You are on page 1of 20

Makalah Ujian

Tumor Mandibula

Oleh:
Salicha Oktamila Astiti G99161088

Penguji:
Dr. Risya Cilmiaty, drg., Msi, Sp.KG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Tumor mandibula merupakan tumor yang terdapat didaerah


mandibula atau rahang bawah. Tumor atau neoplasma adalah kumpulan
sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus secara tidak
terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi
tubuh. Pada rongga mulut, tumor atau neoplasma dapat didefinisikan sebagai
suatu pertumbuhan jaringan di dalam dan di sekitar rongga mulut yang
pertumbuhannya tidak dapat dikembalikan dan tidak berguna bagi tubuh
(Mansjoer, 2001).
Etiologi tumor mandibula sampai saat ini belum diketahui dengan jelas, tetapi
beberapa ahli mengatakan bahwa tumor mandibula dapat terjadi setelah
pencabutan gigi, pengangkatan kista dan atau iritasi lokal dalam rongga mulut.
tumor mandibula dapat terjadi pada segala usia, namun paling banyak
dijumpai pada usia dekade 4 dan 5. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, tetapi
prediksi pada golongan penderita kulit berwarna (Nthumba P, 2013).
Tumor mandibula dapat dibedakan menjadi tumor jinak seperti kista
dentigerouus, ameloblastoma, dan displasia fibrosa dan tumor ganas seperti
karsinoma sel skuamous, osteosarkoma, dan adenokarsinoma (Nthumba P, 2013).
Pencegahan terjadinya penyakit ini membutuhkan kerjasama
multidisiplin dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk dokter,
dokter gigi, perawat, dan seluruh tenaga kesehatan. Dokter
umum harus mengetahui faktor risiko, manifestasi klinis pada
gigi dan mulut pada pasien tumor mandibula beserta
penganganannya. Meski tumor mandibula merupakan kasus
spesialis, namun pemahaman dokter umum tentang hal ini
sangat membantu apabila ada pasien yang dicurigai tumor
mandibula di tatanan layanan primer. Tulisan mengenai penyakit
tumor mandibuula belum banyak didapat, sehingga penulis
merasa tertarik untuk membahasnya. Diharapkan makalah ini
dapat bermanfaat dalam menambah wawasan mengenai

2
manifestasi penyakit sistemik dalam rongga mulut dan
penatalaksanaannya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

2.1 Tumor mandibula


1.1.1 Pengertian dan Klafisikasi Tumor Mandibula
Neoplasma adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-
sel yang tumbuh terus menerus secara tidak terbatas, tidak
berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh.
Pada rongga mulut, tumor atau neoplasma dapat didefinisikan sebagai
suatu pertumbuhan jaringan di dalam dan di sekitar rongga mulut yang
pertumbuhannya tidak dapat dikembalikan dan tidak berguna bagi
tubuh. Jaringan tersebut dapat tumbuh pada bibir, pipi, dasar mulut,
palatum, lidah, dan didalam tulang rahang. Jaringannya dapat terdiri
dari jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, jaringan saraf, jaringan
tulang, pembuluh darah (Mansjoer, 2001).

Berdasarkan garis besarnya dan keganasannya neoplasma atau


tumor dapat diklasifikasikan menjadi : jinak (benigna) dan ke
pertumbuhan ganas (maligna atau kanker).

Tumor di daerah mandibula dapat dibedakan menjadi dua jenis


yaitu:

a. Jinak

1. Kista odontogenik (Kista Dentigerous)

2. Tumor odontogenik epitelium (Ameloblastoma)

3. Lesi mandibula lainnya (Displasia fibrotik)

b. Ganas

1. Tumor osteoklastik (Karsinoma Sel skuamos)

2. Tumor osteoklastik/ osteoblastik (osteosarkoma)

4
3. Tumor kelenjar liur (Adenokarsinoma)

(Nthumba P, 2013).

