You are on page 1of 35

LAPORAN KASUS

Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Abses di Punggung

Penyusun: dr. Wenty Rizki Ananda

Narasumber : dr. Alfian Nurbi Sp.PD

Dokter pendamping : dr. Lidyawati dan dr. Ade Fitra

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
2016/2017
Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT untuk segala limpahan rahmat- Nya, sehingga saya
dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus yang berjudul psoriasis pustulosa generalisata ini
dengan sebaik-baiknya. Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Alfian Nurbi Sp. PD selaku
narasumber atas laporan kasus ini. Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada dr. Ade
dan dr. Lidyawati selaku dokter pendamping selama internsip.

Saya berharap semoga hasil laporan kasus yang jauh dari sempurna ini dapat berguna
bagi seluruh pihak khususnya bagi dokter internsip lainnya dan semoga untuk kedepannya saya
bisa membuat laporan kasus dengan lebih baik lagi. Seikaranya saya mohon maaf apabila
laporan kasus yang saya buat ini masih jauh dari kesempurnaan. Terima kasih saya ucapkan.

Batam, 2016

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Halaman
Judul .......................................................................................................
Kata pengantar ........................................................................................ 1
Daftar Isi ................................................................................................. 2
BAB I LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Pasien ....................................................................... 3
1.2 Anamnesis ............................................................................... 3
1.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................... 5
1.4 Pemeriksaan Penunjang ........................................................... 7
1.5 Resume..................................................................................... 8
1.6 Diagnosa .................................................................................. 8
1.7 Penatalaksanaan ....................................................................... 8
1.8 Follow up ................................................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Diabetes Melitus ...................................................................... 18

BAB III ANALISA KASUS ................................................................. 32


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 34

2
BAB I

KASUS

1.1. Identitas

Nama : Tn. Sudarnoto

Tempat tanggal lahir : 03-10-1959

Umur : 57 Tahun

Alamat : Kp. Jawa Deli dendang

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Status Pernikahan : Menikah

Pendidikan Terakhir : SD

No. Rekam Medik : 36-37-52

Tanggal Masuk : 22-12-2016

Tanggal Pemeriksaan : 23-12-2016

1.2. Anamnesa

Keluhan Utama

Luka bernanah di punggung kiri.

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke IGD RSOB dengan keluhan luka di punggung kiri, hal ini dirasakan pasien
sudah sekitar 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku awalnya luka seperti
bintik-bintik jarum namun semakin lama semakin membesar, berlubang dan mengeluarkan
nanah beserta darah dan terasa nyeri. Pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas, kepala terasa

3
pusing dan apabila berjalan seperti melayang. Pasien mengaku sering kencing di malam hari
kurang lebih sebanyak 5x, banyak minum dan mudah terasa lelah. Nafsu makan pasien biasa,
kebas kebas disangkal, mata kabur disangkal. Pasien mengaku 3 hari sebelumnya sudah datang
ke puskesmas dan dikatakan bahwa GDS 400 mg/dl. Pasien diberi obat diminum 3x1 tetapi
pasien lupa obatnya apa Pasien mengaku berat badan terasa berkurang tetapi pasien tidak
menimbang berat badannya. Demam, batuk, mual muntah disangkal. BAB normal.

Riwayat Penyakit Terdahulu

Pasien mengaku memiliki riwayat diabetes melitus sejak 5 tahun yang lalu tetapi pasien tidak
minum obat.

Riwayat hipertensi disangkal.

Riwayat alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku memiliki riwayat diabetes melitus pada keluarga (ibu)

Riwayat hipertensi disangkal.

Riwayat obat-obatan

Pasien tidak mengingat

Riwayat Aktivitas, Pendidikan, Sosial, dan Ekonomi


Pasien merupakan tamatan SD. Sehari-hari nya pasien hanya dirumah karena sudah tidak
bekerja. Pasien tinggal bersama anak ketiga pasien. Pasien mengaku tidak merokok dan tidak

4
mengkonsumi minuman alkohol serta jamu-jamuan. Pasien makan 3x sehari. Pasien mengaku
mengkonsumsi es teh manis kurang lebih 4 gelas sehari.

