Professional Documents
Culture Documents
Lembar Persetujuan i
Kata Pengantar ii
DAFTAR ISI 1
BAB I PENDAHULUAN 4
I.I. Latar Belakang 4
I.II. Rumusan Masalah 5
I.III. Tujuan Masalah 5
I.III.1. Tujuan Umum 5
I.III.2. Tujuan Khusus 5
I.IV.Manfaat Penelitian 5
I.IV.1. Bagi Peneliti 5
I.IV.2. Bagi Puskesmas 6
1
III.V.1.Besar Sampel 21
III.V.2.Teknik Pengambilan Sampel 21
III.VI. Metode Pengumpulan Data 21
III.VI.1. Sumber Data 21
III.VI.2. Instrumen Penelitian 21
III.VII. Identifikasi Variabel 21
III.VIII. Cara Kerja 22
III.IX. Manajemen dan Analisis Data 22
III.IX.1. Pengumpulan Data 22
III.IX.2. Pengolahan Data 22
III.IX.3. Pengelompokan Data 22
III.IX.4. Penyajian Data 22
III.IX.5. Analisis Data 23
III.IX.6. Interpretasi Data 23
III.IX.7. Pelaporan Data 23
III.X. Definisi Operasional 24
III.XI. Etika Penelitian 25
BAB IV HASIL PENELITIAN 26
Tabel IV.1. Karakteristik Responden berdasarkan Kadar Gula Darah 26
Tabel IV.2. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis kelamin, Usia, Lamanya Menderita
DM,.Tingkat Pendidikan pada Pasien Diabetes Mellitus Program Prolanis di Puskesmas Kota
Selatan pada Bulan Juni 2017 26
Tabel IV.3. Gambaran Faktor Resiko Terhadap Angka Kejadian Diabetes Mellitus Program
Prolanis di Puskesmas Kota Selatan pada Bulan Juni 2017. 27
BAB V PEMBAHASAN 28
V.1. Gambaran Distribusi Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus Program Prolanis di
Puskesmas Kota Selatan pada BulanJuni 2017. 28
V.2. Gambaran Distribusi Jenis Kelamin, Pendidikan pada Pasien Diabetes Melitus Program
Prolanis di Puskesmas Kota Selatan pada Bulan Juni 2017. 28
V.3. Gambaran Faktor Resiko Terhadap Angka Kejadian Diabetes Mellitus Program Prolanis di
Puskesmas Kota Selatan pada Bulan Juni 2017. 28
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 29
VI.I. Kesimpulan 29
2
VI.II. Limitasi Penelitian
29
VI.III. Saran 29
VI.III.1. Bagi Kepala Puskesmas Kota Selatan 29
VI.III.2. Bagi Tenaga Kesehatan 29
3
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan data dari laporan tahunan Puskesmas Kota Selatan tahun 2016, angka
kejadian diabetes mellitus masih termasuk 10 besar kasus terbesar penyakit tidak menular,
dengan jumlah 542 jiwa. Sedangkan tahun 2017, sejak bulan Januari hingga bulan April,
pasien diabetes mellitus yang berobat di Puskesmas Kota Selatan tercatat sebanyak 329 jiwa.
Pada data laporan bulanan Puskesmas Kota Selatan, dimana jumlah pasien yang datang
berobat tiap bulannya masih tidak stabil, hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat banyak
pasien yang tidak rutin datang berobat. 5
4
Dalam rangka mengantisipasi ledakan jumlah pasien diabetes melitus ini, maka perlu
dilakukannya tindakan preventif sedini mungkin, sehingga pengetahuan mengenai faktor-
faktor resiko yang berpengaruh perlu dibahas lebih lanjut.Dengan melihat bahaya yang dapat
timbul dari penyakit ini dan peningkatan secara epidemiologis, maka penulis melakukan
penelitian tentang diabetes melitus tipe 2 serta faktor- faktor resikonya.2
I.II.1. Berdasarkan permasalahan pada latar belakang tersebut maka penulis merumuskan
masalah yaitu bagaimana pengaruh faktor risiko terhadap angka kejadian diabetes melitus tipe 2
pada peserta prolanis di Puskesmas Kota Selatan, Kota Gorontalo bulan Juni 2017.