3.1.1 Kista Dentigerous


Kista dentigerous adalah kista yang membungkus mahkota gigi
yang tidak erupsi dan melekat ke servikal gigi. Kista dentigerous
merupakan jenis kista terbanyak (24%) setelah kista radikuler. Kista ini
lebih sering melibatkan gigi molar tiga mandibula, kemudian gigi
kaninus maxila, premolar dua mandibula dan molar maxilla.
Kista dentigerous paling banyak terjadi pada dekade kedua sampai
keempat pada usia manusia, dan sebagian besar simptomatis. Kista
yang besar dapat menyebabkan perpindahan dan resopsi gigi yang
berdekatan. Kista ini juga dapat menyebabkan maloklusi, nyeri dan
bahkan gangguan respirasi (Nthumba P, 2013).

Gambar 1. Klinis Kista dentigerous

Gambar 2. Foto Panoramik Kista dentigerous

5
3.1.2 Ameloblastoma
Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yamg sering
terjadi. Tumor ini berasal dari beberapa sisa- sisa elemen epitel dari
pertumbuhan gigi : epitel enamel yang berkurang, sisa sisa dari
Serres, sisa- sisa Malassez, atau lapisan basal dari mukosa oral.
Lesi ini juga bisa tumbuh dan berasal folikel dental atau kista
dentigerous. Banyak referensi memberikan kategori pembagian dari
ameloblastoma kedalam satu atau tiga kelompok : unikistik, solid
atau multikistik atau peripheral ameloblastoma. Pengertian yang
tidak tepat dan tumpang tindih dapat menyebabkan ketidaktepatan
pengambilan keputusan untuk perawatan, sehingga menyebabkan
kekambuhan. Salah satu contoh adalah unicystic ameloblastoma.
Penatalaksanaan ameloblastoma secara umum adalah enukleasi dan
kuretase. Ameloblastoma yang invasif dapat berupa unicystic,
mempunyai hanya satu ruang kista (Johnson, 2014).

Gambaran Klinis dan Radiografis


Tumor jinak, tumor agresif yang menekan secara lokal dengan
sifat pola pertumbuhan yang lambat dan dapat tumbuh dengan
berbagai perbedaan yang nyata, memyebabkan perubahan bentuk
wajah. Biasanya asimptomatik dan tidak menyebabkan kelainan
pada saraf sensoris. Bagian posterior dari mandibular terlihat
berbeda. Lesi bisa menjadi sangat besar dengan pucak insidensi
terjadi pada dekade kedua dan ketiga, dan tidak ada hubungannya
dengan jenis kelamin. Pada gambaran radiografis, lesi dapat terlihat
gambaran radiolusen unilokuler atau multilokular berbatas tidak
tegas sehingga sulit untuk menentukan ukuran tepatnya. Bisa
menyebabkan ekspansi tulang kortikal bukal dan lingual, bahkan
bisa menyebabkan perforasi tulang kortikal. Bisa terjadi perg eseran
gigi dan resorsbsi akar meskipun jarang. Jenis ameloblastoma yang
desmoplastik ameloblastoma dapat ditemukan di anterior maksila
atau mandibular. Lesi ini berisi jaringan ikat yang padat, yang
terlihat lebih opak. Jenis yang lain yaitu peripheral am eloblastoma,

6
biasanya pada gingiva dan tidak terlihat pada foto rontgen, kecuali
bila terdapat kehilangan tulang alveolar (Johnson, 2014).

Gambar 3. Klinis Ameloblastoma

Gambar 4. Foto panoramik unilokular ameloblastoma

Penatalaksanaan dan Prognosis


Pada prinsipnya penatalaksanaan ameloblastoma adalah
pengangkatan tumor secara total, tanpa melupakan tekhnik,
penatalaksanaannya tergantung pada kemungkinan untuk merusak
tulang dan terjadinya kekambuhan. Untuk jenis unikistik
ameloblastoma penatalaksanaan yang dianjurkan adalah enukleasi
dan kuretase. Tetapi, kuretase pada tulang yang terkena
ameloblastoma saat ini tidak dianjurkan karena resiko untuk
menemukan benih ameloblastoma yang lebih dalam didalam tulang
atau dalam jaringan didekatnya. Sementara enukleasi saja juga
harus dihindari untuk lesi yang sangat besar karena fraktur
patologis dapat terjadi. Tingkat kekambuhan antara 15%- 35% telah

7
dilaporkan untuk ameblastoma tipe unikistik yang diterapi dengan
enukleasi dan kuretase saja. Lebar tepi tulang yang ditinggalkan
yang direkomendasikan adalah antara 1.0- 1.5 cm untuk tipe
unikistik ameblastoma. Pada saat ameloblastoma tumbuh melewati
atau tumbuh didalam jaringan ikat yang mengelilingi lesi, maka
penatalaksanaan yang radikal dibutuhkan (Johnson, 2014).