1.3 Pemeriksaan Fisik ( Tanggal pemeriksaan 22 Desember 2016)

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Frekuensi nadi : 80x/i

Frekuensi pernapasan : 20x/i

Temperatur : 37,5 C

Berat Badan : 80 kg

Status Generalis

Kepala : Normosefal

Mata : Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, Refleks cahaya langsung +/+,


Refleks cahaya tidak langsung +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/-.

Hidung : Tidak ada deformitas, tidak ada sekret

Mulut : Bercak putih pada mukosa mulut .Uvula ditengah, tonsil dalam batas
normal, faring tidak hiperemis.

Telinga : Nyeri tekan tragus (-), tidak ada deformitas

Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Thoraks

Inspeksi : Simetris

5
Terdapat luka dipunggung kiri
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : BJ I II reguler, gallop (-), nurmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Soepel
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani, Shifting dullnes (-)
Auskultasi : Bising usus normal

Ekstremitas

Superior : Akral hangat (+), oedem (-)


Inferior : Akral hangat (+), oedem (-)

Status lokaslis : Pada punggung kiri pasien terdapat ulkus diserati adanya pus dengan
dasar eritem, ukuran 5x5 cm.

1.4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium ( Tanggal 22 Desember 2016)

Parameter Hasil Nilai Normal


HB 14.9 g/dl 11.0 - 16.5 g/dl
RBC 4.83 / uL 3.8 - 5.8 /uL
HCT 41.7 % 35.0 - 50.0 %
MCV 86.3 fl 80.0 - 97.0 fl
MCHC 35.7 g/dl 31.5 35.0 g/dl
RDW-CV 12.4 % 10.0 15.0 %
WBC 23.37 / uL 4000 11.000/ uL
EO% 0.6 % 05%
BASO % 0.1 % 01%
NEUT % 85.2 % 40 75 %
LYMPH% 8.3 % 17 48 %
MONO% 5.8 % 4 10 %
PLT 388 / uL 150.000 450.000 /uL
PDW 9.1 fl 10.0 18.0 fl
MPV 8.7 fl 6.5 11.0 fl

6
LED 75 mm/jam
HIV Negatif
Urea 40.4 mg/dl 13.0 43.0 mg/dl
Creatinie 1.40 mg/dl 0.70 1.30 mg/ dl
Glucose 402 mg/dl 70 110 mg/dl
Natrium 117 mm/l
Kalium 4.3 mm/l
Chlor 90 mm/l

Pemeriksaan EKG

Kesan: didapati sinus rhyteme normoaksis, gelombang p normal, pr interval normal,


terdapat RBBB, t inverted di III, aVf. Pemeriksaan glucose 402 mg/dl, leukositosis.

7
1.5. Resume

Pasien laki-laki usia 57 tahun datang dengan keluhan abses dipunggung yang sudah 1
minggu SMRS. Abses dipunggung terasa nyeri. Polidipsi (+), poliuri (+), penurunan beran badan
(+), terasa lemas. Pada pemeriksaan didapati ulkus pada dipunggung kiri disertai adanya pus,
dengan dasar eritem, ukuran 5x5 cm. Ibu pasien memiliki riwayat penyakit diabetes melitus.
Pasien mengaku mempunyai riwayat diabetes melitus selama 5 tahun tidak terkontrol. Pada
EKG didapati sinus rhyteme normoaksis, gelombang p normal, pr interval normal, terdapat
RBBB, t inverted di III, aVf. Pemeriksaan glucose 402 mg/dl, leukositosis.

1.6. Diagnosa

Abses di punggung kiri


Diabetes melitus tipe II
Candidiasis oral

1.7. Penatalaksanaan

Medikamentosa :
IVFD Nacl 0.9% / 8jam
Drip Nacl 0.9% 50 cc + actrapid 50 UI
Gula darah Actrapid
< 125 --
125 200 1 UI
200 300 2 UI
300 400 3 UI
> 400 4 UI
Inj Cefoperazone sulbactam 2x1gr
Drip Metronidazole 3x500mg
Candistatin syr 3x1C
Fluconazole tab 1x1

8
Sanmol tab 1x1

Rencana Penatalaksanaan:

Konsul bedah untuk penanganan luka

1.8. Follow up

1. Tanggal 23 Desember 2016

S: Nyeri pada punggung kiri


O: Vital sign : TD 120/60 mmHg N 88 x/m RR 20 x/m S 37,5 C
GDS 12.00 : 149 mg/dl, GDS 18.00 : 203 mg/dl, GDS 24.00 : 318 mg/dl
Status lokalis :
-Mata : Konjungtiva anemis -/- ikterik -/-
-Mulut : Bercak putih pada mukosa
-Thoraks: BJ I II reguler, gallop (-) murmur (-), ulkus dipunggung kiri (+)
-Abdomen: Datar, soepel, BU (+) normal, nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Laboratorium

