You are on page 1of 9

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN EMERGENCY

PENURUNAN KESADARAN (ALTERED MENTAL STATUS)

Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Mata Kuliah Clinical Study 2

Oleh :

Wahyu Nur Indahsah

NIM. 135070201111027

KELOMPOK 7/ REGULER 1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2017
ALTERED MENTAL STATUS

1. Definisi

Altered Mental Status atau penurunan kesadaran adalah keadaan dimana


penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga/ tidak terbangun secara utuh
sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus.
Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana
seseorang mengenal atau mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya.
(Padmosantjojo, 2011).

2. Derajat Penurunan Kesadaran

Derajat Penurunan Kesadaran menurut Harsono (2005) dibagi menjadi 4 :

Keadaan Definisi
Compos mentis Kesadaran normal
Letargi (somnolen) Kesulitan dalam mempertahankan keadaan sadar
Stupor(sopor) Responsif hanya terhadap nyeri
Koma Tidak responsif terhadap nyeri

Sadar atau compos mentis merupakan keadaan dimana seseorang


tanggap terhadap lingkungan sekitar dan dirinya sendiri baik dengan atau
tanpa rangsangan.
Letargis atau seringkali lebih dikenal dengan somnolen merupakan
keadaan dimana seseorang cenderung mengantuk, tetapi dapat
dibangunkan dengan stimulus selain nyeri, seperti contohnya stimulus
suara. Mata tampak cenderung menutup, masih dapat menjawab
pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi
terhadap sekitarnya menurun.
Sopor atau stuppor yang biasa dikenal sebagai keadaan kantuk yang
dalam. Pada penderita dengan tingkat kesadaran stuppor, masih dapat
dibangunkan tetapi hanya dengan rangsang nyeri yang kuat. Mata
tertutup dengan rangsang nyeri baru membuka mata atau bersuara satu-
dua kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang
nyeri.
Koma dalam atau komplit, merupakan tingkat kesadaran yang ditandai
dengan tidak adanya gerakan spontan, dan tidak ada reaksi sama sekali
terhadap rangsang nyeri yang sangat kuat.

3. Etiologi Penurunan Kesadaran

Gangguan kesadaran disebabkan oleh berbagai faktor etiologi, baik yang


bersifat intrakranial maupun ekstrakranial / sistemik. Penjelasan singkat tentang
faktor etiologi gangguan kesadaran adalah sebagai berikut: (Kumar & Clark,
2006)

a. Gangguan sirkulasi darah di otak (serebrum, serebellum, atau batang


otak)
Perdarahan, trombosis maupun emboli, stoke mengingat insidensi stroke
cukup tinggi maka kecurigaan terhadap stroke pada setiap kejadian
gangguan kesadaran perlu digarisbawahi.
b. Infeksi: ensefalomeningitis (meningitis, ensefalitis, serebritis/abses otak)
Mengingat infeksi (bakteri, virus, jamur) merupakan penyakit yang sering
dijumpai di Indonesia maka pada setiap gangguan kesadaran yang
disertai suhu tubuh meninggi perlu dicurigai adanya ensefalomeningitis.
c. Gangguan metabolisme
Penyakit hepar, gagal ginjal, dan diabetes melitus sering dijumpai yang
tidak jarang dapat menyebabkan penurunan kesadaran.
d. Neoplasma
Neoplasma otak, baik primer maupun metastatik, sering di jumpai di
Indonesia. Neoplasma lebih sering dijumpai pada golongan usia dewasa
dan lanjut. Kesadaran menurun umumnya timbul berangsur-angsur
namun progresif/ tidak akut.
e. Trauma kepala
Trauma kepala paling sering disebabkan oleh kecelakaan lalu-lintas.
f. Epilepsi
Gangguan kesadaran terjadi pada kasus epilepsi umum dan status
epileptikus
g. Intoksikasi
Intoksikasi dapat disebabkan oleh obat, racun (percobaan bunuh diri),
makanan tertentu dan bahan kimia lainnya.
h. Gangguan elektrolit dan endokrin
Gangguan ini sering kali tidak menunjukkan identitasnya secara jelas;
dengan demikian memerlukan perhatian yang khusus agar tidak
terlupakan dalam setiap pencarian penyebab gangguan kesadaran.

