You are on page 1of 16

IMPETIGO : DIAGNOSIS DAN TERAPI

Impetigo merupakan infeksi bakteri pada kulit yang [paling umum pada anak
anak usia dua hingga lima tahun. Terdapat dua tipe pokok dari impetigo yaitu :
nonbulosa (70% dari kasus) dan bulosa (30% dari kasus). Impetigo nonbulosa,
atau yang disebut impetigo kontagiosa, disebabkan oleh mikroorganisme
Staphylococcus aureus atau Streptococcus pyogenes, dan memiliki karakteristik
krusta honey-colored pada wajah dan ekstremitas. Impetigo terutama
berpengaruh pada kulit atau merupakan infeksi sekunder dari gigitan
seranggam eksema, atau lesi herpetikum. Impetigo bulosa, yang khususnya
diakibatkan oleh S. aureus, menimbulkan bula yang besar, flaksid dan biasanya
menginfeksi bagian area intertriginosa. Kedua tipe biasanya mengalami resolusi
dalam waktu dua hingga tiga minggu tanpa meninggalkan bekas luka, dan
komplikasinya biasanya jarang, dengan komplikasi yang paling serius berupa
glomerulonefritis post-streptokokus. Terapinya meliputi antibiotika topikal
seperti mupirosin, retapamulin, dan asam fusidat. Terapi antibiotik oral dapat
digunakan untuk impetigo dengan bula besar atau ketika terapi topikal tidak
cukup adekuat. Amoksisilin/klavulanat, dikloksasiklin, sefaleksin, klindamisin,
doksisiklin, minosiklin, trimetoprim/sulfametoksazol, dan makrolid merupakan
antibiotik pilihan, sementara penisilin bukan salah satu pilihan yang
dianjurkan. Terapi natural seperti tea tree oil; minyak zaitun, minyak bawang,
dan minyak kelapa; dan madu Manuka menunjukkan keberhasilan yang tidak
terduga, tetapi masih belum cukup ada bukti yang dapat mendukung atau
menganjurkan maupun melarang penggunaan zat tersebut sebagai pilihan
terapi. Terapi yang sedang dikembangkan meliputi foam minosiklin dan
Ozenoksasin, kuinolon topikal. Disinfektan topikal lebih rendah dibandingkan
antibiotik dan tidak dianjurkan untuk digunakan. Pertimbangan terapi empiris
telah berubah dengan meningkatnya prevalensi bakteri resisten-antibiotik, yang
telah tercatat selama ini adalah S. aureus yang resisten methicillin, streptokokus
yang resisten makrolid, dan streptokokus yang resisten mupirosin. Asam fusidat,
mupirosin, dan retapamulin dapat mengatasi infeksi S. aureus yang rentan
metisilin, dan infeksi streptokokus. Klindamisin menunjukkan perannya dalam
mengendalikan suspek infeksi S. aureus resisten metisilin. Trimetoprim/
sulfametoksazol melawan infeksi S. aureus resisten metisilin, tetapi tidak
adekuat untuk infeksi streptokokus.

Impetigo merupakan infeksi bakterial pada kulit yang disebabkan oleh


Stafilokokus aureus, Streptokokus pyogenes beta hemolitikus grup A, kombinasi
kedua, atau yang lebih jarang terjadi, bakteri anaerob. Di Amerika Serikat, lebih dari
11 juta infeksi kulit dan jaringan lunak disebabkan oleh S. aureus setiap tahunnya.
Impetigo merupakan infeksi kulit yang paling umum pada anak anak usia dua
hingga lima tahun, tetapi individu pada usia berapa pun dapat terjangkit infeksi ini.
Sepertiga dari infeksi kulit dan jaringan lunak pada orang yang pulang dari bepergian
berupa impetigo, dan biasanya merupakan infeksi sekunder dari gigitan nyamuk yang
terinfeksi.

