You are on page 1of 58

EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

DEMAM BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS KARANG ANYAR


TAHUN 2014

(Laporan Evaluasi Program)

Oleh :

Amanda Samurti Pertiwi, S.Ked (1018011038)

Pembimbing :

dr. TA Larasati, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR
DEMAM BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS KARANG ANYAR
TAHUN 2014

Oleh:

Amanda Samurti Pertiwi, S.Ked (1018011038)

Makalah Ini Disusun sebagai Tugas dalam Mengikuti Kepaniteraan di Bagian


Kedokteran Komunitas Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
LEMBAR PERSETUJUAN
MAKALAH EVALUASI PROGRAM

JUDUL MAKALAH : EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN


PENYAKIT MENULAR DBD DI PUSKESMAS
KARANG ANYAR TAHUN 2014

Disusun Oleh : Amanda Samurti Pertiwi, S.Ked (1018011038)

Bandar Lampung, Juli 2015

Mengetahui dan Menyetujui


Dosen Pembimbing,

dr. TA Larasati, M.Kes


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

1. Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang biasa disebut Dengue

Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan dunia terutama negara

berkembang. Penyakit ini masih merupakan endemik di lebih 100 negara

dan setengah dari populasi dunia terancam olehnya (Wayan dan Gumanti,

2007). Serangan penyakit DBD berimplikasi luas terhadap kerugian material

dan moral berupa biaya rumah sakit dan pengobatan pasien, kehilangan

produktivitas kerja bagi penderita, dan yang paling fatal adalah kehilangan

nyawa.

Di Indonesia, masalah penyakit tersebut muncul sejak tahun 1968 di

Surabaya. Belakangan ini, masalah DBD telah menjadi masalah klasik

yang kejadiannya hampir dipastikan muncul setiap tahun terutama pada

awal musim penghujan (Departemen Kesehartan RI, 2012). Indonesia

pernah mengalami kasus terbesar (53%) DBD pada tahun 2005 di Asia

Tenggara yaitu 95.270 kasus dan kematian 1.298 orang (CFR=1,36%)

(World Health Organization, 2006). Menurut data Departemen Kesehatan


RI tahun 2012, saat ini Indonesia menempati posisi kedua di dunia setelah

Brasil dan posisi pertama di ASEAN dengan angka insiden DBD tertinggi.

Tahun 2012, data Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa jumlah

kasus DBD mencapai 70.000 kasus dengan angka kematian 70 orang

(CFR=1%). Adapun 11 propinsi di Indonesia yang pernah dilanda kejadian

luar biasa (KLB) DBD adalah Jawa barat, Sumatera Selatan, Lampung,

Daerah Khusus Ibu kota Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi

Selatan, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Yogyakarta (Nita,

2010).

Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung

merupakan daerah endemis DBD. Penderita DBD di Bandar Lampung tahun

2012 mencapai 1.367 orang sedangkan yang meninggal dunia sebanyak 12

orang. Jumlah itu tertinggi dibanding dengan kabupaten/kota lain. Bandar

Lampung selalu berada di puncak dalam hal jumlah penderita DBD setiap

tahunnya pada provinsi Lampung walau terjadi penurunan dari tahun 2011

yang hampir mencapai 1.500 kasus. Dari 98 kelurahan di seluruh kecamatan

kota Bandar Lampung terdapat 85 kelurahan mengalami endemis, 12

kelurahan sporadis, dan 1 kelurahan potensial DBD pada tahun 2012 (Dinas

Kesehatan Provinsi Lampung, 2012).

Salah satu wilayah di Lampung Selatan yang masih tinggi angka kejadian

DBD adalah wilayah kerja Puskesmas Karang Anyar. Kasus penyakit DBD

yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Karang Anyar selama 3 tahun


berturut-turut selalu mengalami fluktuasi. Pada tahun 2011 jumlah kasus

DBD di wilayah Puskesmas Karang Anyar 15 kasus yang terjadi di desa

Way Huwi 9 kasus, Jatimulyo 2 kasus dan Rejomulyo 4 kasus. IR kasus

DBD tahun 2011 adalah 20,7/100.000 penduduk, di bawah IR Nasional

yaitu 30/100.000 penduduk, sedang kasus DBD selama tahun 2012 kasus

DBD sebanyak 53 kasus, kasus tebanyak terjadi di desa Karang Anyar, pada

tahun 2013 terdapat 24 kasus DBD, dengan kasus terbayak di desa Karang

Anyar 9 kasus. Insiden rate yang terjadi tahun (Januari s/d. September 2013

yaitu Desa Fajar Baru (sebesar 6,49/100.000 penduduk), Marga Agung

(7,79/100.000), dan Karang Anyar (11,69/100.000) 3 desa tersebut

merupakan endemis DBD, dan desa tersebut mobilitas dan kepadatan

penduduk di daerah memang tinggi karena lokasinya dekat dengan

Kotamadya, yang memang rata-rata daera endemis DBD. Pada tahun 2014

terdapat 25 kasus DBD, dengan kasus terbanyak di desa Karang Anyar

sebanyak 10 kasus, di ikuti Jatimulyo 6 kasus, Permata Asri 3 kasus,

Rejomulyo dan Karang Sari 2 kasus, serta Sidoharjo dan Way Hui 1 kasus.

Naik turunnya kasus DBD salah satunya dipengaruhi oleh partisipasi

masyarakat yang belum optimal dalam Pemberantasan Penyakit DBD.

2. Perumusan Masalah

a. Berdasarkan data pelaporan penanggulangan penilaian kinerja di

Puskesmas Karang Anyar, terdapat kesenjangan antara target dengan hasil

pencapaian program Penenggulangan Penyakit Menular, sub program


Pemberantasan Penyakit DBD di area kerja Puskesmas Karang Anyar

tahun 2014.

b. Bagaimana pelaksanaan program Pemberantasan Penyakit Menular sub

program Pemberantasan Penyakit DBD di Puskesmas Karang Anyar?

B. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

a. Tujuan umum

Mengevaluasi pelaksanaan program Pemberantasan Penyakit Menular

sub program Pemberantasan Penyakit DBD di Puskesmas Karang

Anyar.

b. Tujuan khusus

1) Mengetahui kemungkinan penyebab masalah dari Program

Pemberantasan Penyakit Menular Sub Program Pemberantasan

Penyakit DBD di Puskesmas Karang Anyar.

2) Mampu merumuskan alternatif pemecahan masalah dari Program

Pemberantasan Penyakit Menular Sub Program Pemberantasan

Penyakit DBD di Puskesmas Karang Anyar.


2. Manfaat Penulisan

a. Bagi penulis dapat mengaplikasikan ilmu kedokteran komunitas

mengenai evaluasi pelaksanaan Program Program Pemberantasan

Penyakit Menular Sub Program Pemberantasan Penyakit DBD

b. Bagi masyarakat dapat memahami cara pemberantasan penyakit DB

c. Bagi Puskesmas Karang Anyar dapat diketahui permasalan yang ada

pada pelaksanaan program Pemberantasan Penyakit Menular, terutama

pemrantasan penyakit DBD yang berdapak pada masih rendahnya

Angka Bebas Jentik.

d. Bagi pengambil kebijakan dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten

Lampung Selatan dapat dijadikan bahan masukan dalam perbaikan

program Pemberantasan Penyakit Menular

e. Bagi peulis selanjutnya dapat menjadi acuan penulisan dalam

mengevaluasi pelaksanaan program yang dilakukan oleh puskesmas.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Berdarah Dengue

1. Epidemiologi

Di Indonesia, masalah penyakit tersebut muncul sejak tahun 1968 di Surabaya.