I.III.1.1 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor risiko terhadap angka
kejadian diabetes melitus tipe 2 pada peserta prolanis di Puskesmas Kota Selatan, Kota
Gorontalo bulan Juni 2017.
I.IV.1.1. Diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang penyakit diabetes
melitus tipe 2 dan faktor- faktor penyebab, sehingga mampu memberikan edukasi dan
konseling kepada pasien
I.IV.I.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan
pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.
5
I.IV.I.3 Mengembangkan daya nalar, minat, dan kemampuan dalam bidang penelitian.
I.IV. I.4 Meningkatkan kemampuan berpikir analitis dan sistematis dalam mengidentifikasi
dan menyelesaikan masalah kesehatan.
I.IV.2.2 Adanya dukungan pendidikan dan pelatihan sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, khususnya di Puskesmas Kota Selatan.
I.IV.2.3 Hasil penelitian ini merupakan dasar bagi penelitian selanjutnya di Puskesmas Kota
Selatan
6
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
kecenderungan peningkatan kadar glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Hal ini merupakan
cerminan dari ketidakberhasilan sekresi insulin fase 1 dalam meredam HAP. Meskipun pada
mulanya ada upaya berupa peningkatan sekresi fase 2, namun secara lambat laun keadaan
normoglikemia tidak dapat dipertahankan. Pada satu waktu akan muncul keadaan atau fase yang
dinamakan toleransi glukosa terganggu (TGT). Dalam perjalanan penyakit, tahap ini sering
disebut prediabetes (kadar glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa : 140-200 mg/dl).8
Secara etiologis, HAP pada gangguan metabolism glukosa sebenarnya bukan semata-mata
disebabkan oleh inadekuatnya sekresi insulin fase 1. Ada satu faktor lainnya yang juga ikut
berperan yakni jaringan tubuh subjek bersangkutan yang secara genetic kurang sensitive
(resisten) terhadap insulin. Namun demikian, pada tahap dini perjalanan penyakit, tingginya
kadar glukosa darah tersebut lebih dominan diakibatkan oleh gangguan fase 1 sekresi insulin.
Oleh karena itu perbaikan terhadap ganguan fase 1 secara dini, mungkin arus mendapat perhatian
khusus dalam rangka menghambat progresifitas perjalanan penyakit.8
Secara fisiologis, dampak peningkatan kadar glukosa darah yang diakibatkan gangguan fase
1, diusahakan mengatasinya oleh fase 2 sekresi insulin. Pada mulanya, melalui mekanisme
kompensasi, bahkan sering overkompensasi, insulin disekresi secara berlebihan untuk tujuan
normalisasi kadar glukosa darah. Dapat dipahami bahwa lambat laun usaha ini akan berakhir
pada tahap kelelahan sel beta (exhaustion) yang disebut tahap dekompensasi sehingga terjadi
defisiensi insulin secara absolut. Pada tahap akhir ini, metabolism glukosa semakin buruk karena
peningkatan kadar glukosa darah tidak hanya karena resistensi insulin, tapi disertai pula oleh
kadar insulin yang telah begitu rendahnya.8
Kerusakan jaringan yang terjadi, terutama mikrovaskular, meningkat secara tajam pada
tahap diabetes. Tingginya tingkat resistensi insulin pada tahap ini dapat terlihat pula pada
peningkatan kadar glukosa darah puasa. Hal tersebut sejalan dengan apa yang terjadi di jaringan
hepar, semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap
proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari
hepar. Hiperglikemia yang terjadi pada gangguan metabolism glukosa akibat gangguan kinerja
insulin (defisiensi dan resistensi), selanjutnya memberi berbagai dampak metabolism dan
kerusakan jaringan jaringan lainnya secara langsung atau tidak langsung.8
Jadi, perjalanan penyakit DM tipe 2, pada awalnya ditentukan oleh kinerja fase 1 yang
kemudian memberi dampak negative terhadap kinerja fase 2, dan berakibat langsung terhadap
9
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan
oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya
respon jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Gangguan metabolism glukosa akan
berlanjut pada gangguan metabolism lemak dan protein serta proses kerusakan berbagai jaringan