Banyak bakteri yang memiliki habitat pada kulit yang sehat; beberapa
jenisnya yaitu, S. pyogenes dan S. aureus, yang secara intermiten mengalami
kolonisasi pada area nasalis, faringeal, maupun daerah perineal. Bakter ini dapat
menyebabkan infeksi pada kulit yang rentan atau lemah. Beberapa faktor lain yang
merupakan predisposisi dari impetigo adalah trauma kulit; yaitu dapat berupa trauma
panas, dan karena kondisi yang lembab; buruknya tingkat higienitas; tatacara
perawatan kulit sehari hari; crowding; malnutrisi; dan diabetes melitus ataupun
komorbiditas klinis lainnya. Autoinokulasi melalui jari jari, handuk, ataupun
pakaian seringkali menyebabkan terbentuknya lesi satelit pada area yang berdekatan.
Sifat yang sangat mudah menular dari impetigo juga menyebabkan mudahnya
penyebaran dari pasien terhadap orang orang yang berkontak dekat. Meskipun
impetigo merupakan infeksi yang dapat sembuh sendiri atau self-limited, terapi
antibiotik serngkali diinisiasi untuk penyembuhan yang lebih cepat dan untuk
mencegah penularan pada individu lain. Hal ini dapat membantu mengurangi jumlah
hilangnya hari kerja ataupun hari sekolah karena izin sakit. Praktik higienisitas seperti
membersihkan luka minor dengan sabun dan air, mencuci tangan, mandi secara
teratur, dan menghindari kontak dengan anak anak yang terinfeksi dapat membantu
mencegah infeksi.

Manifestasi klinis

Terdapat dua jenis manifestasi impetigo : nonbulosa (yang juga dikenal dengan
impetigo kontagiosa) dan bulosa.

NONBULOSA

Impetigo nonbulosa merupakan manifestasi yang paling umum, merupakan 70% dari
kasus yang terjadi. Impetigo nonbulosa dapat diklasifikasikan lebih jauh sebagai
bentuk primer ataupun bentuk sekunder yang memiliki prevalensi yang lebih tinggi.
Impetigo primer merupakan invasi bakteri direk terhadap kulit sehat yang intak.
Impetigo sekunder (umum) merupakan infeksi bakteri pada kulit yang rusak akibat
trauma, eksema, gigitan serangga, skabies, ataupun wabah herpes dan penyakit
lainnya. Diabetes maupun kondisi sistemik lain yang mendasari juga dapat
mengakibatkan kerentanan kulit. Impetigo dimulai dari lesi makulopapular yang
mengalami perubahan menjadi vesikel berdinding tipis yang sangat mudah pecah,
meninggalkan lesi superfisial yang terkadang menimbulkan rasa gatal maupun erosi
yang nyeri yang dilapisi oleh krusta klasik yang berwarna seperti madu (honey
colored) (gambar 1). Lamanya infeksi ini dapat bertahan selama dua hingga tiga
minggu jika tidak dialkukan terapi. Pada saat krusta mengering, area yang terinfeksi
dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas luka. Kulit yang terpapar pada wajah
(sebagai contoh nares, dan regio perioral) dan ekstremitas merupakan area yang
umumnya mudah terinfeksi. Limfadenitis regional biasanya dapat terjadi, tetapi gejala
sistemik jarang ditemukan. Impetigo nonbulosa biasanya disebabkan oleh S. aureus
akan tetapi S. pyogenes juga dapat terlibat, terutama pada iklim yang lebih hangat dan
lebih lembab.