Belakangan ini, masalah DBD telah menjadi masalah klasik yang kejadiannya

hampir dipastikan muncul setiap tahun terutama pada awal musim penghujan

(Departemen Kesehartan RI, 2012). Indonesia pernah mengalami kasus

terbesar (53%) DBD pada tahun 2005 di Asia Tenggara yaitu 95.270 kasus dan

kematian 1.298 orang (CFR=1,36%) (World Health Organization, 2006).

Berdasarkan data terakhir yang diperoleh dari Departemen Kesehatan RI,

sepanjang tahun 2007 tercatat sebanyak lebih dari 156.697 orang terkena

demam dengue. Dari jumlah tersebut, lebih dari 1.296 orang meninggal dunia.

Kejadian tersebut meliputi 11 propinsi yang dilanda kejadian luar biasa (KLB)

DBD, yaitu: Jawa barat, Sumatera Selatan, Lampung, Daerah Khusus Ibu kota

Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah,

Jawa Timur, Banten, dan Yogyakarta (Nita, 2010).

Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, pada bulan Januari 2010

terdapat 365 kasus DBD dengan 6 orang meninggal dunia di provinsi

Lampung. Kota Bandar Lampung merupakan daerah endemis DBD. Dari 98


kelurahan di seluruh kecamatan kota Bandar Lampung terdapat 85 kelurahan

mengalami endemis, 12 kelurahan sporadis dan 1 kelurahan potensial DBD

pada tahun 2009. Dari 85 kelurahan endemis tersebut terjadi penurunan setiap

tahunnya akan tetapi terdapat satu kelurahan yang tetap tinggi kejadiannya

yaitu Kelurahan Rajabasa. Untuk daerah sporadis sendiri pernah terjadi 45

kasus di Kelurahan Pinang Jaya yang merupakan angka terbesar pada daerah

sporadis. Sedangkan satu satunya kelurahan potensial adalah Kelurahan

Kedaung. Pada tahun 2010, Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung mencatat

penderita demam berdarah dari 13 kecamatan di Bandar Lampung dari bulan

Januari hingga bulan Mei mencapai 364 kasus dan 8 orang meninggal dunia.

Kasus DBD terbesar terjadi di kecamatan Kedaton dan disusul kecamatan

Sukarame yang berturut-turut mencapai 66 kasus dan 50 kasus (Dinas

Kesehatan kota Bandar Lampung, 2010).

2. Etiologi dan Penularan DBD

a. Etiologi

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grupB

Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family

flaviviridae,yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN

4. Masing-masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit

pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di

Indonesia. DEN 3merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama

terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga
merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat

keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita

banyak yang meninggal.

b. Penularan

Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan

virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes

aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan

daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam

penularan. Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia

dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat

ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam

kelompok arthropod borne diseases. Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini

dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk.

Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue,yaitu

manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh

nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian

virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti

dan Aedes albopictus yang infeksius.

Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif )merupakan

sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2

hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit
nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam

lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembang biak dan menyebar ke

seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu

minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk

tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada

dalam tubuh nyamuksepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti

yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang

hidupnya.Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit

(menusuk),sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran

alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur

inilah virusdengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Hanya nyamuk Aedes

aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue.

Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah

binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00

dan sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap

darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain

(multiplebiter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi

sumbe rmakanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga

nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu

individu.Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi

lebih mudah terjadi.


c. Tempat Potensial Bagi Penularan DBD

Penularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk

penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah :

1. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis)

2. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang

yangdatang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya

pertukaranbeberapa tipe virus dengue cukup besar.

Tempat-tempat umum itu antara lain :

a) Sekolah

Anak murid sekolah berasal dari berbagai wilayah, merupakan

kelompokumur yang paling rentan untuk terserang penyakit DBD.

b) Rumah Sakit/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya :

Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya

adalahpenderita DBD, demam dengue atau carier virus dengue.

c) Tempat umum lainnya seperti :

Hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat-tempat ibadah dan lain-lain.

3. Pemukiman baru di pinggiran kota

Karena di lokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah,

makakemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang

membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi

awal.
3. Diagnosis

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun

1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium :

a) Kriteria Klinis

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus

menerus selama 2-7 hari.

b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet positif,

petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan

gusi,hematemesis dan malena.

Uji tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan

darah. Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan diastolik pada

alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan ini

diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama

5 menit,diperhatikan timbulnya petekia pada kulit di lengan bawah bagian

medial pada sepertiga bagian proksimal. Uji dinyatakan positif apabila

pada 1 inchi persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih dari 20 petekia.

c. Pembesaran hati (hepatomegali).

d. Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan

tekanannadi,hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan gelisah.

b) Kriteria Laboratorium

a. Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml)

b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau

lebih.
c) Derajat Penyakit DBD, menurut WHO tahun 1997

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat, yaitu :

a. Derajat I Demam disertai dengan gejala umum nonspesifik, satu-

satunya manifestasi perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniquet

yang positif.

b. Derajat II Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan

spontan juga terjadi, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan atau

perdarahan lainnya.

c. Derajat III Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai

hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi

nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau

hipotensi disertai kulit lembab dan dingin serta gelisah.

d. Derajat IV Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai

hepatomegali dan ditemukan gejala syok (renjatan) yang sangat berat

dengan tekanan darah dan denyut nadi yang tidakterdeteksi.

4. Pengobatan

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis.

Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat

kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah

bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapicairan, hal terpenting yang perlu

dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses

kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi

antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses
kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang

interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap

dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah

cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan

cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu

diwaspadai.

Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada

trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi

yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi

saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa

parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia.

Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari

karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas

(lambung/duodenum).Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama

penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5 protokol,mengacu pada protokol

WHO. Protokol ini terbagidalam 5 kategori, sebagai berikut:

1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok (gambar1).

2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa diruang rawat (gambar 2).

3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit>20% (gambar 3).

4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.

5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa (gambar 4).


Gambar 1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok

Gambar 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat


Gambar 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
Gambar 4. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
5. Pecegahan

Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan

primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.

a. Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan

orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi

sakit.

1) Survailans Vektor

Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk

menentukan distribusi, kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor

resiko berdasarkan waktu dan tempat yang berkaitan dengan

penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau kekebalan insektisida

yang dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim untuk

pelaksanaan pengendalian vektor.

Data tersebut akan memudahkan pemilihan dan penggunaan sebagian

besar peralatan pengendalian vektor, dan dapat dipakai untuk

memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah

survei jentik.Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau

memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat

berkembang biakan nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang

untuk mengetahui ada tidaknya jentik, yaitu dengan cara visual. Cara

ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempat

genangan air tanpa mengambil jentiknya.


Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes

aegyptiadalah :

a. House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit

larva dan atau pupa.

HI = Jumlah Rumah Yang Terdapat Jentik x 100%

Jumlah Rumah yang Diperiksa

b. Container Indeks (CI), yaitu persentase container yang

terjangkit larva atau pupa.

CI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100%

Jumlah Container Yang Diperiksa

c. Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-

100 rumah yangdiperiksa.

BI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100 rumah

Jumlah Rumah Yang Diperiksa

Dari ukuran di atas dapat diketahui persentase Angka Bebas Jentik

(ABJ), yaitu jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah

rumah yang diperiksa.

ABJ = Jumlah Rumah Yang Tidak Ditemukan Jentik x 100%

Jumlah Rumah Yang Diperiksa

Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan bentuk evaluasi hasil

kegiatan yang dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap desa/kelurahan

endemispada 100 rumah/bangunan yang dipilih secara acak (random


sampling). Angka Bebas Jentik dan House Indeks lebih

menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk disuatu wilayah.

2) Pengendalian Vektor

Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan

populasi nyamuk Aedes aegypti. Secara garis besar ada 3 cara

pengendalian vektor yaitu :

a. Pengendalian Cara Kimiawi

Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang

ditujukan pada nyamuk dewasa atau larva.Insektisida yang

dapat digunakan adalah dari golongan organoklorin,

organofosfor, karbamat, dan pyrethoid.Bahan-bahan insektisida

dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray)

terhadap rumah-rumahpenduduk. Insektisida yang dapat

digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari golongan

organofosfor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang

larut dalam air di tempat perindukan nyamuk atau sering

disebut dengan abatisasi.

b. Pengendalian Hayati / Biologik

Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian

biologis dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik

dari golongan mikroorganisme hewan invertebrate atau

vertebrata.Sebagai pengendalian hayati dapat berperan sebagai


patogen, parasit dan pemangsa.Beberapa jenis ikan kepala

timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusiaaffinis) adalah

pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk.Beberapa jenis

golongan cacing nematoda seperti Romanomarmis iyengari dan

Romanomarmisculiforax merupakan parasit yang cocok untuk

larva nyamuk.

c. Pengendalian Lingkungan

Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara

lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu

memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi

di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di

kamar mandi, di kamar tidur, atau di tempat yang

tidakterjangkau sinar matahari.

3) Survailans Kasus

Surveilans kasus DBD dapat dilakukan dengan surveilans aktif

maupun pasif. Di beberapa negara pada umumnya dilakukan

surveilans pasif. Meskipun system surveilans pasif tidak sensitif

dan memiliki spesifisitas yang rendah, namun system ini berguna

untuk memantau kecenderungan penyabaran dengue jangka

panjang. Pada surveilans pasif setiap unit pelayanan kesehatan

(rumah sakit, Puskesmas,poliklinik, balai pengobatan, dokter

praktek swasta, dll) diwajibkan melaporkan setiap penderita


termasuk tersangka DBD ke dinas kesehatan selambat-lambatnya

dalam waktu 24 jam.

Surveilans aktif adalah yang bertujuan memantau penyebaran

dengue didalam masyarakat sehingga mampu mengatakan

kejadian, dimana berlangsung penyebaran kelompok serotipe virus

yang bersirkulasi, untuk mencapai tujuan tersebut sistem ini harus

mendapat dukungan laboratorium diagnostik yang baik. Surveilans

seperti ini pasti dapat memberikan peringatan dini atau memiliki

kemampuan prediktif terhadap penyebaran epidemi penyakit DBD.

4) Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk

Gerakan PSN adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh

masyarakat dan pemerintah untuk mencegah penyakit DBD yang

disertai pemantauan hasil-hasilnya secara terus menerus.Gerakan

PSN DBD merupakan bagian terpenting dari keseluruhan upaya

pemberantasan penyakit DBD, dan merupakan bagian dari upaya

mewujudkan kebersihan lingkungan serta prilaku sehat dalam

rangka mencapai masyarakat dan keluarga sejahtera.

Dalam membasmi jentik nyamuk penularan DBD dengan cara

yang dikenal dengan istilah 3M, yaitu :

o Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan

peliharaan minimal sekali dalam seminggu.


o Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga

tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa.

o Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang

semuanya dapat menampung air hujan sebagai tempat

berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti.

b. Pencegahan Sekunder

Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD dilaksanakan oleh

petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara :

1) Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD,

berikan pertolongan pertama dengan banyak minum, kompres dingin

dan berikan obatpenurun panas yang tidak mengandung asam salisilat

serta segera bawa ke dokter atau unit pelayanan kesehatan.

2) Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan pemeriksaan/diagnosa

dan pengobatan segaera melaporkan penemuan penderita atau tersangka

DBD tersebut kepada Puskesmas, kemudian pihak Puskesmas yang

menerima laporan segera melakukan penyelidikan epidemiologi dan

pengamatan penyakit dilokasi penderita dan rumah disekitarnya untuk

mencegah kemungkinan adanya penularan lebih lanjut.

3) Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan

kejadian luar biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas Kesehatan

Kota/Kabupaten, disertai dengan cara sepenuhnya.


c. Pencegahan Tersier

Pencegahan tingkat ketiga ini dimaksudkan untuk mencegah kematian

akibat penyakit DBD dan melakukan rehabilitasi. Upaya pencegahan ini

dapat dilakukan dengan :

1) Transfusi Darah

Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis

dan malena diindikasikan untuk mendapatkan transfusi darah

secepatnya.

2) Stratifikasi Daerah Rawan DBD

Adapun jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan stratifikasi

daerah rawan seperti :

a) Endemis

Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir

selalu ada kasus DBD. Kegiatan yang dilakukan adalah

fogging sebelum musim penularan.

b) Sporadis

Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir ada

kasus DBD.Kegiatan yang dilakukan adalah Pemeriksaan

Jentik Berkala (PJB), PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)

dan 3M, penyuluhan tetap dilakukan.

c) Potensial

Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir

tidak ada kasus DBD. Tetapi penduduknya padat, mempunyai

hubungan transportasi denganwilayah lain dan persentase


rumah yang ditemukan jentik > 5%. Kegiatan yang dilakukan

adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan.

d) Bebas

Yaitu Kecamatan, Kelurahan yang tidak pernah ada kasus

DBD. Ketinggian dari permukaan air laut > 1000 meter dan

persentase rumah yang ditemukan jentik 5%. Kegiatan yang

dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan.(SMP),

Abatisasi selektif, dan penyuluhan kesehatan kepada

masyarakat.

B. Puskesmas

1. Pengertian

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang

bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah

kerja.

2. Tujuan

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah

mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni

meningkatkan kesadaran,kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang

yang bertempat tingal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2015.