tubuh. Rangkaian kelainan yang dilatarbelakangi oleh resistensi insulin, salah satunya adalah
gangguan toleransi glukosa, sering muncul secara berkelompok pada subjek tertentu, dinamakan
sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik.6
II.I.4.1 Usia
Diabetes Melitus dapat menyerang warga penduduk dari berbagai lapisan, baik dari segi
ekonomi rendah, menengah, atas, ada pula dari segi usia. Tua maupun muda dapat menjadi
penderita DM. Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis menurun
dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia
rawan, terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya berlebih, sehingga
tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin. Teori yang ada mengatakan bahwa seseorang 45
tahun memiliki peningkatan resiko terhadap terjadinya DM dan intoleransi glukosa yang di
sebabkan oleh faktor degeneratif yaitu menurunya fungsi tubuh, khususnya kemampuan dari sel
dalam memproduksi insulin.1
Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada
saat beraktivitasfisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar
gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk
ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jikainsulin
tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM.3
Berdasarkan penelitian Letu, merokok adalah salah satu faktor resiko terjadinya penyakit
DM Tipe 2. Asap rokok dapat meningkatkan kadar gula darah. Pengaruh rokok (nikotin)
merangsang kelenjaradrenal dan dapat meningkatkan kadar glukosa Penelitian oleh Houston
10
mendapatkan bahwa perokok aktif memiliki resiko 76% lebih tinggi untuk terserang DM Tipe 2
dibanding dengan yang tidak terpajan.4
II.I.4.3 Obesitas
Obesitas bukan hanya mengundang penyakit jantung koroner dan hipertensi, tetapi juga
diabetes melitus tipe 2.Obesitas merupakan faktor utama dari insiden DM tipe 2.Obesitas dapat
terjadi karna banyak faktor.Faktor utama adalah ketidakseimbangan asupan energi dan keluarnya
energi. Obesitas juga melibatkan beberapa faktor, antara lain: genetik, lingkungan psikis,
perkembangan, lifestyle, kerentanan terhadap obesitas temasuk program diet, usia, jenis kelamin,
status ekonomi, dang penggunaan kontrasepsi khususnya kontrasepsi hormonal.1
Indeks masa tubuh secara bersama-sama dengan variable lainnya mempunyai hubungan
yang signifikandengan diabetes mellitus.Hasil perhitungan ORmenunjukan seseorang yang
obesitas mempunyai resiko untuk menderita diabetes. Kelompok dengan resiko diabetesterbesar
adalah kelompok obesitas, dengan odds7,14 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok
IMT normal.Penelitian menurut Sunjaya (2009) menemukan bahwa individu yang mengalami
obesitas mempunyai resiko 2,7 kali lebih besar untuk terkena diabetes mellitus dibandingkan
dengan individu yang tidak mengalami obesitas.Adanya pengaruh indek masa tubuh terhadap
diabetes mellitus ini disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik serta tingginya konsumsi
karbohidrat, protein dan lemak yang merupakan faktor resiko dari obesitas. Hal tersebut
menyebabkan meningkatnya Asam Lemak atau Free Fatty Acid(FFA) dalam sel. Peningkatan
FFA ini akan menurunkan translokasi transporter glukosa ke membrane plasma, dan
menyebabkan terjadinya resistensi insulinpada jaringan ototdan adiposa.3
Kadar kolestrol yang tinggi beresiko terhadap penyakit DM Tipe 2.Kadar kolestrol tinggi
menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas sehingga terjadi lipotoksisity. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya kerusakan sel beta pankreas yang akhirnya mengakibatkan DM Tipe
2(Kemenkes, 2010). Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar
menunjukan bahwa kolestrol tinggi memiliki hubungan dengan kejadian DM Tipe 2. Orang
dengan kolestrol tinggi memiliki resiko 13,45 kali untuk menderita DM Tipe 2 dibandingkan
yang kadar kolestrolnya normal.3
II.I.4.4 Makanan
11
Teori menyebutkan bahwa seringnya mengonsumsi makanan/minuman manis akan
meningkatkan resiko kejadian DM tipe 2 karena meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah.