3.1.3 Displasia fibrous


Displasia fibrous adalah tumor jinak dimana tulang normal digantikan
oleh jaringan ikat fibrosa akibat adanya defek dalam diferensiasi dan
maturasi osteoblas (Matthew, 2005).
Displasi fobrous monostatik adalah tipe yang paling sering
ditemukan sekitar 70-80 % ditemukan di tulang panjang atau tulang
rusuk. Daerah kepala dan leher ditemukan 25 % dari kasus. Displasia
fibrous pilostotik ditemukan 15 5 dari kasus, 50 % kasus ditemukan di
daerah kepala dan leher.
Manifestasi klinis dari displasia fibrous ini adalah massa tidak
nyeri, paling sering di maksila. Lesi biasanya tidak melewati garis
tengah dan biasanya terbatas pada tulang yang terlibat, dapat
menyebabkan asimetri. Antrum sering dilenyapkan, dan dasar orbital
mungkin terlibat, menyebabkan terjadinya perpindahan mata (Nthumba
P, 2013).

Gambar 5. Klinis Displsia Fibrous

8
Pada gambaran radiologis, displasia fibrous dapat terlihat radiolusen,
atau campuran radiolusen dan radioopak dengan gambaran ground
glass. Batas tumor tidak terlihat jelas, berbatasan dengan tulang normal.
Displasia fibrous biasanya ditemukan pada usia anak-anak hingga
remaja, selama masa pertumbuhan tulang. Displasia fibrous dapat
berulang ketika masa kehamilan dan penggunaan kontrasepsi oral dan
biasanya berhenti tumbuh saat akhir masa pertumbuhan (remaja akhir).
Displasia fibrous tidak mempunyai predileksi berdasarkan jenis
kelamin. Keterlibatan tulang cranial yang masif dapat menyebabkan
bentuk wajah lion like, leontiasis ossea atau maksilaris bilateral yang
disebut cherubism. Hal ini juga dapat terjadi di tengkorak (Nthumba
P, 2013).

Tatalaksana
Tatalaksana pada displasia fibrous bergantung pada beberapa variabel
dibawah ini:
a. Usia
b. Kecepatan pertumbuhan tumor
c. Lokasi lesi
d. Derajat deformitas
e. Hasil perbaikan fungsional

Terdapat tiga tatalaksana pada displasia fibrous yaitu, observasi,


konservasi, dan pembedahan lesi agar kembali ke bentuk dan ukuran
normal yang memungkinkan dengan menyesuaikan tulang alveolar dan
gigi dan eksisi pembedahan radikal dan rekonstruksi. Intervensi
pembedahan bertujuan untuk memperbaiki atau mencegah defisit
fungsional, dan perbaikan hingga mirip dengan wajah normal yang
paling mungkin.
Surgical debulking menyebabkan kehilangan darah yang
signifikan. Bone wax adalah agen hemostatik yang sangat berguna,
karena pendarahan seringkali tidak responsif terhadap kauterisasi.
Pemberian kalsitonin sebelum operasi telah dilaporkan mengurangi
perdarahan operatif, serta bantuan dalam remodeling tulang.
Pamidronate juga telah digunakan untuk mengobati rasa sakit dan
fraktur patologis dari lesi pada tulang panjang.

9
Bila memungkinkan, perawatan harus ditangguhkan selama
mungkin, terutama maturitas tulang tercapai. Anak-anak dengan
displasia fibrous memerlukan tindak lanjut jangka panjang. Saat pasien
mendekati akhir pertumbuhan fisik, debulking dengan penyesuain gigi
mungkin bisa dilakukan. Pasien yang lebih muda dengan massa besar
juga bisa menjalani bedah debulking dengan prenyesuaian gigi tapi
follow up yang ketat diperlukan dan tahap kedua kemungkinan akan
diperlukan.
Terdapat risiko kecil (kurang dari 1%) terjadinya transformasi
malignansi menjadi osteogenik sarkoma, dan jika terdapat percepatan
pertumbuhan atau lesi agresif akan membutuhkan intervensi
pembedahan awal dengan enblok reseksi dan rekonstruksi. Terapi
radiasi dilaporkan menyebabkan transformasi malignadari displasia
fibrous oleh karena itu dikontraindikasikan (Matthew, 2005).

