Professional Documents
Culture Documents
A. PENGERTIAN KESADARAN
Kesadaran merupakan kemampuan individu mengadakan hubungan dengan
lingkungan serta dirinya sendiri (melalui panca inderanya) dan mengadakan
pembatasan (limitasi) terhadap lingkungan dan dirinya sendiri (melalui perhatian).
Bila kesadaran baik, maka akan terjadi orientasi (waktu, tempat dan orang),
pengertian yang baik serta pemakaian informasi yang masuk secara efektif (melalui
ingatan dan pertimbangan). (Maramis, 1994: 101).
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter paling mendasar dan paling
penting yang harus ditentukan dan dikaji untuk menentukan status kerusakan pada
sistem persyarafan khususnya pada kasus stroke. Tingkat keterjagaan klien dan
respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persyarafan (Hudak & Gallo, 1996: 160)
B. JENIS KESADARAN
a. Isi Kesadaran
a) Kognitif
b) Afektif
b. Derajat/tingkat kesadaran (Aurosal) (Juwono, 1993: 1)
C. BENTUK KESADARAN
a. Kesadaran Menurun
Kesadaran menurun adalah keadaan dengan kemampuan persepsi, perhatian
dan pemikiran yang berkurang secara keseluruhan (secara kuantitatif), kemudian
muncullah amnesia sebagian atau total.
Beberapa tingkat dalam menurunnya kesadaran yaitu:
a) Apati
Mulai mengantuk, acuh-tak acuh terhadap stimulus, untuk menarik perhatiannya
diperlukan stimulus yang sedikit lebih keras
b) Somnolen
Sudah mengantuk, untuk menarik perhatiannya dibutuhkan stimulus yang lebih keras
c) Sopor
Ingatan, orientasi dan pertimbangan sudah hilang. Hanya berespon dengan
rangsangan yang keras
d) Subkoma dan koma
Tidak ada respon terhadap stimulus yang kuat/keras, pupil melebar, reflek muntah
hilang. (Maramis, 1996: 101)
b. Kesadaran Meninggi
Kesadaran meninggi adalah keadaan dengan respon yang meninggi terhadap
stimulus, biasanya disebabkan pengaruh berbagai zat yang menstimulus otak
(psikosimultan) atau oleh faktor psikologi. (Maramis, 1996: 102)
Selain kesadaran menurun, terdapat beberapa sistem yang digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam keawasan dan keterjagaan, istilah-istilah
tersebut antara lain: (Hudak & Gallo, 1996: 160)
a) Terjaga: normal
b) Sadar
Dapat tidur lebih dari biasanya atau sedikit bingung saat pertama kali terjaga, tetapi
berorientasi sempurna ketika bangun.
Dapat berorientasi dan berkomunikasi
c) Letargi/somnolen
Mengantuk tetapi dapat mengikuti perintah sederhana ketika dirangsang
d) Stupor
Sangat sulit dibangunkan, tidak konsisten dapat mengikuti perintah sederhana atau
berbicara satu kata atau frase pendek. Menjawab secara refleks terhadap rangsangan
nyeri. Pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Non verbal dengan
menganggukkan kepala.
e) Semikomatosa
Gerak bertujuan ketika dirangsang; tidak mengikuti perintah atau berbicara koheren
f) Koma
Dapat berespon dengan postur secara refleks ketiak distimulasi atau dpat tidak
berespon pada setiap stimulus.
Berdasarkan kwalitas kesadaran, yaitu pengkajian mutu mental seseorang
terhadap dunia luar: (Catatan Ruang Tropik Wanita, 1998)
a) Composmentis
Bereaksi secara adekuat
b) Abstensia/kesadaran tumpul/drowsky
Tidak tidur dan tidak megitu waspada, perhatian terhadap sekeliling berkurang,
cenderung mengantuk
c) Bingung/confused
Disorientasi waktu, tempat dan orang
d) Delirium
Mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan
pikirannya
e) Apatis
Tidak tidur, tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa
D. GANGGUAN KESADARAN
a. Gangguan Isi Kesadaran
a) Gangguan Kognitif
Afasia
Gangguan persepsi
Gangguan berfikir
Gangguan daya ingat
b) Gangguan Afektif
Apatis
Agitasi
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,
pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
a) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif,
tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
(Marilynn E. Doenges et al, 1998)
(a) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis.
