You are on page 1of 21

BAB I

PEDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia memiliki sistem saraf yang bekerja pada
tubuhnya. Sistem saraf adalah sistem yang terdiri dari otak, sumsum
tulang belakang, dan jaringan kompleks neuron. Sistem ini bertanggung
jawab untuk mengirim, menerima, dan menafsirkan informasi dari
semua bagian tubuh. Sistem saraf memonitor dan mengkoordinasikan
fungsi organ internal dan merespon perubahan dalam lingkungan
eksternal. Sistem saraf dibagi menjadi dua yaitu sistem saraf pusat dan
sistem saraf perifer.
Sistem saraf otonom adalah bagian dari sistem saraf yang
mewakili persarafan motorik dari otot polos, otot jantung dan sel-sel
kelenjar.Sistem saraf otonom adalah sistem saraf yang tidak dapat
dikendalikan oleh kemauan kita melalui otak. Sistem saraf otonom
mengendalikan beberapa organ tubuh, seperti jantung, pembuluh
darah, ginjal dan pupil mata, lambung dan usus. Sistem ini dapat
dipacu (induksi) atau dihambat (inhibisi) oleh senyawa obat.
Sistem ini terdiri dari dua komponen fisiologis dan anatomis yang
berbeda, yang saling bertentangan yaitu sistem simpatik dan
parasimpatik. Sistem saraf simpatik mekanisme kerjanya menggunkan
suatu zat kimia adrenalin sehingga disebut saraf adrenergik. Senyawa
yang dapat memicu disebut senyawa parasimpatomimetik atau
kolinergik sedangkan senyawa yang menghambat disebut senyawa
parasimpatomimetik atau antikolinergik sedangkan yang dapat memacu
saraf adrenergik disebut senyawa simpatomimetik.
Adapun manfaat percobaan ini dalam bidang farmasi yaitu
seorang farmasis bisa mengetahui golongan-golongan obat pada
sistem saraf otonom dan obat-obat apa yang cocok diberikan pada
penyakit yang berkaitan dengan sistem saraf otonom.
B. Maksud dan Tujuan
B.1. Maksud Pecobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah praktikan mampu
mengetahui dan memahami cara kerja obat yang bekerja pada sistem
saraf otonom dan efek yang ditimbulkan.
B.2. Tujuan pecobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan
memahami cara kerja obat yang bekerja pada sistem saraf otonom dan
efek yang ditimbulkan terhadap hewan uji.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Sistem Saraf
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang
bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi
dan direspon oleh tubuh. Sistem saraf memungkinkan makhluk
hidup tanggap dengan cepat terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi di lingkungan luar maupun dalam. Untuk menanggapi
rangsangan, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh sistem
saraf, yaitu(Hoffman B, 2004)

1. Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada


tubuh kita yang bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.
2. Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf
tersusun dari berkas serabut penghubung (akson). Pada serabut
penghubung terdapat sel-sel khusus yang memanjang dan meluas.
Sel saraf disebut neuron.
3. Efektor,adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah
diantarkan oleh penghantar impuls. Efektor yang paling penting
pada manusia adalah otot dan kelenjar
Fungsi saraf
Fungsi saraf adalah sebagai berikut:(Hoffman B, 2004)
a. Menerima rangsangan (oleh indera)
b. Meneruskan impuls saraf ke sistem saraf pusat (oleh saraf
sensorik)
c. Mengolahrangsangan untuk menentukan tanggapan (oleh sistem
saraf pusat).
d. Meneruskan rangsangan dari sistem saraf pusat ke efektor (oleh
saraf motorik).
SEL SARAF
1. NEURON
Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf yang disebut neuron.
Neuron bergabung membentuk suatu jaringan untuk
mengantarkan impuls (rangsangan). Satu sel saraf tersusun dari
badan sel, dendrit, dan akson (Hoffman B, 2004).
a) Badan sel
Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel
saraf. Badan sel berfungsi untuk menerima rangsangan dari denrit
dan meneruskannya ke akson. Pada badan sel saraf terdapat inti
sel, sitoplasma, mitokondria, sentrosom, badan golgi, lisosom,
dan badan nisel. Badan nisel merupakan kumpulan retikulum
endoplasma tempat transportasi sintesis protein(Hoffman B,
2004).
b) Dendrit
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-
cabang. Dendrit merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit
berfungsi untuk menerima dan mengantarkan rangsangan ke
badan sel (Hoffman B, 2004).
c) Akson
Akson disebut neurit. Neurit adalah serabut sel saraf panjang
yang merupakan perjuluran sitoplasma badan sel. Di dalam
neurit terdapat benang-benang halus yang disebut neurofibril.
Neurofibril dibungkus oleh beberapa lapis selaput mielin yang
banyak mengandung zat lemak dan berfungsi untuk
mempercepat jalannya rangsangan. Selaput mielin tersebut
dibungkus oleh sel-sel sachwann yang akan membentuk suatu
jaringan yang dapat menyediakan makanan untuk neurit dan
membantu pembentukan neurit. Lapisan mielin sebelah luar
disebut neurilemma yang melindungi akson dari kerusakan.
Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh lapisan mielin.
Bagian ini disebut dengan nodus ranvier dan berfungsi
mempercepat jalannya rangsangan (Hoffman B, 2004).
Ada tiga macam sel saraf yang dikelompokkan berdasarkan
struktur dan fungsinya, yaitu: (Hoffman B, 2004)
1) Sel saraf sensorik, adalah sel saraf yang berfungsi menerima
rangsangan dari reseptor yaitu alat indera
2) Sel saraf motorik, adalah sel saraf yang berfungsi
mengantarkan rangsangan ke efektor yaitu otot dan kelenjar.
Rangsangan yang diantarkan berasal atau diterima dari otak dan
sumsum tulang belakang. Perbedaan struktur dan fungsi dari
ketiga jenis sel saraf tersebut lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel
di bawah Tabel Perbedaan sel saraf sensorik, penghubung, dan
motorik.
3) Sel saraf penghubung adalah sel saraf yang berfungsi
menghubungkan sel saraf satu dengan sel saraf lainnya. Sel
saraf ini banyak ditemukan di otak dan sumsum tulang
belakang. Sel saraf yang dihubungkan adalah sel saraf sensorik
dan sel saraf motorik.Saraf yang satu dengan saraf lainnya
saling berhubungan. Hubungan antara saraf tersebut disebut
sinapsis. Sinapsis ini terletak antara dendrit dan neurit. Bentuk
sinapsis seperti benjolan dengan kantung-kantung yang berisi zat
kimia seperti asetilkolin (Ach) dan enzimkolinesterase. Zat-zat
tersebut berperan dalam mentransfer impuls pada sinapsis.
IMPULS
Impuls adalah rangsangan atau pesan yang diterima oleh
reseptor dari lingkungan luar, kemudian dibawa oleh neuron.
Impuls dapat juga dikatakan sebagai serangkaian pulsa elektrik
yang menjalari serabut saraf. Contoh rangsangan adalah sebagai
berikut: (Hoffman B, 2004)
1) Perubahan dari dingin menjadi panas.
2) Perubahan dari tidak ada tekanan pada kulit menjadi ada tekanan.
3) Berbagai macam aroma yang tercium oleh hidung
4) Suatu benda yang menarik perhatian.
5) Suara bising.
6) Rasa asam, manis, asin dan pahit pada makanan.
Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke
efektor akan menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan
pada efektor. Gerakan tersebut adalah sebagai berikut.
SISTEM SARAF PERIFER (TEPI)
Susunan saraf tepi terdiri atas serabut saraf otak dan
serabut saraf sumsum tulang belakang (spinal). Serabut saraf
sumsum dari otak, keluar dari otak sedangkan serabut saraf
sumsum tulang belakang keluar dari sela-sela ruas tulang
belakang. Tiap pasang serabut saraf otak akan menuju ke alat
tubuh atau otot, misalnya ke hidung, mata, telinga, dan
sebagainya. Sistem saraf tepi terdiri atas serabut saraf sensorik dan
motorik yang membawa impuls saraf menuju ke dan dari sistem saraf
pusat. Sistem saraf tepi dibagi menjadi dua, berdasarkan cara
kerjanya, yaitu sebagai berikut (Hoffman B, 2004) :
1) Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar bekerja atas dasar kesadaran dan
kemauan kita. Ketika Anda makan, menulis, berbicara, maka
saraf inilah yang mengkoordinirnya. Saraf ini mene-ruskan impuls