3. Fungsi

a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau

penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat

dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta

mendukung pembangunan kesehatan. Disamping itu puskesmas aktif

memantau dan melaporkandampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap

program di wilayah kerjanya.

b. Pusat pemberdayaan masyarakat

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,

keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran,

kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk

hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan

termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menerapkan,

menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program

kesehatan.pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat.

c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama

Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan

tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Pelayanan kesehatan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung

jawab puskesmas meliputi :

1) Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat

pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan


pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan

kesehatan dan pencegahan penyakit.

2) Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat

publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan

kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan

penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan

kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi

kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,

perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga

berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta program kesehatan

masyarakat lainnya.

4. Upaya Penyelenggaraan Kesehatan

Upaya kesehatan puskesmas dikelompokkan menjadi dua yakni :

a. Upaya kesehatan wajib

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan

berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta mempunyai

daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

b. Upaya kesehatan pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang

ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di

masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas.


C. Kerangka Teori

Gambar 5: Kerangka Teori Program Penanggulangan Penyakit Menular

INPUT

Sarana dan Pasarana


Sumber Daya Manusia
Pendanaan
Kebijakan Publik
Perencanaan Program

PROSES

Surveilans Vektor: Pengendalian Surveilans Kasus: Kegiatan


s jentik
Survei Vektor: Aktif Pemberantasan
- kimia: Sarang Nyamuk:
Pasif
- Biologis
3M (menguras,
- pengendalian
menutup, mengubur)
lingkungan

OUTPUT

Presentase peningkatan Angka Bebas Jentik 95 %


Presentase penurunkan Angka Kematian/CFR yang
disebabkan DBD 25%

Presentase penurunan Angka Kesakitan/IR 30/100.000


III. METODE EVALUASI

A. Kerangka Evaluasi

Gambar 6: Kerangka Evaluasi Program Penanggulangan Penyakit

Menular
INPUT

Sarana dan Pasarana


Sumber Daya Manusia
Pendanaan
Kebijakan Publik
Perencanaan Program

PROSES

Surveilans Pengendalian Surveilans Kegiatan


Vektor: Vektor: Kasus: Pemberantasan
Survei jentik - kimia: Sarang Nyamuk:
- Aktif
- Biologis
- Pasif 3M (menguras,
- pengendalian menutup,
lingkungan mengubur)

OUTPUT

Presentase peningkatan Angka Bebas Jentik


Presentase penurunan angka kematian/CRF yang
disebabkan oleh DBD
Presentase penurunan angka kesakitan/IR
B. Tolak Ukur Penilaian

Evaluasi dilakukan pada program pengobatan DBD di Puskesmas Karang

Anyar. Adapun sumber rujukan tolak ukur penilaian yang digunakan adalah

sebagai berikut :

1. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid 2, Departemen Kesehatan RI, Tahun

2004.

2. Pedoman Penatalaksanaan DBD di Puskesmas, Departemen Kesehatan RI,

Tahun 2004.

B. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan berupa:

1. Sumber data primer

Pengamatan di Puskesmas Karang Anyar.

2. Sumber data sekunder

Laporan bulanan dan tahunan Program Pengobatan di Puskesmas Karang

Anyar pada periode Januari - Desember 2013.

C. Cara Analisis

Evaluasi program pemberantasan penyakit DBD di Puskesmas Karang Anyar

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Menetapkan beberapa tolak ukur dari unsur keluaran

Langkah awal untuk dapat menentukan adanya masalah dari pencapaian

hasil output adalah dengan menetapkan beberapa tolak ukur atau standar
yang ingin dicapai. Nilai standar atau tolak ukur ini dapat diperoleh dari

Pedoman Kerja Puskesmas tahun 2004.

2. Menentukan satu tolak ukur yang akan digunakan

Dari beberapa tolak ukur yang ada, dipilih satu tolak ukur yang akan

digunakan.

3. Membandingkan pencapaian keluaran program dengan tolak ukur

keluaran.

Bila terdapat kesenjangan, ditetapkan sebagai masalah. Setelah diketahui

tolak ukur, selanjutnya adalah membandingkan hasil pencapaian keluaran

Puskesmas (output) dengan tolak ukur tersebut. Bila pencapaian keluaran

Puskesmas tidak sesuai dengan tolak ukur, maka ditetapkan sebagai

masalah.

4. Menetapkan prioritas masalah

Masalah-masalah pada komponen output tidak semuanya dapat diatasi

secara bersamaan mengingat keterbatasan kemampuan Puskesmas. Selain

itu adanya kemungkinan masalah-masalah tersebut berkaitan satu dengan

yang lainnya dan bila diselesaikan salah satu masalah yang dianggap

paling penting, maka masalah lainnya dapat teratasi pula. Oleh sebab itu,

ditetapkanlah prioritas masalah yang akan dicari solusi untuk

memecahkannya.

5. Membuat kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan

Untuk menentukan penyebab masalah yang telah diprioritaskan tersebut,

maka dibuatlah kerangka konsep masalah. Hal ini bertujuan untuk

menentukan faktor-faktor penyebab masalah yang telah diprioritaskan tadi


yang berasal dari komponen sistem yang lainnya, yaitu komponen input,

proses, lingkungan dan umpan balik. Dengan menggunakan kerangka

konsep diharapkan semua faktor penyebab masalah dapat diketahui dan

diidentifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal.

6. Identifikasi penyebab masalah

Berbagai penyebab masalah yang terdapat pada kerangka konsep

selanjutnya akan diidentifikasi. Identifikasi penyebab masalah dilakukan

dengan membandingkan antara tolak ukur atau standar komponen-

komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik dengan pencapaian

di lapangan. Bila terdapat kesenjangan, maka ditetapkan sebagai penyebab

masalah yang diprioritaskan tadi.

7. Membuat alternatif pemecahan masalah

Setelah diketahui semua penyebab masalah, dicari dan dibuat beberapa

alternatif pemecahan masalah. Alternatif-alternatif pemecahan masalah

tersebut dibuat untuk mengatasi penyebab-penyebab masalah yang telah

ditentukan. Alternatif pemecahan masalah ini dibuat dengan

memperhatikan kemampuan serta situasi dan kondisi Puskesmas.

8. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah

Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah dibuat, maka

akan dipilih satu cara pemecahan masalah (untuk masing-masing penyebab

masalah) yang dianggap paling baik dan memungkinkan.


IV. GAMBARAN WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KARANG ANYAR

A. GambaranUmum

Puskesmas merupakan Unit PelaksanaTugas (UPT) dari Dinas Kesehatan

yang berperan sebagai penyelengara dari tugas teknis operasional Dinas

Kesehatan dan merupakan ujung tombak pembangunan Kesehatan di daerah.

Puskesmas Karang Anyar merupakan salah satu unit pelaksana tugas kerja

Dinas Kesehatan Lampung Selatan yang memiliki wilayah kerja di

Kecamatan Jati Agung.

Puskesmas Karang Anyar memiliki tanggung jawab upaya kesehatan di

bidang promotif, perevntif, kuratif d an rehabilatif dengan wilayah kerja

terdiri dari 12 desa yang merupakan sebagian dari kecamatan Jati Agung (21

desa). Fungsi dari puskesmas karanganyar tersebut adalah sebagai pusat

pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan

keluarga menuju masayarakat yang mandiri dan sehat serta pusat pelayanan

strata I (pelayanan tingkat dasar).