Riwayat pola makan yang kurang baik juga menjadi faktor resiko penyebab terjadinya DM pada
wanita usia produktif yang sering di ungkapkan oleh informan. Makanan yang di konsumsi
diyakini menjadi penyebab meningkatnya gula darah. Perubahan diet, seperti mengkonsumsi
makanan tinggi lemak menjadi penyebab terjadinya diabetes.1
12
terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini :
a. Keluhan klasik DM berupa : Poliuria, Polidipsia, Polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnoses DM.
b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa > 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
c. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO).
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada
hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa
Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT).
a. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL (7,8 11,0 mmol/L).
b. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bilasetelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didaptkan antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2
jam < 140 mg/dL.
Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM, namun tidak
menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan
pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat.
Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan
sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk
terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
(mg/dL) adalah :
a. Bila Glukosa darah sewaktu adalah > 200 mg/dL dianggap menderita DM
b. Bila Glukosa puasa adalah adalah > 126 mg/dL dianggap menderita DM
13
Catatan :Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan
ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain,
a. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman,
dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
b. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.Untuk mencapai
tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan
profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan
mandiri dan perubahan perilaku.4
Pilar penatalaksanaan DM terdiri dari edukasi, terapi gizi, medis, latihan jasmani,
intervensi dan farmakologis. Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan atau
suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau
langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat,
misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya
ketonuria, insulin dapat segera diberikan.4
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan
14
kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus.4
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.4
4. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.4
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan
pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat
yaitu Repaglinid (derivat Asam Benzoat) dan Nateglinid (derivat Fenilalanin).4
15
Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.Golongan ini mempunyai
efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat
memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. 4
5. DPP-IV inhibitor
Glucagon-Like Peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh
sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang
masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan
insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Berbagai obat yang masuk
golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin
serta menghambat penglepasan glucagon.4
16
a. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal.
b. Sulfonilurea: 15 30 menit sebelum makan.
c. Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan.
d. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan.
e. Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama.
f. Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
g. DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.
b. Suntikan
1. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat, Hiperglikemia
berat yang disertai ketosis, Ketoasidosis diabetic, Hiperglikemia hiperosmolar non
ketotik, Hiperglikemia dengan asidosis laktat, Gagal dengan kombinasi OHO dosis
optimal, Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), Kehamilan dengan
DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali dengan perencanaan makan,
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, Kontraindikasi dan atau alergi terhadap
OHO.4
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: Insulin kerja cepat
(rapid acting insulin), Insulin kerja pendek (short acting insulin), Insulin kerja menengah
(intermediate acting insulin), Insulin kerja panjang (long acting insulin), Insulin
campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin). Efek samping utama
terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia. Terapi insulin tunggal atau kombinasi
disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu, yang dinilai dari hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah harian.4
2. Agonis GLP-1
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin
yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya
terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Efek samping yang timbul
17
pada pemberian obat ini antara lain rasa mual dan muntah.4
II.I.7 Komplikasi
1. Komplikasi akut
a. Ketoasidosis diabetik (KAD)
Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan
plasma keton(+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/ mL) dan terjadi
peningkatan anion gap.4
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL. Bila
terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan
kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh
penggunaan sulfonilurea dan insulin. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik
(berdebar-debar, banyak keringat, gemetar, dan rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik
(pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma). Hipoglikemia harus segera
mendapatkan pengelolaan yang memadai. Bagi pasien dengan kesadaran yang masih baik,
diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula
berkalori atau glukosa 15-20 gram melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang
glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan
hipoglikemia berat. Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan
glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan
penyebab menurunnya kesadaran.4
2. Komplikasi menahun
18
a. Makroangiopati
Pembuluh darah jantung, Pembuluh darah otak dan Pembuluh darah tepi: penyakit arteri
perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal
claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki
merupakan kelainan yang pertama muncul.4
b. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan memberatnya
retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati.4
Nefropati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati. Pembatasan
asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati.4
Neuropati
Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya
sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering
dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari.
