You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan

ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja

dan pendapatan penduduk. Sumber daya kelautan tersebut mempunyai keunggulan

komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

dimanfaatkan dengan biaya eksploitasi yang relatif murah sehingga mampu

menciptakan kapasitas penawaran yang kompetitif. Disisi lain, kebutuhan pasar

sangat besar karena kecenderungan permintaan pasar global yang terus meningkat.

Untuk memenuhi hal tersebut maka akselerasi pembangunan kalautan merupakan

sebuah jawaban yang tepat.

Program pemerintah dalam subsektor perikanan diantaranya berusaha

mengentaskan kemisikinan masyarakat pantai dan meningkatkan devisa non migas.

Rumput laut merupakan salah satu komoditi perikanan yang berpotensi untuk

mensukseskan program tersebut. Peningkatan produksi rumput laut diharapkan dapat

meningkatkan kesejahteraan nelayan, sekaligus devisa bagi Negara. Selain itu dapat

melestarikan dan meningkatkan produksi sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam

negeri maupun sebagai komoditas ekspor. Budidaya rumput laut merupakan salah

satu pilihan untuk memanfaatkan potensi sumber daya laut.

1
Pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia dirintis sejak tahun 1980-

an dalam upaya merubah kebiasaan penduduk pesisir dari pengambilan sumber daya

alam kearah budidaya rumput laut yang ramah lingkungan dan usaha budidaya ini

dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya juga dapat digunakan

untuk mempertahankan kelestarian lingkungan perairan pantai (Ditjenkan Budidaya,

2004).

Budidaya rumput laut yang pada umumnya dapat dilakukan oleh para

petani/nelayan dalam pengembangannya memerlukan keterpaduan mulai dari

penyediaan input produksi, budidaya sampai ke pemasaran hasil. Keterpaduan ini

menuntut adanya kerjasama antara pihak-pihak yang terkait dalam bentuk pola

kemitraan usaha yang ideal antara petani atau nelayan dengan yang pada umumnya

berada pada pihak produksi dengan pengusaha yang umumnya berada pada pihak

yang menguasai pengolahan dan pemasaran.

Dari segi ekonomis, rumput laut merupakan komoditas yang potensial untuk

dikembangkan mengingat nilai gizi yang dikandungnya. Selain itu rumput laut dapat

dijadikan sebagai bahan makanan seperti agar-agar, sayuran, kue dan menghasilkan

bahan algin, karaginan dan fluseran yang digunakan dalam industri farmasi,

kosmetik, tekstil dan lain sebagainya.

Budidaya rumput laut yang pada umumnya dapat dilakukan oleh para

petani/nelayan dalam pengembangannya memerlukan keterpaduan mulai dari

penyediaan input produksi, budidaya sampai ke pemasaran hasil. Keterpaduan ini

menuntut adanya kerjasama antara pihak-pihak terkait dalam bentuk pola kemitraan

2
usaha yang ideal antara petani atau nelayan sebagi pihak produksi dengan pengusaha

yang umumnya berada pada pihak yang mengusai pengolahan dan pemasaran.

Data dari KKP menyebutkan Indonesia menjadi pemasok utama hingga

mencapai lebih dari 50 persen kebutuhan rumput laut di dunia. Namun, mayoritas

pasokan masih berupa gelondongan. Rumput laut juga menjadi salah satu produk

unggulan KKP yang akan ditingkatkan produksinya hingga sepuluh juta ton pertahun

pada 2014 sehingga pengembangan industri atau pabrik pengolahan rumput laut

menjadi upaya bersama yang dilakukan KKP dengan kementerian terkait. KKP juga

menargetkan pembangunan pabrik pengolahan rumput laut skala kecil di tingkat

kecamatan sehingga dengan kapasitas produksi mulai 500.000 ton hingga 2.000.000

ton per hari mampu mempercepat penutupan ekspor rumput laut gelondongan (Info

Media KKP, 2010).

