Orbitopati 30%
Orbitopati berat 5%
Hipotiroidisme dengan orbitopati 5%
Dermopati 0,5%
Acropachy 0,1%
Neonatal hipertiroidisme 0,2%
Fetal hipertiroidisme 0,1%
3.1.4 Diagnosis
Diagnosa dapat dibuat berdasarkan dari tanda dan gejala yang ada.
Pemeriksaan laboratorium minimal yang harus dikerjakan bila ada kecurigaan
22
hipertiroid adalah FT4 dan TSHs. Apabila didapatkan peningkatan FT4 dan
penurunan TSHs, maka diagnosis hipertiroid dapat ditegakkan. Hipertiroid dengan
atau tanpa goiter apabila tidak disertai dengan exopthalmus harus dilakukan
radioiodine uptake, bila didapatkan peningkatan uptake, penyakit grave dan toxic
nodular goiter dapat ditegakkan4 .
3.1.5 Patofisiologi
Penyakit Graves disebabkan karena TSI yang disintesis di kelenjar tiroid
sama seperti di sumsum tulang dan di nodus limfa 3 . Kelenjar tiroid berada di
bawah stimulasi terus-menerus oleh sirkulasi autoantibodi terhadap reseptor
tirotropin, dan sekresi hipofisis tirotropin ditekan karena peningkatan produksi
hormon tiroid. Aktivitas yang merangsang antibodi reseptor thyrotropin
kebanyakan ditemukan dalam subclass immunoglobulin G1. Antibodi thyroid-
stimulating (TSI) ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan thyroglobulin
yang dimediasi oleh 3, '5'-cyclic adenosine monophosphate (siklik AMP), dan
juga merangsang penyerapan yodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar
tiroid2 . Imunoglobulin yang merangsang tiroid disebabkan karena terdapat suatu
kelainan imunitas yang bersifat herditer, yang memungkinkan kelompok limfosit
tertentu dapat bertahan, berkembang biak dan menyekresi TSI sebagai respon
terhadap beberapa faktor perangsang. Sebagai akibat dari interaksi ini, antibodi
tersebut dapat merangsang fungsi tiroid tanpa bergantung pada TSH hipofisis.5
23
3.1.6 Tatalaksana
Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien,
riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien, resiko
pengobatan, dan lainnya. Terdapat tiga modalitas terapi penyakit hipertiroid, yaitu
obat antitiroid, tindakan bedah (tiroidektomi), dan terapi yodium radioaktif. 3
A. Tirostatiska (OAT- Obat Anti Tiroid)
Terpenting adalah kelompok derivate tioidimazol (CBZ, karbimazol 5mg,
MTZ, metimazol atau tiamazol 5, 10, 30 mg) dan derivate tiourasil (PTU
propiltiourasil 50, 100 mg) menghambat proses organifikasi dan reaksi autoimun,
24
tetapi PTU masih ada efek tambahan yaitu menghambat konversi T4 dan T3 di
perifer. CBZ dalam tubuh cepat diubah menjadi MTZ. Waktu paruh MTZ 4-6
jam, sedangkan PTU 1-2 jam. MTZ berada di folikel 20 jam, PTU lebih pendek.
Tirostatika dapat lewat sawar plasenta dan air susu ibu. Dibanding MTZ, kadar
PTU 10x lebih rendah dalam air susu. OAT juga menghambat ekspresi HLA-DR
di sel folikel sehingga imunologis membaik. Pemakaian teratur dan lama dosis
besar tionamid berefek imunosupresif intratiodal. Dosis dimulai dengan 30mg
CMZ, 30mg MTZ atau 400mg PTU sehari dalam dosis terbagi, maksimal 2.000
mg/hari. Biasanya dalam 4-6 minggu tercapai eutiroidisme. Kemudian dosis
dititrasi sesuai respon klinis. Lama pengobatan 1-1,5 tahun, kemudian dihentikan
untuk melihat apakah terjadi remisi. Relaps dapat terjadi dalam 3-6 bulan setelah
obat dihentikan. Apabila terjadi relaps, maka dapat dipertimbangkan untuk
diberikan OAT kembali.5
Obat-obat golongan ini bekerja pada intratiroidal, ekstratiroidal, dan
mengenali proses imunologi pada PG. pada kelenjar tiroid, OAT menghambat
proses hormon tiroid dengan menghambat proses oksidasi dan organifikasi
iodium, inhibisi coupling ioditirosin, serta memengaruhi struktur dan biosintesis
tiroglobulin. Secara imunologi, OAT memengaruhi respon imun pada PG dengan
mekanisme yang masih kontroversial. 6
Ada dua metode untuk penggunaan OAT. Pertama, berdasarkan titrasi
mulai dengan dosis besar dan kemudian berdasarkan klinis/laboratoris dosis
diturunkan sampai mencapai dosis terendah dimana pasien masih dalam keadaan
eutiroidisme. Kedua disebut sebagai blok-substitusi, dalam metode ini pasien
diberikan dosis besar terus-menerus dan apabila mencapai keadaan
hipotiroidisme, maka ditambah hormon tiroksin hingga menjad eutiroidisme pulih
kembali.3
Efek samping yang sering adalah rash, urtikaria, demam dan malaise,
alergi, nyeri otot dan artalgia, dan yang paling ditakuti adalah agranulositosis.