dari reseptor ke sistem saraf pusat, dan meneruskan impuls dari
sistem saraf pusat ke semua otot kerangka tubuh. Sistem saraf
sadar terdiri atas 12 pasang saraf kranial, yang keluar dari otak
dan 31 pasang saraf spinal yang keluar dari sumsum tulang
belakang 31 pasang saraf spinal .Saraf olfaktori, saraf optik,
dan saraf auditori. Saraf-saraf ini merupakansaraf sensori.
a. Saraf okulomotori, troklear, abdusen, spinal, hipoglosal.
Kelima saraf tersebut merupakan saraf motorik.
b. Saraf trigeminal, fasial, glossofaringeal, dan vagus. Keempat
saraf tersebut merupakan saraf gabungan dari saraf sensorik
dan motorik. Agar lebih memahami tentang jenis-jenis saraf
kranial.
2) Sistem Saraf Tak Sadar (Otonom)
Sistem saraf ini bekerja tanpa disadari, secara otomatis,
dan tidak di bawah kehendak saraf pusat. Contoh gerakan
tersebut misalnya denyut jantung, perubahan pupil mata, gerak
alat pencernaan, pengeluaran keringat, dan lain-lain. Kerja saraf
otonom ternyata sedikit banyak dipengaruhi oleh hipotalamus di
otak. Coba Anda ingat kembali fungsi hipotalamus yang sudah
dijelaskan di depan. Apabila hipotalamusdirangsang, maka akan
berpengaruh terhadap gerak otonom seperti contoh yang telah
diambil, antara lain mempercepat denyut jantung, melebarkan
pupil mata, dan menghambat kerja saluran pencernaan.Sistem
saraf otonom ini dibedakan menjadi dua.
a) Sistem Saraf Simpatik
Saraf ini terletak di depan ruas tulang belakang. Fungsi saraf
ini terutama untuk memacu kerja organ tubuh, walaupun ada
beberapa yang malah menghambat kerja organ tubuh. Fungsi
memacu, antara lain mempercepat detak jantung,
memperbesar pupil mata, memperbesar bronkus. Adapun
fungsi yang menghambat, antara lain memperlambat kerja alat
pencernaan, menghambat ereksi, dan menghambat kontraksi
kantung seni.
b) Sistem Saraf Parasimpatik
Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika
dibandingkan dengan saraf simpatik. Saraf parasimpatik
memiliki fungsi, antara lain menghambat detak jantung,
memperkecil pupil mata, memperkecil bronkus, mempercepat
kerja alat pencernaan, merangsang ereksi, dan mepercepat
kontraksi kantung seni. Karena cara kerja kedua saraf itu
berlawanan, makamengakibatkan keadaan yang normal.
ATROPIN
Atropine adalah alkaloid belladonna yang mempunyai afinitas kuat
terhadap reseptor muskarinik. Obat ini bekerja kompetitif antagonis
dengan Ach untuk menempati kolinoreseptor. Umumnya masa kerja
obat ini sekitar 4 jam. Terkecuali, pada pemberian sebagai tetets mata,
masa kerjanya menjadi lama bahkan sampai beberapa hari(Harvey A
Richard, 2014).
Farmakokinetik
Atropine mudah diabsorpsi sebagian dimetabolisme dalam hepar
dan diekskresi ke dalam urine. Waktu paruhnya sekitar 4 jam (Mycek,
M.J. Harvey, R.A and Champe, P.C. 2001).
Farmakodinamik
Efek antikolinergikdapat emnstimulasi ataupun mendepresi
bergantung pada organ target. Di dalam otak, dosis rendah
merangsang dan dosis tinggi mndepresi. Efek obat ini juga ditetukan
oleh kondisi yang akan diobati. Misalnya Parkinson yang
dikarakteritsikan dengan defisiensi dopamine yang mengintensifkan
eegfek stimulasi Ach. Antimuskarinik menumpulkan atau mendepresi
efek ini. Pada kasus lain, efek obat ini pada SSP terlihat sebagai
stimulator (Mycek, M.J. Harvey, R.A and Champe, P.C. 2001).
Efek pada mata midriasi dapat sampai sikloplegia (tidak
berakomodasi)
Saluran cerna atropine digunakan sebagai antispasmodic (mungkin
atropine merupakan obat terkuat untuk menghambat saluran cerna).
Obat ini tidak mempengaruhi sekresi asam lambung sehingga tidak
bermanfaat sebagai antiulkus.
Saluran kemih attroopin digunakan untuk menurunkan
hipermotilitas kandung kemih dan kadang-kadang masih digunakan
untuk enuresis pada anak yang mengompol. Ole karena itu, agonis
alfa-aderenergik lebih efektif dengan efek samping yahng lebih
sedikit.
Kardiovaskular efek atropine pada jantung bergantung pada besar
dosis. Pada dosis kecil menyebabkan bradikardi. Atropine dosis
tinggi terjadi penyekatan reseptor kolinergik di SA nodus dan denyut
jantung sedikit bertambah (takikardi). Efek ini baru timbul bila
atropine diberi 1mg.
Kelenjar eksokrin atropine menghambat sekressi kelenjar saliva
sehingga mukosa mulut menjadi kering ( serestomia). Kelenjar saliva
sangat peka terhadap atriopin. Hambatan sekresi kelenjar keringat
menyebabkan suhutubh jadi naik, juga kelenjar air mata mengalaami
gangguan.
Indikasi klinis
Efek midriasi atropine digunakan untuk diagnostic tes pada
kelainan dalam mata/retina.(Mycek, M.J. Harvey, R.A and Champe,
P.C. 2000)
Sebagai antisekretori pada waktu operasi.
Antispasmodic saluran cerna dan kandung kemih.
Antidotum obat-obat agoni kolinergik, seperti pada keracunan
insektisisda karbamat, organofosfat, dan jamur.
Efek Samping
ESO atropine sangat bergantung pada besarnya dosis yang
diberikan. Atropine dapat meyebabksn mulut kering, penglihatan kabur,
mata rasa berpasir ( sandy eyes), takkikardi, dan konstipasi. ESO pada
SSp berupa rasa capek, bingung, halusinasi, delirium yang dapat
menjadi depresi, depresi napas dan kematian (Mycek, M.J. Harvey, R.A
and Champe, P.C. 2000)
B. Klasifikasi Hewan Uji
1. Mencit (Mus Musculus)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Familia : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus

C. Uraian Bahan
1. Atropin sulfat ( Ditjen POM, 1979 hal : 98)
Nama resmi : ATROPINI SULFAS
Nama lain : Atropina sulfat
RM/BM :C23H46N2O6.H2SO4.H20 / 694,85
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk putih, tidak
berbau, sangat beracun.
Kelarutan : Larut dalam kurang dari 1 bagian air dan
dalam lebih kurang 3 bagian etanol (90 %) P,
sukar larut dalam kloroform P, praktis tidak
larut dalam eter P dan dalam benzen P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya.
Khasiat : Parasimpatolitikum
Dosis maksimum : Sekali 1 mg, sehari 3 mg
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


Adapun alat-alat yangdigunakan pada percobaan ini, yaitu
handscoon, kanula, lap kasar, lap halus, spoit, dan stopwatch.
Adapan bahan yang digunakan pada percobaan ini, yaitu atropin
sulfat
B. Prosedur kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Disiapkan hewan coba (mencit)
3. Dilakukan perhitungan dosis
4. Diberikan atropin sulfat 0,5 ml per oral
5. Dilakukan pengamatan pada mencit
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

A. Tabel Hasil Pengamatan


1. Hasil pengamatan kelompok IV
Waktu Pengamatan
Efek
30 60 90
Midriasis _ _ _
Miosis _ _ _
Vasaodilatasi _ _ _
Vasokontraksi + + +

++++++
Bronkodilatasi +++++ +
+

_ _ _
Bronkokontriksi
Diare + _ _
++++++
Groming ++++++ ++ +
+++
Salivasi _ _ _
2. Hasil pengamatan kelompok II
Waktu Pengamatan
Efek
30 60 90
Midriasis _ _ _
Miosis _ _ _
Vasaodilatasi _ _ _
Vasokontraksi +++ +++ +

