You are on page 1of 37

LAPORAN KASUS

EPIDURAL HEMATOMA

Penyusun:

Chichilia Purnamasari, S.Ked

15710324

Pembimbing:

dr. M. Ainul Huda, Sp.BS

LAB/SMF BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
RSUD IBNU SINA KABUPATEN GRESIK
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Epidural Hematoma

Jenis : Laporan Kasus

Penyusun : Chichilia Purnamasari, S.Ked / 15710324

Pembimbing : dr. M. Ainul Huda, Sp.BS

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing

Tanggal

Pembimbing,

dr. M. Ainul Huda, Sp.BS


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat dan rahmatnya lah
saya dapat menyelesaikan tugas laporan kasus Epidural Hematom sebagai salah satu syarat
untuk mengikuti ujian di bidang ilmu bedah dalam menyelesaikan Pendidikan dokter muda di
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

Laporan kasus ini dibuat selain tugas, juga semoga dapat membantu teman sejawat yang
ingin mengetahui tentang Epidural Hematom dan juga membantu saya dalam mempelajari
lebih dalam tentang Epidural Hematom.

Selain itu saya ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.


2. Direktur RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik, atas kesempatan yang diberikan sehingga
saya dapat menimba ilmu dirumah sakit ini.
3. Dr. Rohmad Yasin, Sp. U selaku Kepala Bagian Ilmu Bedah di RSUD Ibnu Sina
Kabupaten Gresik.
4. Dr. M. Ainul Huda, Sp.BS selaku pembimbing saya yang dengan penuh kesabaran
memberikan arahan kepada saya hingga dapat menyelesaikan tugas laporan ini.
5. Tenaga paramedik yang telah membantu saya selama menjalani kepaniteraan klinik
dibagian Lab/SMF Ilmu Bedah.
6. Kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan moril, materil, maupun spiritual.

Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu saya
mengharap kritik dan saran yang membangun guna kemajuan karya tulis dimana yang akan
datang. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk dokter muda yang melaksanakan
kepanitraan klinik pada khususnya, serta masyarakat pada umumnya, Aamiin

Gresik, Mei 2016

Chichilia Purnamasari
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI .. iii

DAFTAR GAMBAR . iv

BAB I. PENDAHULUAN . 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi .. 3
B. Epidemiologi . 5
C. Anatomi . 5
D. Patofisiologi 7
E. Etiologi 9
F. Gejala Klinis 10
G. Diagnosis . 11
H. Diagnosis Banding .. 12
I. Penatalaksanaan 12
J. Prognosis . 14

BAB III. LAPORAN KASUS

BAB IV. PEMBAHASAN

BAB V. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR

Gambaran Epidural Hematoma ....... 4


BAB I

PENDAHULUAN

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling

sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak ditutupi oleh tulang tengkorak yang

kaku dan keras. Otak juga dikelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus

yang disebut dura. Dura ini berfungsi untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena,

dan membentuk periosteum tabula interna. Ketika seseorang mendapat benturan yang

hebat dikepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin

menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah akan terakumulasi dalam

ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inilah yang dikenal dengan sebutan

hematom.

Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan

biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar,

sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan

robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada

middle meningeal artery yang terletak pada dibawah tulang temporal. Perdarahan masuk

ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.

Cedera kepala adalah kondisi yang umum secara neurologi dan bedah saraf dan

merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan usia produktif khususnya

dinegara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi dikalangan usia
produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan dijalan masih rendah

disamping penanganan pertama yang belum benar, rujukan yang terlambat.

Kasus terbanyak cedera kepala adalah kecelakaan mobil dan motor. Di Amerika

Serikat dilaporkan kejadian cedera kepala 200/100.000 penduduk pertahun. Pada

penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3%-5% yang memerlukan

tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara konservatif.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur tulang

kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media yang masuk

kedalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di

permukaan dalam os temporal.

Perdarahan yang terjadi menimbulkan epidural hematom. Desakan oleh hematom

akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah

besar.