Parameter Hasil Nilai Normal


Albumin 2.7 g/dl 3.2 - 5.0 g/dl
Total Protein 5.5 g/dl 6.0- 8.3 g/dl
Globulin 2.8 g/dl

A: - Abses dipunggung kiri

- Diabetes melitus tipe II

- Candidiasis oral

P: - Diet DM 1700 kal

- IVFD Nacl 0.9% / 8jam

- Novorapid 3x8 UI (sc)

- Inj Cefoperazone sulbactam 2x1gr

9
- Inj. Ondancentron 3x4mg

- Inj. Pantoprazole 2x 40mg

- Drip Metronidazole 3x500mg

- Candistatin syr 3x1C

- Fluconazole tab 1x1

- Sanmol tab 3x1

2. Tanggal 24 desember 2016

S: Nyeri pada punggung kiri


O: Vital sign : TD 110/70 mmHg, N 80 x/m, RR 20 x/m S 36,5 C, GDS : 155 mg/dl
Status lokalis :
-Mata : Konjungtiva anemis -/- ikterik -/-
-Mulut : Bercak putih pada mukosa
-Thoraks: BJ I II reguler, gallop (-) murmur (-), ulkus dipunggung kiri (+)
-Abdomen: Datar, soepel, BU (+) normal, nyeri tekan (-)
A: - Abses dipunggung kiri

- Diabetes melitus tipe II

- Candidiasis oral

P: - Diet DM 1700 kal

- IVFD Nacl 0.9% / 8jam

- Konveksi albupur 20% 100 cc/ 4 jam

- Novorapid 3x 10 UI

- Inj Cefoperazone sulbactam 2x1gr

- Inj. Ondancentron 3x4mg

- Inj. Pantoprazole 2x 40mg

10
- Drip Metronidazole 3x500mg

- Candistatin syr 3x1C

- Fluconazole tab 1x1

- Sanmol tab 3x1

3. Tanggal 25 Desember 2016

S: Nyeri pada punggung kiri, lemas


O: Vital sign : TD 120/60 mmHg N 88 x/m RR 20 x/m S 37,3 C GDS: 175 mg/dl
Status lokalis :
-Mata : Konjungtiva anemis -/- ikterik -/-
-Mulut : Bercak putih pada mukosa
-Thoraks: BJ I II reguler, gallop (-) murmur (-), ulkus dipunggung kiri (+)
-Abdomen: Datar, soepel, BU (+) normal, nyeri tekan (-)
Pemeriksaan Laboratorium

Parameter Hasil Nilai Normal


Albumin 2.8 g/dl 3.2 - 5.0 g/dl
Total Protein 5.4 g/dl 6.0 - 8.3 g/dl
Globulin 2.6 g/dl
GPT 18 u/l 0 42 u/l
GOT 27 u/l 0 37 u/l
HbsAg Negatif
HIV Negatif

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


PT Hasil : 17.0 Detik 11.5 15.5
Kontrol : 14.6
INR
APTT Hasil : 30.3 Detik 25.9 39.5
Kontrol : 36.5

11
A: - Abses dipunggung kiri

- Diabetes melitus tipe II

- Candidiasis oral
P: - Diet DM 1700 kal

- IVFD Nacl 0.9% / 8 Jam

- Novorapid 3x 10 UI

- Inj Cefoperazone sulbactam 2x1gr

- Inj. Ondancentron 3x4mg

- Inj. Pantoprazole 2x 40mg

- Drip Metronidazole 3x500mg

- Candistatin syr 3x1C

- Fluconazole tab 1x1

- Sanmol tab 3x1

4. 26 Desember 2017

S: Nyeri pada punggung kiri, pasien puasa


O: Vital sign : TD 110/70 mmHg N 80x/m RR 22 x/m S 37,3 C GDS: 118 mg/dl
Status lokalis :
-Mata : Konjungtiva anemis -/- ikterik -/-
-Mulut : Bercak putih pada mukosa
-Thoraks: BJ I II reguler, gallop (-) murmur (-), ulkus dipunggung kiri (+)
-Abdomen: Datar, soepel, BU (+) normal, nyeri tekan (-)
A - Abses dipunggung kiri