Gambar 1. Krusta honey-colored pada impetigo nonbulosa

Gambar 2. Bula flaksid yang mengeluarkan cairan kekuningan pada pasien impetigo
Gambar 3. Krusta coklat yang muncul setelah bula ruptur pada pasien dengan
impetigo

BULOSA

Impetigo bulosa disebabkan hanya oleh S. aureus dan memiliki ciri khas bula yang
besar, rapuh, dan flaksid yang dapat mengalami ruptur serta mengeluarkan cairan
berwarna kuning (gambar 2). Impetigo ini biasanya sembuh dalam dua hingga tiga
minggu tanpa meninggalkan bekas luka. Sisik kolaret yang patognomonik pada tepi
lesi muncul setelah rupturnya bula, meninggalkan krusta coklat yang tipis pada
daerah yang mengalami erosi (gambar 3). Bentuk bula yang lebih besar ini
diakibatkan oleh toksin eksfoliatif yang diproduksi oleh strain S. aureus yang dapat
menyebabkan hilangnya adhesi sel pada epidermis superfisialis. Impetigo bulosa
biasanya ditemukan pada trunkus, aksila, dan ekstremitas, serta pada daerah
intertriginosa (diaper). Impetigo ini merupakan penyebab paling umum terjadinya
ruam ulseratif pada pantat bayi. Gejala sistemik jarang terjadi akan tetapi dapat
melibatkan demam, diare, dan kelemahan.
Diagnosis

Diagnosis impetigo bulosa dan impetigo nonbulosa hampir selalu melalui manifestasi
klinis yang ditemukan pada pasien. Diagnosis diferensial meliputi penyakit bula
lainnya dan gangguan yang melibatkan ruam (tabel 1). Usapan kulit tidak dapat
menjadi dasar dalam membedakan infeksi bakteri atau kolonisasi bakteri. Pada pasien
yang mengalami kegagalan terapi lini pertama, kultur pus atau kultur cairan bula,
bukan kulit yang intak, dapat membantu mengidentifikasi patogen yang terlibat dan
sensitivitas antimikroba. Meskipun pemeriksaan serologis untuk antibodi
streptokokus dapat membantu diagnosis glomeruolnefritis post-streptokokus, tetapi
pemeriksaan ini tidak dapat membantu menegakkan diagnosis impetigo.

Tabel 1. Diagnosis Banding Impetigo


Bulosa Nonbulosa
Eritema bulosa multiformis Dermatitis atopi
Bullous fixed drug eruption Impetigo Bockhart*
Bullous lupus erythematosus Discoid lupus eritematosus pada anak
Reaksi Pemfigoid bulosa Dermatitis kontak
Skabies bulosa Candidiasis kutis
Dermatitis kontak Dermatofitosis (tinea korporis atau
Dermatitis herpetiformis kapitis)
Gigitan serangga Herpes simplex virus
Dermatosis bulosa immunoglobulin A Pediculosis (kutu)
Necrotizin fascitiis Scabies
Pemfigus Vulgaris Sweet syndrome (dermatosis neutrofilik
Steven Johnson Syndrome febris akut)
Luka bakar Varicella zooster virus
Transient neonatal pustular melanosis
*--merupakan folikulitis pustular, bukan impetigo murni
Komplikasi

Impetigo biasanya merupakan kondisi yang dapat sembuh sendiri (self-limited),


meskipun jarang, komplikasi dapat terjadi. Komplikasi ini meliputi selulitis (pada
bentuk nonbulosa), septikemia, osteomyelitis, artritis septik, limfangitis, limfadenitis,
psoriasis gutata, staphylococcal scalded skin syndrome, dan glomerulonefritis akut
post-streptokokus, dengan glomerulonefritis post-streptokokus merupakan komplikasi
yang paling serius. Jumlah penyebab yang mungkin, insidensi, dan keparahan klinis
dari glomerulonefritis akut post-streptokokus telah mengalami penurunan, karena
organisme penyebab dari impetigo telah berubah dari S. pyogenes menjadi S. aureus.
Sebagian besar kasus glomerulonefritis akut post-streptokokus di Amerika Serikat
berhubungan dengan faringitis. Dari strain S. pyogenes yang terdapat pada kasus
impetigo menunjukkan bahwa impetigo dianggap memiliki potensi nefritogenik yang
minimal. Tidak terdapat data yang mengindikasikan bahwa terapi antibiotik untuk
impetigo memiliki efek pencegahan terhadap berkembangnya glomerulonefritis akut
post-streptokokus, yang dapat terjadi pada 5% pasien dengan impetigo nonbulosa.
Demam rematik tampaknya bukan merupakan komplikasi dari impetigo.