Hematoma Epidural (EDH) merupakan kumpulan darah di antara durameter dan

tabula interna karena trauma (Gambar-1). Pada penderita traumatik hematoma epidural,

85-96% disertai fraktur pada lokasi yang sama. Perdarahan berasal dari pembuluh darah-

pembuluh darah didekat lokasi fraktur.

Sebagian besar hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi didaerah

temporoparietal, dimana bila biasanya terjadi fraktur kalvaria yang berakibat robeknya

arteri meningea media atau cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH berlokasi di frontal

maupun oksipital. Volume EDH biasanya stabil, mencapai volume maksimum hanya

beberapa menit setelah trauma, tetapi pada 9% penderita ditemukan progresifitas

perdarahan sampai 24 jam pertama.


B. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma

epidural dan serikat 10% mengakitkan koma. Secara international frekuensi kejadian

hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat. Orang yang

beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering

jatuh.

60% penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang

terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat

pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak

terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.

Tipe-tipe :

1. Epidural hematom akut (58%) perdarahan dari arteri

2. Sub acute hematom (31%)

3. kronic hematoma (11%)

C. ANATOMI OTAK

Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya

tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita seperti adanya, akan mudah

sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak

dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi

seseorang. Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek
ini harus dihindari dan ditemukan secepatnya dari tim medis untuk menghindari

rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian.

Tepat diatas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat

dapat digerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal.

Diantar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang

mengandung pembuluh-pembuluh besar. Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan

vasokonstriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita

dengan laserasi pada kulit kepala. Tepat dibawah galea terdapat ruang subaponeurotik

yang mengadung vena emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa

infeksi dari kulit kepala sampai jauh kedalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan

betapa pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea

terkoyak.

Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak

memungkinkan perluasan intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau

tabula yang dipisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna, dan

dinding bagian dalam disebut tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu

kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan, tabula interna

mengandung alur-alur yang berisikan arteria meningea anterior, media, dan posterior.

Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan salah satu dari arteri-arteri ini, perdarahan

arterial perdarahan arterial yang diakibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural,

dapat menimbulkan akibat yang fatal kecuali bila ditemukan dan diobati dengan segera.

Pelindung lain yang melapisi otak adalah meningen, ketiga lapisan meningen

adalah duramater, arachnoid, dan pia mater.


1. Durameter kranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua lapisan:

a. Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh

periosteum yang membungkus dalam kalvaria.

b. Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa

yang kuat yang berlanjut terus di foramen magnum dengan dura

mater spinalis yang membungkus medulla spinalis.

2. Arachnoid mater kranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang laba-laba.

3. Pia mater kranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak

pembuluh darah.

D. PATOFISIOLOGI

Pada hematom epidural, perdarahan terjadi diantara tulang tengkorak dan

duramater. Perdarahan ini lebih sering terjadi didaerah temporal bila salah satu cabang

arteri meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak

didaerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi didaerah frontal atau oksipital.

Arteri meningea media yang masuk didalam tengkorak melalui foramen spinosum

dan jalan antara duramater dan tulang dipermukaan dan os temporal. Perdarahan yang

terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan

durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematoma bertambah besar.

Hematoma yang membesar didaerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus

temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus
mengalami herniasi dibawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya

tanda-tanda neurologik.

Tekanan dari herniasi pada sirkulasi arteri di medulla oblongata menyebabkan

hilangnya kesadaran. Ditempat ini terdapat nukleus saraf kranial ketiga (okulomotorius).

Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan

pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan

kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda

Babinski positif.

Dengan makin membesarnya hematoma, maka darah akan terpompa terus keluar

hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbentur mungkin penderita pingsan

sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan

merasakan nyeri kepala yang progresif memberat, kemudian kesadaran berangsur

menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi

kecelakaan disebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer

yang ringan pada epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya

hampir selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi

lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami

fase sadar.