Produksi rumput laut nasional sampai tahun 2010 memperlihatkan trend

kenaikan yang signifikan, dimana sebuah keberhasilan yang diperlihatkan atas tingkat

produksi rumput laut yang mencapai 3.082.113 ton, mengalami kenaikan rata-rata

sebesar 23 % per tahun. Nilai ini mampu melampaui target produksi tahun 2010

sebesar 115,3 % dari target 2.672.800 ton. Kondisi ini memberi rasa optimis terhadap

target proyeksi tahun 2014 sebesar 10.000.000 ton dapat tercapai. (Cocon, 2011)

KKP mencatat, pasar lokal hanya menyerap 15% - 20% produksi rumput laut

nasional, sedangkan sisanya untuk ekspor. Kementerian Perdagangan mencatat nilai

ekspor rumput laut pada 2010 mencapai US$ 135,939 juta. Pada periode Januari

hingga Juni 2011, ekspor rumput laut telah mencapai US$ 83,283 juta, naik 41% dari

3
nilai ekspor pada periode sama tahun 2010 sebesar US$ 59,02 juta (Christina,B.,

2011).

Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam,

Jana T. Anggadireja mengatakan peran Indonesia dalam kontribusi bahan baku

rumput laut sudah diakui Internasional, namun masih perlu peningkatan industri

pengolahan rumput laut dalam negeri. Tahun 2009, dengan jumlah produksi rumput

laut 14.300 ton kering, yang telah dimanfaatkan menjadi end products baru sebanyak

20 items. Tentu saja hal ini masih sangat sedikit dibandingkan dengan produksi bahan

baku yang dapat kita hasilkan. Pemerintah selama ini berusaha mengembangkan

industri rumput laut Nasional yang sejalan dengan program pembangunan sektor dan

pengembangan komoditi lainnya, terutama dalam hal pro-job, pro-poor, dan pro-

growth (Cocon, 2010)

Berkaitan dengan produksi dan ekspor rumput laut, data statistik Kementerian

Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukan bahwa total produksi rumput laut pada

tahun 2008 2012 mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 2,14 juta ton. Tahun

2009 meningkat menjadi 2,96 .juta ton, tahun 2010 menjadi 3,92 juta ton, tahun 2011

menjadi 5,17 juta ton dan pada tahun 2012 menjadi 6,51 juta ton. Sedangkan volume

dan nilai ekspor rumput laut pada tahun 2012 sebesar 174.011 ton atau senilai

US$177.922 juta. Dengan pasar ekspor terbesar yaitu 64,78 persen ke pasar Asia

terutama China dilanjutkan dengan Eropa 21,59 persen, Amerika 4,25 persen,

Australia 0,75 persen, Canada 0,05 persen, sisanya 8,58 ke Negara lainnya (Tim

Penyusun, 2013). Pasar Eropa akan sangat potensial, karena benua itu

4
memberlakukan kebijakan back to nature dimana semua produk kosmetik harus

berbahan baku alami. Saat ini, terdapat 23 perusahaan yang bergerak di industri

keraginan. Sayangnya semua perusahaan tersebut hanya mampu sebagai penghasil

bahan baku dimana sebanyak 80 persen ekspor merupakan produk rumput laut kering

sehingga kurang memberi nilai tambah khususnya tambahan devisa bagi Indonesia

(Info Media KKP, 2010).

Data statistik ekspor impor menggambarkan bahwa, Indonesia berpeluang

sangat besar dalam memenuhi permintaan rumput laut dunia dimana sementara ini

kuota ekspor yang baru terpenuhi sebesar 20.74 %. Kenaikan prosentase rata-rata

ekspor rumput laut menurut Negara tujuan dari tahun 2008 2012 dapat dilihat pada

(Tim Penyusun, 2013), dapat dilihat pada tabel 1.

5
Tabel 1. Volume Eksport Rumput Laut Menurut Negara Tujuan 2008 -2012

Kenaikan
Tahun (Ton)
Negara Tujuan Rata-Rata (%)
2008 2009 2010 2011 2012 (2008 2012)
Jumlah Total 99,949 94,003 123,075 159,075 174,011 15.90
Jepang 94 225 261 629 1,281 100.24
Hongkong 2,835 2,323 5,252 6,402 4,366 24.52
Republik Korea - 5,019 3,056 8,085 5,822 -
Taiwan 369 529 316 255 317 1.94
China 43,620 51,086 72,213 101,230 123,402 30.14
Thailand 118 148 88 104 136 8.28
Singapura 1 3 5 0 130 465,534.88
Malaysia 583 891 599 550 561 3.45
Philipina 12,414 6,701 12,512 10,404 11,212 7.91
Saudi Arabia - - - - 2 -
Australia 129 256 431 546 563 49.3
Amerika Serikat 414 1,764 1,584 2,257 614 71.32
Canada 120 72 24 72 0 -1.67
Inggris 326 1,038 720 408 1,043 74.93
Belanda 0 120 - 0 125 -
Perancis 2,927 3,058 2,211 2,803 1,932 -6.88
Jerman 315 273 809 1,460 1,610 68.43
Belgia & Luxemburg 251 327 318 15 0 -41.94
Denmark 1,849 577 1,661 667 1,227 35.81
Spain 1,076 2,039 670 1,139 780 15.19
Polandia - 21 0 0 39 -
Rusia 0 42 42 84 136 2,735.90
Negara Lainnya 32.506 17.452 20.271 21.945 18.500 -9.40
Sumber : Tim Penyusun, 2013.

