You are on page 1of 31

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

KLIEN PNEUMONIA

KELOMPOK 13:

KURNIATI

RARAS RAHAYU

IRNAWATI

FAHRIANI

DESY NURFADILLAH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentangAsuhan keperawatan dengan
Klien Pneumonia .Selain itu, tujuan dari makalah yang kami buat ini agar kita sebagai perawat
mampu mengetahui tentang Asuhan Keperawatan dengan Klien Pneumonia. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada dosen yang telah membimbing serta dukungan sampai
akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami juga berterimakasih kepada teman-teman
yang telah membantu dan memberikan informasi dalam penyusunan makalah ini.Meskipun
demikian, kami juga menyadari bahwa makalah ini juga tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan.Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan makalah ini.

Akhir kata, kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, 11 Maret 2015

Penyusun

Kelompok 13
Daftar isi

BAB 1 ........................................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 4

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................................. 5

1.3 Tujuan ................................................................................................................................................. 5

BAB II........................................................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 6

A. Definisi.............................................................................................................................................. 6

B. Etiologi.............................................................................................................................................. 7

C. Gambaran Klinis ............................................................................................................................... 7

E. Manifestasi klinis ............................................................................................................................ 13

Daftar pustaka ............................................................................................................................................. 31


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya menyerang
sekitar 1% dari seluruh penduduk Amerika.Meskipun sudah ada kemajuan dalam bidang
antibiotic, pneumonia tetap merupakan penyebab keatian keenam di Amerika
Serikat.Pneumonia sering terjadi pada anak usia 2 bulan 5 tahun, pada usia dibawah 2
bulan pneumonia berat ditandai dengan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali/menit juga
disertai penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah kedalam.Pada usia 2 bulan sampai
kurang dari 1 tahun, frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali/menit dan pada usia 1 tahun
sampai kurang dari 5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 40 kali/menit.Pneumonia berat
ditandai dengan adanya gejala seperti anak tidak bisa minum atau menetek, selalu
memuntahkan semuanya, kejang dan terdapat tarikan dinding dada kedalam dan suara nafas
bunyi krekels (suara nafas tambahan pada paru) saat inspirasi.Kasus terbanyak terjadi pada
anak dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak pada bayi yang berusia kurang dari 2
bulan.Apabila anak diklasifikasikan menderita pneumonia berat di puskesmas atau balai
pengobatan, maka anak perlu segera dirujuk setelah diberi dosis pertama antibiotik yang
sesuai.Munculnya orhanisme nosokomial, yang resisten terhadap antibiotic, ditemukannya
organism- organisme baru (seperti Legionella), bertambahnya jumlah pejamu yang lemah
daya tahan tubuhnya dan adanya penyakit seperti AIDS semakin memperluas spectrum dan
derajat kemungkinan penyebab-penyebab pneumonia, dan ini juga menjelaskan mengapa
pneumonia masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok.Bayi dan anak kecil lebih
rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mererka masih belum berkembang
dengan baik.Pneumonia pada orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit kronik
tertentu.Pasien peminum alcohol, pasca bedah dan penderita penyakit pernapasan kronik atau
infeksi virus juga mudah terserang penyakit ini. Hamper 60% dari pasien-pasien yang kritis
di ICU dapat menderita pneumonia, dan setengah dari pasien-pasien tersebut.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari pneumonia ?


2. Apa saja etiologi dari pneumonia ?
3. Bagaimana patofisiologi dari pneumonia ?
4. Apa saja tanda dan gejala dari pneumonia ?
5. Tes diagnostik apa saja yang dilakukan untuk mengetahui pneumonia ?
6. Bagaimana penatalaksaan medis dari pneumonia ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari pneumonia ?

1.3 Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian Pneumonia.


2. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi pneumonia.
3. Mahasiswa dapat mengetahui Patofisiologi pneumonia.
4. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala pneumonia.
5. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis pneumonia.
6. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pneumonia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut
(ISNBA ) dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen
infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi) , dan aspirasi substansi asing, berupa
radang paru-paru yang disertai eksudat dan konsolidasi. (Nurarif & Khusuma, 2013)

Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang


disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung
pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak
berfungsi.Hipoksemia dapat terjadi tergantung banyaknya jaringan paru-paru yang
sakit.(Somantri, 2007)
Klasifikasi berdasarkan anatomi dan etiologi(Nurarif & Khusuma, 2013):
1. Pembagian anatomis:
Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral
atau ganda .
Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir bronkiolus,
yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi
dalam lobus yang berada di dekatnya disebut juga pneumonia loburalis.
Pneumonia interstitial (bronkiolitis) proses inflamasi yang terjadi di dalam
dinding alveolar (interstitium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
2. Pembagian etiologi:
Bacteria: diplococcus pneumonia, pneumococcus, streptokokus
hemolitycus,streptokokus aureus, hemophilus influenza, bacillus Friedlander,
mycobacterium tuberkolusis.
Virus: respiratory syncytal virus, virus influenza, adenovirus, virus sitomegalitik.
Mycoplasma pneumonia
Jamur : histoplasma capsulatum, Cryptococcus neuroformans, blastomyces
dermatitides, coccidodies immitis, aspergilus species, candida albicans
Aspirasi: makanan, kerosene( bensin, minyak tanah), cairan amnion , benda asing
Pneumonia hipostatik
Sindrom loeffler
B. Etiologi (Nurarif & Khusuma, 2013)
Infeksi oleh mikroorganisme
Bakteri : Streptococcus pneumonia, Staphylococcus, Haemophilus influenzae.
Virus : Influenza, CMV (Cytomegalovirus).
Jamur : Candida, Aspergillus.
Protozoa : Pneumocyistis, Toxoplasma

Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya infeksi
melalui droplet sering disebabkan oleh streptococcus pneumonia, melalui selang infuse oleh
staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan
enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh
dan penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotic yang tidak tepat.