1.Geografi

Wilayah kerja Puskesmas Karang Anyar terletak di Kecamatan Jati Agung

Kabupaten Lampung Selatan dengan luas wilayah 109.85 km 2, terdiri dari


12 desa dan 80 dusun binaan. Desa binaan yang ada di wilayah kerja

puskesmas Karang Anyar yaitu Way Huwi, Fajar Baru, Jati Mulyo, Karang

Anyar, Rejo Mulyo, Marga Agung, Marga Kaya, Sinar Rejeki, Sidoharjo,

Purwotani, Karang Sari dan KarangRejo. Dengan batas-batas wilayah

sebagai berikut:

Sebelah Utara : Sukadana, Lampung Timur

Sebelah Selatan : Kota Bandar Lampung

Sebelah Barat : Kecamatan Natar Lampung Selatan

Sebelah Timur : Desa Marga Lestari dan Gedung Harapan

Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan

Gambar 7. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Karang Anyar

Desa dengan persentase luas wilayah terluas adalah desa Sinar Rejeki
2
dengan luas wilayah 31.34 Km (sebesar 28.5% dari total luas wilayah

kerja puskesmas Karang Anyar) dan Desa dengan persentase luas wilayah

terkecil ada di desa Way Huwi dengan luas 4.83 Km2(sebesar 4.4% dari

total luas wilayah kerja puskesmas Karang Anyar). Sedangkan desa dengan
jumlah dusun terbanyak ada di desa Karang anyar yang memiliki 16 dusun

sedangkan desa dengan jumlah dusun terkecil adalah desa Marga Kaya dan

Sidoharjo yang memiliki jumlah dusun masing-masing 3 dusun.

5.74% 28.53%
4.70% 4.40%
5.83% 5.55%

6.51%
6.60%6.75% 9.24%
9.64%
Sinar Rejeki 6.52%
Jati Mulyo Karang Anyar Karang Rejo Karang Sari
Marga Kaya Rejo Mulyo Fajar Baru Purwotani Sidoharjo
Marga Agung Way Huwi

* Sumber : Laporan Data Statistika Kecamatan Jati Agung Tahun 2014


Gambar: 8. Persentase Luas Desa
di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Anyar Tahun 2014

2. Demografi

Badan Pusat Statistik Kecamatan mendata jumlah penduduk di wilayah

kerja Puskesmas Karang Anyar pada tahun 2013 sebanyak 76.979 jiwa,

dengan jumlah KK 21.787 sehingga rata-rata jiwa dalam rumah tangga

adalah 3-4. Dari jumlah penduduk yang ada terdiri dari 39.829 jiwa laki-

laki, dan 37.150 jiwa perempuan, bersifat heterogen sex ratio antara

penduduk laki-laki dan perempuan tahun 2013 adalah sebesar 107,5. Hal ini

menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk laki-laki lebih tinggi dari

pada laju pertumbuhan penduduk perempuan.

Dari 12 desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas Karang Anyar tercatat

pada data statistika di Kecamatan Karang Anyar desa yang paling banyak

penduduknya adalah desa Karang Anyar dengan jumlah penduduk sasaran

13.704 jiwa, sedangkan jumlah penduduk sasaran yang paling sedikit


adalah desa Purwotani yaitu 2.781 jiwa. Kepadatan Penduduk di wilayah

kerja Puskesmas Karang Anyar adalah rata-rata 700,6 jiwa/Km2.

Kepadatan penduduk tidak merata atau bervariasi antara 240,71 jiwa per

km2 sampai dengan 1586,84 jiwa per km2. Tercatat desa yang kepadatan

penduduknya paling tinggi adalah desa Way Huwi dan yang kepadatan

penduduknya paling rendah adalah desa Sinar Rejeki.

22.88%
6.77%
3.30% 2.06% Way Huwi
3.85% Karang Anyar

6.78% 4.32% Jati Mulyo


Fajar Baru
Rejo Mulyo
Marga Agung
Karang Sari

6.91% 14.66% Karang Rejo


7.89% Sidoharjo
Marga Kaya

6.93% 13.65% Purwotani


Sinar Rejeki

* Sumber : Laporan Data Statistika Kecamatran Jati Agung


Tahun 2013

Gambar: 9. Persentase Kepadatan Penduduk Tiap Desa


Diwilayah Kerja Puskesmas Karang Anyar Tahun 2014

Penduduk di wilayah Puskesmas Karang Anyar secara garis besar


digolongkan penduduk pendatang. Dari jumlah penduduk yang ada, jumlah
penduduk terbanyak ada dalam rentang usia 15-44 Tahun sebesar 45.233
Jiwa atau 58.76% dari total penduduk yang ada dan jumlah penduduk
terendah ada pada usia 60 tahun ke atas yaitu sebesar 2.125 Jiwa atau
sebesar 2.76% dari total penduduk yang ada. Sedangkan jumlah penduduk
pada usia 0-4 tahun sebesar 6.341 Jiwa atau sebesar 7.44%, usia 5-14 Tahun
sebesar 14.318 Jiwa atau sebesar 18.60% dan usia 45-64 tahun sebesar
9.576 Jiwa atau sebesar 12.44% dari total penduduk. Rasio beban
tanggungan diwilayah kerja puskesmas karang anyar adalah sebesar 0.4.
12.44%
2.76% 7.44% 18.60%

58.76%

Usia 0-4 thn Usia 5-14 thn Usia 15-44 thn


Usia 45-64 thn Usia 65 thn keatas

* Sumber : Laporan Data Statistika Kecamatran Jati Agung Tahun 2014

Gambar: 10. Persentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Di


Wilayah Kerja Puskesmas Karang Anyar

3. Topografi

Adapun wilayah kerja Puskesmas Karang Anyar adalah merupakan daerah


dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 400 m diatas permukaan laut,
dengan keadaan tanah sebagian besar berpasir yang dijadikan daerah
perladangan untuk menanam palawija dan persawahan yang tergantung
curah hujan. Pada umumnya seluruh wilayah kerja Puskesmas Karang
Anyar dapat dijangkau oleh kendaraan roda 2 dan 4. Puskesmas Karang
Anyar terletak di desa Karang Anyar, Jarak antara desa dengan Puskesmas
yang terdekat adalah 1 km dan yang terjauh (desa Purwotani dan Karang
Rejo + 25-30 km). Jalan menuju ke Ibukota Propinsi dan Ibukota
Kabupaten seluruhnya berupa jalan aspal, kecuali sebagian desa-desa yang
berada cukup jauh dari Puskesmas, masih berupa jalan batu dan tanah.
Jarak antara Puskesmas Karang Anyar ke Ibukota Kabupaten + 70 Km
sedangkan ke Ibukota Propinsi + 10 Km.
B. Sumber Daya Tenaga dan Sarana

1. Keadaan Fasilitas Kesehatan

Tabel 1. Fasilitas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Karang Anyar


tahun 2014

No Nama Sarana Jumlah


1. Puskesmas Induk Karang Anyar 1
2. Puskesmas Pembantu Srengsem 1
3. Posyandu Lansia/Poskeskel/UKK 4/4/1
4. Posyandu 30
5. Dokter Praktek Swasta Umum 7
6. Dokter Gigi Praktek Swasta 2
7. Bidan Praktek Swasta 5
8. BP Swasta 5
9. Toko Obat/ Apotik 2/1
10. Laboratorium Kesehatan Swasta 1
Sumber : SP2TP Puskesmas Karang Anyar, 2014

2. Keadaan Sumber Daya Tenaga Kesehatan

Upaya kesehatan dapat berdaya guna dan berhasil guna apabila didukung

oleh sumber daya manusia yang mencukupi. Berikut ini adalah keadaan

tenagakesehatan di Puskesmas Karang Anyar.