- Diabetes melitus tipe II

12
- Candidiasis oral
P: - Diet DM 1700 kal

- Dextrose 5%/ 12jam

- Novorapid 3x 10 UI

- Inj Cefoperazone sulbactam 2x1gr

- Inj. Ondancentron 3x4mg

- Inj. Pantoprazole 2x 40mg

- Drip Metronidazole 3x500mg

- Candistatin syr 3x1C

- Fluconazole tab 1x1

- Sanmol tab 3x1

Laporan Pembedahan ( Tanggal 26 Desember 2016)

Hari Senin No. RM 36-37-52


Tanggal 26-12-2016 Jenis Kelamin L
Nama Pasien Sudarnoto. Tn Ahli Anastesi Gusno
Umur 57 Tahun Asisten Anastesi Farida
Bagian Bedah Teknik Anastesi Umum
Operator Harry Tryono ASA
Asisten Operator Yanti Kelas 3
Instrumen Yanti Ruang Teratai
Diagnosa prabedah Abscess ( reg Scapula Sinistra)
Diagnosa pascabedah Abscess
Nama Pembedahan Excisi
Debridement
Sifat Pembedahan Elektif
Mulai Selesai 18.40 wib
Lama Pembedahan

13
Uraian Pembedahan

Posisi lateral dextra, asepsis & antisepsis, tutup duk steril, kecuali lapangan operasi. Luka
diperlebar (arah cephalad & caudal), keluar pus, pada exploriasi ditemukan kantongan kantongan
pus subcutan/ intra muscular/ sub muscular), cuci dengan aquadest steril, kontrol perdarahan,
luka operasi ditutup dengan tampon kassa kompres aquadest steril (luka operasi rawat terbuka).

Intruksi Pasca Operasi:

Monitor Nadi, Tekanan darah, suhu


Diet/ IVFD/ Injeksi dilanjutin
Tambahan:
IVFD Dexketoprofen 1 amp dalam Nacl 0.9% 100cc per 8 jam
Perawatan luka operasi rawat terbuka :
Ganti perban 3 4 x/ hari
Cuci luka dengan aquadest steril
Tutup luka dengan tampon kassa kompres aquadest steril

5. 27 Desember 2016

S: Nyeri pada punggung kiri, pasien puasa


O : Vital sign : TD 110/70 mmHg N 80 x/m RR 20 x/m S 37,5 C GDS : 301 g/dl
Status lokalis :
-Mata : Konjungtiva anemis -/- ikterik -/-
Mulut : Bercak putih sudah berkurang
-Thoraks : BJ I II reguler, gallop (-) murmur (-), ulkus dipunggung kiri (+)
-Abdomen : Datar, soepel, BU + normal, nyeri tekan (-)
A: - Abses dipunggung kiri

- Diabetes melitus tipe II

- Candidiasis oral
P: -Diet DM 1700 kal

- IVFD Nacl 0.9% / 12jam

14
- Slideing scale/ 8 jam

GD <15O: --

GD 150-200 : 4UI

GD >200 : 8UI

- Inj Cefoperazone sulbactam 2x1gr

- Drip Metronidazole 3x500mg

- Lansoprazole tab 1x40mg

- Ondansentron tab 3x1

- Metformin tab 3x1

- Candistatin syr 3x1C

- Fluconazole tab 1x1

6. 28 Desember 2016

S: Nyeri pada punggung kiri, lemas


O: Vital sign : TD 120/60 mmHg N 88 x/m RR 20 x/m S 37,3 C GDS: 175 mg/dl
Status lokalis :
-Mata : Konjungtiva anemis -/- ikterik -/-
-Mulut : Bercak putih pada mukosa sudah berkurang
-Thoraks: BJ I II reguler, gallop (-) murmur (-), ulkus dipunggung kiri (+)
-Abdomen: Datar, soepel, BU (+) normal, nyeri tekan (-)
A - Abses di punggung