Sumber perdarahan:

Arteri meningea (lucid interval 2-3 jam)

Sinus duramatis

Diploe (lubang yang mengisi kalvaria cranii) yang berisi a.diploica dan v. diploica
Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergenci dibedah saraf karena

progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung

mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial.

Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala dengan keluhan nyeri kepala yang

berlangsung lama, harus segera dirawat dan diperiksa dengan teliti.

E. ETIOLOGI

Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa

keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada

kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang

biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.

Pada keadaan yang normal, sebenarnya tidak ada ruang epidural pada cranium.

Dura melekat pada cranium. Perdarahan biasanya terjadi dengan fraktur tengkorak bagian

temporal parietal yang mana terjadi laserasi pada arteri atau vena meningea media. Pada

kasus yang jarang, pembuluh darah ini dapat robek tanpa adanya fraktur. Keadaan ini

mengakibatkan terpisahnya perlekatan antara dura dengan cranium dan menimbulkan

ruang epidural. Perdarahan yang berlanjut akan memaksa dura untuk terpisah lebih lanjut,

dan menyebabkan hematoma menjadi massa yang mengisi ruang.

Oleh karena itu arteri meningea media terlibat, terjadi perdarahan yang tidak

terkontrol, maka akan mengakibatkan terjadinya akumulasi yang cepat dari darah pada

ruang epidural, dengan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang cepat, herniasi dari

unkus dan kompresi batang otak.


F. GEJALA KLINIS

Pada anamnesa didapatkan riwayat cedera kepala dengan penurunan kesadaran.

Pada kurang lebih 50% kasus kesadaran pasien membaik dan adanya lucid interval diikuti

adanya penurunan kesadaran secara perlahan sebagaimana peningkatan TIK. Pada kasus

lainnya, lucid interval tidak dijumpai, dan penurunan kesadaran berlangsung diikuti oleh

detoriasi progresif. Epidural hematoma terkadang terdapat pada fossa posterior yang pada

beberapa kasus dapat terjadi sudden death sebagai akibat kompresi dari pusat

kardiorespiratori pada medulla. Pasien yang tidak mengalami lucid interval dan mereka

yang terlibat pada kecelakaan mobil pada kecepatan tinggi biasanya akan mempunyai

prognosis yang lebih buruk.

Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata an-isokor, yaitu pupil

ipsilateral melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan

reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula

kenaikan tekanan darah dan bradikardia. Pada tahap akhir kesadaran akan menurun

sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga akan mengalami pelebaran sampai

akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi, yang merupakan tanda

kematian.

Tanda diagnostik klinik Epidural Hematom :

Lucid interval (+)

Kesadaran makin menurun

Late hemiparase kontralateral lesi

Pupil an-isokor
Babinsky (+) kontralateral lesi

Fraktur daerah temporal

Gejala dan Tanda Klinis Epidural Hematoma di Fossa Posterior :

Lucid Interval tidak jelas

Fraktur kranii oksipital

Kehilangan kesadaran cepat

Gangguan cerebellum, batang otak, dan pernafasan

Pupil isokor

G. DIAGNOSIS

Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan

penunjang seperti foto rontgen kepala dan CT scan kepala. Adanya garis fraktur yang

menyokong diagnosis epidural hematoma bila sisi fraktur terletak ipsilateral dengan pupil

yang melebar garis fraktur juga dapat menunjukkan lokasi hematoma.

Computed tomografi (CT) scan otak akan memberikan gambaran hiperdens

(perdarahan) ditulang tengkorak dan dura, umumnya didaerah temporal dan tampak

bikonveks.
H. DIAGNOSIS BANDING

I. Subdural Hematoma

Perdarahan yang terjadi diantara durameter dan arachnoid, akibat robeknya vena

jembatan. Gejala klinisnya adalah:

Sakit kepala

Kesadran menurun +/-

Pada pemeriksaan CT scan otak didapati gambaran hiperdens (perdarahan) diantara

durameter dan arachnoid, umumnya robekan dari bridging vein dan tampak seperti

bulan sabit.