Bronkodilatasi ++ + +

_ _ _
Bronkokontriksi
Diare _ _ _
++++++
Groming +++ _
++
Salivasi _ _ _

3. Hasil pengamatan kelompok I


Waktu Pengamatan
Efek
30 60 90
Midriasis _ _ _
Miosis _ _ _
Vasaodilatasi _ _ _
Vasokontraksi + + +
Diare _ =

_
Bronkodilatasi + +

_ _ _
Bronkokontriksi
Diare _ _ _
Groming +++ +++ +++
Salivasi _ _ _
Keterangan :
+++ : banyak sekali ++ : banyak
+ : ada - : Tidak Ada

B. Perhitungan
Diketahui : Volume maksimal = 0,5 ml
Dosis obat = 5 mg
Volume konversi = 0,0026

Ditanya : Dosis hewan


Pengenceran

Penyelesaian :
1. Perhitungan dosis
berat mencit
x faktor konversi x dosis x volume maksimal
berat standar
28
Jadi = 25 0,0026 5 , 5 = 0,0065

2. Pengenceran
Pengenceran antropin sulfat(dosis 5 ml)
5 mg 4 mL

0,1 mL 10 mL
(0,125 mg)
1mL

(0,0025 mg)
BAB V
PEMBAHASAN

Sistem saraf otonom adalah bagian dari sistem saraf yang mewakili
persarafan motorik dari otot polos, otot jantung dan sel-sel kelenjar.
Sistem saraf otonom adalah sistem saraf yang tidak dapat dikendalikan
oleh kemauan kita melalui otak. Sistem saraf otonom mengendalikan
beberapa organ tubuh, seperti jantung, pembuluh darah, ginjal dan pupil
mata, lambung dan usus. Sistem ini dapat dipacu (induksi) atau dihambat
(inhibisi) oleh senyawa obat.
Dalam percobaan ini bahan yang digunakan adalah obat Atropin
sulfat yang diberikan secara oral terhadap hewan uji mencit . Berdasarkan
hasil pengamatan pada tablel pertama yang dilakukan selama 90 menit
diperoleh data menimbulkan berbagai efek dari obat-obat tersebut seperti
grooming (mengusap-usap wajah dan mulut), ada diare,vasokontriksi yang
dapat dilihat dari pucatnya telinga hewan coba mencit, dan bronkodilatasi
yang dapat dilihat dari proses pernapasan yang cepat. Sedangkan
pengamatan pada tabel kedua menimbulkan berbagai efek
sepertivasokontriksi yang dapat dilihat dari pucatnya telinga hewan coba
mencit, grooming (mengusap-usap wajah dan mulut), dan bronkodilatasi
yang dapat dilihat dari proses pernapasan yang cepat.
Atropin merupakan obat antikolinergik (obat parasimpatolitik) yang
akan diuji dengan diberikan pada mencit untuk dilakukan pengamatan
terhadap pengaruhnya pada sistem saraf otonom. Atropin merupakan
obat yang digolongkan sebagai antikolinergik atau parasimpatolitik.
Atropin termasuk dalam alkaloid beladona, yang bekerja memblokade
asetilkolin endogen maupun eksogen. Atropin bekerja sebagai antidotum
dari pilokarpin. Efek atropin pada saluran cerna yaitu mengurangi sekresi
liur, sehingga pemberian atropin ini dilakukan agar produksi saliva
menurun karena mukosa mulut mencit menjadi kering (serostomia).
Atropin, seperti agen antimuskarinik lainnya, yang secara kompetitif
dapat menghambat asetilkolin atau stimulan kolinergik lain pada
neuroefektor parasimpatik postganglionik, kelenjar sekresi dan sistem
syaraf pusat, meningkatkan output jantung, mengeringkan sekresi, juga
mengantagonis histamin dan serotonin. Pada dosis rendah atropin dapat
menghambat salivasi. Hal ini dikarenakan kelenjar saliva yang sangat
peka terhadap atropin.
Jika dilihat dari efek yang ditimbulkan vasokontriksi telah sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa efek farmakologi Atropin pada
efek kardiovaskular ini mempunyai kemampuan meningkatkan kekuatan
kontraktilitas otot jantung dan juga meningkatkan frekuensi denyut
jantung. Selain itu, Atropin juga mampu mengakibatkan vasokontriksi
