Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban
(14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang
diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.
Data-data di atas menunjukkan bahwa jumlah penyandang
diabetesdi Indonesia sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat
untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis atau
bahkan olehsemua tenaga kesehatan yang ada.Mengingat bahwa DM akan
memberikan dampak terhadap kualitassumber daya manusia dan
peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar,maka semua pihak, baik
masyarakat maupun pemerintah, sudahseharusnya ikut serta dalam usaha
penanggulangan DM, khususnya dalamupaya pencegahan.
2
BAB II
IDENTIFIKASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
B. ANAMNESIS
Anamnesa terpimpin
3
Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah kabur pada mata
sebelah kiri sejak 8 bulan terakhir. Pasien mengatakan belum pernah
kontrol untuk keluhan pada matanya, selain itu pasien juga mengeluh
terdapat luka lagi pada kaki sebelah kirinya sejak 8 bulan terakhir ini.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda vital
4
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 360C peraxila
BB : 55 kg
TB : 160 cm
IMT : 21,48
Status gizi : baik
Kepala : Normochepali
Mata : Anemis (-), Ikterik (-), edema palpebra (-), reflek pupil (+/
+) isokor, ukuran 3mm
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-), tiroid tidak teraba, JVP R-2
cmH2O.
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus kanan
dan kiri sama.
Pemeriksaan Jantung
5
Palpasi : Iktus kordis teraba di apex, regular, kuat angkat
normal.
Auskultasi :S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), opening snap (-),
friction rub (-)
6
Palpasi : akral teraba hangat
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
7
GRA% 84,3 x 103 H 35,0-80,0
RBC 3,71 x 103 3.50-.5.50x 10 12/1
HGB 10,9 g/dl L 11.0-16.0 g/dl
RDW% 17,8 H 11,0-16,0
HCT 33,0% L 37.0-54.0%
PLT 391 x 103 150-450 x 103
MPV 6,7g/dl 8,0-11,0
E. DIAGNOSIS KASUS
F. PLANNING TERAPI
8
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning
9 Des Lemas (+) TD : 120/70 mmHg - DM tipe II - Infus Nacl 0,9% 20
2016 Nadi : 80x/menit - DF wagner tpm
Suhu: 36,00C/axila III pedis - Ceftriaxon 3 x 1 g IV
Respirasi : dextra. - Metroindazol 3x500
20x/menit - hipoalbumi mg(P.O)
Ekstremitas : n - Sanmol flash 3x1g (iv)
terdapat luka pada - Omeprazole 2x40 mg
telapak dan (IV)
punggung kaki - Pletaal 2x100mg (P.O)
kanan dengan - Novorapid 3 x 6 IU SC
diameter 4cm dan - Lantus 0-0-10 IU SC
1,5 cm. - Cek GDP,GD2PP 2,
DL
- Transfusi albumin
2x/minggu
9
Albumin 1,85 g/dL 3.2-5.1 g/dL
10
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning
10 des Lemas (+), batuk (+), TD : 100/60 mmHg - DM tipe II - Infus Nacl 0,9% 20 tpm
2016 nyeri kaki kanan (+) Nadi : 80x/menit - Df wagner - Ceftriaxon 2 x 1 g IV
Suhu: 370C/axila III pedis - Omeprazole 2 x 40 mg
Respirasi: dextra IV
18x/menit - Novorapid 3 x 6 IU SC
Ekstremitas : nyeri - Lantus 0-0-10 IU SC
pada kaki kanan (+) - Vectryn syr 3 x 10 cc
luka pada telapak p.o
dan punggung kaki - Planning cek GDS PK
kanan dengan 22.00 wita & PK 06.00
diameter 4cm dan wita
1,5 cm.
GDS 280mg/dl
11 Des Lemas (+), batuk (+), TD : 110/60 mmHg - DM tipe II - Infus Nacl 0,9% 20 tpm
2016 nyeri kaki kanan (+) Nadi : 80x/menit - Df wagner - Ceftriaxon 2 x 1 g IV
Suhu: 370C/axila III pedis - Omeprazole 2 x 40 mg
Respirasi: dextra IV
20x/menit - Novorapid 3 x 6 IU SC
Ekstremitas : nyeri - Lantus 0-0-10 IU SC
pada kaki kanan (+) - Vectryn syr 3 x 10 cc
luka pada telapak p.o
dan punggung kaki - Planning cek GDS PK
kanan dengan 22.00 wita & PK 06.00
diameter 4cm dan wita
1,5 cm.