C. Gambaran Klinis
Pneumonia komunitas
Dijumpai pada H. influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal pada lansia, gram
negative pada
pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit penyerta Kardiopolmonal/
jamak, atau paska terapi antibiotika spectrum luas

Pneumonia nosokomial
Tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat berat sakit, adanya resiko untuk jenis
pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia
Factor utama untuk pathogen tertentu

Phatogen Factor resiko


Staphyloccus aureus Koma, cedera kepala, influenza, pemakaian
Methicillin resisten S. aureus obat IV,DM, gagal ginjal
Ps. Aeruginosa Pernah dapat antibiotic, ventilator > 2 hari
lama dirawat di ICU, terapi steroid/ antibiotic
kelainan struktur paru ( bronkiektasis, kritis
fibrosis),malnutrisi
Anaerob Aspirasi, selesai operasi abdomen
Acinobacter spp Antibiotic sebelum onset pneumonia dan
ventilasi mekanik

Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat aspirasi bahan toksik,
akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung, edema paru, dan
obstruksi mekanik simple oleh bahan padat dan sering disebabkan oleh bakteri anaerob.

Pneumonia pada gangguan imun


Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab infeksi dapat
disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme yang biasanya nonvirulen, berupa
bakteri, protozoa, parasit, virus, jamur dan cacing.
D. Gambaran pathogenesis
Dalam keadaan sehat, paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadan
ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru
merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya than tubuh, mikroorganisme, dan
lingkuingan sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.
Masuknya mikroorganisme ke saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, yaitu :
Inhalasi langsung dari udara
Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orfaring
Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
Penyebaran secara hematogen
Gambaran patologis dalam batas-batas tertentu, tergantung pada penyebabnya. Di antaranya
yaitu :
1. Pneumonia bakteri
Ditandai oleh eksudat intra alveolar supuratif disertai konsolidasi. Proses
infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi. Terdapat konsolidasi dari seluruh
lobus pada pneumonia lobaris, sedangkan pneumonia lobularis atau
broncopneumonia menunjukkan penyebaran daerah infeksi yang berbecak dengan
diameter sekitar 3-4 cm, mengelilingi dan mengenai broncus.