II. subarachnoid hematoma

Gejala klinisnya yaitu:

Kaku kuduk

Nyeri kepala

Bisa didapati gangguan kesadaran

Pada pemeriksaan CT scan otak didapati perdarahan (hiperdens) di ruang

subarachnoid.

I. PENATALAKSANAAN

Penanganan darurat

Dekompresi dengan trepanasi sederhana

Kraniotomi untuk mengevaluasi hematom


Terapi medikamentosa

1. Memperbaiki / mempertahankan fungsi vital

2. Mengurangi edema otak

a. Hiperventilasi

b. Cairan hyperosmolar

c. Kortikosteroid

d. Barbiturate

e. Cara lain

Yaitu dengan elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah

memastikan tidak ada cedera spinal atau gunakan posisi

trendelenburg terbalik untuk mengurangi tekanan intracranial dan

meningkatkan drainase vena.

3. Obat-obat neurotropik

Piracetam

Citicholine

Terapi Operatif

Operasi dilakukan bila terdapat :

Volume hematoma > 30 ml

Keadaan pasien memburuk


Pendorongan garis tengah > 3 mm

Indikasi operasi dibidang syaraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional

saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi

emergensi. Biasanya keadaan emergensi ini disebabkan oleh lesi (Ekayuda, 2006)

Indikasi untuk life saving adalah jika lesi bervolume:

> 25 cc desak ruang supra tentorial

> 10 cc desak ruang infratentorial

> 5 cc desak ruang thalamus

Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan:

Penurunan klinis

Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan

penurunan klinis yang progresif

Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan

penurunan klinis yang progresif

Penatalaksanaan epidural hematoma dapat dilakukan segera dengan cara trepanasi

dengan tujuan melakukan evakuasi hematoma dan menghentikan perdarahan

(Sjamsuhidajat, 2003).

J. PERAWATAN PASCA BEDAH

Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan

dibuka pada hari ke 5-7 hari. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti
dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian. Perawatan luka dan pencegahan

decubitus pada pasien post operasi harus mulai diperhatikan sejak dini.

CT scan control diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan

untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.

K. PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada:

Lokasinya (infratentorial lebih jelek)

Besarnya

Kesadaran saat masuk kamar operasi

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena

kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15%

dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami

koma sebelum operasi

Prognosis epidural hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan epidural

hematoma yang telah dievakuasi mulai dari 16-32%. Seperti trauma hematoma

intrakranial yang lain, biasanya mortalitas sejalan dengan umur dari pasien. Resiko

terjadinya epilepsy post trauma pada pasien epidural hematoma diperkirakan sekitar 2%.
BAB III

LAPORAN KASUS

Data Pasien:

Nama : Ny. Tutik M

Alamat : Jl. Ambeng-ambeng duduk sampeyan Rt 10 Rw 03, Gresik

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 40 tahun

Agama : Islam

Primary survey:

Mode of Injury: pasien pengendara motor ditabrak truck. Penurunan kesadaran +, riwayat

Kejang -, Mual, Muntah +

Jam kejadian : 11.00

Jam datang : 12.00

A: Bebas

B: Spontan RR 22/menit, simetris

C: N 98x/menit, regular, kuat, TD 110/70

Assessment sementara: Cedera otak sedang

Planning:

O2 10L/menit
Inf RL
Inj. ATS 1500/unit
Inj. Santagenik 1amp
Inj. Ceftriaxone 2gram
Inj. Ondansetron 4mg 1amp

Secondary Survey

Anamnesis

Keluhan utama: nyeri kepala

Riwayat penyakit sekarang:

sebelumnya pasiennya mengenderai sepeda motor, ketika ingin

menghindari jalan berlubang, pasien tidak menyadari adanya truck

dibelakang, sehingga terjadilah kecelakaan, pasien terjatuh dan terdapat

beberapa luka seperti pada daun telinga 3 cm, keluarnya cairan/darah

lewat lubang telinga, luka dikepala 5 cm, pasien awalnya pingsan lalu

sadar, Mual, Muntah (+) darah. Lalu dibawa ke RSUD Ibnu sina untuk

dilakukan perawatan selanjutnya.