GDS 285 mg/dl
12 Des Lemas (+), batuk (+), TD : 110/60 mmHg - DM tipe II - Infus Nacl 0,9% 20 tpm
2016 nyeri kaki kanan (+) Nadi : 80x/menit - Df wagner - Ceftriaxon 2 x 1 g IV
Suhu: 370C/axila III pedis - Omeprazole 2 x 40 mg
Respirasi: dextra IV
20x/menit - Novorapid 3 x 6 IU SC
Ekstremitas : nyeri - Lantus 0-0-10 IU SC
pada kaki kanan (+) - Vectryn syr 3 x 10 cc
luka pada telapak p.o
dan punggung kaki - Transfusi albumin
kanan dengan 2x/minggu
11
diameter 4cm dan - Planning cek GDS PK
1,5 cm. 22.00 wita & PK 06.00
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
12
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.
beberapa menit setelah makan dan kembali turun ke nilai dasar dalam waktu 3
lemak dan protein (Price & Lorraine, 2007). Diabetes melitus (DM) adalah
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
3.2 Etiologi
kurangnya aktifitas fisik, diet tinggi gula, riwayat keluarga diabetes melitus,
dislipidemia, riwayat melahirkan bayi >4 kg dan riwayat diabetes melitus pada
diabetes, yaitu suatu kondisi dimana kadar glukosa darah lebih tinggi dari
biasanya tapi tidak cukup tinggi untuk dignosis diabetes melitus tipe 2
disfungsi sel beta pankreas, defek pada fase pertama sekresi insulin, yaitu
13
antara lain, sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang namun
tetapi kualitas reseptornya jelek sehingga kerja insulin tidak efektif, terdapat
3.3 Patofisiologi
produksi glukosa endogen dan ambilan glukosa oleh jaringan pun menjadi
14
oleh sel-sel beta, menyebabkan hiperinsulinemia. Kedua keadaan ini,
jaringan splanknik (saluran cerna dan hati) dan jaringan perifer terutama otot
lurik serta menekan produksi glukosa endogen. Sebagian besar glukosa (80-
85%) yang terambil oleh jaringan perifer akan terkonsentrasi pada otot lurik.
Toleransi glukosa akan tetap terjaga normal selama masih dapat dikompensasi
oleh peningkatan sekresi insulin. Jadi, sel beta pankreas yang masih berfungsi
tergambar pada diabetes melitus tipe 2 berupa resistensi insulin dan penurunan
darah meningkat sedemikian tinggi, ginjal tidak mampu lagi menyerap balik
terutama otot rangka, mengakibatkan produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
semakin diperberat oleh peningkatan kadar asam lemak bebas dalam darah
15
dan berdampak lebih buruk pada kinerja sel-sel beta dalam menyekresikan
3.4 Diagnosis
Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat
16
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa (GDP ) 126 mg/dL dengan
adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Kadar gula plasma 2 jam pada
TTGO (GD2PP) 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO yang
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 gram glukosa.
Table 3.2 Tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
17
Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi
glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM (pre diabetes). Kedua
keadaan tersebut juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya DM dan
penyakit kardiovaskular dikemudian hari.
3.5 Penatalaksanaan
18
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes.
pengendalianglukosa darah.
danmortalitas DM.
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
perilaku.
jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu,
OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya
19
Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus
1. Edukasi
pelatihan khusus.
20
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
3. Latihan jasmani
21
4. Intervensi farmakologis
22
klorpropamid. Sulfonilurea generasi kedua adalah
glibenklamid, glimepirid, glipizid, gliburid dan
glikazid. Glibenklamid, ada dua dosis, 2,5 mg dan 5
mg. Dosis sehari antara 2,5 sampai 15 mg, obat ini
memiliki efek hipoglikemik yang cukup kuat. Lama
kerjanya termasuk intermediate antara 5-8 jam yang
diberikan 1-2 kali sehari, pagi dan siang hari.
Tolbutamid, biasanya tersedia dalam dosis 500 mg
satu tablet, obat ini bekerja jangka pendek (short
acting) sekitar 4 jam yang diberikan 1-3 kali sehari,
di pagi, siang dan sore hari. Dosis sehari Tolbutamid
antara 500-2000 mg. Gliklazid, dosis yang tersedia
adalah 80 mg. Lama kerja obat ini intermediate.
Karena itu obat ini memiliki efek hipoglikemik
sedang sehingga jarang menimbulkan hipoglikemia,
dosis sehari antara 80 sampai 320 mg.
Klorpropamid, dosis pemeliharaan rerata
klorpropamid 200 mg/hari, yang diberikan sebagai
dosis tunggal pada pagi hari, tolazamid sebanding
dengan klorpropamid, tetapi lama kerjanya lebih
pendek, jika dibutuhkan dosis 500 mg/hari, dosis
tersebut harus dibagi dan diberikan dua kali sehari.
Sulfoniluria golongan kedua seperti glimepirid telah
disetujui untuk digunakan sekali sehari sebagai
monoterapi, dengan dosis sebesar 1 mg/hari dengan
dosis maksimal 8 mg. Gliburid, dosis awal yang
biasa diberikan 2,5 mg/hari atau lebih kecil dan
dosis pemeliharaan rerata 5-10 mg/ hari, yang
diberikan sebagai dosis tunggal pada pagi hari.
Glipizid, dosis awal yang dianjurkan adalah 5
mg/hari yang dapat dinaikkan sampai 15 mg/hari
23
yang diberikan sebagai dosis tunggal (Katzung,
2011).
- Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya
sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan
ini terdiri dari dua macam obat yaitu Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat
setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara
cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial (PERKENI, 2011).