Gambaran pneumonia lobularis


2. Pneumonia Pneumokokus
Pneumokokus mencapai alveolus-alveolus dalam bentuk percikan mucus atau
saliva. Lobus paru bawah paling sering terserrang, karena pengaruh gaya tarik bumi.
Bila sudah mencapai dan menetap di alveolus, maka pneumokokus menimbulkan
patologis yang khas yang terdiri dare 4 stadium yang berurutan :
kongesti (4-12 jam pertama)eksudat serusa masuk dalam alveolus-alveolus
dare pembuluh darah yang bocor dan dilatasi
hepatisasi merah (48 jam berikutnya) paru-paru tampak merah dan tampak
bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit polimorfonuklear
mengisi alveolus-alveolus
hepatisasi kelabu (3-8 hari) paru-parub tampak abu-abu karena leukosit dan
fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.
Resolusi (7-11 hari) eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh mikrofag
sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.
Timbulnya pneumonia pneumokokus merupakan suatu kejadian yang tiba-
tiba, disertai menggigil, demam, rasa sakit pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna
seperti karat. Pneumonia pneumokokus biasanya tidak disertai komplikasi dan
jaringan yang rusak dapat diperbaiki kemabali. Komplikasi tentang sering terjadi
adalah efusi plura ringan. Adanya bakterimia mempengaruhi prognosis pneumonia.
Adanya bakterimia menduga adanya lokalisasi proses paru-paru yang tidak efektif.
Akibat bakterimia mungkin berupa lesi metastatik yang dapat mengakibatkan
keadaan seperti meningitis, endokariditis bacterial dan peritonitis. Sudah ada vaksin
untuk merlawan pneumonia pneumokokus. Biasanya diberikan pada mereka yang
mempunyai resiko fatal yang tinggi, seperti anemia sickle-sell, multiple mietoma,
sindroma nefrotik, atau diabetes mellitus.
3. Pneumonia Stafilokokus
Mempunyai prognosis jelek walaupun diobati dengan antibiotika. Pneumonia
ini menimbulkan kerusakan parenkim paru-paru yang berat dan sering timbul
komplikasi seperti abses paru-paru dan empiema. Merupakan infeksi sekunder yang
sering menyerang pasien yang dirawat di rumah sakit, pasien lemah dan paling sering
menyebabkan broncopneumonia.
4. Pneumonia Klebsiella / Friedlander
Penderita ini berhasil mempertahankan hidupnya, akhirnya menderita
pneumonia kronik disertai obstruksi progresif paru-paru yang akhirnya menimbulkan
kelumpuhan pernafasannya. Jenis ini yang khas yaitu, pembentukan sputum kental
seperti sele kismis merah (red currant jelly). Kebanyakan terjadi pada lelaki usia
pertengahan atau tua, pecandu alcohol kronik atau yang menderita penyakit kronik
lainnya.
5. Pneumonia pseudomonas
Sering ditemukan pada orang yang sakit parah yang dirawat di rumah sakit
atau yang mnenderita supresi system pertahanan tubuh (misalnya mereka yang
menderita leukemia atau transplantasi ginjal yang menerima obat imunosupresif dosis
tinggi). Seringkali disebabkan karena terkontaminasi peralatan ventilasi.
6. Pneumonia Virus
Ditandai dengan peradangan interstisial disertai penimbunan infiltrat dalam
dinding alveolus meskipun rongga alveolar sendiri bebas dare eksudat dan tidak ada
konsolidasi. Pneumonia virus 50 % dare semua pneuminia akut ditandai oleh gejala
sakit kepala, demam dan rasa sakit pada otot-otot yang menyeluruh, rasa lelah sekali
dan batuk kering. Kebanyakan pneumonia ini ringan dan tidak membutuhkan
perawatan di rumah sakit dan tidak mengakibatkan kerusakan paru-paru yang
permanen. Pengobatan pneumonia virus bersifat sympomatik dan paliatif, karena
antibiotik tidak efektif terhadap virus. Juga dapat mengakibatkan pneumonitis
berbecak yang fatal atau pneumonitis difus.
7. Pneumonia Mikoplasma
Serupa dengan pneumonia virus influenza, disertai adanya pneumonitis interstitial.
Sangat mudah menular tidak seperti pneumonia virus, dapat memberikan respon
terhadap tetrasiklin atau eritromisin.
8. Pneumonia Aspirasi
Merupakan pneumonia yang disebabkan oleh aspirasi isi lambung. Pneumonia
yang diakibatkannya sebagian bersifat kimia, karena diakibatkan oleh reaksi terhadap
asam lambung, dan sebagian bersifat bacterial, karena disebabkan oleh organisme
yang mendiami mulut atau lambung. Aspirasi paling sering terjadi selama atau
sesudah anestesi (terutama pada pasien obstretik dan pembedahan darurat karena
kurang persiapan pembedahan), pada anak-anak dan pada setiap pasien yang disertai
penekanan reflek batuk atau reflek muntah. Inhalasi isi lambung dalam jumlah yang
cukup banyak dapat menimbulkan kematian yang tiba-tiba, karena adanya obstruksi,
sedangkan aspirasi isi lambung dalam jumlah yang sedikit dapat mengakibatkan
oedema paru-paru yang menyebar luas dan kegagalan pernafasan. Beratnya respon
peradangan lebih tergantung dare pH dare zaat yang diaspirasikan. Aspirasi
pneumonia selalu terjadi apabila pH dan zat yang diaspirasi 2,5 atau kurang. Aspirasi
pneumpnia sering menimbulkan kompliokasi abses, bronchiectase, dan gangrean.
Muntah bukan sarat masuknya isi lambung kedalam cabang tracheobronchial, karena
regurgitasi dapat juga terjadi secara diam-diam pada pasien yang diberi anestesi.
Paling penting pasien harus ditempatkan pada posisi yang tepat agar secret
orofarengeal dapat keluar dare mulut.
9. Pneumonia Hypostatik
Pneumonia yang sering timbul pada dasar paru yang disebabkan oleh nafas
yang dangkal dan terus menerus dalam posisi yang sama.
Daya tarik bumi menyebabkan darah tertimbun pada bagian bawah paru dan infeksi
membantu timbulnya pneumonia yang sesungguhnya
10. Pneumonia Jamur
Tidak sesering bakteri. Beberapa jamur dapat menyebabkan penyakit paru
supuratif granulomentosa yang seringkali disalah tafsirkan sebagai TBC. Banyak dare
infeksi jamur bersifat endemic pada daerah tertentu. Contohnya di US,
hystoplasmosis (barat bagian tengah dan timur), koksibiodomikosis (barat daya) dan
blastomikosis (tenggara). Spora jamur ini ditemukan dalam tanah dan terinhalasi.
Spora yang terbawa masuk kebagian paru yang lebih difagositosis terjadi reaksi
peradangan disertai pembentukan kaverne. Semua perubahan patologis ini mirip
sekali dengan TBC sehingga perbedaan kurang dapat ditentukan dengan menemukan
dan pembiakan jamur dare jaringan paru.tes serologi serta tes hypersensitifitas kulit
yang lambat belum menunjukan tanda positif sampai beberapa minggu sesudah
terjadi infeksi, bahkan pada penyakit yang berat tes mungkin negatif. Pneumonia
jamur sering menimbulkan komplikasi pada stadium terakhir penyakit tersebut,
terutama pada penyakit yang sangat berat, misalnya Ca atau leukemia, candida
alicans adalah sejenis ragi yang sering ditemukan pada sputum orang yang sehat dan
dapat menyerang jaringan paru. Penggunaan antibiotik yang lama juga dapat
mengubah flora normal tubuh dan memungkinkan infasi candida. Amfotinsin B
merupakan obat terpilih untuk infeksi jamur pada paru.