Setelah diagnosis DM ditegakkan pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk
mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan
monofilamen 10 gram sedikitnya setiap tahun. Apabila ditemukan adanya polineuropati
distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi. Semua penyandang
diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk
mengurangi risiko ulkus kaki. Untuk penatalaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan
kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.4
19
II.III. Kerangka Konsep
20
BAB III
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional mengenai faktor resiko terhadap terjadinya DM pada peserta prolanis
Puskesmas Kota Selatan bulan Juni 2017.
Penelitian ini dilakukan di acara Prolanis Puskesmas Kota Selatan bulan Juni 2017.
III.III. Populasi
III.III.1 Populasi Target
Semua pasien yang menderita diabetes melitus yang berusia 30-60 tahun yang
berada di wilayah kerja Puskesmas Kota Selatan.
.
III.III.2 Populasi Terjangkau
Semua pasien Prolanis Puskesmas Kota Selatan bulan Juni 2017 yang menderita
diabetes melitus yang berusia 30-60 tahun yang telah didiagnosis menderita
diabetes melitus dan rutin datang berobat.
III.IV Kriteria Inklusi dan Eksklusi
III.IV.1 Kriteria Inklusi
III.IV.1.1 Pasien Prolanis Puskesmas Kota Selatan pada bulan Juni 2017
yang menderita diabetes melitus yang berusia 30-60 tahun yang
telah didiagnosis menderita diabetes melitus.
III.IV.1.2 Pasien Prolanis Puskesmas Kota Selatan yang bersedia menjadi
responden dan setuju untuk mengisi kuesioner
21
III.IV.2 Kriteria Eksklusi
III.IV.2.1 Responden yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap
III.V. Sampel
III.V.1 Besar Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang ingin diteliti. Sampel yang diambil pada
penelitian ini semua pasien Prolanis Puskesmas Kota Selatan bulan Juni 2017
yang berusia 30-60 tahun yang telah didiagnosis diabetes melitus yang memenuhi
kriteria inklusi dan bersedia mengisi kuesioner.
III.V.2 Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik non
probability sampling yaitu purposive sampling. Alasan teknik pengambilan sampel ini
adalah jumlah populasi (sample frame) yang digunakan dalam penelitian ini tidak
diketahui secara pasti. Pengambilan sampel dilakukan kepada pasien Prolanis yang
datang berobat ke Puskesmas Kota Selatan dan bersedia menjadi responden dengan
mengisi lembar kuesioner dengan jumlah sampel 54 orang.
22
Faktor resiko penyakit DM tipe 2
23
III.IX.4 Penyajian Data
Data yang didapat disajikan secara tekstular, tabular, dan grafikal.
24
III.IX.5 Analisis Data
Analisis data yang digunakan yaitu analisis univariat dengan distribusi frekuensi
dari variabel tergantung dan setiap variabel bebas.
III.IX.6 Interpretasi Data
Data diintepretasi secara analitik asosiatif antar variabel-variabel yang telah
ditentukan.
III.IX.7 Pelaporan Data
Data disusun dalam bentuk laporan penelitian dan selanjutnya dipresentasikan di
Puskemas Kota Selatan.
25
III.X Definisi Operasional
Hasil Skala
Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Kategori Koding
Ukur Ukur
Status diabetes melitus pasien
Glukosa darah didapatkan melalui rekam medis
3.10.1. puasa >200 mg/dl Rekam pasien. Dikatakan diabetes melitus
Diabetes Glukosa darah medis apabila di dapatkan data yang
melitus sewaktu >126 pasien menyatakan pasien pernah
mg/dl terdiagnosis diabetes melitus / dalam
pengobatan diabetes melitus.
Responden mengisi checklist pada
3.10.3
Merupakan faktor bagian Faktor resiko penyebab DM Kategori Koding
Faktor
resiko penyebab tipe 2. Bila menjawab ya skor 1. - Ya
resiko yang Kuesioner Nominal Ya 1
DM tipe 2 yang Faktor resiko dianggap berpengaruh - Tidak
ada pada
ada pada pasien bila total skor > 2, tidak berpengaruh Tidak 2
pasien
bila total skor 2.