- Diabetes melitus tipe II

P Diet DM 1700 kal

- IVFD Nacl 0.9% / 12jam

15
- Slideing scale/ 8 jam

GD <15O: --

GD 150-200 : 4UI

GD >200 : 8UI

- Inj Cefoperazone sulbactam 2x1gr

- Drip Metronidazole 3x500mg

- Lansoprazole tab 1x40mg

- Ondansentron tab 3x1

- Metformin tab 3x1

- Candistatin syr 3x1C

- Fluconazole tab 1x1

7. 29 Desember 2016

S: Keluhan (-)
O: Vital sign : TD 120/70 mmHg N 88 x/m RR 20 x/m S 37,3 C GDS: 186 mg/dl
Status lokalis :
-Mata : Konjungtiva anemis -/- ikterik -/-
-Mulut : Bercak putih pada mukosa sudah berkurang
-Thoraks: BJ I II reguler, gallop (-) murmur (-), ulkus dipunggung kiri (+)
-Abdomen: Datar, soepel, BU (+) normal, nyeri tekan (-)
A - Abses regio scapula dextra

- Diabetes melitus tipe II

P Pasien acc pulang

-Clindamicyn tab 3x1

16
-Lansoprazole tab 2x1

-Metformin 3x1

-Glimepirid 1-0-0

-Paracetamol 3x1

17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes Melitus (DM)
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerjainsulin atau kedua-duanya.

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya

2.2. Klasifikasi
Diabetes melitus diklasifikasikan menurut etiologinya seperti yang tertera pada tabel 1.

18
Klasifikasi lainnya membagi diabetes melitus atas empat kelompok yaitu diabetes melitus
tipe-1, diabetes melitus tipe-2, diabetes melitus bentuk khusus, dan diabetes melitus gestasional.

American Diabetes Association (ADA) dalam standards of Medical Care in Diabetes


memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe yaitu:

1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya
destruksi sel pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin.

2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan
sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.

3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor
lain seperti kelainan genetik pada fungsi sel pankreas, kelainan genetik pada
aktivitas insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat
penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi
setelah transplantasi organ).

4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami
selama masa kehamilan.

2.3. Patogenesis
2.3.1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya, diperkirakan
kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Diabetes tipe ini disebabkan
kerusakan sel-sel pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun.
Pada pulau Langerhans kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel , sel dan
sel . Sel-sel memproduksi insulin, sel-sel memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel
memproduksi hormon somastatin. Namun demikian serangan autoimun secara selektif
menghancurkan sel-sel .
Destruksi otoimun dari sel-sel pulau Langerhans kelenjar pankreas langsung
mengakibatkan defesiensi sekresi insulin. Defesiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan

19
metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain defesiensi insulin, fungsi sel-sel kelenjar
pankreas pada penderita DM tipe 1 juga menjadi tidak normal.
Pada penderita DM tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel
pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, tapi hal ini
tidak terjadi pada penderita DM tipe 1, sekresi glukagon akan tetap tinggi walaupun dalam
keadaan hiperglikemia, hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari
keadaan ini adalah cepatnya penderita DM tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak
mendapatkan terapi insulin.

2.3.2. Diabetes Melitus Tipe 2


Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal
sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Belakangan diketahui bahwa kegagalan
sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot,
liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal
(defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi
glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya
gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2.
Delapan organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (ominous octet) penting
dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep tentang:
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis, bukan hanya untuk
menurunkan HbA1c saja
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada gangguan
multipel dari patofisiologi DM tipe 2.
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat progresivitas
kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan toleransi glukosa.

DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta pankreas
saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang
berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet.

20
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious octet) berikut :
1. Kegagalan sel beta pancreas:
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat anti
diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP
inhibitor.

2. Liver:
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu gluconeogenesis
sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver (HGP=hepatic glucose
production)meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan
proses gluconeogenesis.

3. Otot:
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di intramioselular,
akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot,
penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini
adalah metformin, dan tiazolidindion.

4. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma.
Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di

21
liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA
ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.

5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau diberikan
secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1
(glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau
disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi
GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh
keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja
menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga
mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang
memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat
meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja enzim
alfa-glukosidase adalah akarbosa.

6. Sel Alpha Pancreas:


Sel- pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan sudah
diketahui sejak 1970. Sel- berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa
kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan
basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat
sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-4 inhibitor
dan amylin.