E. Manifestasi klinis (Brunner & suddarth, 2000)


1. Demam, sering tampak sebagai tanda yang pertama. Paling sering terjadi pada usia 6
bulan-3 bulan dengan suhu mencapai 39,5-40,5 bahkan dengan infeksi ringan.
Mungkin malas dan pekarangsangan atau terkadang euforia dan lebih aktif dari
normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.
2. Menggigil mendadak, demam yang meningkat dengan cepat dan berkeringat sangat
banyak.
3. Nyeri dada seperti ditusuk yang diperburuk dengan pernapasan dan batuk.
4. Sakit parah dengan takipnea jelas (25-45/menit) dan dispnea.
5. Nadi cepat dan bersambungan.
6. Brakikardi relative ketika demam menunjukkan infeksi virus, infeksi mycoplasma,
atau spesies legionella.
7. Sputum purulen, kemerahan, bersemu darah, kentak, atau hijau relatif terhadap
preparat etiologis.
8. Tanda-tanda yang lain: demam, krakles, dan tanda-tanda konsilidaseri lobar, gagal
napas, kepala pusing, malaise

Faktor resiko pneumonia

1. Umur> 65 tahun
2. Tinggal dirumah perawatan tertentu( panti jompo)
3. Alkoholismus: menigkatkan resiko kolonisasi kuman, mengganggu reflex batuk,
mengganggu transport mukosiliar dan gangguan terhadap pertahanan system seluler
4. Malnutrisi: menurunkan immunoglobulin A dan gangguan terhadap fungsi makrofag
5. Kebiasaan merokok juga mengganggu transport mukosiliar dan system pertahanan seluler
dan humoral
6. Keadaan kemungkinan terjadinya aspirasi misalnya gangguan kesadaran, penderita yang
sedang di intubasi
7. Infeksi saluran nafas bagian atas: +1/3 1/ 2 pneumonia di dahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas/ infeksi virus

Faktor resiko pneumonia yang didapat dari rumah sakit dan didapat dari komunitas

Pneumonia yang didapat dari komunitas

Usia < 2 tahun atau > 65 tahun


Merokok
Penyalahgunaan alkohol
Komorbiditas : penyakit paru, penyakit kardiovaskular, penyakit hepar, penyakit ginjal,
penyakit system pusat, imunosupresi.

Pneumonia yang didapat dari rumah sakit :

1. Faktor resiko terkait-pejamu


Pertambahan usia
Perubahan tingkat kesadaran
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
Penyakit berat
Malnutrisi
Syok
Trauma tumpul
Trauma kepala berat
Trauma dada
Merokok
Karang gigi
2. Faktor resiko terkait pengobatan
Ventilasi mekanik
Reintubasi atau intubasi sendiri
Bronkoskopi
Selang nasogastrik
Adanya alat pemantau tekanan intracranial (TIK)
Terapi antibiotik sebelumnya
Peningkatan PH lambung
Penyakit histamine tipe-2
Terapi antacid
Pemberian makan enteral
Pembedahan kepala
Pembedahan toraks atau abdomen atas
Posisi terlentang
3. Faktor resiko terkait infeksi
Mencuci tangan kurang bersih
Mengganti selang ventilator kurang dari 48 jam sekali
F. Patofisiologi dan PKDM
Ada sumber infeksi di saluran
pernapasan

Obstruksi mekanik Daya tahan saluran


saluran pernapasan pernapasan yang
karena aspirasi bekuan terganggu
darah,pus,bagian, gigi
yang menyumbat, Aspirasi bakteri berulang
makanan, dan tumor
bronkus
Peradangan pada bronkus menyebar ke
parenkim paru

- Edema trakea/faringeal Terjadi konsolidasi dan pengisian rongga alveoli


- Peningkatan produksi sekret oleh eksudat

- Batuk produktif Penurunan jaringan efekftif Reaksi sistemis:


- Sesak napas paru dan kerusakan bakterimia/viremia,anoreksia,
- Penurunan kemampuan membranealveolar-kapiler mual,demam,penurunan berat
batuk efektif badan dan kelemahan

Sesak napas, penggunaan


Ketidakefektifan otot bantu napas, pola napas Peningkatan laju metabolism
bersihan jalan napas tidak efektif umum
Intake nutrisi tidak adekuat
Tubuh makin kurus
Gangguan Kurangnya pemenuhan istirahat
pertukaran gas dan tidur
Kecemasan
Pemenuhan informasi

Perunbahan pemenuhan gizi kurang


dari kebutuhan tubuh
Gangguan pemenuhan istirahat dan
tidur
Kecemasan
Ketidaktahuan/pemenuhan informasi
hipertermi
G. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis(Muttaqin, 2008)

Klien diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45. Kematian sering kali
berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis, dan penekanan susunan saraf
pusat , maka penting untuk dilakukan pengaturan keseimbangan cairan elektrolit dan
asma basa dengan baik, pemberian O2 yang adekuat untuk menurunkan perbedaan O2
di alveoli arteri, dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian O2 sebaiknya dalam
konsentrasi yang tidak beracun untuk mempertahankan PO2 arteri sekitar 60-70 mmhg
dan juga penting mengawasi pemeriksaan analisa gas darah.

Pemberian cairan intravena untuk IV line dan pemenuhan hidrasi tubuh untuk
mencegah penurunan dan volume cairan tubuh secara umum. Bronkodilator seperti
aminofilin dapat diberikan untuk memperbaiki drainase secret dan diatribusi ventilasi.
Kadang kadang mungkin timbul dilatasi lambung mendadak, terutama jika pneumonia
mengenai lobus bawah yang dapat menyebabkan hipotensi.

Pemberian antibiotic terpilih seperti penisilin diberikan secara intramuscular 2


x 600.000 unit sehari. Penisilin diberikan selama sekurang-kurangnya seminnggu sampai
klien tidak mengalami sesak napas lagi selama tiga hari dan tidak ada komplikasi lain.
Klien dengan abses paru dan empiema memerlukan antibiotic lebih lama.