Tabel 2. Data tenaga kesehatan di Puskesmas Karang Anyar tahun 2014

Pkm Karang Pustu Keteranga


No Jenis Tenaga
Anyar Srengsem n
PNS TKS
1. Dokter Umum 3 1 Ka Pkm
2. Dokter Gigi 2
3. Dokter Spesialis 1
4. Sarjana Perawat 4
5. Perawat D3 4 4 1 Ka TU
6. Perawat Gigi 2
7. Perawat SPK 3 1
8. Perawat D1 2
9. Bidan D3 1 2
10. Bidan D4 1
11. Bidan D1 1
12. D3 Komputer 1
13. D3 Gizi 1
14. Sanitarian 1 Promkes
15. Analis 1 1

(SMAK/D3)
16. Apoteker 1
17. Pekarya 2
18. Sarjana Umum 1 1 1
19. SMA 1
20. SMP 1 1
Jumlah 28 15 3
Sumber : SP2TP Puskesmas Karang Anyar 2014

3. Keadaan UKBM

a. Posyandu Aktif : 30 Posyandu

b. Pondok Sayang Ibu : 1 (di kelurahan Panjang Selatan)

c. Posyandu Lansia : 4 Posyandu (di setiap Kelurahan)

d. Poskeskel : 4 Poskeskel (di setiap Kelurahan)

Untuk saat ini kegiatan UKBM Pondok Sayang Ibu yang kurang aktif.

4. Keadaan Peralatan Kesehatan

Hampir semua peralatan kesehatan yang dibutuhkan untuk pelayanan

kesehatan standar puskesmas rawat inap sudah terpenuhi baik

puskesmas induk maupun pustu.

5. Analisa Pemenuhan Kebutuhan Obat


Permintaan pengadaan obat Puskesmas Karang Anyar ke Dinas

Kesehatan Kota Bandar Lampung melalui Unit Instalasi Gudang

Farmasi dilakukan melalui berdasarkan kasus penyakit yang ada dan

jumlah kunjungan pasien ditambah10% sebagai buffer atau cadangan.

Cadangan obat ini akan dipakai jika terjadi peningkatan kunjungan

pasien atau jika terjadi KLB di wilayah kerja Puskesmas Karang

Anyar. Selama ini tidak terdapat kendala dalam pemenuhan kebutuhan

obat di Puskesmas Karang Anyar.

C. Upaya Kesehatan Pengembangan di Puskesmas Karang Anyar

Selain Program Basic Six, Puskesmas Karang Anyar memiliki beberapa

program upaya kesehatan pengembangan, yaitu :

a. Upaya kesehatan sekolah (UKS)

Kegiatan UKS di Puskesmas Karang Anyar, adalah :

1) Mendata jumlah murid sekolah.


2) Memberikan pendidikan kesehatan melalui kegiatan

intra/ekstrakurikuler (dokter kecil/remaja).


3) Melaksanakan penyuluhan kesehatan pribadi, kesehatan gigi,

kesehatan lingkungan, P2M, Imunisasi, P3K, dan lain-lain.


4) Membuat rencana kerja dan membuat laporan kerja bulanan,

triwulan dan tahunan.

b. Upaya kesehatan gigi dan mulut

Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut (UKGM) adalah upaya pokok yang

menjadi beban Puskesmas yang bertujuan untuk mencegah dampak

pengobatan serta dapat diartikan pula kesehatan gigi dasar paripurna


yang ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat berpenghasilan

rendah khususnya masyarakat awam.

Kegiatan-kegiatan Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut yang dapat

dilaksanakan:

1) Pemeriksaan, pengobatan dan perawatan gigi, penambalan dan

pencabutan gigi.

2) Membuat rencana kerja dan laporan kegiatan.

Kegiatan yang dilakukan meliputi:

1. Pemeriksaan, pengobatan dan perawatan gigi dan mulut serta

rujukan, penyuluhan kebersihan gigi pada pasien yang berobat di

Puskesmas.
2. Usaha Kesehatan Gigi Anak Sekolah.
3. Usaha Kesehatan Gigi dan Masyarakat Desa (UKGMD).

c. Upaya kesehatan berbasis masyarakat

Kepedulian masyarakat terhadap kesehatan sangat membantu untuk

meningkatkan kesehatan itu sendiri. Mereka berperan aktif dalam program

kesehatan dan membuat suatu upaya kegiatan yang dibuat oleh masyarakat

dan hasilnya untuk masyarakat.

d. Upaya kesehatan mata

Kegiatan yang dilakukan:

Garis interaksi dengan kegiatan Puskesmas yang lain:


1. Kegiatan KIA, pemberian vitamin A dosis tinggi pada balita,

penyuluhan di Posyandu.
2. Dengan UKS dilakukan penyuluhan kesehatan mata di sekolah.
3. Melakukan pengobatan mata yang dapat di tanggulangi.
4. Melakukan rujukan kepada unit yang mampu, apabila pengobatan

tidak dapat ditanggulangi.

e. Upaya kesehatan lanjut usia

Upaya-upaya lanjut usia di Puskesmas adalah pelayanan kesehatan

lanjut usia antara lain adalah upaya promotif yaitu upaya

menggairahkan semangat hidup usia lanjut agar mereka tetap berguna

untuk dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat.

Upaya promotif dapat berupa kegiatan penyuluhan tentang:

1) Kesehatan dan pemeliharaan kesehatan diri

2) Makanan dengan menu yang mengandung gizi seimbang

f. Laboratorium sederhana

Melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana yaitu:

1) Laboratorium rutin

Darah rutin: HB, Ht, LED, Difftel (Eritrosit, Leukosit, Trombosit).

Feses: Ph, Warna, Reduksi, Billirubin, Urobilin, Sediman.

2) Laboratorium khusus

- Darah Khusus: Golongan Darah, KGD.

- Sputum (BTA).
V. HASIL EVALUASI

A. Kesenjangan Antara Target dan Hasil Pencapaian Program

1. Input

Pada Input kegiatan program Penenggulangan Penyakit Menular sub

program Pemberantasan Penyakit DBD hal yang harus terpenuhi adalah

adanya Sarana dan Pasarana Sumber Daya Manusia, Pendanaan,

Kebijakan Publik dan Perencanaan Program. Pada pelaksanaan program

Pemberantasan Penyakit DBD di Puskesmas Karang Anyar, sudah tersedia

sarana dan prasarana.