4. Penilaian Derajat Penurunan Kesadaran secara kuantitatif


Penilaian derajat kesadaran secara kuantitatif yang sampai saat ini masih
digunakan adalah Glasgow Coma Scale (GCS). GCS adalah suatu skala
neurologik yang dipakai untuk menilai secara obyektif derajat kesadaran
seseorang. GCS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Graham
Teasdale dan Bryan J. Jennett, professor bedah saraf pada Institute of
Neurological Sciences,Universitas Glasgow. GCS kini sangat luas digunakanoleh
dokter umum, tenaga medis maupun para medis karena patokan/kriteria yang
lebih jelas dan sistematis.
GCS terdiri dari 3 pemeriksaan, yaitu penilaian: respons membuka mata
(eye opening), respons motorik terbaik(best motor response), dan respons verbal
terbaik(best verbal response).

Masing-masing komponen GCS serta penjumlahan skor GCS sangatlah


penting, oleh karena itu, skor GCS harus dituliskan dengan tepat, sebagai
contoh: GCS 10, tidak mempunyai makna apa-apa, sehingga harus dituliskan
seperti: GCS 10 (E2M4V3). Skor tertinggi menunjukkan pasien sadar (compos
mentis), yakni GCS 15 (E4M6V5), dan skor terendah menunjukkan koma (GCS 3
= E1M1V1).

Parameter Patients Response Score

Best Eye Spontaneous eye opening 4


Response
Eye opening to voice stimuli 3
Eye opening to pain stimuli 2
None 1
Best Motor Response Obeys commands 6

Localizes to pain 5
Withdraws to pain 4
Abnormal Flexion (decorticate response) 3
Extensor posturing (decerebrate response) 2
No movement 1
Best Verbal Response Conversant and oriented 5
Confused and disoriented 4
Utters inappropriate words 3
Makes incomprehensible sounds 2
Makes no sounds 1
Total score 3 15

Pada kondisi tertentu, akan sulit menentukan komponen GCS, misalnya:


pasien dalam keadaan ter-intubasi (pemasangan Endothracheal Tube/ETT).
Pada kondisi ini, diberikan skor 1 dengan modifikasi keterangan tambahan,
misalnya: E2M4V1t atau E2M4Vt (t = tube/ETT) (Wuysang, 2015)

5. Patofisiologi (terlampir)

6. Pemeriksaan Diagnostik

Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan neurologis yang teliti. Dilakukan


pemeriksaan penunjang sesuai indikasi dalam mencari etiologi. Adapun
pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Pemeriksaan darah : darah tepi lengkap, elektrolit, kalsium, dan


magnesium; fungsi hati termasuk dan ammonia.
Cairan serebrospinal bila ada indikasi yang kuat, misalnya infeksi saraf
dan atau meningesnya (meningitis, serebritis, ensefalitis), diperlukan
pemeriksaan cairan serebrospinal (dengan sendirinya juga mengingat
kontra-indikasi pungsi lumbal)
Urinalisis, dilakukan untuk pemeriksaan toxikologi.
Cek kadar gula dalam darah, karena hal pertama yang harus disingkirkan
pada pasien dengan penurunan kesadaran ialah keadaan hipoglikemia.
Pemeriksaan elektrokardiografi dan rontgen dada bila dicurigai adanya
kelainan jantung atau paru.
Pungsi lumbal harus dilakukan bila terdapat dugaan adanya infeksi
susunan saraf pusat.
Pemeriksaan CT scan kepala sebelum dilakukan pemeriksaan pungsi
lumbal. perlu dilakukan tergantung manifestasi klinis yang meragukan.
Kadangkala pada pasien infeksi susunan saraf pusat dengan ubun-ubun
yang telah menutup, tekanan intrakranial yang meningkat perlu
diturunkan lebih dahulu sebelum dilakukan pungsi lumbal. CT scan
kepala dipilih bila dicurigai adannya trauma kepala dengan komplikasi
perdarahan intrakranial, tumor atau massa di daerah supratetorial.
MRI kepala atau medula spinalis. Dilakukan apabila dicurigai kelainan
pada daerah massa kelabu, lesi demielinisasi, iskemia awal, kelainan
dicurigai akibat metabolik dan proses ensefalitis.
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) digunakan untuk mendiagnosis
kejang tanpa adanya konvulsi. Elektroensefalogramfi (EEG) adalah salah
satu tes yang dilakukan untuk mengukur aktivitas kelistrikan dari otak
untuk mendeteksi adanya kelainan dari otak. Tindakan ini menggunakan
sensor khusus yaitu elektroda yang dipasang di kepala dan dihubungkan
melalui kabel menuju komputer. EEG akan merekam aktivitas elektrik dari
otak, yang direpresentasikan dalam bentuk garis gelombang. (Trihono,
2012)