Pemberian sefalosporin harus hati-hati untuk klien yang alergi terhadap


penisilin karena dapat menyebabkan reaksi hipersensitif silang terutama dari tipe
anfilaksis. Dalam 12-36 jam, setelah pemberian penisilin , suhu, denyut nadi, frekuensi
pernapasan, menurun serta nyeri pleura menghilang pada kurang lebih 20 klien, demam
berlanjut sampai lebih dari 48jam setelah obat di konsumsi
b. Penatalaksanaan keperawatan

Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang


ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :

1. Oksigen 1-2 L/menit.


2. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
3. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
5. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
6. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :

Untuk kasus pneumonia community base :


Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian

Untuk kasus pneumonia hospital base :

Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.


Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
H. Pemeriksaan diagnostic (Paramita, 2011)

1. Chest X-ray : teridentifikasi adanya penyebaran misal: lobus dan bronchial); dapat
juga menunjukkan multiple abses/ infiltrate, empiema (staphylococcus); penyebaran
atau lokasi infiltrasi ( bacterial); atau penyebaran/extensive nodul infiltrate (sering
kali viral), pada pneumonia mycoplasma chest x-ray mungkin bersih.
2. Analisis gas darah dan pulse oximetry: abnormalitas mungkin timbul tergantung dari
luasnya kerusakan paru-paru
3. Pewarnaan gram/ culture sputum dan darah: di dapatkan dengan needle biopsy,
aspirasi trantrakheal, fiberoptic bronchoscopy, atau biopsy paru-paru terbuka untuk
mengeluarkan organism penyebab. Lebih dari satu tipe organism yang dapat
ditemukan, seperti diplococcus pneumonia, staphylococcus aureus, A. hemolytic
streptococcus dan hemophilus influenza
4. Periksa darah lengkap: leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan
darah putih rendah pada infeksi virus
5. Tes serologi: membantu dalam membedakan diagnosis pada organism secara spesifik
6. Pemeriksaan fungsi paru-paru: volume mungkin menurun( kongesti dan kolaps
alveolar): tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan udara menurun,
hipoksemia
7. Efusi pleural jika ada, sebaiknya dialirkan keluar dan cairan dianalisis untuk
membuktikan adanya infeksi di dalam ruang pleural.
8. Aspirasi transtrakeal sekresi trakeobronkial atau bronskopi dengan penyikatan dan
pembasuhan bisa dilakukan untuk mendapatkan bahan pulasan dan kultur
I. Komplikasi

1. Bakteremia
Bakteremia adalah suatu kondisi di mana ada sejumlah besar bakteri hadir dalam
aliran darah. Indikasi bakteri dalam darah terdeteksi oleh pemeriksaan darah rutin dan
pemeriksaan fisik. Bakteremia biasanya dicurigai jika pasien menunjukkan tanda-tanda
gejala seperti demam tinggi, batuk lendir hijau atau kuning, kelemahan ekstrim dan
timbulnya syok septic. Bakterimia harus ditangani dengan cepat atau infeksi dapat
menyebar dengan cepat ke seluruh tubuh dan menyebabkan organ utama mati.

2. Efusi pleura
Efusi pleura terjadi ketika penumpukan kelebihan cairan dan dahak pada lapisan
dinding dada, alveolus dan ruang-ruang diataranya. Ini adalah komplikasi umum yang
muncul dari pneumonia dan mungkin salah satu tanda-tanda pertama x-ray dada. Jika
cairan luas di paru-paru, thoracentesis mungkin harus di lakukan

3. Endokarditis
Endokarditis adalah infeksi lapisan dalam jantung. Ini merupakan komplikasi dari
pneumonia di obati jangka panjang atau pneumonia berulang. Karena gejala dapat mirip
pneumonia itu sendiri, seperti sesak napas, batuk atau nyeri, sering kali tidak terdeteksi.
Endokarditis yang tidak di obat dapat menyebabkan kerusakan ireversibel katup atau
gagal jantung.
4. Kegagalan ventilasi
Kegagalan ventilasi adalah nama lain umum untuk hiperkapnia. Otot-otot di paru-
paru atau otot ventilator, bekerja keras untuk memungkinkan paru-paru naik dan turun
dan bekerja pada fungsi tubuh yang tepat. Dalam beberapa kasus pneumonia, pasien
mungkin tidak dapat bernapas dengan adekuat. Sebuah ventilator harus ditempatkan pada
pasien sehingga mereka dapat bernapas dengan benar dan mengisi aliran darah dan
oksigen ke seluruh organ tubuh.
5. Kegagalan pernapasan hipoksemia
Komplikasi lain dari pneumonia yang parah kegagalan pernapasan hipoksemia.
Kondisi ini terjadi ketika ada peradangan parah di dinding paru-paru menyebabkan aliran
udara menutup atau menyempitkan darah dan aliran udara. Pengobatan awal adalah untuk
mengurangi peradangan . hal ini dilakukan dengan antibiotic untuk menghilangkan
infeksi dan thoracentesis untuk menghapus cairan untuk meringankan tekanan udara dan
aliran kembali
Asuhan keperawatan klien dengan pneumonia

Pengkajian:
Data dasar pengkajian pasien:

1. Aktivitas/ istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda: letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas

2. Sirkulasi
Gejala:
Tanda: takikardia, penampilan kemerahan atau pucat

3. Makanan/cairan
Gejala: kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes melituss
Tanda: sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan
kakeksia(malnutrisi)

4. Neurosensori
Gejala: sakit kepala daerah frontal( influenza)
Tanda: perusakan mental( bingung)

5. Nyeri/kenyamanan
Gejala: sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia,atralgia
Tanda: melindungi area yang sakit( tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)