Teknik
Banyak kasus displasia fibrous di maksila memerlukan
hemimaksilalektomi. Maksila akan di insisi dengan cara weber-
ferguson yang dimulai dari bibir atas, sekitar hidung dan dibawah
kelopak mata. Jika memungkinkan dinding inferior orbital disisakan
dari maksila juga zygoma. Pada tumor yang sangat besar, seluruh
dinding harus diambil. Jika diperlukan dinding dapat di rekonstruksi
dengan calvarium (Nthumba P, 2013).

3.1.4 Karsinoma Sel Skuamous


Karsinoma sel skuamous merupakan malignansi yang paling sering
terjadi di cavitas oral. Karsinoma sel skuamous mempunyai prevalensi
tinggi pada regio tertentu karena kebiasaan seperti menguyah kacang,
merokok, dsb. KSS lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita, dan
paling sering ditemukan di lidah dan dasar mulut, tetapi dapat mengenai
semua bagian dari cavitas oral. Tumor ini dapat metastasis ke limfanodi
regional yang menyebabkan prognosis yang buruk.
Jumlah kasus lebih sering terjadi setelah ekstraksi gigi karena
ulkus yang tidak sembuh.

10
Pada pemeriksaan radiologi, terdapat tulang radiolusen dengan
gambaran moth eaten yang menunjukan massa jaringan lunak yang
mengindikasikan keterlibatan tulang. Kebanyakan karsinoma skuamous
di mandibula terinvasi dari lesi di cavitas oral, tetapi karsinoma
intraosseus primer dapat terjadi dari residu odontogenik epitelium.
Karsinoma sel skuamous juga telah dilaporkan sebagai ulkus Marjolin
pada ulkus orocutaneus di ameloblastoma mandibula besar.
Pembedahan reseksi dengan batas yang jelas memungkinkan pada
lesi awal. Lesi yang terdeksi terlambat dapat dilakukan terapi
pembedahan yang memerlukan eksisi luas dan diseksi nodus leher
dengan atau tanpa radioterapi. Pembedahan eksisi merupakan
tatalaksana yang paling digunakan pada pasien di Afrika (Nthumba P,
2013).

Gambar 6. Klinis Karsinoma sel skuamous

3.1.5 Osteosarkoma
Osteosarkoma merupakan tumor tulang yang ganas, dan merupakan
keganasan utama tulang yang paling umum (terlepas dari myeloma).
Hanya 5-10% tumor ini terjadi di kepala dan leher, terutama di rahang.
Mereka biasanya pembengkakan pada rahang yang tidak menyakitkan,
meskipun rasa sakit dan paresthesia bisa terjadi akibat keterlibatan saraf
atau kompresi. Osteosarkoma dari rahang dapat hadir pada usia
berapapun, namun puncak pada dekade keempat.
Beberapa laporan menunjukkan sedikit predileksi pria, dengan
dominasi mandibula. Ostesarkoma mandibula cenderung tidak
bermetastasis, namun sayangnya, prognosisnya tidak membaik dengan
penggunaan kemoterapi seperti osteosarcoma pada tulang panjang.

11
Penyebab utama kematian di osteosarkoma mandibula adalah
kekambuhan lokal (American cancer society, 2016)
Secara radiologis, tumor mungkin menunjukkan penampilan
'sunburst' klasik, paling terlihat pada gambar CT. Lesi dapat
menunjukkan sisi tulang yang tidak jelas, dengan radiolusen atau
kombinasi pola radiolusen dan radiopak (Nthumba P, 2013).