Sumber daya manusia (SDM) di Puskesmas Karang Anyar cukup banyak

untuk mencakup 12 desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas karang

Anyar yakni ada 3 dokter umum, 17 perawat, dan 49 bidan yang tersebar

di 12 desa. Selain tenaga kesehatan resmi dari Puskesmas karang Anyar,

tersedia juga kader-kader posyandu yang turut membantu dalam

pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit DBD.


Dalam melaksanakan kegiatan pemberantasan penyakit menular

diperlukan pendanaan dalam pelaksanaanya di lapangan. Dalam kegiatan

Pemberantasan Penyakit DBD, Puskesmas karang Anyar telah

memberikan alokasi pendanaan pada masing-masing program yang akan

dilaksanaan. Hal yang tidak kalah penting dalam program Pemberantasan

Penyakit Menular adalah peran pemerintah dalam membentuk kebijakan

yang menitikberatkan pada kepentingan kesehatan masyarakat, sehinggga

hal tersebut dapat membantu mengarahkan masyarakat pada perilaku

hidup sehat.

Dalam melaksanaan suatu program, harus didahului dengan perencanaan

program secara matang dan mempertimbangkan beberapa hal yang akan

menjadi input, proses dan output. Puskesmas karang Anyar telah membuat

perencanaan program pemberantasan penyakit menular yang

mencantumkan Program Pemberantasan Penyakit DBD sebagai bagian

dari program pemberantasan penyakit menular tersebut.

2. Proses

Setelah input suatu program telah terpenuhi maka hal yang selanjutnya

dilakukan adalah pelaksanaan program secara nyata atau proses

pelaksanaan program. Untuk program Pemberantasan Penyakit DBD,

proses-proses yang perlu dilakukan untuk mecapai output yang diinginkan

adalah melakukan upaya Surveilans Vektor, Pengendalian Vektor,

Surveilans Kasus, Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk.


Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk menentukan

distribusi, kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko

berdasarkan waktu dan tempat yang berkaitan dengan penyebaran dengue,

dan tingkat kerentanan atau kekebalan insektisida yang dipakai, untuk

memprioritaskan wilayah dan musim untuk pelaksanaan pengendalian

vektor. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah survei jentik yang

dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua tempat atau bejana

yang dapat menjadi tempat berkembang biakan nyamuk Aedes aegypti

dengan mata telanjang untuk atau disebut juga dengan cara visual.

Pengendalian Vektor

Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi

nyamuk Aedes aegypti. Secara garis besar ada 3 cara pengendalian vektor

yaitu :

a. Pengendalian Cara Kimiawi

Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada

nyamuk dewasa atau larva. Bahan-bahan insektisida dapat

diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-

rumah penduduk.

b. Pengendalian Hayati / Biologik

Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian biologis

dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup. Sebagai

pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit dan


pemangsa. Beberapa jenis ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan

gabus (Gambusiaaffinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva

nyamuk. Beberapa jenis golongan cacing nematoda seperti

Romanomarmis iyengari dan Romanomarmisculiforax merupakan

parasit yang cocok untuk larva nyamuk.

c. Pengendalian Lingkungan

Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain

dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang

kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian

rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, di kamar tidur,

atau di tempat yang tidakterjangkau sinar matahari.

Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk

Gerakan PSN adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh

masyarakat dan pemerintah untuk mencegah penyakit DBD yang disertai

pemantauan hasil-hasilnya secara terus menerus.

Dalam membasmi jentik nyamuk penularan DBD dengan cara yang

dikenal dengan istilah 3M, yaitu :

o Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan

peliharaan minimal sekali dalam seminggu.

o Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga

tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa.

o Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang

semuanya dapat menampung air hujan sebagai tempat

berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti.


3. Output

Masalah yang ditemukan pada output program pemberantasan penyakit

menular sub program Pemberantasan Peyakit DBD adalah adanya

kesenjangan antara hasil pencapaian Angka Bebas Jentik, dimana targer

ABJ sebesar 95% namun pencapaiannya hanya sebesar 89,5% atau.

Terdapat kesenjangan kurang lebih 5,5%.

B. Identifikasi Faktor Penyebab Masalah

Sesuai dengan pendekatan sistem, ketidak berhasilan pencapaian angka bebas

jentik yang diharapkan yang berdampak pada peningkatan kasus DBD di

tahun 2014 merupakan suatu output / hasil yang tidak sesuai dengan target.

Untuk mengatasinya, dengan pendekatan sistem harus diperhatikan

kemungkinan adanya masalah pada komponen lain pada sistem, mengingat

suatu sistem merupakan keadaan yang berkesinambungan dan saling

mempengaruhi.

Setelah mengetahui faktor atau masalah dominan, langkah berikutnya adalah

mencari akar masalah dalam hal ini kami mencari akar masalah dengan

menggunakan diagram fishbone.


Pendanaan Promosi kesehatan Sarana- prasarana dan obat

Peralatan laboratorium penunjang pemeriksaan

APBD dan non-APBD


penyuluhan

Angka bebas Jentik yang masih dibawah target yaitu 89,5%

Petugas laboratorium Petugas jumantik

BP swasta
Petugas penyuluhan Petugas balai pengobatan
PSP masyarakat mengenai DBD

Sumber daya manusia Lingkungan

Gambar 11. Diagram fishbone (Dimodifikasi dari Azwar, 2010)

Dari diagram fishbone di atas, masih perlu mencari masalah-masalah yang

paling memiliki peranan dalam mencapai keberhasilan program. Dengan

menggunakan model teknik kriteria matriks pemilihan prioritas dapat dipilih

masalah yang paling dominan.

Tabel 3. Teknik kriteria matriks pemilihan prioritas penyebab masalah

No I T R JUM
Daftar Masalah P S R D S P P
IxTx
I U B B C
R
1. SDM

Petugas 2 2 2 2 3 2 2 3 2 1152
penyuluhan
Petugas 2 2 2 1 2 2 2 2 2 256
laboratorim
Petugas 2 2 2 2 2 3 2 3 2 1152
Jumantik
2. Sarana dan
Prasarana
Peralatan 2 2 2 2 2 2 1 2 2 256
laboratorium
penunjang
3. Lingkungan
PSP
masnyarakat 2 2 2 3 3 2 2 2 2 1152
DBD
(termasuk di
dalamnya
kegiata Jumat
bersih dan 3M
plus)

Balai pengobatan 1 1 2 2 2 2 3 2 2 192


swasta

Setelah dilakukan pemilihan prioritas masalah, didapatkan masalah yang ada

yakni petugas penyuluhan, petugas pemantau jentik, dan PSP (pengetahuan,

sikap dan perilaku) masyarakat yang kurang mengenai kegiatan 3M plus dan

jumat bersih yang merupakan program untuk meningkatkan angka bebas

jentik yang mengakibatkan angka bebas jentik belum mencapai target. Hal ini

terjadi karena pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat DBD, petugas

penyuluhan yang masih kurang, dan kurangnya tenaga pemantau jentik.