Terapi

Pilihan terapi untuk impetigo meliputi antibiotik topikal, antibiotik sistemik, dan
disinfektan topikal. Penelitian kualitas yang berbasis bukti untuk terapi yang paling
efektif pada impetigo masih sedikit dan terbilang kurang. Pada tahun 2012, review
Cochrane yang terbaru mengulas intervensi impetigo yang mengevaluasi 68
penelitian randomized controlled trial, yang meliputi 26 penelitian pada terapi oral
dan 24 penelitian pada terapi topikal. Tidak terdapat bukti yang jelas yang
menunjukkan intervensi yang mana yang merupakan terapi yang paling efektif.
Antibiotik topikal paling efektif dibandingkan plasebo dan lebih dianjurkan
dibandingkan antibiotik oral untuk impetigo dengan luas lesi kecil. Antibiotik
sistemik seringkali digunakan pada infeksi yang lebih luas maupun lebih berat
dimana terapi topikal tidak dapat digunakan secara adekuat. Klinisi terkadang harus
memilih keduanya baik terapi topikal maupun sistemik. Terapi yang ideal harus
bersifat efektif, tidak terlampau mahal, dan memiliki efek samping yang kecil, serta
tidak menyebabkan resistensi bakteri.

ANTIBIOTIK TOPIKAL

Antibiotik topikal (tabel 2) memiliki efek hanya pada bagian tubuh yang diberikan,
meminimalisasi terjadinya resistensi antibiotik dan mencegah efek samping
gastrointestinal serta sistemik lainnya. Durasi penggunaan terapi topikal bervariasi
berdasarkan produk obat yang digunakan, akan tetapi pada uji klinis, durasi tujuh hari
terapi ditemukan lebih efektif dibandingkan plasebo untuk resoluasi impetigo. Reaksi
alergi lokal, sensitisasi kulit, dan kesulitan penggunaan pada area kelopak mata,
mulut, dan punggung merupakan kelemahan potensial dari terapi topikal. Tiga
preparat antibiotik topikal untuk impetigo adalah krim mupirosin 2% atau ointment
(Bactroban), ointment retapamulin 1% (Altabax), dan asam fusidat (tidak tersedia di
Amerika Serikat). Pertimbangan terapi empiris telah berubah dengan meningkatnya
prevalensi resistensi bakteri terhadap antibiotik. S.aureus resisten metisilin (MRSA),
streptokokus resisten makrolid, dan streptokokus resisten mupirosin kini tekah
ditemui.

Retapamulin merupakan agen antimikroba pleuromutilin terbaru dan


merupakan antimikroba topikal baru pertama selama hampir 20 tahun terakhir.
Pleuromutilin, berasal dari fungi Clitopilus passeckerianus, memiliki aktivitas
antibakteri melawan organisme bakteri gram-positif. Retapamulin bekerja pada tiga
aspek kunci pada sintesi protein bakterial, membuatnya jauh lebih lemah untuk
menginduksi munculnya strain yang resisten. Pada tahun 2007, Food and Drug
Administration Amerika Serikat menerima ointement retapamulin 1% untuk terapi
impetigo akibat S.aureus (hanya pada isolat yang sensitif metisilin) atau S. pyogenes
pada dewasa dan anak anak usia minimal sembilan bulan. Retapamulin tidak
diterima untuk terapi karier stafilokokus intranasalis maupun terapi pada infeksi kulit
terkait MRSA. Harga kedua pilihan terapi topikal yang tersedia di Amerika Serikat
bervariasi tergantung pada jenis preparat. Mupirosin tersedia dalam bentuk preparat
yang lebih murah versi generik maupun versi obat paten. Semua produk mupirosin
yang tersedia tidak lebih mahal dibandingkan dengan ointment retapamulin yang
hanya tersedia dalam bentuk obat paten saja (tabel 2).