Gambar 7. Klinis Osteosarkoma

3.1.6 Adenokarsinoma
Istilah adenokarsinoma ini berasal dari makna adeno yang berarti
mengenai kelenjar dan karsinoma yang menggambarkan suatu kanker
yang berkembang dalam sel epitel. Maka adenokarsinoma dapat
diartikan sebagai suatu kanker yang berasal dari jaringan kelenjar.
Adenokarsinoma dapat terjadi pada beberapa mamalia yang lebih tinggi,
termasukmanusia. Kanker ini mungkin muncul sebagai kelenjar dan
memiliki sifat sekresi (Price, 2006).
Adenokarsinoma pada kelenjar liur dapat terjadi di kelenjar parotis,
submandibula, maupun sublingual. Kelenjar parotis merupakan kelenjar
liur yang terbesar, terletak dalam jaringan sub kutis di daerah ramus
mandibula dan antero inferior terhadap telinga tengah. Normalnya
kelenjar ini menghasilkan secret yang serous dan dialirkan ke rongga
mulut melalui duktus Stensen. Meskipun merupakan kelenjar yang
terbesar, kira-kira hanya 20% cairan saliva yang dihasilkan kelenjar ini.
Kelenjar submandibula terletak di dasar mulut, superior terhadap
muskulus digastrik. Sekretnya berupa campuran cairan yang serous dan
mucous. Sekretnya dialirkan ke dalam rongga mulut melalui duktus
Warthon. Kira-kira 70% volume saliva dihasilkan oleh kelenjar ini.

12
Kelenjar sublingual terletak di dasar mulut anterior dari kelenjar
submandibula. Sekretnya berupa cairan yang mucous. Tidak seperti
kedua kelenjar mayor yang lainnya, kelenjar ini memiliki 8-20 duktus
ekskretorius dan kira-kira menghasilkan 5% dari total volume saliva
(AJCC, 2010)
Etiologi dari adenokarsinoma kelenjar liur yang pasti sampai saat
ini belum diketahui, dicurigai adanya keterlibatan factor lingkungan dan
factor genetic. Paparan radiasi dikaitkan dengan tumor jinak warthin dan
tumor ganas karsinoma mukoepidermoid. Epstein-Barr virus mungkin
merupakan salah satu faktor pemicu timbulnya tumor limfoepitelial
kelenar liur. kelainan genetik, misalnya monosomi dan polisomi sedang
diteliti sebagai faktor timbulnya tumor kelenjar liur.
Terdapat beberapa tipe adenokarsinoma:
a. karsinoma sel asinik: paling banyak berasal dari kelenjar parotis dan
pertumbuhannya lambat
b. adenokarsinoma polimorfik grade rendah: kebanyakan berasal dari
kelenjar minor
c. adenokarsinoma yang tidak dispesifikasikan: bila dilihat di
mikroskop tumor ini memiliki penempakan yang cukup untuk
disebut adenokarsinoma, tetapi belim memiliki penampakan untuk
dispesifikasikan. sering berasal dari kelenjar parotis dan kelenjar
minor.
d. adenokarsinoma yang jarang: contohnya seperti basal sel
adenokarsinoma, clear cell adenokarsinoma, kistadenokarsinoma,
sebaceus adenokarsinoma, musinous adenokarsinoma (AJCC, 2010).
Gejala klinik yang ditimbulkan adalah timbulnya massa pada
daerah wajah (parotis), pada angulus mandibula (parotis dan
submandibula), leher (submandibula) atau pembengkakan pada dasar
mulut (sublingual). pembesaran ukuran massa yang cepat mengarah pada
kelainan seperti infeksi, degenerasi kistik, henoragik atau malignansi.
Tumor jinak kelenjar liur biasanya bersifat mobile dan untuk massa atau
tumor jinak yang berasal dari parotis tidak ada gangguan fungsi nervus
fasialis. Lesi malignansi biasanya menimbulkan gejala seperti gangguan
nervus fasialis, pertumbuhan yang cepat, parastesia, lesi yang terfiksir

13
dan pembesaran elenjar getah bening cervikal (American cancer society,
2015).
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis tumor
kelenjar liur adalah, CT scan, USG, CT sialografi, dan MRI. MRI sangat
membantu bila tidak ada penyakit inflamasi.
Biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) dapat memberikan hasil yang
cepat, diagnosis tanpa bedah. Untuk membedakan penyakit inflamasi
atau tumor. Sehingga dapat menentukan terapi operasi atau
medikamentosa (AJCC, 2010).