7. Ginjal:
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe-2. Ginjal
memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini
akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co- Transporter) pada bagian
convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada
tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita
DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan

22
menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan
lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah
satu contoh obatnya.
8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik yang
DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi
dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya
resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis,
amylin dan bromokriptin.

2.4. Diagnosis

Diagnosis diabetes melitus harus berdasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam
menentukan diagnosis diabetes melitus harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan
cara pemeriksaan yang dipakai.

Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis diabetes melitus,
pemeriksaan glukosa darah sebaiknya dilakukan di laboratorium klinik yang
terpercaya.Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah
utuh, vena maupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda
sesuai pembakuan WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah
kapiler.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini :

1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat


badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

23
Tabel 2. Kriteria diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L) Glukosa plasma
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan
terakhir
Atau

2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L) Puasa diartikan
pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang dilakukan
dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus
yang dilarutkan ke dalam air.
Atau
4.Pemeriksaan HbA1c 6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi
oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan ke
dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa
darah puasa terganggu (GDPT).
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa
antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl;
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam setelah
TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl
Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c yang
menunjukkan angka 5,7-6,4%.

Tabel 3. Kadar glukosa darah dan sewaktu sebagai diagnosis DM


Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa Plasma vena < 100 100 - 199 200
darah sewaktu
Darah kapiler <90 90 - 199 200
(mg/dl)
Kadar glukosa Plasama Vena <100 100 - 125 126
darah puasa
Darah kapiler <90 90 - 99 100
(mg/dl)

24
Tabel 4. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis DM
HbA1c (%) Glukosa dalam darah Glukosa plasma 2 jam
puasa (mg/dl) setelah TTGO (mg/dl)
Diabetes 65 126 mg/dl 200 mg/dl
Prediabetes 5,7 6,4 100 125 140 199
Noarmal < 5,7 < 100 < 140

Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan
diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa tergagnggu.
Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.

Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik diabetes melitus dan toleransi glukosa terganggu.

2.6. Komplikasi

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi akut dan
kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

2.6.1. Komplikasi akut


a. Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai normal (< 50 mg/dl).
Gejala umum hipoglikemia adalah apar, gemetar, mengeluarkan keringat, berdebar-
debar, pusing, pandangan menjadi gelap, gelisah serta bisa koma. Apabila tidak segera

25
ditolong akan terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Kadar gula darah yang
terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak
berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.
b. Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-tiba.
Gejala hiperglikemia adalah poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah, dan
pandangan kabur. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi
keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik, Koma
Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis.
Ketoasidosis diabetik diartikan tubuh sangat kekurangan insulin dan sifatnya mendadak.
Akibatnya metabolisme tubuh pun berubah. Kebutuhan tubuh terpenuhi setelah sel lemak
pecah dan membentuk senyawa keton, keton akan terbawa dalam urin dandapat dicium
baunya saat bernafas. Akibat akhir adalah darah menjadi asam, jaringan tubuh rusak, tak
sadarkan diri dan mengalami koma. Komplikasi KHNK adalah terjadi dehidrasi berat,
hipertensi, dan syok. Komplikasi ini diartikan suatu keadaan tubuh tanpa penimbunan
lemak, sehingga penderita tidak menunjukkan pernafasan yang cepat dan dalam,
sedangkan kemolakto asidosis diartikan sebagai suatu keadaan tubuh dengan asam laktat
tidak berubah menjadi karbohidrat. Akibatnya kadar asam laktat dalam darah meningkat
(hiperlaktatemia) dan akhirnya menimbulkan koma.

2.6.2. Komplikasi kronis


a. Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang pada
penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami
penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke. Pencegahan
komplikasi makrovaskuler sangat penting dilakukan, maka penderita harus dengan sadar
mengatur gaya hidup termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet gizi seimbang,
olahraga teratur, tidak merokok, dan mengurangi stress.
b. Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita
DM tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi
(termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah semakin lemah dan
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil, seperti nefropati, diabetik
retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi

26
2.7. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang


diabetes, yang meliputi:
a. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup,
danmengurangi risiko komplikasi akut
b. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila perlu dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral dan/atau suntikan.
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari
upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM
secara holistik.
2. Nutrisi Medis (TNM)
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal
makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari seminggu
selama sekitar 30-45 menit , dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan
tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung
maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung
maksimal dihitung dengan cara = 220-usia pasien.
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasman
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

27
a. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:
1. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue): Sulfonilurea dan Glinid
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi insulin oleh sel beta
pankreas.
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial.
2. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin: Metformin dan Tiazolidindion (TZD)
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa perifer. Metformin
merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2.
Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated

Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti termasuk di sel otot, lemak, dan

hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC IIIIV)
karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal
hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang
masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
3. Penghambat Absorpsi Glukosa: Penghambat Glukosidase Alfa.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Penghambat

glukosidase alfa tidak digunakan bila GFR 30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati

yang berat, irritable bowel syndrome.


4. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga
GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk

28
aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi
glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent).
5. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang
menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat
transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain:
Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.

Tabel 5. Profil obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia

Golongan Obat Cara Kerja Utama Efek Samping Penurunan


Utama HbA1c
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi BB naik 1.02 2.0%
insulin Hipoglikemi
Glinid Meningkatkan sekresi BB naik 0.5% - 1.5%
insulin Hipoglikemi
Metformin Menekan produksi Dispepsia, diare 1.0 2.0%
glukosa hati &
menambah sensitifitas
terhadap insulin
Penghambat Alfa- Menghambat absorpsi Flatulen. Tinja 0.5% - 0.8%
Glukosidase glukosa lembek
Tiazolidindion Menambah sensitifitas Edema 0.5% - 1.4%
terhadap insulin
Penghambat DPV Meningkatkan sekresi Muntah 0.5% - 0.8%
IV insulin. Menghambat
sekresi glukosa
Penghambat SGLT-2 Menghambat ISK 0.5 0.9%
reabsorpsi glukosa di
tubuli distal ginjal

29
b. Obat Antihiperglikemi Suntik
Insulin

30
Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang pengelepasan
insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang
biasanya terjadi pada pengobatan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan
mungkin menurunkan berat badan. Efek samping yang timbul pada pemberian obat
ini antara lain rasa sebah dan muntah.

c. Terapi Kombinasi
Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara terpisah ataupun fixed
dose combination dalam bentuk tablet tunggal, harus menggunakan dua macam obat
dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu dapat terjadi sasaran kadar
glukosa darah yang belum tercapai, sehingga perlu diberikan kombinasi tiga obat
antihiperglikemia oral dari kelompok yang berbeda atau kombinasi obat
antihiperglikemia oral dengan insulin.
Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk
dipakai, terapi dengan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dapat menjadi pilihan.
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan adalah
kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja menengah atau
insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Pendekatan
terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan
dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai
kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka
perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian obat
antihiperglikemia oral dihentikan.

31
BAB III

ANALISIS KASUS

Pasien didiagnosa dengan Diabetes melitus tipe 2 berdasarkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan yang dijumpai. Dari segi jenis kelamin dan usia, pasien adalah seorang laki-laki
berusia 57 tahun. Onset dari diabetes melitus tipe 2 terjadi setelah usia 30 tahun, sering
diantaranya usia 50 dan 60 tahun, dan penyakit ini berkembang secara bertahap. Dalam beberapa
tahun terakhir telah terjadi peningkatan yang stabil dalam jumlah yang lebih muda, beberapa
diantaranya berumur kurang dari 20 tahun dengan diabetes melitus tipe 2.

Dari anamnesa didapati juga mengeluhkan badan terasa lemas, kepala terasa pusing dan
apabila berjalan seperti melayang. Pasien mengaku sering kencing di malam hari kurang lebih
sebanyak 5x, banyak minum, dan pasien mengaku berat badan terasa berkurang. Hal ini sesuai
dengan gejala klasik pada diabetes melitus. Ditambah dengan keluhan lain yaitu badan pasien
yang sering terasa lemas. Pasien mengaku memilki riwayat diabetes melitus di keluarga yaitu ibu
pasien menderita diabetes melitus. Hal tersebut merupakan faktor yang dapat mempertinggi
risiko pasien untuk terkena diabetes. Pasien juga memiliki gaya hidup yang tidak sehat, pasien
setiap hari mengkonsumsi kurang lebih 4 gelas teh manis setiap harinya. Pasien juga kurang
aktivitas dilihat dari kondisi pasien yang tidak bekerja dan hanya diam dirumah. Faktor risiko
DM antara lain: Faktor keturunan, obesitas, gaya hidup yang salah, faktor usia, rokok dan
alkohol, stres dan kurangnya aktivitas fisik