Riwayat penyakit dahulu:

Tidak ada riwayat Diabetes mellitus, hipertensi, asma

Riwayat penyakit dalam keluarga:

Tidak ada riwayat Diabetes mellitus, hipertensi, asma dalam keluarga

Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum : Lemah

Kesadaran (GCS) : 2-3-5

Tanda vital : tekanan darah : 110/70 mmHg


Nadi : 98 x/menit

Respiratory rate : 22 x/menit

Suhu : 36 C

Kepala : Didapatkan adanya bengkak pada pada region

temporoparietal kanan dengan ukuran kira-kira panjang

5cm, dan dibelakang kuping 3cm

Bloody otore +, bloody rinore -, battle sign -

Mata : Pupil isokor, Reflex cahaya (+/+), sclera ikterik (-/-),

konjungtiva anemis, raccoon eyes -

Thorax : Paru : Simetris, suara paru vesikuler normal, rh-/-, wh-/-

Jantung : Simetris, suara jantung S1S2 tunggal regular

Abdomen : datar, Jejas -, BU normal, timpani

Ekstremitas : hangat, Edema

Status Neurologis :

Kesadaran : GCS 2-3-5

Meningeal Sign: kaku kuduk -, laseq -, kerniq -,

Burdz 1 -, burdz 2 -.

Penunjang : CT scan
Kesimpulan: EDH pada temporo parietal D, tebal 2,3 cm, estimasi volume 60cc,

menyebabkan midline shift ke S sebesar 1,1 cm, tampak edema serebri, tak

tampak fraktur basis cranii.

Diagnosa Klinis

COS + Epidural hematom temporoparietal D

Planning

Konsul dr. M. Ainul, Sp.BS

Pro cito trepanasi


Persiapan operasi

KIE keluarga pasien

Hubungi tim OK

Laporan Operasi

Follow up pasien selama perawatan

Tanggal 8 Mei 2016

S : nyeri kepala +, mual, muntah +,

O : Tensi: 120/70 mmHg

Nadi: 88x/menit

RR: 20x/menit

Suhu: 360 C
K/L: Anemia+

Thorax: C: S1S2 tunggal

P: Vesikuler, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen: Soepl, BU + Normal

A : COS+EDH

P : Inf. RL 1500cc/hari

Inf. 1 bag PRC

Inf. Manitol 6x100cc/hari

Inj. Ceftriaxone 2x1gr

Inj. Ketorolac 3x30mg

Inj. Ranitidine 3x50mg

Inj. Piracetam 3x3gr

Obs. balance cairan

Tanggal 9 Mei 2016

S : nyeri kepala +, mual, muntah +

O : Tensi: 110/60 mmHg

Nadi: 86x/menit

RR: 20x/menit
Suhu: 360 C

K/L: Anemia+

Thorax: C: S1S2 tunggal

P: Vesikuler, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen: Soepl, BU + Normal

A : COS+EDH

P : Inf. RL 1500cc/hari

Inf. Manitol 3x100cc/hari

Inj. Ceftriaxone 2x1gr

Inj. Ketorolac 3x30mg

Inj. Ranitidine 3x50mg

Inj. Piracetam 3x3gr

Tanggal 10 mei 2016

S : nyeri kepala +, mual, muntah -

O : Tensi: 110/70 mmHg

Nadi: 84x/menit

RR: 20x/menit

Suhu: 360 C

K/L: Anemia+

Thorax: C: S1S2 tunggal

P: Vesikuler, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen: Soepl, BU + Normal


A : COS+EDH

P : Inf. RL 1000cc/hari

Inf. Manitol 1x100cc/hari

Inj. Ceftriaxone 2x1gr

Inj. Ketorolac 3x30mg

Inj. Ranitidine 3x50mg

Inj. Piracetam 3x3gr

Tanggal 11 Mei 2016

S : nyeri kepala +, mual, muntah -

O : Tensi: 110/80 mmHg

Nadi: 84x/menit

RR: 18x/menit

Suhu: 360 C

K/L: Anemia-

Thorax: C: S1S2 tunggal

P: Vesikuler, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen: Soepl, BU + Normal