Gambar 8. Klinis Adenokarsinoma

Tatalaksana yang dapat dilakukan adalah eksisi lokal menyeluruh,


diseksi leher, dan post operatif radioterapi. Kebanyakan tumor kelenjar
liur terjadi di klenjar parotis. Pembedahan disini dikomplikaskan dengan
saraf wajah, yang mana mengontrol gerakan wajah. Pada operasi ini
insisi dilakukan di depan telinga dan dapat diperluas kebawah ke leher.
Kebanyakan kanker kelenjar parotis mulai diluar dari bagian kelenjar,
yang disebut lobus superficial. Dalam kasus ini dapat menghilangkan
lobus ini saja, yang disebut parotidektomi superficial. Pada hal ini
biasanya masih ada saraf wajah sehingga tidak mempengaruhi
pergerakan wajah (Menedenhall, 2011).

Jika kanker ini menyebarke jaringan yang lebih dalam , maka akan
dihilangkan seluruh kelenjar. Operasi ini disebut parotidektomi total. Jika
kanker tumbuh hingga ke saraf wajah, itu juga akan dihilangkan. Dapat
dipertimbangkan untuk memperbaiki saraf setelah dilakukannya operasi
ini dan juga cara mengurangi efek samping. Jika kanker tumbuh ke

14
jaringan lain dekat dengan kelenjar parotis, jaringan itu juga akan
diambil.

Diseksi leher adalah tindakan untuk membuang kelenjar limfe


leher dan jaringan sekitarnya dalam rangka penatalaksanaan kanker.
Jaringan-jaringan yang dibuang dipertimbangkan situasional sesuai
kondisi klinis pasien, dengan berbagai pertimbangan sehingga diseksi
leher ini ada berbagai macam variasi berdasarkan strukur-strukur yang
dibuang (Menedenhall, 2011).

Kelenjar getah bening yang akan diambil terlihat di bawah


mikroskop untuk melihat apakah mereka mengandung sel kanker.
Mengambil kelenjar getah bening dapat membantu memastikan semua
kanker dikeluarkan. Hal ini juga penting untuk staging dan menentukan
perawatan lebih lanjut.

Ada banyak jenis pembedahan leher, namun tujuan utamanya


adalah untuk menghilangkan kelenjar getah bening yang mungkin
mengandung kanker. Dalam melakukan hal ini, ahli bedah mungkin perlu
menghilangkan jaringan lunak, otot, saraf, dan pembuluh darah dari satu
sisi leher. Jenis pembedahan ini dilakukan dengan cara biasa melalui
sayatan (luka) di sisi leher, tapi kadang-kadang sayatan lebih panjang
turun ke leher mungkin diperlukan. Radioterapi post operatif merupakan
radiasi yang dilakukan setelah tindakan pembedahan. Hal ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya rekurensi (Menedenhall, 2011).

15
BAB III

KASUS

A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. G
Usia : 67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat :-
Tanggal Masuk : 13 April 2017
Tgl Pemeriksaan : 13 April 2017
No. RM : 0136xxxx
2. Keluhan Utama
Pipi kanan membesar

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli gigi dan mulut RSUD Dr. Moewardi dengan
keluhan pipi kanan membesar. Pipi kanan dirasakan membesar sejak 4
bulan SMRS. Pipi kanan dirasakan membesar disertai rasa nyeri dan
kesulitan untuk membuka mulut. Sekitar 4 bulan yang lalu pasien
memeriksakan diri ke mantri. Di mantri dilakukan insisi dan keluar cairan
putih susu kental. Didapatkan penurunan berat badan 14 kg dalam 4 bulan.
Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat sakit serupa : disangkal
b. Riwayat asma : disangkal
c. Riwayat alergi : disangkal
d. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
e. Riwayat hipertensi : (+)
f. Riwayat sakit jantung : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat sakit jantung : disangkal
c. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat alergi : disangkal
f. Riwayat TB : disangkal

6. Riwayat Kebiasaan
a. Merokok : (-)

16
b. Minum alkohol : (-)
c. Memasak dengan kayu bakar : (-)
d. Mempunyai binatang peliharaan : (-)
e. Kontak dengan binatang : (-)
f. Lingkungan asap dan debu : (-)
g. Riwayat bekerja di pabrik : (-)

7. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berobat di RSUD Dr. Moewardi menggunakan fasilitas
BPJS. Pasien tinggal dengan seorang istri dan seorang anak.