Tabel 2. Antibiotik Topikal untuk Impetigo


Medikasi Petunjuk Harga*
+
Salep Asam fusidat 2% Oleskan pada ujud kelainan kulit Tersedia di Kanada dan
3 kali sehari selama 7 s.d 12 hari Eropa
Krim Mupirosin 2% Oleskan pada ujud kelainan kulit 15g tube: 48$ ($89)
(Bactroban)= 3 kali sehari selama 7 s.d 10 30g tube: 50$ ($144)
hari,reevaluasi setelah 3 s.d 5 hari
jika tidak ada respon klinis.
Untuk usia pasien di atas 3 bulan
Salep Mupirosin 2%= Oleskan pada ujud kelainan kulit 22g tube: 14$ ($103)
3 kali sehari selama 7 s.d 10 hari
Dosis anak sama dengan dewasa
Untuk usia pasien di atas 2 bulan
Salep Retapamulin 1%S Oleskan pada ujud kelainan kulit 15g tube: tidak tersedia
2 kali sehari selama 5 hari ($130)
Total area pengobatan tidak boleh 30g tube: Tidak
lebih dari 100 cm2(dewasa) atau tersedia($245)
2% dari total permukaan tubuh
anak.
Untuk usia pasien di atas 9 bulan
*
--Perkiraan harga eceran berdasarkan informasi yang didapatkan pada
http://www.goodrx.com. Harga obat generik dilampirkan pertama, obat paten dilampirkan
pada tanda kurung.
+
-- Untuk infeksi S. aureus (sensitif metisilin) dan streptokokus.
=
--Untuk infeksi S. aureus (sensitif metisilin) dan streptokokus. Streptokokus resisten
metisilin saat ini telah tercatat.
S
--Anggota pertama antibiotik golongan pleuromutilin. Untuk infeksi S. aureus (sensitif
metisilin) dan streptokokus.

ANTIBIOTIK ORAL

Pengobatan dengan antibiotik oral dapat digunakan pada impetigo dengan bula yang
besar atau ketika terapi topikal tidak adekuat untuk digunakan (Tabel 3). Pengobatan
untuk tujuh hari biasanya telah mencukupi, namun pengobatan ini bisa memanjang
jika respon klinis tidak adekuat dan sensitivitas terhadap antimikroba telah diketahui.
Belum ada bukti yang mendukung anjuran penggunaan salah satu antibiotik oral di
antara antibiotik lain yang tersedia. Studi yang membandingkan penggunaan
beberapa antibiotik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada
kecepatan pengobatan antara antibiotik topikal dan oral. Pada awalnya, eritromisin
dan penisilin merupakan pengobatan standar, namun karena munculnya resistensi
obat, penisilin dan eritromisin tidak lagi rutin digunakan. Nilai resistensi sangat
bergantung kepada wilayah sehingga paramedis seharusnya memeriksa pola resistensi
lokal untuk memilih antibiotik yang tepat. Sebuah penelitian yang memiliki kekuatan
statistik yang cenderung rendah menunjukkan bahwa kalium penisilin oral V tidak
lebih efektif dibandingkan plasebo. Pada penelitian lain, fungsi kalium penisilin V
lebih rendah dibandingkan eritromisin atau cloxasiklin (tidak lagi tersedia di Amerika
Serikat), sedangkan mupirosin topikal sedikit lebih baik daripada oral eritromisin.
Tidak ada makrolid yang ditemukan lebih baik dibandingkan antibiotik yang lainnya,
namun semuanya lebih baik daripada Kalium Penisilin V. Akan tetapi oleh karena
meningkatnya resistensi terhadap makrolide, makrolide tidak lagi digunakan.
Amoxicilin/Clavulanat (Augmentin) lebih baik daripada amoxicilin tunggal karena
cakupannya terhadap organisme penghasil -laktamase. Meskipun sefalosporin
mungkin bisa digunakan, tidak ada bukti bahwa generasi sefalosporin lebih baik
daripada yang lain.