A : COS+EDH

P : Inf. RL 1000cc/hari

Inf. Manitol 1x100cc/hari (STOP)

Inj. Ceftriaxone 2x1gr

Inj. Ketorolac 3x30mg

Inj. Ranitidine 3x50mg


Inj. Piracetam 3x3gr

Mobilitas duduk

Cek Hb

Tanggal 12 Mei 2016

S : nyeri kepala +, mual, muntah -

O : Tensi: 100/80 mmHg

Nadi: 80x/menit

RR: 18x/menit

Suhu: 360 C

K/L: Anemia-

Thorax: C: S1S2 tunggal

P: Vesikuler, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen: Soepl, BU + Normal

A : COS+EDH

P : Inf. RL 1000cc/hari

Inf. Manitol 1x100cc/hari (STOP)

Inj. Ceftriaxone 2x1gr

Inj. Ketorolac 3x30mg

Inj. Ranitidine 3x50mg

Inj. Piracetam 3x3gr

Mobilitas duduk hingga berjalan


Identifikasi Resiko Post-op dan pencegahannya

Perdarahan

Sudah dilakukan pemasangan drain untuk mengevaluasi perdarahan post-

op.

Infeksi

Sudah diberikan antibiotik spectrum luas pada pasien untuk profilaksis

infeksi

Resiko Mortalitas

Dilakukan follow up, observasi, dan perawatan khusus pada pasien

diruang post op

Sequele

Memberikan penjelasan pada keluarga tentang sequel yang bisa terjadi

pada pasien sehingga tidak menimbulkan perdebatan dikemudian hari


BAB IV

PEMBAHASAN

Subyektif

Pasien pengendara motor ditabrak truck, kepala terbentur aspal, sempat pingsan

kemudian sadar, lalu mengalami penurunan kesadaran (Lucid Interval). Kasus cedera

kepala demikian perlu diwaspadai adanya perdarahan intracranial.

Obyektif

Dari pemeriksaan fisik yang menunjang diagnosis:

Cushing sindrom: adanya gangguan pola nafas (RR 22x/menit) namun

tidak ditemukannya hipertensi.

GCS E2V3M5 (total skor 10) menunjukkan cedera otak sedang

Diregio temporoparietal D ditemukan cephal hematom

Penurunan tonus otot disemua bagian ekstremitas

Tidak ditemukan meningeal sign yang positif

Pemeriksaan penunjang yang mendukung:

CT scan kepala: gambaran bikonveks khas EDH pada area temporoparietalis D.

panjang 5 cm, estimasi 60 cc, ditemukan midline shift ke S sejauh 1,1 cm. tampak edem

serebri, tidak ditemukan fraktur basis kranii.


Assessment

Kejadian diawali dengan terbenturnya kepala pasien ke aspal. Proses peregangan

akibat benturan yang keras tak terkompensasi sehingga menimbulkan cedera. Walaupun

pada foto CT scan tak tampak fraktur pada kalvaria, tidak menutup kemungkinan cedera

terjadi pada vasa. Menurut area yang terbentur, kemungkinan paling besar yang robek

adalah arteri meningea media. Pingsan pertama adalah efek dari trauma primer kepala.

Lucid interval terjadi karena masih ada periode kompensasi keseimbangan TIK sehingga

pasien sempat sadar penuh setelah pingsan. Dilanjutkan dengan penurunan kesadaran

yang menunjukkan tanda dekompensasi TIK. Tanda lain pada pasien ini yang

menunjukkan peningkatan TIK yaitu respon cushing, yang merupakan trias dari

hipertensi, bradikardi, dan gangguan pola nafas.