Repaglinid, obat ini diberikan dengan dosis 0,25-4
mg sesaat sebelum makan dengan dosis maksimum
16 mg/hari (Katzung, 2011).
24
rosiglitazon. Pioglitazion dapat diberikan sekali sehari
dengan dosis awal 15-30 mg. Rosiglitazon diberikan
sehari atau dua kali sehari dengan dosis 4-8 mg
(Katzung, 2011).
25
ditemukan ialah kembung dan flatulens (PERKENI,
2011).
5) DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu
hormonpeptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa
usus. Peptidaini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada
makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan.
GLP-1 merupakan perangsang kuat pelepasan insulin
dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon.
Namun demikian,secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim
dipeptidylpeptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-
1-(9,36)-amide yang tidak aktif.Sekresi GLP-1 menurun
pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal
rasional dalam pengobatan DM tipe 2.Peningkatan
konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat
yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat
DPP-4) atau memberikan hormon asli atau analognya
(analog incretin=GLP-1 agonis) (PERKENI, 2011).
Eksentid merupakan inkretin pertama yang tersedia
untuk mengobati diabetes. Eksentid sebagai suatu analog
sintetik polipeptida 1 yang menyerupai glikagon (GLP-
1). Obat ini disuntikkan secara subkutan dalam waktu 60
menit sebelum makan, terapi dimulai pada dosis 5 mcg
dua kali sehari, dengan dosis maksimum 10 mcg dua kali
sehari. Sitagliptin adalah suatu inhibitor dipeptidil
peptidase-4 (DPP-4), obat ini diberikan dengan dosis
sebesar 100 mg yang diberikan per oral sekali sehari
(Katzung, 2011).
26
b. Suntikan insulin
Pada beberapa kondisi saat kebutuhan insulin sangat
meningkat akibat adanya, Penurunan berat badan yang cepat,
hiperglikemia berat yang disertai ketosis, ketoasidosis diabetik,
hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan
asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal,
stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke),
kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi ginjal
atau hati yang berat, kontraindikasi dan atau alergi terhadap
OHO (PERKENI, 2011).
27
makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun
insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai
sasaran glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin
kerja sedang atau panjang).
Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan
dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4
hari bila sasaran terapi belum tercapai.
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah
(basal bolus).
28
Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan
29
Tabel 3.3 Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu Kerja
30
Penilaian hasil terapi
adalah:
dengan kebutuhan.
31
2. Pemeriksaan A1C
3.6 Komplikasi
32
Komplikasi-komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi 2
disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa
33
penyandang diabetes harus selalu dipikirkan kemungkinan
sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis.
34
yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena
a) Mikroangiopati
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler
dan arteriola retina (retinopati diabetikum), glomerulus ginjal
(nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetikum),
otot-otot serta kulit. Terdapat kaitan yang kuat antara
hiperglikemia dengan insidens dan berkembangnya retinopati.
Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma atau pelebaran
sakular yang kecil dari arteriola retina. Akibatnya, perdarahan,
neovaskularisasi dan jaringan parut retina dapat mengakibatkan
kebutaan. Neuropati disebabkan oleh gangguan jalur poliol akibat
defisiensi insulin. Terdapat penimbunan sorbitol sehingga
mengakibatkan pembentukan katarak dan dapat mengakibatkan
kebutaan (Price & Lorraine, 2007).
b) Makroangiopati
Gangguan vaskular ini dapat disebabkan karena
penimbunan sorbitol dalam intima vaskular, hiperlipoproteinemia,
kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya makroangiopati diabetik
ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskular. Jika mengenai
arteri-arteri perifer, maka dapat mengakibatkan insufisiensi
vaskular perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangren
pada ekstremitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang
35
terkena arteri koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan
angina dan infark miokard.
36
Grade 3 : Ulkus dalam dengan selulitis/abses atau osteomielitis
Grade 4 : Tukak dengan Gangren lokal
Grade 5 : Tukak dengan Gangren luas / melibatkan keseluruhan kaki
37
Pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali kadar gula darahnya
akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri)
pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran
albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan
timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika. Eritrosit pada
penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C yang
menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan
oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi
jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang
selanjutnya timbul ulkus kaki diabetes. Peningkatan kadar fibrinogen dan
bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah
merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya
trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah.
Penderita diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida
plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan
hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan
merangsang terjadinya aterosklerosis. Perubahan / inflamasi pada dinding
pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah,
konsentrasi HDL (highdensity- lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya
rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan
terhadap aterosklerosis (Tambunan, 2006).
Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun
sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya
terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung
kaki atau tungkai. Pada penderita diabetes mellitus apabila kadar glukosa darah
tidak terkendali menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis
di lokasi radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid
menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh
sistem plagositosis-bakterisid intra selluler. Pada penderita ulkus kaki diabetes, 50
% akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi karena
merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada
38
ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylococcus atau Streptococcus serta
kuman anaerob yaitu Clostridium Perfringens, Clostridium Novy, dan Clostridium
Septikum (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
39
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi V. Jakarta: Interna publishing; 2009.
40