Insidensi MRSA pada infeksi kulit dan jaringan dilaporkan meningkat, namun
pada penelitian terakhir menunjukkan penurunan. Tidak ada penelitian yang secara
spesifik menemukan hubungan MRSA dengan impetigo pada dewasa ataupun anak,
Namun kultur mungkin masih berguna pada beberapa situasi. Jika infeksi MRSA
telah dicurigai, terapi inisial yang digunakan adalah trimetroprim/sulfametoxazole,
klindamicyn, atau tetrasiklin (doksisiklin atau minosiklin (minosin) dianjurkan
sebalum didapatkan hasil kultur. Meskipun trimetroprim/sulfametoaxzole efektif
untuk infeksi S.aureus, termasuk di dalamnya yaitu infeksi MRSA, penggunaannya
untuk impetigo dibatasi oleh ketidakmampuannya untuk mengatasi infeksi
streptokokus. Penetrasi klindamisin oral ke dalam kulit dan struktur kulit seharusnya
dipertimbangkan jika telah dicurigai terinfeksi MRSA. Karena peningkatan risiko
kolitis pseudomembranosa, Klindamisin seharusnya diberikan untuk pasien alergi
terhadap penisilin, atau pada pasien yang gagal merespon terhadap terapi lainnya.
Tetrasikline dapat digunakan untuk pasien yang rentan terinfeksi MRSA, namun
sebaiknya penggunaan tetrasiklin dihindari pada anak usia kurang dari delapan tahun.
Fluorokuinolone oral bukan merupakan pilihan terapi karena aktivitasnya yang
rendah terhadap stafilokokus dan karena berpotensi menyebabkan tendinopati dan
arthropati.

Tabel 3. Antibiotic Sistemik untuk Impetigo


Dosis dewasa Dosis Anak
Obat (untuk 7 hari) Harga* (Untuk 7 hari) Harga*
Amoxicilin/klavulanat+ 875/125 mg $19 Kurang dari 3 1botol,400/57
setiap 12 jam bulan: 30 mg per 5 ml
mg/kgbb/hari (100ml
suspensi oral):
$30 ($125)
Cephalexin (Kelfex) 250 mg setiap $5 25 s.d 50 1 botol, 250mg
6 jam atau mg/kgbb/hari per5 ml (100
500mg setiap dosis terbagi ml suspensi
12 jam untuk 6 s.d 12 oral): 14$
jam
Clindamicyn= 300 s.d 600 mg $18 10 s.d 25 1 botol, 75 mg
setiap 6 s.d 8 mg/kgbb/hari, per 5 ml (100
jam dosis terbagi ml solution
setiap 12 jam oral): $47
Tidak
dianjurkan
pada anak
kurang dari 8
tahun
Dicloxacilin 250 mg setiap $14 12,5 s.d 25 Lihat harga
6 jam mg/kgbb/hari dewasa
Dosis terbagi
setiap 6 jam
DoksisiklinS 50 s.d 100 mg $15 2,2 s.d 4.4 1 botol. 25
setiap 12jam mg/kgbb/hari mg/5ml (60 ml
dosis terbagi oral suspensi):
setiap 12 jam $20 (harga
Tidak bervariasi
dianjurkan tergantung
untuk anak wilayah)
kurang dari 8
tahun
Minosiklin (minosin)S 100 mg setiap $36 Loading dose Lihat harga
12 jam 4mg/kgbb dewasa: belum
untuk dosis tersedia
pertama (dosis formulasi
max 200 mg), larutan
kemudian 4
mg/ kgbb/hari
terbagi menjadi
setiap 12 jam
Maximum 400
mg/hari
Tidak
dianjurkan
untuk anak
kurang dari 8
tahun
Trimetropim/sulfameto 160/800 mg $4 8 s.d 10 1 botol, 40/200
xazoleS setiap 12jam mg/kgbb/hari mg per 5 ml
berdasarkan (100ml oral
komponen suspensi): $4
timetroprim
dengan dosis
terbagi setiap12
jam
Karena resistensi yang baru muncul, penisilin dan eritromisin tidak lagi dianjurkan
digunakan sebagai terapi.
*
--Perkiraan harga eceran berdasarkan informasi yang didapatkan pada
http://www.goodrx.com. Harga obat generik dilampirkan pertama, obat paten dilampirkan
pada tanda kurung.
+
-- Baik untuk infeksi S. aureus (sensitif metisilin) dan streptokokus.
=
--Jika terdapat kecurigaan ke arah infeksi S aureus resisten metisilin atau telah terbukti.
S
-- Jika terdapat kecurigaan ke arah infeksi S aureus resisten metisilin atau telah terbukti.
Tidak terdapat aktivitas melawan infeksi streptokokus.