arteriola yang terdapat di kulit, membran mukosa dan viscera (Mycek, M.J.
Harvey, R.A and Champe, P.C. 2000). Efek yang paling menonjol adalah
pucatnya telinga hewan coba mencit karena vasokontriksi. Sedangkan
efek tremor terjadi karena efek samping yang dihasilkan dari obat Atropin
tersebut hal ini telah sesuai dengan literatur bahwa efek samping dari
Atropin adalah tremor (Mycek, M.J. Harvey, R.A and Champe, P.C. 2001).
Untuk efek adanya diare yang terjadi sekali saja merupakan efek
farmakonidamik yang ditimbulkan dari obat-obat parasimpatolitik sesuai
dengan penuntun yang menyatakan bahwa efek farmakodinamik yang
dihasilkan adalah feses kurang atau menghambat peristaltis pada
lambung dan usus dan memang diare terjadi hanya satu kali saja. Begitu
pula dengan efek grooming terjadi karena atropin mengantagonis
histamin, dan pucatnya telinga hewan coba mencit, efek tersebut
merupakan salah satu efek farmakodinamik dari obat-obat parasimpatolitik
yang dinyatakan dalam buku penuntun bahwa efek farmakodinamik pada
mencit/tikus salah satunya adalah grooming (mengusap-usap muka) dan
telinga mencit pucat karena vasokontriksi.
Terdapat beberapa efek yang tidak ditimbulkan obat atropine pada
tabel pertama yaitu midriasis, miosis, vasaodilatasi, bronkokontriksi dan
salviasi dikarenakan kemungkinan obat yang dimasukkan melalui oral
tertumpah sehingga dosis yang diberikan berkurang dari yang telah
ditetapkan.Kenudian pada tebel kedua terdapat beberapa efek yang tidak
juga ditimbulkan obat atropin seperti midriasis, miosis, diare, vasaodilatasi,
bronkokontriksi dan salviasi dikarenakan kemungkinan obat yang
dimasukkan melalui oral juga tertumpah sehingga dosis yang diberikan
berkurang dari yang telah ditetapkan.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan
mekanisme kerja dari obat Atropin sulfaat sebagai obat Parasimpatolitik
(Antikolinergik/Antimuskarinik) yaitu Atropin, memiliki afinitas kuat
terhadap reseptor muskarinik, dimana obat ini terikat secara kompetitif,
sehingga mencegah asetil kolin terikat secara kompetitif pada
tempatnya direseptor muskarinik.Antimuskarinik merupakan obat yang
menghambat efek parasimpatis terhadap otot polos dan kelenjar
Dan efek obat Atropin sulfat yang ditimbulkan yaitu vasokontriksi,
bronkodilatasi,diare,grooming, tremor, dan urinasi. Efek yang
ditimbulkan tersebut merupakan suatu efek obat simpatik itu sendiri
baik efek farmakodinamik dan efek samping.

B. Saran
Sebaiknya alat dan bahan serta perangkat lab yang dapat
menunjang kegiatan praktikum di tingkatkan lagi dan dilengkapi lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Harvey, A Richard. 2014. Farmakologi Ulasan BergambarEdisi 4. Penerbit


Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Hoffman B and Taylor P. 2004. Neurotransmission The Autonomic


and Somatic Motor Nervous System in Goodman and
Gilmans The Pharmacological Basis of Therapeutics, 10th
ed. 2005. McGraw-Hill, USA, pp. 115-149. 5.

Katzung BG. 2004. Autonomic Drugs, in Basic and Clinical


Pharmacology, 9th ed.. McGraw-Hill :San Francisco, pp. 75-93.

Mycek, M. J. Harvey, R.A. and Champe,P.C. 2000.LippincottS


Illustrated Reviews: Pharmacology 2nd edition. Lippincott
Williams& Wilkins, Philadelphia, pp. 27-34, 55-79

Mycek, M. J. Harvey, R.A. and Champe,P.C. 2001. Farmakologi


Ulasan BergambarLippincott Williams & Wilkins, Philadelphia,
pp. penerjemah Azwar Agoes. Edisi II.Widya Medika : Jakarta

You might also like