Pasien juga mengeluhkan nyeri pada punggung kiri pasien. Punggung kiri pasien terdapat
luka yang bernanah. Hal ini dirasakan pasien 1 minggu SMRS dan pasien tidak mengetahui
penyebabnya apa. Abses pada punggung biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Serta
pada mulut pasien tampak mukosa terdapat bercak-bercak putih. Kandidiasis merupakan infeksi
jamur yang disebabkan oleh Candida albicans. Menurut Djuanda, kadar gula kulit merupakan
55% kadar gula darah pada orang biasa. Pada penderita DM, rasio meningkat sampai 69-71%
dari glukosa darah yang sudah meninggi. Gula kulit berkonsentrasi tinggi di daerah interginosa
dan interdigitalis yang mempermudah terjadinya infeksi bakterial, jamur. Pada hiperglikemi
menyebabkan terjadinya gangguan mekanisme sistem imunoregulasi. Hal ini menyebabkan

32
menurunnya daya kemotaksis, fagositosis dan kemampuan bakterisidal leukosit sehingga kulit
lebih rentan terkena infeksi. Jamur pada keadaan normal terdapat pada tubuh manusia, namun
pada keadaan tertentu, misalnya pada penderita DM pertumbuhannya menjadi berlebihan
sehingga menyebabkan infeksi.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan leukosit yang signifikan yaitu


23.37/UL. Hal ini menunjukkan adanya proses infeksi pada pasien ini berhubungan dengan abses
dipunggungnya.

Pada pemeriksaan juga didapati glucose 402 mg/dl. Berdasarkan penegakkan diagnosa
menurut PERKENI, apabila ditemukan adanya gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu
200 mg/dL, dapat disimpulkan bahwa pasien memenuhi kriteria penegakan diagnosa DM.

Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan Nacl 0,9%/ 8 jam, diberikan juga Inj.
Cefoperazone sulbactam 2x1gr atas indikasi adanya abses di punggung serta adanya peningkatan
leukosit. Cefoperzone sulbactam adalah golongan sefalosporin generasi ketiga, yang merupakan
kombinasi dari cefoperazone sodium dan sulbatamsodium dan merupakan antibiotik dengan
spektrum luas. Dan digunakan untuk bakteri gram positif (Staphylococcus aureus). Drip
metronidazole 3x500 mg digunakan untuk bakteri anareob. Nacl 0.9% 50cc + actrapid diberikan
karna GDS pasien 402 mg/dl. Apabila gds < 125 : tidak diberikan, gds 125 200 diberikan 1 UI,
gds 200 300 diberikan 2 UI, gds 300 400 diberikan 3UI, gds > 400 diberikan 4 UI. Actrapid
merupakan insulin short- acting. Candystatin (nistatin) syr 3x1 merupakan antifungal yang
berasal dari Stretomise nourse. Fluconazole tab 1x1 merupakan jenis obat anti jamur. Sanmol
diberikan karena demam.
Pemantauan glukosa darah pada pasien rawat inap hendaknya selalu berpegang pada
prinsip kehati-hatian terhadap kejadian hipoglikemi. Insulin IV kontinyu cek gula darah dalam 3
jam pertama untuk evaluasi kemungkinan hipoglikemi. Selanjutnya glukosa darah dimonitor
sesuai agresivitas pemberian insulin.
Pasien ini dikonsulkan pada spesialis bedah dan dilakukan debridement abses. Dan pada
perawatan hari ke 7 pasien diperbolehkan rawat jalan.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, Pengurus


Besar Perkumpulan Endokrin Indonesia. 2015.
2. Ndraha Suzana. Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini, Departemen Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jakarta. Agustus. 2014
3. Konsensus Penggunaan Insulin pada Diabetes Melitus. Pengurus Besar Perkumpulan
Endokrin Indonesia.
4. Elina Fatimah, Penatalaksanaan DM Sesuai Konsensus Perkeni 2015. Bagian Penyakit
Dalam FK Yarsi
5. Suyono Slamet. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Diabetes Melitus di Indonesia Jilid III.
Jakarta: Interna Publishing. 2009.
6. Susanto Teguh. Diabetes Deteksi, Pencegahan, Pengobatan. Yogyakarta: Buku Pintar.
2013.

34

You might also like