6. Pernapasan
Gejala: adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak napas), dispnea
Tanda:
Sputum: merah muda, berkarat
Perkusi: pekak datar area yang konsolidasi
Premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
Bunyi nafas menurun
Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
7. Keamanan
Gejala: riwayat gangguan system imun misal: penggunaan steroid. Demam
Tanda: berkeringat, menggigil berulang, gemetar
8. Pemeriksaan pulmonal
a. Inspeksi : retraksi otot-otot aksesori, sianosis sentral, gerakan dada terbatas.
b. Palpasi : penurunan ekspansi pada area dada yang sakit, peningkatan fremitus
taktil.
c. Perkusi : pekak
d. Auskultasi : bunyi napas bronchial, inspirasi krakles (rales), penurunan
fremitus vocal (efusi pleural), egofoni (konsolidasi).
9. Temuan laboratorium
a. Rontgen dada: gambatan difus pneumonia atipik; gambaran lobaris
pneumonia tipikal.
b. Hematologi : SDP meningkat 15.000 sampai 25.000/mm3
c. Pemeriksaan AGD

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang
kental, kelemahan fifik umum, upaya batuk, dan edema tracheal/faringeal.
2. Risiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan jaringan
efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan edema bronchial.
3. Hipertermi yang berhubungan dengan reaksi sistemis: bakteremia/viremia, peningkatan
laju metabolism umum.
4. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik, peningkatan metabolism
umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas.
5. Perubahan nutrsi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan peningkatan
metabolism tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam.
6. Risiko kekurangan volume cairan yang berhbungan dengan demam, diaphoresis, dan
masukan oral sekunder terhadap proses pneumonia.

RENCANA INTERVENSI
Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental,
kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trachea/faringeal.

Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan napas kembali efektif.

Kriteria evaluasi:

Klien mampu melakukan batuk efektif.


Pernapasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas. Bunyi
normal, Rh-/- dan pergerakan pernapasan normal.

Rencana intervensi Rasional

Mandiri Penurunan bunyi napas menunjukkan atelektasis,


ronkhi menunjukkan akumulasi sekret dan
Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya
kecepatan, irama, kedelaman, dan dapat menimbulkan penggunaan otot bantu napas dan
penggunaan otot bantu napas) peningkatan kerja pernapasan.

Kaji kemampuan klien mengeluarkan Pengeluaran sulit bila secret sangat kental (efek infeksi
sekresi. Lalu catat karakter dan volume dan hidrasi yang tidak adekuat).
sputum.

Berikan posisi semi/fowler tinggi dan bantu Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan
klien latihan napas dalam dan batuk yang menurunkan up[aya bernapas. Ventilasi maksimal
efektif. membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan
secret ke jalan napas besar untuk dikeluarkan.

Pertahankan intake cairan sedikitnya Hidrasi yang adekuat membantu mengercerkan secret
2500ml/hari kecuali tidak diindikasikan. dan mengefektifkan pemebersihan jalan napas.

Bersihkan secret dari mulut dan trakea, bila Mencegah obstruksi dan aspirasi. Pengisapan
perlu lakukan pengisapan (suction). diperlukan bila klien tidak mampu mengerluarkan
sekret. Eliminasi lender dengan suction sebaiknya
dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 10 menit
dengan pengawasan efek samping suction.

Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi Pengobatan antibiotic yang ideal berdasarkan pada tes
obat antibiotic uji resistensi bakteri terhadap jenis antibiotic sehingga
lebih mudah mengobati pneumonia.

Agen mukolitik Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan


pelengketan sekret paru untuk memudahkan
pembersihan.

Bronkodilator; jenis aminophilin via Bronkodilator meningkatkan diameter lumen


intravena percabangan trakheobronkhial sehingga menurunkan
tahanan terhadap aliran udara.

kortikosteroid Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan


hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam
kehidupan.

Risiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan jaringan efektif
paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan edema bronchial.

Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan gangguan pertukaran gas tidak terjadi.

Kriteria evaluasi:

Melaporkan tak adanya/ penurunan dispnea.

Klien menunjukkan tidak ada gejala distres pernapasan.

Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan gas darah arteri dalam
rentang normal.

Rencana intervensi Rasional

Mandiri Pneumonia mengakibatkan efek luas pada paru,


bermula dari bagian kecil bronchopneumonia sampai
Kaji dispnea, takipnea, bunyi napas, inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura, dan
peningkatan upaya pernapasan, ekspansi fibrosis yang luas. Efeknya terhadap pernapasan
thoraks, dan kelemahan. bervariasi dari gejala ringan, dispnea berat, dan distres
pernapasan.

Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat Akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang
sianosis dan perubahan warna kulit-termasuk sehat dapat menganggu oksigenasi organ vital dan
membrane mukosa dan kuku. jaringan tubuh.

Ajarkan dan dukung pernapasan bibir selama Membuat tahapan melawan udara luar untuk mencegah
ekspirasi khususnya untuk klien dengan kolaps/penyempitan jalan napas sehingga membatu
fibrosis dan kerusakan parenkim paru. menyebarkan udara melalui paru dan mengurangi
napas pendek.

Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas, dan Menurunkan konsumsi oksigen selama periode
bantu kebutuhan perawatan diri sehari-hari penurunan pernapasan dan dapat menurunkan beratnya
sesuai keadaan klien. gejala.

Kolaborasi Penurunan kadar O2 (PO2) dan/atau saturasi,


peningkatan PCO2menunjukkan kebutuhan untuk
Pemeriksaan AGD. intervensi/perubahan program terapi.
Pemberian oksigen sesuai kebutuhan Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang
tambahan. terjasi akibat penurunan ventilasi/menurunnya
permukaan alveolar paru.