Secara klinis, diagnosa EDH dapat ditegakkan dengan adanya trias EDH:

Jejas kepala ada cephal hematom temporoparietal D

Dilatasi pupil ipsilateral

Hemiparase kontralateral tonus otot pada semua ekstremitas

Secara radiologis, pada foto CT scan ditemukan gambaran bikonveks,

hematom/clot terkumpul antara pericranium tabula interna dengan durameter,tidak

melitasi sutura. Adanya midline shift menunjukkan bahwa adanya hematom tersebut

mendesak ruang sekitarnya sehingga mendorong massa otak kearah kiri. Sebagai

kompensasi meningkatnya volume otak akibat hematom, ditandai dengan penyempitan

ventrikel lateral. Tampak pula edem serebri yang ditandai dengan pudarnya lekukan

sulcus dan girus, edem serebri biasanya terjadi mengikuti trauma primer.
Planning

Planning Diagnosis

Epidural hematom temporoparietal D

Planning Terapi

Terapi operatif dilakukan untuk life saving dan functional saving. Indikasi operasi pada

EDH terpenuhi:

Volume >30cc sedangkan pada pasien ini estimasi 60 cc

Midline shift >5mm sedangkan pada pasien ini 11mm

Keadaan pasien buruk / GCS <9 sedangkan pada pasien ini GCS 10

Terapi medikamentosa pre-op:

Manitol 20% 50cc (cairan hyperosmolar untuk menurunkan TIK)

Piracetam 1gram IV (sebagai agent neurotopik mencegah perburukan sekunder

pada otak)

Ranitidine ampul IV (H2bloker membantu menjaga keseimbangan asam

lambung)

Antrain 500mg IV (sebagai analgetik)

Terapi medikamentosa post-op:

Tranfusi PRC sampai Hb > 10

Infus RL 1500cc/hari

Infus Manitol 100cc


Injeksi ceftriaxone 1gram

Injeksi ketorolac 30mg

Injeksi ranitidine 50mg

Injeksi piracetam 3gram

Terapi non medikamentosa:

Tirah baring

Oksigen adekuat

Nutrisi per sonde/NGT

Perawatan luka post op, hygiene drain, serta perawatan pencegahan decubitus

Kasing saying dan perhatian keluarga

Planning Edukasi

Dilakukan kepada keluarga pasien agar mengerti kondisi pasien, serta diharapkan

untuk membantu proses penyembuhan dan pemulihan. Selain itu terjadinya sequel seperti

gangguan kognitif, psikomotor, maupun afektif juga perlu diinformasikan sejak awal agar

keluarga tidak kecewa dikemudian hari.

Planning Konsultasi

Dijelaskan kepada keluarga pasien untuk perlunya control berkala ke spesialis

bedah saraf untuk menilai perkembangan terapi, angkat jahitan post-op, menentukan

kapan dilakukannya kranioplasti, supaya pasien memperoleh derajat kesembuhan

seoptimal mungkin.
BAB V

KESIMPULAN

Epidural hematom adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur tulang

kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media yang masuk

didalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang

dipermukaan dalam os temporale.

Tanda diagnostic klinik epidural hematom:

Lucid interval (+)

Kesadaran makin menurun

Late hemioarese kontralateral lesi

Pupil an-isokor

Babinsky (+) kontralateral lesi

Fraktur daerah temporal

Diagnostik epidural hematom didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan

penunjang seperti foto CT scan kepala. Prognosis epidural hematom biasanya baik.

Mortalitas pasien dengan epidural hematom yang telah dievakuasi mulai dari 16%-32%.
DAFTAR PUSTAKA

1. Duus P. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, dan Gejala. Jakarta;

EGC, 1994. p.329-30

2. Ekayuda I. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta: Gaya Baru, 2006. P.359-65,

382-87

3. Japardi I. penatalaksanaan Cedera Kepala Secara Operatif. Bagian Bedah Fakultas

Kedokteran USU, 2004

4. PERDOSSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal.

Jakarta: PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM, 2006. P. 9-11

5. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC, 2003. P.

818-9

You might also like