26
III.XI Etika Penelitian
Pada penelitian subjek pasien dengan usia 30-60 tahun yang telah didiagnosis
menderita diabetes melitus yang ada di acara Prolanis Puskemas Kota Selatan
diberikan jaminan bahwa data-data yang diberikan dijamin kerahasiaannya dan subjek
berhak menolak untuk menjadi sampel.
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Tabel 4.3. Gambaran Faktor Resiko Terhadap Angka Kejadian Diabetes Mellitus
Program Prolanis di Puskesmas Kota Selatan pada Bulan Juni 2017.
Variabel Frekuensi Presentase (%)
Faktor Resiko DM Ya 56 96.55
28
Tidak 2 3.45
29
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Gambaran Distribusi Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus Program Prolanis
di Puskesmas Kota Selatan pada BulanJuni 2017.
Dari 8 pasien yang menjadi sampel dalam penelitian ini, didapatkan kadar gula
darah yang baik (80-144) sebanyak11 orang atau 19.0%, kadar gula darah yang sedang (145-
179) sebanyak 14 orang atau 24.1% dan kadar gula yang buruk (> 180) sebanyak 33 orang
atau 56.9%. Mayoritas pasien prolanis masih memiliki kadar gula darah yang buruk.
5.2. Gambaran Distribusi Jenis Kelamin, Pendidikan pada Pasien Diabetes Melitus
Program Prolanis di Puskesmas Kota Selatan pada Bulan Juni 2017.
Dari 58 pasien yang menjadi sampel dalam penelitian ini, diketahui mayoritas
sampel penelitian adalah perempuan yaitu sebanyak 39 orang atau 67.2% dengan usia
terbanyak adalah 60 tahunsebanyak 30 orang atau 51.7%. Mayoritas sampel sudah
menderita DM selama >5 tahun sebanyak 23 orang atau 39.7% dengan pendidikan terakhir
SMA sebanyak 28 orang atau 48.3%.
5.3. Gambaran Faktor Resiko Terhadap Angka Kejadian Diabetes Mellitus Program
Prolanis di Puskesmas Kota Selatan pada Bulan Juni 2017.
Dari 58 pasien atau 100% sampel memiliki usia >40tahun, 18 pasien atau 31,03%
memiliki body mass index >25 atau obesitas, 32 pasien atau 55% sampel memiliki kebiasaan
berolahraga yang kurang baik, 6 pasien atau 10,34% sampel merupakan perokok aktif, 22
pasien atau 37,9% sampel memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan manis, 25 pasien atau
43,10% menderita hipertensi.
Dari 58 pasien yang menjadi sampel dalam penelitian ini, diketahui seluruh sampel
memiliki paling sedikit 2 faktor resiko DM yaitu sebanyak 46 orang atau 96.55%. Sementara
sample yang hanya memiliki 1 faktor resiko sebanyak 2 orang atau 3.45%.
30
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai faktor resiko dengan angka kejadian diabetes melitus
program Prolanis di Puskesmas Kota Selatan pada bulan Juni 2017 dapat diambil kesimpulan
bahwa:
6.1.1 Kadar gula darah pasien diabetes melitus program Prolanis sebagian besar
memiliki kadar gula darah yang tinggi.
6.1.2 Sebagian besar penderita diabetes melitus pada program Prolanis sebagian besar
memiliki paling sedikit 2 faktor resiko diabetes melitus.
6.1.3 Terdapat hubungan yang kuat antara faktor resiko dengan angka kejadian diabetes
melitus pada pasien program Prolanis di Puskesmas Kota Selatan pada bulan
Juni2017.
6.2.1 Jumlah sampel yang diambil masih belum cukup banyak dikarenakan partisipasi
pasien peserta program prolanis masih rendah dan terdapat beberapa pasien
prolanis yang tidak hadir.
6.2.2 Meneliti faktor-faktor resiko lain yang berhubungan dengan angka kejadian
diabetes melitus.
6.3 Saran
Dari hasil penelitian dan kesimpulan di atas, peneliti hendak menyarankan beberapa
hal antara lain :
6.1.1. Bagi Kepala Puskesmas Kota Selatan
Diharapkan puskesmas dapat lebih mengembangkanProgram Prolanis.