Kortikosteroid. Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan


hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam
kehidupan.

Hipertermi yang berhubungan dengan reaksi sistemis: bakteremia/viremia, peningkatan laju


metabolism umum.

Batasan karakteristik: foto Rontgen thoraks menunjukkan adanya pleuritis, suhu di atas 37C,
diaphoresis intermiten, leukosit diatas 10.000/mm, dan kultur sputum positif.

Kriteria evaluasi: suhu tubuh normal (36-37C).

Rencana tindakan Rasional

Kaji saat timbulnya demam. Mengindentifikasi pola demam.

Kaji tanda-tanda vital tiap 3 jam atau lebih Acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
sering.

Berikan kompres dingin. Konduksi suhu membantu menurunkan suhu tubuh.

Mandi dengan air dingin dan selimuti yang tidak terlalu


tebal memnungkinkan terjadinya pelepasan panas
secara konduksi dan evaporasi (penguapan). Antipiretik
dapat mengontrol demam dengan mempengaruhi pusat
pengaturan suhu di hipotalamus. Cairan dapat
membantu mencegah dehidrasi karena
meningkatkannya metabolism. Menggigil menandakan
tubuh memerlukan panas lebih banyak.

Kenakan pakaian minimal. Pakaian yang tipis akan membantu mengurangi


penguapan tubuh.

Berikan tindakan untuk memberikan rasa Tindakan tersebut akan meningkatkan relaksasi.
nyaman seperti mengelap bagian punggung Pelembab membantu mencegah kekeringan dan pecah-
klien, mengganti alat tenun yang kering pecah dimulut dan bibir.
setelah diaphoresis, member minum the
hangat, lingkungan yang tenang dengan
cahaya yang redup, dan sedative ringan jika
dianjurkan serta memberikan pelembab pada
kulit dan bibir.

Berikan terapi cairan intravena RL 0,5 dan Pemberian cairan sangat penting bagi klien dengan
pemberian antipiretik. suhu tinggi. Pemberian cairan merupakan wewenang
dokter sehingga perawat perlu berkolaborasi dalam hal
ini.

Berikan antibiotik sesuai dengan anjuran dan Antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi. Efek
evaluasi keefektifannya. Tinjau kembali terapeutik maksimum yang efektif dapat dicapai, jika
semua obat-obatan yang diberikan. Untuk sadar obat yang ada dalam darah telah konsisten dan
menghindari efek merugikan akibat interaksi dapat dipertahankan. Risiko akibat interaksi obat-
obat. Jadwalkan pemberian obat dalam kadar obatan yang diberikan meningkat dengan adanya efek
darah yang konsisten. farmakoterapi berganda. Efek samping akibat interaksi
satu obat dengan yang lainnya dapat mengurangi
keefektifan pengobatan dari salah satu obat atau
keduanya.

Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik, peningkatan


metabolesme tubuh skunder dari kerusakan pertukaran gas.
Batasan karakteristik : menyatakan sesak napas dan lelah dengan aktivutas minimal,
diaforesis, takipnea, kakikardia, pada aktivitas minimal.

Kriteria evaluasi:
- Klien mendemostrasikan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
- Klien dapat melakukan aktivitas, dapat berjalan lebih jauh tanpa mengalami napas
tersengal-sengal,sesak napas, dan kelelahan.

Rencana tindakan Rasional


Monitor frekuensi nadi dan napas sebelum Mengidentifikasi kemajuan atau
dan sesudah aktivitas. penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
Tunda aktivitas jika frekuensi nadi dan napas Gejala-gejal tersebut merupakan tankda
meningkat secara cepat dan klien mengeluh adanya intoleransi aktivitas. Konsumsi
sesak napas dan kelelahan, tingkatkan oksigen meningkat jika aktivitas meningkat
aktivitas secara bertahap untuk meningkatkan dan daya tahan tubuh klien dapat bertahan
toleransi. lebih lama jika ada waktu istirahat di antara
aktivitas.
Bantu klien dalam melaksanakan aktivitas Membantu menurunkan kebutuhan oksigen
sesuai dengan kebutuhannya. Beri klien yang meningkat akibat peningkatan aktivitas.
waktu beristirahat tanpa diganggu berbagai
aktivitas.
Pertahankan terapi oksigen selama aktivitas Aktivitas fisik meningkatkan kebutuhan
dan lakukan tindakan pencegahan terhadap oksigen dan sistem tubuh akan berusaha
komplikasi akibat imobilisasi jika klien menyusuaikannya. Keseluruhan sistem
dianjurkan tirah baring lama. berlangsung dalam tempo yang lebih lambat
saat tidak ada aktivitas fisik (tirah baring).
Tindakan perawatan yang spesifik dapat
meminimalkan komplikasi imobilisasi.
Konsultasikan dengan dokter jika sesak Hal tersebut dapat merupakan tanda awal dari
napas tetap ada atau bertambah berat saat komplikasi khususnya gagal napas
istirahat