Kontribusi produksi rumput laut Maluku terhadap produksi nasional juga

mengalami peningkatan. Angka produksi propinsi Maluku tahun 2008 sebesar

36.281,46 ton, produksinya meningkat lagi tahun 2009 sebesar 50.000 ton, pada

tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 38.814,66 ton. Pada tahun 2011 produksi

rumput laut Maluku mengalami kenaikan menjadi 814.169,10 ton (Tim Penyusun,

6
2013). Pada tahun 2011 produksi rumput laut Maluku naik melebihi produksi tahun

2009. Kontribusi produksi rumput laut Kabupaten Seram Bagian Barat bagi produksi

rumput laut Maluku mengalami peningkatan dari tahun 2009 sampai 2011. Pada

tahun 2009 produksi rumput laut Kabupaten Seram Bagian Barat sebesar 1.828,2 ton,

kemudian mengalami kenaikan tahun 2010 sebesar 2.020,8 ton, dan tahun 2011

sebesar 2.624,8 ton. (BPS Kabupaten Seram Bagian Barat, 2012).

Sudah saatnya pengembangan budidaya rumput laut di Maluku dikembangkan

menjadi komoditas primadona selain rempah-rempah (cengkih dan pala). Untuk itu

pengembangannya harus dilakukan secara komprehensif, melibatkan semua

stakeholder sehingga keinginan untuk menjadikan kawasan perairan Maluku bukan

hanya sebagai penyedia bahan baku tetapi juga sebagai penghasil produk-produk

yang berbahan dasar rumput laut.

Idealnya strategi pengembangan budidaya rumput laut di Maluku ini dapat

dilaksanakan melalui kegiatan perluasan usaha, penerapan teknologi maju,

penyediaan prasarana dan sarana, penyiapan skim kredit untuk usaha budidaya,

peningkatan mutu produk olahan, menjalin hubungan kemitraan usaha dan penyiapan

serta penerapan peraturan perundang-undangan untuk menciptakan iklim usaha yang

kondusif dalam rangka mengundang investasi dalam budidaya rumput laut.

Sedangkan di Kabupaten Seram Bagian Barat budidaya rumput laut di teluk Kotania

masih dilaksanakan secara sendiri-sendiri secara sektoral. Masih terbatasnya pola

pengaman terpadu dengan mengikutsertakan masyarakat dalam segmen-segmen

7
usaha secara simultan sehingga produksi rumput laut yang dihasilkan masih dibawah

standar.

Pengembangan rumput laut di Kabupaten Seram Bagian Barat sangat perlu

untuk dilakukan mengingat besarnya potensi dan lahan yang dimiliki dengan

perkiraan produksi yang cukup besar. Dengan wilayah perairan yang luas dan

strategis serta memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar, namun

sampai saat ini potensi sumber daya kawasan pesisir teluk Kotania untuk kegiatan

budidaya rumput laut belum termanfaatkan secara optimal. Pemerintah sebagai

pemegang otoritas perencana dan pengambil keputusan seyogyanya

didesentralisasikan padakawasan produksi budidaya sehingga masyarakat yang

tinggal di kawasan pengembangan akan mempunyai tanggung jawab penuh terhadap

perkembangan dan pembangunan daerahnya sendiri. Undang-Undang No. 27 Tahun

2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pula-Pulau Kecil serta Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16 Tahun 2008 tentang Perencanaan

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan payung hukum yang

mendukung upaya pembangunan kemandirian daerah terutama bagi daerah-daerah

yang memiliki potensi yang tinggi untuk mengelola sumber daya alam dan

mausianya.