DESINFEKSI TOPIKAL

Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan manfaat pengobatan non antibiotik,


seperti sabun desinfektan, namun nilai statistiknya rendah. Desinfektan tampaknya
kurang efektif daripada antibiotik topikal dan tidak direkomendasikan. Penelitian
membandingkan hexachlorophene dengan basitrasin dan hidrogen peroksida dengan
asam fusidat topica, dan ditemukan bahwa antibiotik topikal lebih efektif.

RANGKUMAN : KUNCI REKOMENDASI UNTUK PRAKTIK KLINIS


Rekomendasi Klinis Nilai Bukti Ilmiah Sumber
Antibiotik topikal lebih A 8,11
efektif daripada plasebo
dan lebih dipilih daripada
oral atibiotik untuk
impetigo
Penisilin oral seharusnya B 8,12
tidak digunakan untuk
impetigo karena kurang
efektif dibandingkan
antibiotik lainnya
Eritromisin oral dan B 8, 12
makrolide sebaiknya tidak
diberikan untuk mengobati
impetigo karena
munculnya resistensi obat
Tidak didapatkan bukti B 8
yang cukup yang
merekomendasikan
penggunaan desinfektan
topikal untuk pengobatan
impetigo
Tidak ada bukti yang C 24
cukup yang
merekomendasikan (atau
menolak) pengobatan
herbal untuk impetigo
A = konsisten, kualitas baik dengan bukti berbasis pasien; B = tidak konsisten atau
kualitas terbatas dengan bukti berbasis pasien; C = konsensus, bukti berbasis
penyakit, praktik pada umumnya, opini ahli, atau serial kasus. Untuk informasi
mengenai SWOT dari sistem rating bukti, lihat http://www.aafp.org/afpsport.

TERAPI ALAMIAH

Bukti yang ada tidak cukup untuk merekomendasikan atau justru malah menolak
penggunaan terapi herbal untuk impetigo. Obat-obatan herbal seperti minyak pohon
teh, saripati teh, minyak zaitun, bawang putih, dan minyak kelapa, dan madu manuka
hanya merupakan wacana popular di masyarakat. Faktanya bahwa impetigo
merupakan penyakit self-limited yang berarti bahwa banyak pengobatan yang terlihat
sangat membantu, padahal tidak lebih baik dibandingkan plasebo. Pada sebuah
penelitian minyak daun teh dan oral sefalexin sama efektifnya, dengan nilai terapi
81% berbanding 79%. Minyak pohon teh (derivat dari Melaleuca alternifolia)
tampak memiliki nilai terapi yang sama terhadap mupirosin 2% untuk dekolonisasi
topikal terhadap MRSA.
Penatalaksanaan di Masa Depan

Penatalaksanaan di masa depan untuk impetigo mungkin menggunakan foam


minosiklin, yang telah berhasil memenuhi uji klinis fase II, dan Ozenoxacin yang
merupakan topikal kuinolon yang telah berhasil memenuhi uji klinis fase III. Uji
klinis dengan sedikit kontrol pada hasil percobaan mereka telah dipublikasikan, dan
sebagian besar metodologi penelitian yang digunakan lemah. Area ini sangat tepat
untuk diteliti lebih lanjut dengan penelitian yang sebaik mungkin.

You might also like