Perubahan nutrisi:kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan peningkatan


metabolisme tubuh dari penurunan nafsu makan sekunder terhadap deman.
Batasan karakteristik: mangatakan anoreksia, makan kurang 40% dari seharusnya, penurunan
BB dan mengeluh lemah.
Kriteria evaluasi:
- Klien mendemontrasikan intake makanan yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan
dan metabolisme tubuh.
- Intake makanan meningkat, tidak ada penurunan BB lebih lanjut, menyatakan
perasaan sejahtera.
Rencana tindakan Rasional
Pantau: persentase jumlah makanan yang Mengidentifikasi kemajuan atau
dikonsumsi setiap kali makan, timbang BB penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
tiap hari, hasil pemeriksaan protein total,
albumin, dan osmolalitas.
Berikan perawatan mulut tiap 4 jam jika Bau yang tidak menyenangkan dapat
sputum berbau busuk. memengaruhi nafsu makan.
Pertahankan kesegaran ruangan.
Rujuk kepada ahli diet untuk membantu Ahli diet ialah spesialisasi dalam ilmu gizi
memilih makanan yang dapat memenuhi yang dapat membantu klien memilih
kebutuhan gizi selama sakit panas. makanan yang memenuhi kebutuhan kalori
dan kebutuhan gizi sesuai dengan keadaan
sakitnya, usia, tinggi, dan berat badannya.
Dukung klien untuk mengonsumsi makanan Peningkatan suhu tubuh meningkatkan
tinggi kalori tinggi protein. metabolisme, intake protein, vitamin,
mineral, dan kalori yang adekuat, penting
untuk aktivitas anabolik dan sintesis antibodi.
Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi Makanan porsi sedikit tapi sering
sering dan mudah dikunyah jika ada sesak memerlukan lebih sedikit energi.
napas berat.

Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan demam, diaforesis, dan
masukan oral sekunder terhadap proses pneumonia
Batasan karakteristik: menyatakan haus, hipernatremia, membran mukosakering, urine kental,
tugor buruk, berat badan berkurang tiap hari, frekuensi nadi lemah, dan tekanan darah
menurun.
Kriteria evaluasi:
- Klien mampu mendemostrasi perbaikan status cairan dan elektrolik.
- Output urine lebih besar dari 30 ml/ jam, berat jenis urine 1,005-1,025, natrium serum
dalam batas normal, membran lembap, turgor kulit baik, tidak ada penurunan berat
badan, dan tidak mengeluh kehausan.
Rencana intervensi Rasional
Pantau intake dan output cairan setiap 8 jam, Mengidentifikasi kemajuan atau
timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
analisis urine dan elektrolit serum, kondisi
kulit dan membran mukosa tiap hari.
Berikan terapi intravena sesuai dengan Selama fase akut, klien sering kali berada
anjuran dan berikan dosis pemeliharaa, selain dalam kondisi yang terlalu lemah dan
itu berikan pula tindakan-tindakan mengalami sesak napas yang parah. Untuk
pencegahan. meminum cairan per oral secara adekuat dan
mempertahankan hidrasi yang adekuat, jika
ada demam, maka kebutuhan cairan akan
meningkat karena keringat yang berlebihan.
Hal yang terjadi jika demam membaik adalah
meningkatnya penguapan karena vasodilatasi
periper, hal itu terjadi sebagai mekanisme
kompensasi yang digunakan olehtubuhuntuk
mengeluarkan panas.
Berikan cairan per oral sekurang-kurangnya Cairan membantu distribusi obat-obatan
tiap 2 jam sekali. dalam tubuh serta membantu menurunkan
deman.
Dukung klien untuk minum cairan yang Cairan yang bening membantumencairkan
bening dan mengandung kalori. mukus, kalori membantu menanggulangi
kehilangan BB.
Laporkan pada dokter jika ada tanda-tanda Ini merupakan tanda-tanda kebutuhan cairan
kekurangan cairan menetap atau bertyambah yang meningkat atau mulai timbulnya
berat. komplikasi.
Monitor intake cairan dan outputurien tiap 6 Output urine perlu dimonitor
jam. sebagaiindikator atau fungsi ginjal dalam
melakukan fitrasi cairan yang masuk.

Perencanaan dan implementasi


Tujuan utama pasien dapat mencakup memperbaiki paten jalan napas, mendapatkan istirahat
yang cukup untuk menghemat energy, mempertahankan volume cairan yang tepat , mengerti
protocol pengobatan dan tindakan preventif, dan tidak terjadinya komplikasi
Evaluasi
Hasil yang diharapkan:

1. Menunjukkan perbaikan patensi jalan napas seperti yang ditunjukkan dengan gas darah
adekuat, suhu tubuh normal, bunyi napas normal, dan batuk dengan efektif.
2. Istirahat dan menghemat energy dengan tetap berada di tempat tidur ketika menunjukkan
gejala.
3. Memepertahankan masukan cairan yang adekuat seperti yang dibuktikan dengan meminum
sejumlah cairany yang di anjurkan dan mempunyai turgor kulit yang baik.
4. Mematuhi protocol pengobatan dan strategi pencegahan.
5. Bebas dari komplikasi
a. Tanda-tanda vital dan gas arteri normal
b. Batuk produktif
c. Menunjukkan tidak adanya gejala-gejala syok , gagal pernapasan, atau efusi pleura
d. Terorientasi dan waspada terhadap lingkungan sekitar
Daftar pustaka
Brunner, & suddarth. (2000). Keperawatan medikal bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Muttaqin, A. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernapsan. jakarta:
Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Khusuma, H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis &
Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Media Action.

Paramita. (2011). Nursing memahami berbagai macam penyakit. Jakarta: PT Indeks.

Somantri, I. (2007). Asuhan keperawatan pada pasien dengan sistem pernapasan. Jakarta: Salemba
Medika.

Mitcheel, R. N., Kumar, Abbas, & Fuasto. (2006). Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins &
Cotran Ed.7. Jakarta: EGC.

You might also like