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak sesak, GCS E4V5M6 (compos mentis).
2. Status Gizi
BB : 46 kg
TB : 164 cm
IMT : 17,10 kg/m2
Kesan : underweight

3. Tanda Vital
Tekanan darah : 200/113 mmHg
Frekuensi per napasan : 20 x/menit
Nadi : 71x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur
Suhu : 36,5oC per aksiler
4. Status rongga mulut
a. Extra oral
1. Maxilla : tidak ada kelainan
2. Mandibula: terdapat massa sebesar bola tenis, konsistensi
keras
3. Bibir : tidak ada kelainan
b. Intra oral
1. Lingua : tidak ada kelainan
2. Left bucal : teraba massa sebesar bola pingpong,
konsistensi keras, nyeri tekan (+)
3. Upper ginggiva : tidak ada kelainan
4. Palatum : tidak ada kelainan
5. Right bucal : teraba massa sebesar bola tenis, konsistensi
keras, nyeri tekan (+)
6. Lower ginggiva : tidak ada kelainan
c. Oral Higiene
1. Debris index : buruk
2. Calculus index : buruk
3. OHIS : buruk
5. Dental Formula

17
M M M M M C C C C C C M M M M M

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17
M M M M M C C M M C C C C C M

6. Objective
a. Gigi : -
b. Jaringan lunak
Pada bucal dextra membesar teraba massa sebesar bola tenis,
kemerahan, konsistensi keras, nyeri tekan (+). Bucal sinistra
membesar teraba massa sebesar bola pingpong, kemerahan,
konsistensi keras, nyeri tekan (+).

C. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan AJH tanggal 15 April 2017

Makroskopis : parotis dextra terfiksir, AJH 2 slide

Mikroskopis : sel-sel epitel kelenjar yang atipik dan polimorf

Kesimpulan : AJH Parotis dextra/ Kelenjar liur : Adeno Carcinoma

D. Diagnosis

Tumor mandibula jenis Adenocarcinoma

E. Terapi

Konsultasi penyerahan ke bagian bedah onkologi

18
BAB IV
PENUTUP

Tumor mandibula merupakan tumor yang terdapat didaerah


mandibula atau rahang bawah. Tumor atau neoplasma adalah kumpulan
sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus secara tidak
terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi
tubuh. Etiologi dari tumor mandibula masih belum diketahui secara pasti namun
salah satunya, tumor mandibula dapat terjadi setelah pencabutan gigi,
pengangkatan kista dan atau iritasi lokal dalam rongga mulut. Sebagai dokter
umum perlu untuk mengetahui manifestasi maupun faktor risiko dari tummor
mandibula sehingga dapat mencurigai dan membantu penegakan diagnosis pada
tatanan fasilitas kesehatan primer.

19
DAFTAR PUSTAKA

American cancer society (2015). Salivary gland tumor. American cancer society.
American cancer society (2016). Osteosarcoma overview. American cancer
society.
American Joint Committee on Cancer (2010). Major salivary glands. In: AJCC
Cancer Staging Manual. 7th ed. New York, Springer; pp: 79-82.
Johnson JT, Rosen CA (2014). Baileys Head & Neck Surgery
Otolaryngology ., fifth edition. Wolters Kluwer.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1.UI: Media.
Matthew RD, William FE (2005). Fibrous Dysplasia. Pathophysiology,
Evaluation, and Treatment. J Bone Joint Surg Am, 87:1848-1864.
Menedenhall WM, Werning JW, Pfister DG (2011). Treatment of head and neck
cancer. In: DeVita VT, Lawrence TS, Rosenberg SA, eds. DeVita, Hellman,
and Rosenbergs Cancer: Principles and Practice of Oncology. 9th ed.
Philadelphia, Pa: Lippincott Williams & Wilkins; pp:729-780.
Nthumba P, Venter T (2013). Jaw tumors. Christian medical and dental
association.
Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi. Jakarta: EGC

20

You might also like