Berdasarkan potensi areal, luas perairan teluk Kotania secara keseluruhan

adalah 7.568,51 hektar, dengan potensi lahan pengembangannya mencapai 1.605,74

hektar. Potensi tersebut diperoleh dengan memperhitungkan kondisi perairan dan

kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut. Potensi yang baru dimanfaatkan

8
seluas 929,9 Ha, dengan melibatkan 1.125 pembudidaya dari 125 kelompok

pembudidaya. Kegiatan budidaya di kabupaten Kabupaten Seram Bagian Barat diharapkan

akan mampu mendukung keberhasilan pelaksanaan revitalisasi perikanan, karena pada

umumnya sektor budidaya perikanan dan pemanfaatan sumberdaya laut memang merupakan

mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat Kabupaten Seram Bagian Barat.

Otoritas perencanaan dan pengambilan keputusan akan didesentralisasikan di sentra-sentra

produksi sehingga masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir akan mempunyai tanggung

jawab penuh terhadap pekembangan dan pembangunan daerahnya sendiri.

Potensi sumber daya tersebut, bila dikelola dengan baik maka akan

memberikan manfaat yang besar terhadap peningkatan ekonomi masyarakat pesisir

kawasan teluk Kotania dan sekaligus berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah

(PAD) Kabupaten Seram Bagian Barat. Hingga saat ini, berbagai upaya telah

dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan melalui program-program nyata,

misalnya kegiatan pemberdayaan, peningkatan kapasitas kelompok melalui pelatihan-

pelatihan, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang didukung oleh Bappeda Kabupaten

Seram Bagian Barat terutama dalam perencanaan dan tata kelola wilayah. Dengan

perencanan yang baik, diharapkan kegiatan budidaya rumput laut dapat berkembang

dengan baik. Untuk itu diharapkan semua stakeholder terkait dapat bekerja secara

optimal sehingga budidaya rumput laut menjadi primadona bagi Kabupaten Seram

Bagian Barat, sekaligus wujud dari upaya menjadikan rumput laut sebagai komoditas

unggulan.

Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus pembahasan hanya pada analisis

kelayakan serta strategi pengembangan dalam memaksimalkan usaha rumput laut

9
dalam menyokong keuntungan secara finansial bagi pembudidaya. Kajian ini

diharapkan akan membantu rencana usaha pembudidaya, sekaligus dapat memberikan

masukan bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan yang tepat bagi

pengembangan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Seram Bagian Barat.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang diambil sebagai sumber

penelitian adalah yang berkaitan dengan Analisis Kelayakan Usaha dan Strategi

Pengembangan Rumput Laut di Kabupaten Seram Bagian Barat, dengan titik fokus

permasalahan adalah :

1. Bagaimana kelayakan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Seram Bagian

Barat?

2. Bagaimana strategi yang tepat dalam usaha pengembangan budidaya rumput laut

Kabupaten Seram Bagian Barat?

1.3. Tujuan Penelitian

Sehubungan permasalahan diatas maka, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengukur tingkat kelayakan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Seram

Bagian Barat.

2. Memformulasikan alternatif strategi pengembangan budidaya rumput laut di

Kabupaten Seram Bagian Barat.

10
1.4. Lingkup Penelitian

1. Titik fokus penelitian ini adalah strategi pengembangan dan analisis kelayakan

usaha budidaya rumput laut, berdasarkan pertimbangan bahwa budidaya rumput

laut dapat memberikan pendapatan yang layak bagi masyarakat pesisir serta

pendapatan asli daerah bagai Kabupaten Seram Bagian Barat.

2. Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) minggu, untuk memperoleh data

primer dan data sekunder kegiatan budidaya rumput laut yang telah dilakukan.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Pesisir Teluk Kotania Kabupaten Seram Bagian Barat.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti berguna untuk menambah pengalaman dan khasanah ilmu

pengetahuan dan sekaligus menjadi masukan dan informasi tambahan untuk

penelitian sejenis.

2. Sebagai bahan masukan bagi pelaku usaha budidaya rumput laut agar

pengembangannya sesuai sebagaimana yang diharapkan.

3. Bagi kalangan akademis, terutama dalam pengembangan penelitian dan ilmu

pengetahuan.

4. Bagi Pemerintah Daerah, diharapkan dapat menjadi sumber informasi penting

untuk pengembangan sektor perikanan khususnya budidaya rumput laut dalam

rangka menentukan kebijakan yang tepat terhadap pengembangan kawasan

pesisir.

11

You might also like