Untuk evaluasi, gunakan gambaran klinis, misalnya dengan indeks Wayne atau
indeks New Castle, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan T3 dan T4 .3
B. Tiroidektomi
25
PTU secara cepat diabsorbsi, dan mencapai kadar serum puncak setelah 1
jam. Bioavibilitas PTU sebesar 50-80% dikarenakan obasorbsi yang tidak
sempurna atau dimetabolisme di hati terlebih dahulu. Waktu paruhnya 1,5 jam,
dan obat ini diberikan setiap 6-8 jam/hari.7
Efek samping obat yang berbahaya terjadi 3-12% pasien. Sebagian besar
efek samping yang muncul adalah nausea dan distress gastrointestinal. Obat ini
meningkatkan risiko hepatitis berat, dan FDA memasukkan obat ini kedalam
black box, sehingga fungsi hati harus dimonitoring selama penggunaan PTU. 7,8
3.3.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
27
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.9 Sedangkan menurut WHO dikatakan bahwa diabetes melitus
sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat
dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin.10
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur. 10
Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan dan
rasa gatal di kulit.16
Kriteria diagnostik :
Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu 200 mg/dl. Gula darah
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memerhatikan waktu makan terakhir, atau Kadar Gula Darah Puasa 126
mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikit nya 8
jam, atau Kadar Gula Darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan
dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75
gram glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air. 12
Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal
2x.14
muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah pernapasan
kussmaul dan berbau aseton.16
2. Koma Hiperosmolar Non Ketotik
Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih
besar dari 600 mg% tanpa ketosis yang berarti dan osmolaritas plasma
melebihi 350 mosm. Keadaan ini jarang mengenai anak-anak, usia muda
atau diabetes tipe non insulin dependen karena pada keadaan ini pasien
akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana kadar
insulin darah nya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak
dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga tidak timbul
hiperketonemia.12
3. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg% tanpa
gejala klinis atau GDS <80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari
stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium
gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif
sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitukeringat dingin pada
muka, bibir dan gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak
berat, gejala neuroglikopenik : pusing, gelisah, penurunan kesadaran
dengan atau tanpa kejang.12
b. Penyulit kronis
1. Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan
trombosis.
Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan
inkompetens vasa. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil
menonjol seperti titik-titik mikroaneurisma dan vena retina mengalami
dilatasi dan berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi perdarahan
disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah bagian dalam
32
2. Makroangiopati
Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus
ditingkatkan terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi
seperti riwayata keluarga PJK atau DM.12
Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes,
biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio,
meskipun sering anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki
merupakan kelainan yang pertama muncul. 12
34
1. Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.17
2. Terapi gizi medis
Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik
yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada
prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status
gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan
individual.17
Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :
1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal
a) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl
b) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl
c) Kadar HbA1 c < 7%
2. Tekanan darah <130/80
3. Profil lipid :
a) Kolesterol LDL <100 mg/dl
b) Kolesterol HDL >40 mg/dl
c) Trigliserida <150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 24,9
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan
pola makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,,
status kesehatan, aktivitas fisik dan faktor usia. Selain itu ada beberapa
faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan
pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi berat dimana
terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian
nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah
status ekonomi, lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang
bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang ada.
3. Intervensi Farmakologis
36
2. Insulin
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan
sekresi insulin prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru
pada sekresi insulin yang fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa,
insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal
menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa,
sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan
hiperglikemia setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi
terhadap defisiensi yang terjadi.
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja
cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah
(intermediate acting) atau insuli campuran tetap (premixed insulin)
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang
cepat, hiperglikemia yang berat disertai ketosis, ketoasidosis
38
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini
dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan
deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyuluhan
ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan
pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian
antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular
pada penyandang Diabetes.14
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes
yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya
kecacatan lebih lanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan
penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya
rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang
optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum
kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah 80-325
mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik
antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi,
bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat
diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier. 14
BAB IV
ANALISIS MASALAH
40
41
42
43