7. Penatalaksanaan Penurunan Kesadaran.

Penatalaksanaan awal:

Pasien harus segera ditangani pada area gawat darurat


Jika penyebab AMS yang reversibel telah dapat ditentukan, maka pasien
dapat ditangani pada area intermediate acuity.
Kontrol jalan nafas/imobilisasi C spine
Buka jalan nafas dan cari adanya benda asing didalamnya
Masukkan oral atau nasofaringeal airway
Aplikasikan Neck collar atau imobilisasi manual jika tidak dapat
menyingkirkan riwayat adanya trauma.
Aplikasikan definitive airway jika pasien koma, intubasi dengan atau tanpa
rapid sequence intubation atau lakukan pembebasan jalan nafas secara
pembedahan misalnya dengan emergency krikotirotomi bila diperlukan..
Oksigenasi/ventilasi dengan pemberian oksigen dengan aliran yang tinggi
Jika ada indikasi peningkatan tekanan intrakranial, maka usahakan
menurunkannya dengan hiperventilasi untuk mencapai PCO2 sebesar 30-
35 mmHg. Pada kasus biasa, kadar PCO2 seharusnya berada pada
kisaran 35-40 mmHg.
Output jantung. Periksa adanya pulsasi, jika tidak ada maka mulailah
CPR !
Perdarahan eksternal yang jelas terlihat harus dihentikan dengan
penekanan langsung.
Periksa kadar gula darah kapiler
Monitoring EKG, pulse oksimetri, tanda-tanda vital tiap 5-15 menit.
Mulai pemberian infus intravena dengan tetesan kecil (kecuali terjadi
hipoperfusi) dengan menggunakan cairan kristaloid isotonic.
Lab: FBC, ureum/elektrolit/kreatinin, BGA (cari adanya asidosis metabolic
& hiperkarbia)

Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat,


pengobatan dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi
dua komponen utama yaitu umum dan khusus. (Harris, 2004)

Penatalaksanaan Umum

Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit


ekstensi bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan
intrakranial yang meningkat.
Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan
trakeobronkhial, pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika
ada, lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga ada cairan.
Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai
dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.
Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan
elektrokardiogram (EKG).
Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah
aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin
100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya
overdosis opium/ morfin, berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10
menit sampai kesadaran pulih (maksimal 2 mg).

Penatalaksanaan Khusus
Pada herniasi
Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30
mmHg.
Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama
10-20 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6
jam.
Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason
10 mg iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.
Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti
epidural hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi.
- Pengobatan khusus tanpa herniasi
Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti.
Jika pada CT scan tak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan
pemeriksaan pungsi lumbal (LP). Jika LP positif adanya infeksi berikan
antibiotik yang sesuai. Jika LP positif adanya perdarahan terapi sesuai
dengan pengobatan perdarahan subarakhnoid.
Daftar Pustaka

Harris, S. 2004. Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam Updates in


Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. Hal.1-7
Harsono. 2005. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Kumar, P., & Clark, M.L., 2006. Kumar and Clarks Clinical Medicine, 6 ed. UK:
Elsevier.
Padmosantjojo. 2011. Keperawatan Bedah Saraf. Jakarta: Bagian Bedah Saraf
FKUI.
Trihono PP, Windiastuti E, Pramita G, Sekartini R, Indawati W, Idris SN,
penyunting. 2012. Kegawatan pada Bayi dan Anak. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.
Wuysang, D., Bahar, A. 2015. MANUAL CSL IV SISTEM NEUROPSIKIATRI.
Makassar: Departemen Neurologi FK UNHAS.

You might also like