6.1.2. Bagi Tenaga Kesehatan
Diadakan tindakan preventif berupa penyuluhan tentang faktor-faktor resiko
yang dapat meningkatkan angka kejadian diabetes melitus sehingga jumlah
penderita diabetes melitus di kemudian hari diharapkan dapat berkurang.
6.1.3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Agar peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan jumlah
sampel yang lebih banyak dan metode analisa data yang lebih baik.
6.1.4. Bagi Peserta Prolanis/ Pasien
31
Diharapkan menjaga kesehatan agar kadar gula darah selalu dalam
batasan yang normal.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi IV. Jakarta : Penerbit FK UI.
2. Ikatan Dokter Indonesia, 2011. Indonesian Doctors Compendium. Jakarta : CV
Matoari Citra Media.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [Internet]. Depkes. Available from:
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1909-masalah-diabetes-
mellitus di-indonesia. [cited 2017 Jan 6].
4. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di
Indonesia 2011 (diunduh 28 April 2017). Tersedia dari: URL: HYPERLINK
http://www.perkeni.org/download/Konsensus%20DM%202011.zip.
5. Puskesmas Kota Selatan, 2016. Profil Bulanan dan Tahunan Penyakit Tidak Menular.
Gorontalo : Puskesmas Kota Selatan.
6. JM, D., AJ, H., Y, X., BT, L., PA, J., ML, M. & RE, G. 2009. An assestment of
attitudes, behaviors, and outcomes of patients with type 2 Diabetes J Am Board Fam
Med, 22, 280-290.
7. LOKE, S. & JONG, M. 2008. Metabolic control in Type 2 Diabetes correlated weakly
with patient adherence to oral hypoglycaemic treatment. Ann Acad Med Singapore 37,
15-20.
8. Yogiantoro M. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi ke VI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta. 2014: 1857-60.
INFORMED CONSENT
33
Puskesmas Kota Selatan
Persetujuan Tertulis untuk Partisipasi dalam Penelitian
Anda diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui lebih jauh tentang hubungan faktor resiko dengan angka kejadian diabetes
mellitus tipe II di Puskesmas Kota Selatan, Kota Gorontalo. Peneliti akan memberikan
lembar persetujuan ini dan menjelaskan bahwa keterlibatan anda di dalam penelitian ini atas
dasar sukarela.
Peneliti akan menjaga kerahasiaan anda dan keterlibatan anda dalam penelitian ini. nama
anda tidak akan dicatat dimanapun. Semua kuesioner yang terlah terisi hanya akan diberikan
kode yang tidak bisa digunakan untuk mengindentifikasi identitas anda. Apabila hasil
penelitian ini dipublikasikan, tidak satu identifikasi yang berkaitan dengan anda akan
ditampilkan dalam publikasi tersebut. Siapa pun yang bertanya tentang keterlibatan anda dan
apa yang anda jawab di penelitian ini, anda berhak untuk tidak menjawabnya. Namun, jika
diperlukan catatan penelitian ini dapar dijadikan barang bukti apabila pengadilan
memintanya. Keterlibatan anda dalam penelitian ini, sejauh yang peneliti ketahui, tidak
menyebabkan gangguan pada aktivitas anda sehari-hari.
Setelah membaca informasi di atas dan memahami tentang tujuan penelitian dan peran yang
diharapkan dari saya di dalam penelitian ini, saya setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini.
()
34
Bagian A : Data Demografi
Jawablah daftar pertanyaan berikut ini dengan menuliskan tanda checklist () pada kotak
dan mengisi pada isian titik-titik yang telah tersedia.
1. Nama : ..............................................................
2. Inisial Nama : ..............................................................
3. Jenis Kelamin :
Laki-laki Perempuan
4. Pendidikan Terakhir :
Tidak tamat SD / sederajat Tamat SMA / sederajat
Tamat SD / sederajat Tamat Sarjana / sederajat
Tamat SMP / sederajat
5. Pekerjaan :
PNS Pensiun
Pegawai Swasta Tidak Bekerja
Wiraswasta lainnya (tuliskan) .........................
35