(b) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
(c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak
terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang
dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
(d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
(e) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)
(f) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.(Harsono, 1996)
(g) Pola-pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi
oral.
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan
sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan
menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif
(ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik
(hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat
kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola
kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda emosi
yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian
mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)
Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII
dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa pengecapan dan
penciuman, paralisis atau parese wajah.
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah
satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon
melemah secara kontralateral, apraksia
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang sensorik
kontralteral.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa
hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran, gangguan
fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah, afasia, kekakuan
nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes, 2000: 291)
2) Pemeriksaan penunjang
a)Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993), edema, hematoma, iskemia
dan infark (Doengoes, 2000: 292)
(2) MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges,
2000: 292)
(3) Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998) atau membantu menenukan penyebab
stroke yang lebih spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi
atau ruptur (Doengoes, 2000: 292)
(4) Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita
stroke. (Jusuf Misbach, 1999), menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes, 2000: 292)
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998).
Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA. Sedangkan tekanan yang
meningkat dan cairan yang mengandungdarah menunjukkan adanya perdarahan
subarachnoid atau intrakranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis
sehubungan dengan proses inflamasi (Doengoes, 2000: 292)
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
(Jusuf Misbach, 1999)
(4) Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
(Linardi Widjaja, 1993)
b. Prioritas Keperawatan
1. Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat
2. Mencegah/meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang bersifat
permanen
3. Membantu pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam melakukan aktivitas
sehari-hari
4. Memberikan dukungan terhadap proses koping dan mengintegrasikan perubaahan
dalam konsep diri pasien
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosisnya dan kebutuhan
tindakan/rehabilitasi
c. Tujuan Pemulangan
1. Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis dapat
diminimalkan/dapat didtabilkan
2. Komplikasi dapat dicegah dan diminimalkan
3. Kebutuhan pasien sehari-hari dapat dipenuhi oleh pasien sendiri atau dengan
bantuan yang minimal dari orang lain
4. Mampu melakukan koping dengan cara yang positif, perencanaan untuk masa
depan
5. Proses dan prognosis penyakit dan pengobatannya dapat dipahami
d. Diagnosa keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan perdarahan
intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi (Marilynn E. Doenges, 2000: 293)
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia,
hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995, doengoes, 2000: 295)
3) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada
saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E. Doenges, 2000)
4) Gangguan/kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah otak, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial, kelemahan umum
(Donna D. Ignativicius, 1995, Doengoes, 2000: 298)
5) Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan
yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan ( Barbara Engram, 1998)
7) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori,
transmisi, integrasi, stres psikologis (Doengoes, 2000: 300)
8) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi, kerusakan neuromuskuler, kehilangan kontrol/koordinasi
otot, penurunan kekuatan/ketahanan, kerusakan perseptual, nyeri, depresi (Donna D.
Ignativicius, 1995, Doengoes, 2000: 301)
9) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara
Engram, 1998)
10) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan
refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
11) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan
sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi (Donna D.
Ignatavicius, 1995)
12) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, persepsi
kognitif (Doengoes, 2000: 303)
e. Perencanaan
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah:
Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan perdarahan
intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi dibuktikan oleh perubahan tingkat
kesadaran, kehilangan memori, perubahan respon motorik/sensori, gelisah, defisit
sensori, bahasa, intelektual dan emosi, perubahan VS
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
Klien tidak gelisah, mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi
kognitif dan motorik/sensori
Tidak ada tanda TIK meningkat
Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit
Tanda-tanda vital stabil (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan
16-20 kali permenit)
Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi
jaringan otak dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua
jam
d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk
penetapan tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki
sirkulasi serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial
terjadi perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat
total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan
dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel
Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien
dapat menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan
melalui selang
Rasional
a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan meningkatkan masukan
e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi
g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya
tersedak
h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu
makan
i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika
klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI
/RSCM, UCB Pharma Indonesia, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan,Diknakes, Jakarta.
Doenges, M.E., Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi
3, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC,
Jakarta.
Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudak C.M., Gallo B.M., 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume
II, EGC, Jakarta.
Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process
Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical Nursing, A
Nursing Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Juwono, T., 1993, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.
Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4,
Buku II, EGC, Jakarta.
Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.
Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit
Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.