Seharusnya penyuluhan kepada masyarkat dapat dilakukan lebih sering

terutama pada desa-desa endemis sehingga masyarakat memiliki pengetahuan,

sikap dan perilaku DBD sehingga mampu menjalankan kegiatan 3M secara

berkala. Selain itu juga harus ada juru pemantau jentik agar terpantau angka

bebas jentik secara berkala. Selama ini kegiatan penyuluhan yang dilakukan
hanya saat terjadi kasus. Akibatnya, angka bebas jentik menjadi rendah dan

angka kejadian DBD semakin meningkat setiap tahunnya.

C. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Belum tercapainya target angka bebas jentik nasional di atas 95% disebabkan

oleh petugas penyuluhan dan petugas pemantau jentik serta pengetahuan,

sikap dan perilaku masyarakat mengenai DBD yang meliputi kegiatan 3M

plus berkala. Penyuluhan kepada masyarkat dapat dilakukan lebih sering oleh

petugas sehingga masyarakat memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku

mengenai DBD. Penyuluhan dilakukan pada ketiga kelurahan yang lokasinya

dekat Kotamaya, yang memang rata-rata daerah endemis DBD yaitu Desa

Fajar Baru, Marga Agung, dan Karang Anyar yang selalu ditemukan kasus

setiap tahunnya. Sehingga pemberantasan nyamuk dan jentiknya melalui

program 3M plus dapat berjalan dengan baik. Selain itu harus ada juga juru

pemantau jentik berkala yang ditujukan peningkatan angka bebas jentik yang

mencapai target yang pada akhirnya akan menurunkan jumlah kejadian DBD.

Berdasarkan faktor penyebab masalah yang dapat diidentifikasi, maka

alternatif pemecahan masalah dilakukan pada masalah yang memiliki jumlah

prioritas masalah yaitu petugas memberikan penyuluhan sehingga masyarakat

memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku mengenai DBD dan dapat

menjalankan program 3M plus secara mandiri. Alternatif pemecahan

masalahnya sebagai berikut :


1. Menyusun Alternatif Jalan Keluar

Tabel 4. Alternatif pemecahan masalah (jalan keluar)


Masalah Penyebab Alternatif
Rendahnya angka bebas jentik. Kurangnya penyuluhan oleh Menambah jumlah petugas.
petugas dan sudah tidak
adanya jumantik.

Meningkatkan kinerja petugas


dengan memberi reward
melalui dana BOK.

Pembentukan kader jumantik.

Kurangnya pengetahuan, sikap Mengadakan penyuluhan


dan perilaku masyarakat kepada masyarakat secara
mengenai DBD, kegiatan 3M rutin di setiap desa.
plus tidak berjalan baik
Memberi penyuluhan tentang
cara pembuatan ovitrap.

Melakukan Kegiatan 3M
melalui program jumat bersih
dengan bantuan para tokoh
masyarakat.

2. Memilih Prioritas Jalan Keluar

Tabel 5. Memilih prioritas pemecahan masalah (jalan keluar)


No Daftar Alternatif Jalan Keluar Efektivitas Efisiensi Jumlah
M I V C
(MIV/C)
1. Menambah Jumlah Petugas 2 2 2 1 8

2. Melakukan Kegiatan 3M plus 3 3 3 1 27


melalui program jumat bersih
dengan bantuan para tokoh
masyarakat.

3. Memberikan reward kepada 3 3 3 1 27


petugas melalui dana BOK.
4. Pembentukan kader jumantik. 3 3 3 2 18,5

5. Mengadakan penyuluhan kepada


masyarakat secara rutin di setiap 2 2 2 1 8
desa.

6. Penyuluhan tentang cara membuat 3 3 2 2 9


ovitrap.

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Berdasarkan evaluasi Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

Sub program Penanggulangan Penyakit DBD di Puskesmas Karang Anyar tahun

2013, didapatkan masalah tidak tercapainya angka bebas jentik (ABJ) menurut

target di atas 95% yang pada kenyataannya hanya 89,5 % .


2. Faktor utama penyebab masalah adalah masalah pada petugas penyuluhan dan

tidak adanya juru pemantau jentik serta kurangnya pengetahuan, sikap dan

perilaku masyarakat mengenai DBD yang berdampak pada tidak terlaksana

program 3M plus secara optimal.

3. Prioritas masalah yang paling utama setelah diidentifikasi adalah kurangnya

kinerja petugas kesehatan dan kurangnya kegiatan 3M plus yang optimal.

4. Alternatif pemecahan masalah (jalan keluar) antara lain : memberikan reward

memalui dana BOK kepada petugas agar dapat meningkatkan kinerjanya serta

melakukan kegiatan 3M plus melalui jumat bersih dengan bantuan para tokoh

masyarakat.

B. Saran

1. Perlunya alokasi anggaran yang relevan untuk pelatihan kader dan

penyuluhan kepada masyarakat mengenai DBD.

2. Melakukan lokakarya dengan lintas sektor (kader desa, perusahaan, rutan,

lapas), puskesmas pembantu, dan balai pengobatan swasta di daerah kerja

Puskesmas Panjang sehingga terjalin kerjasama dalam penatalaksanaan

pemberantasan penyakit DBD.

3. Penunjukkan kembali kader pemantau jentik.

4. Melakukan kegiatan 3M plus secara berkala melalui program jumat bersih.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Lampung Selama 2012 DBD Renggut 31 Nyawa.


http://lampost.co/berita/lampung-selama-2012-dbd-renggut-31-nyawa.
diakses pada tanggal 10 Agustus 2013.

Azwar, Azrul. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara


Publisher. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI Direkrorat Jenderal P2M & PLP. 1999. Membina
Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-
DBD). Petunjuk Bagi POKJANAL DBD. Depkes RI. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2004. Pedoman Kerja


Puskesmas Jilid 2. Badan Litbang dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2004. Pedoman


Penatalaksanaan DBD di Puskesmas. Badan Litbang dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2012. Kajian Masalah


Kesehatan Demam Berdarah Dengue. Badan Litbang dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

Dinkes Provinsi Lampung. 2012. Situasi Epidemiologi Kasus DBD di Kota


Bandar Lampung Tahun 2012. Dinkes Provinsi Lampung. Lampung.

Ditjen PPM&PL. 1992. Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular


Penyakit Demam Berdarah Dengue. Depkes RI. Jakarta.

Ditjen PPM&PL. 2002. Pedoman Survey Entomologi Demam Berdarah. Depkes


RI. Jakarta

Hadinegoro, S.R.H. Hindra I. S. 2002. Demam Berdarah Dengue. Fakultas


Kedokteran UI. Jakarta.

Harrison. 2005. Principles of Internal medicine 16th. Mcgraw-Hill. New York.

Puskesmas Panjang. 2013. Profil dan Perencanaan Tingkat Puskesmas Rawat


Inap Panjang. Puskesmas Panjang. Bandar Lampung.

Nita. 2010. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue. http://www.Rajawarna.com.


Diakses pada tanggal 10 Agustus 2013.

Suhendro. 2006. Demam Berdarah Dengue. Fakultas kedokteran UI. Jakarta.


World Health Organization (WHO). 1997. Dengue Haemmorhagic Fever:
Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control Second Edition. WHO
Library. Geneva.

You might also like